“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan dengan suatu ketakutan dan kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, yaitu orang-orang yang apabila ditimpa musibah mereka mengucapkan: “Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kepada-Nya kami akan kembali.” (Q.S. Al-Baqarah 155-156).
Tempat bagi manusia menjalani berbagai macam ujian dan cobaan dari Allah SWT. Sebagai orang yang beriman kepada-Nya, kita pun diperintahkan untuk senantiasa bersabar dan bertawakal selama menjalani ujian-ujian tersebut karena dengan kesabaran dan tawakal seluruh ujian atau cobaan dan musibah tersebut bisa dilalui dengan baik, membawa kebaikan, dan keberkahan. Pada dasarnya Allah telah memberi ujian dan cobaan di setiap hambanya sesuai porsinya masing-masing. Ujian dan cobaan yang diberikan oleh Allah di tiap manusia berbeda-beda.
Manusia harus berani menghadapi kesulitan dan tetap tabah dalam menghadapi cobaan dalam mencapai tujuan yang ingin dicapai. Orang yang bersabar mencerminkan nilai keimanan yang kuat. Kedudukan sabar dalam iman bagaikan kepala pada jasad dan tidak ada keimanan tanpa sabar sebagaimana jasa tidak akan berfungsi tanpa kepala. Kesabaran tidaklah muncul dengan sendirinya, tetapi ia harus diusahakan dan dibiasakan agar menjadi sifat utama diri. Di sinilah dibutuhkan pengorbanan melawan keinginan hati dan perjuangan menahan nafsu diri.
Sementara itu, tawakal merupakan pelengkap sejati sifat sabar. Tawakal merupakan kerja hati memasrahkan seluruh ujian dan cobaan kepada kehendak-Nya. Tawakal berkaitan erat dengan keridaan kita menjadikan Allah sebagai pelindung dalam kehidupan. Kehadiran tawakal dalam diri akan menghadirkan kemudahan mengatasi persoalan. Karena kita benar-benar mengharap pertolongan dan kemudahan hanya dari Allah SWT.
Tersebutlah sebuah cerita kisah Nabi, yaitu Nabi Ayub. Nabi Ayub merupakan seseorang yang sangat kaya. Nabi Ayub memiliki hewan ternak, budak, dan juga tanah. Nabi Ayub juga dikaruniai seorang istri dan anak-anak yang baik dan sholelah. Namun pada suatu ketika, atas ijin Allah kawanan Iblis menghancurkan dan meluluh lantahkan kekayaan Nabi Ayub. Hewan-hewan ternak mati satu persatu sehingga habis tak tersisa, kemudian disusul ladang-ladang dan kebun-kebun tanamannya yang rusak menjadi kering dan rumah yang terbakar habis dimakan api. Dalam waktu yang sangat singkat Nabi Ayub yang kaya-raya tiba-tiba menjadi miskin tidak memiliki apapun selain hatinya yang penuh iman dan takwa serta jiwanya yang sabar dan tawakal.
Ujian demi ujian terus menimpanya, dimulai dari anak-anaknya yang meninggal, hartanya habis tak bersisa, ternaknya binasa, sampai ia sendiri terkena penyakit yang sangat sulit disembuhkan. Seluruh badannya digerogoti, kecuali lisan yang ia gunakan untuk berzikir. Hari-hari berlalu, kerabat dan sanak saudara mulai meninggalkan Nabi Ayub. Tinggalah seorang istri setia yang menemani dan mengurus semua keperluan Nabi Ayub. Penyakit Nabi Ayub semakin lama semakin parah. Sekalipun demikian, Nabi Ayub tetap tabah dan menerimanya sebagai cobaan dari Allah swt. Keimanannya kepada Allah swt tidak berkurang sedikitpun, justru beliau semakin rajin beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah swt.
Penyakit Nabi Ayub sangat parah sehingga ia hanya dapat berbaring. Semakin lama kondisinya semakin memburuk. Penyakit ini ia derita sudah 18 tahun. Selama beliau sakit, seluruh penduduk disekitarnya mengasingkan dirinya. Hanya istrinya yang mengurus segala keperluan Nabi ayub. Namun, iblis selalu menghasut istri Nabi Ayub yang bernama Rahmah. Iblis membisikkan kebencian ke dalam hati istri Nabi Ayub. Pada suatu hari, istri Nabi Ayub mengatakan hal-hal yang menyakiti Nabi ayub. Nabi Ayub pun sangat sedih. Ia bersumpah apabila ia sembuh kelak, ia akan memukul istrinya sebanyak 100 kali. Pada saat kondisi Nabi Ayub semakin lemah, Allah menurunkan wahyu kepadanya, “Hentakkanlah kakimu; inilah air yang sejuk untuk mandi dan untuk minum.”
Nabi Ayub menghentakkan kakinya ke tanah sehingga air keluar. Air tersebut digunakan untuk mandi dan minum Nabi Ayub. Tidak lama kemudian, tubuh Nabi Ayub kembali sehat. Bahkan. Ia lebih sehat dan kuat dibanding sebelumnya. Setelah sembuh, istri Nabi Ayub kembali kepada suaminya Nabi Ayub teringat dengan sumpahnya. Namun, ia tidak sampai hati memukul istrinya. Nabi Ayub mengalami kebingungan akan sumpahnya, ia tidak dapat memenuhi sumpahnya. Akhirnya turunlah perintah Allah agar Nabi Ayub melaksanakan sumpahnya. Ia diperintah memukul istrinya menggunakan 100 helai rumput yang diikat.
Kisah Nabi Ayub ini telah diceritakan dalam Al-Quran Surat Shaad ayat 41-44 yang artinya :
Dan ingatlah akan hamba Kami Ayyub ketika ia menyeru Tuhannya, “Sesungguhnya aku diganggu setan dengan penderitaan dan bencana.”
(Allah berfirman). “Hentakkanlah kakimu; inilah air yang sejuk untuk mandi dan untuk minum.”
Dan Kami anugerahi dia (dengan mengumpulkan kembali) keluarganya dan Kami lipatgandakan jumlah mereka, sebagai rahmat dari Kami dan pelajaran bagi orang-orang yang berpikiran sehat.
Dan ambillah seikat (rumput) dengan tanganmu, lalu pukullah dengan itu dan janganlah engkau melanggar sumpah. Sesungguhnya Kami dapati dia (Ayyub) seorang yang sabar. Dialah sebaik-baik hamba. Sungguh, dia sangat taat (kepada Allah).
Dari cerita Nabi Ayub tersebut tersadar ada tiga macam ujian yang dihadapi manusia di dunia ini, yaitu ujian kesulitan, kesenangan, dan kesalahan. Ujian kesulitan dapat muncul dalam bentuk kekurangan harta, kelaparan, penyakit, dan musibah-musibah lainnya. Sementara, ujian kesenangan dapat berupa harta yang banyak, istri yang cantik, dan kedudukan sosial yang tinggi. Di antara ketiga ujian itu, ujian kesulitan adalah yang paling ringan, karena ujian tersebut tidak hanya dialami oleh orang-orang beriman, tetapi juga orang kafir. Banyak manusia yang berhasil menjalani ujian kesulitan dengan baik meskipun mereka tidak beriman kepada Allah SWT. Akan tetapi sedikit sekali orang beriman dan orang kafir yang mampu melewati ujian kesalahan, hal tersebut disebabkan tidak adanya petunjuk yang mereka dapatkan dari Allah SWT. Akibatnya, mereka terus mengulangi kesalahan dan dosa yang sama dari waktu ke waktu. Tidak sedikit manusia yang terlena oleh berbagai kesenangan dunia yang mereka rasakan sehingga mereka pun lupa akan patuh kepada Allah SWT.
Dalam menghadapi berbagai ujian tersebut, ada beberapa sikap yang harus dilakukan seorang mukmin. Pertama, tetap merasa yakin atau optimistis bahwa akan datang pertolongan Allah kepada kita. Kedua, segera mengucapkan innaa lillaahi wainnaa ilaihi rajiuun setiap kali mendapat musibah. Sikap selanjutnya adalah bertawakal kepada Allah. Tawakal menjadi salah satu syarat bagi seseorang mendapat pertolongan Allah.
Ada hal yang kita perhatikan saat bertawakal. Pertama, jangan menyandarkan hati kepada selain Allah. Jika kita menyandarkan hati kepada selain Allah saat menghadapi satu masalah atau musibah, pertolongan Allah akan semakin jauh dari kita. Kedua, dalam bertawakal, jangan melakukan ikhtiar dengan mudarat yang lebih besar daripada manfaat. Seperti menyelesaikan segala urusan dengan cara-cara yang syar’i, bukan dengan cara yang haram. “Misalnya, ketika seorang istri menghadapi suatu masalah dengan suaminya, dia dianjurkan untuk melakukan shalat hajat, meminta pertolongan kepada Allah supaya diberikan jalan keluar yang terbaik. Bukan malah mencari pelarian dengan curhat atau menceritakan persoalan rumah tangganya dengan lelaki lain. Terakhir, ketika bertawakal, kita harus berserah diri sepenuhnya kepada Allah dari awal hingga berakhirnya urusan. “Dengan berserah diri kepada Allah, kita akan menjadi tenang sehingga dapat menerima apa pun hasil ikhtiar dengan lapang dada. Karena itu, jangan setengah-setengah dalam memasrahkan diri kepada Allah”.
Sebagai orang yang beriman hendaklah kita bersabar dengan menahan diri dan berlapang hati. Jauhkan rasa cemas serta was-was yang berlebihan. Kembalikan semua yang kita alami kepada Allah Yang Maha Agung dan Maha Mengetahui karena kesabaran akan selalu berujung kebahagiaan, seperti halnya pernyataan Umar bin Al Khaththab “Kami dapat merasakan kenikmatan dalam hidup ketika kami mampu bersabar”. Sabar bukanlah suatu sikap yang mudah kita lakukan, tapi juga tidak sulit kita usahakan. Seringkali bila kita dihadapkan dengan suatu situasi yang sulit kita mengatakan sudah habis kesabaranku. Padahal kesabaran itu takkan habis dan tak ada batasnya. Sebagai orang yang beriman hendaknya kita selalu bersikap sabar dalam segala hal dan saling mengingatkan kepada siapa saja yang lupa dengan sikap sabar. Tidak ada yang kebetulan, segala sesuatu yang kita alami entah itu baik atau buruk selalu ada hikmah dibalik semuanya. Selalu ada yang dapat kita pelajari dari setiap orang yang datang dan pergi di dalam kehidupan kita. Semua hanya dapat kita pahami, jika kita mau belajar untuk melihat dengan hati yang lapang dan pikiran yang terbuka. Kombinasi kesabaran dan tawakal senantiasa hadir dalam diri dan jiwa setiap manusia. Kemudahan dan kesuksesan akan menjadi capaian terbaiknya, semoga kita semua termasuk orang-orang yang sabar dan tawakal.
Referensi : KEKUATAN SABAR DAN TAWAKAL DALAM MENGHADAPI UJIAN DAN COBAAN