Namun, jika sudah terlanjur melakukan ghibah, maka ada cara bertaubat dari dosa ghibah ini. Bagaimana caranya? Perhatikan sabda Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam berikut:
مَنْ كَانَتْ لَهُ مَظْلَمَةٌ لِأَخِيهِ مِنْ عِرْضِهِ أَوْ شَيْءٍ فَلْيَتَحَلَّلْهُ مِنْهُ الْيَوْمَ قَبْلَ أَنْ لَا يَكُونَ دِينَارٌ وَلَا دِرْهَمٌ إِنْ كَانَ لَهُ عَمَلٌ صَالِحٌ أُخِذَ مِنْهُ بِقَدْرِ مَظْلَمَتِهِ وَإِنْ لَمْ تَكُنْ لَهُ حَسَنَاتٌ أُخِذَ مِنْ سَيِّئَاتِ صَاحِبِهِ فَحُمِلَ عَلَيْهِ
“Siapa yang pernah menzalimi saudaranya berupa menodai kehormatan atau mengambil sesuatu yang menjadi miliknya, hendaknya ia meminta kehalalannya dari kezaliman tersebut hari ini. Sebelum tiba hari kiamat yang tidak akan bermanfaat lagi dinar dan dirham. Pada saat itu bila ia mempunyai amal shalih maka akan diambil seukiran kezaliman yang ia perbuat. Bila tidak memiliki amal kebaikan, maka keburukan saudaranya akan diambil kemudian dibebankan kepadanya.” (HR. Bukhari no. 2449)
Untuk itu, kita harus segera bertaubat dari perbuatan ghibah ini. Sedangkan cara bertaubatnya, Ustadz Raehanul Bahraen, pengasuh muslimafiyah, menjelaskan sebagai berikut: 1. Jika ghibah tersebut sudah tersebar luas dan diketahui oleh saudaranya Maka cara meminta maafnya adalah langsung kepada saudara yang dighibahinya tersebut. Artinya saudaranya sudah tahu ialah pelaku ghibah tersebut, karena dosa sesama manusia tidak akan terhapus kecuali kita meminta dimaafkan. Syaikul Islam Ibnu Taimiyyah berkata,
وأما حق المظلوم فلا يسقط بمجرد التوبة
“Adapun hak orang yang didzalimi tidak akan gugur hanya dengan sekedar bertaubat kepada Allah.” (Majmu’ Fatawa (189-18/187) Kemudian sebutkan kebaikan-kebaikan orang yang dighibahi tadi di majelis yang ia ghibahi. Sebagaimana Fatwa syaikh bin Baz, beliau berkata:
تذكرين بالخير الذي تعرفين منه بدلاً من السوء الذي ذكرتي
“Engkau sebutkan kebaikan-kebaikan yang engkau ketahui mengenai dirinya sebagai ganti kejelekan yang telah engkau sebutkan.”
2. Jika ghibah belum tersebar dan belum diketahui oleh saudaranya Ada dua pendapat ulama:
- Pertama: Jika dighibahi terkenal sebagai pemaaf dan baik, maka tetap meminta maaf dan menjelaskan kita telah melakukan ghibah
- Kedua: Tidak perlu meminta maaf, tetapi memohonkan ampun untuknya dan menyebut kebaikannya Pendapat terkuat adalah pendapat kedua 'tidak perlu' meminta maaf inilah yang dijelaskan oleh syaikh Islam Ibnu Taimiyyah, beliau berkata:
“Pendapat terkuat dari dua pendapat adalah tidak perlu memberitahukannya bahwa “aku telah menghibahimu”( AL-Majmu’ Al-Fatawa 3/291, Darul Wafa’, Syamilah)
Dengan alasan:
- Meskipun dia terkenal pemaaaf, jika tahu telah dighibahi bisa jadi ia marah karena beratnya aib pada ghibah tersebut
- Akan menimbul perasaan “tidak enak” atau bahkan permusahan - Akan menimbulkan buruk sangka “jangan-jangan ada ghibah lainnya yang ia lakukan” atau “orang ini sering menghibahi aku”