Jumat, 23 September 2022

Kriminalisasi KTRT

Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menyesalkan proses hukum yang menempatkan korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) didakwa dengan ancaman penjara 1 tahun di Pengadilan Negeri Karawang karena dituduh melakukan kekerasan psikis terhadap mantan suaminya. Kondisi ini merupakan cermin ketidakmampuan Aparat Penegak Hukum, khususnya kepolisian dan kejaksaan, dalam memahami relasi kuasa dalam kasus-kasus KDRT. Karenanya, Komnas Perempuan berharap kondisi ini dapat dikoreksi dengan mendorong Majelis Hakim di Pengadilan Negeri Karawang untuk mengimplementasikan Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) No. 3 tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan dengan Hukum dalam pemeriksaan kasus tersebut.  Komnas Perempuan telah menerima pengaduan dari V pada bulan Juli 2021 dan dari pengaduan tersebut didapatkan informasi bahwa Sdri V adalah korban KDRT berulang dan berlapis. Setelah menikah pada tahun 2011 dan mengikuti suaminya ke Taiwan, korban baru mengetahui bahwa Sdr. CYC, telah berbohong tentang status perkawinannya. V juga menjadi pihak pencari nafkah utama sementara CYC kerap pulang dalam kondisi mabuk. V juga menghadapi kekerasan ekonomi akibat hutang CYC, termasuk untuk mengembalikan pinjaman atas mahar perkawinannya. Hal ini menyebabkan V memilih kembali ke Indonesia, mengembangkan usahanya dan bahkan menjadi sponsor bagi CYC untuk mendapatkan kewarganegaraan di Indonesia. Namun, tabiat CYC yang kerap mabuk dan berhutang terus berlanjut. Atas peristiwa KDRT berlapis dan berulang serta dalam kurun waktu yang lama, V kemudian menggugat cerai. Gugatan ini telah diputus oleh Pengadilan Negeri Karawang pada Januari 2020 dengan memberikan hak asuh anak kepada ibu dan pihak CYC harus memberikan nafkah dan biaya pendidikan per bulannya bagi kedua anaknya.  Menyikapi hasil putusan tentang perceraiannya, pada Juli 2020, Sdr. CYC telah mengajukan banding dan meminta pembagian harta gono-gini dibagi rata. Pengadilan Tinggi Bandung telah memeriksa dan menguatkan keputusan pengadilan tingkat pertama. Atas putusan banding, CYC kemudian mengajukan permohonan kasasi yang kemudian ia cabut pada Maret 2021, sehingga putusan pengadilan tingkat pertama itu telah memiliki kekuatan hukum tetap. Pada bulan Juli 2020, CYC sebagai mantan suami melaporkan V atas tindak pidana KDRT psikis (pasal 45 UU Penghapusan KDRT) karena V telah mengusirnya dari rumah dan menghalanginya bertemu dengan anak.  CYC beranggapan bahwa mereka terikat perkawinan karena proses banding putusan cerai masih berjalan. Atas pelaporan ini, V juga melaporkan CYC di bulan September 2020 atas tindak pidana KDRT dan penelantaran anak. Sementara kasus KDRT yng dilaporkan oleh Sdri V tertunda proses hukumnya, kasus yang memposisikannya sebagai terlapor oleh mantan suaminya justru berlanjut. V ditetapkan sebagai tersangka kasus KDRT. Atas pengaduan tersebut, Komnas Perempuan sesuai mandatnya telah menerbitkan Surat Rekomendasi No.: 062/KNAKTP/Pemantauan/Surat Rekomendasi/VIII/2021 pada 18 Agustus 2021 yang ditujukan kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, Kepala Kepolisian Daerah Jawa Barat, Kepala Kepolisian Resor Karawang, Kepala Kepolisian Sektor Karawan dan Kepala Kepolisian Sektor Teluk Jambe Timur.  Komnas merekomendasikan Kejaksaan Tinggi Jawa Barat bersama dengan Kepolisian Daerah Jawa Barat melakukan gelar perkara pada Laporan Polisi No. LPB/844/VII/2020/JABAR, yang mendudukan korban sebagai tersangka. Komnas Perempuan berpendapat bahwa Korban V tidak boleh diposisikan sebagai terlapor tindak pidana KDRT berdasarkan fakta serangkaian kekerasan yang dialami oleh korban dalam relasi perkawinannya dengan pelaku. Komnas Perempuan juga menyarankan diterbitkannya Surat Ketetapan Penghentian Penyidikan Perkara (SP3) atas laporan CYC terhadap V. SP3 juga merupakan upaya mencegah hukum digunakan sebagai impunitas terhadap pelaku dan menegaskan perlindungan hukum bagi korban KDRT yang sesungguhnya yakni V dan kedua anaknya.  Namun tidak ada tanggapan atas rekomendasi tersebut, dan kasus kini justru disidangkan di Pengadilan Negeri Karawang. Selain kasus V, Komnas Perempuan juga telah menerima sejumlah pengaduan dimana perempuan korban kekerasan dikriminalkan dan harus berhadapan dengan hukum. Kriminalisasi dilakukan akibat upaya perempuan menggugat cerai untuk memutus mata rantai KDRT, mendapatkan haknya sebagai istri/mantan istri, atau mendapatkan hak atas anaknya. Catatan tahunan Komnas Perempuan 2021, 36 % dari 120 lembaga layanan menyampaikan bahwa terjadi kriminalisasi terhadap perempuan korban KDRT. Dalam banyak kasus, laporan yang mengkriminalkan perempuan korban KDRT justru lebih cepat diproses daripada laporan KDRT dari pihak perempuan, dan kedua laporan tersebut kerap diperlakukan sebagai kasus yang terpisah. Kriminalisasi ini dimungkinkan karena pemahaman aparat penegak hukum yang belum utuh mengenai persoalan ketimpangan relasi berbasis gender dalam perkawinan antara suami dan istri.     UU PKDRT bersifat netral gender karena cakupan pengaturannya adalah untuk melindungi semua, tidak terbatas pada perempuan. Dengan pemahaman terbatas mengenai relasi gender yang tidak seimbang, maka cakupan pengaturan UU PKDRT yang tidak hanya ditujukan bagi perempuan kemudian menjadi celah hukum untuk justru menyalahkan perempuan yang berupaya keluar dari jeratan KDRT yang dihadapnya. UU PKDRT digunakan oleh para suami untuk melaporkan atau memperkarakan secara hukum istrinya, yang awalnya adalah korban KDRT. Kerap juga pelaporan terhadap perempuan korban KDRT didukung dengan penggunaan landasan hukum lainnya, seperti UU Perlindungan Anak, UU ITE, UU Pornografi dan KUHP dengan tuduhan penelantaran keluarga, pemalsuan dokumen, pencemaran nama baik, pencurian dalam keluarga atau memasuki perkarangan rumah orang lain. (baca: Lembar Fakta Pelaksanaan UU PKDRT https://komnasperempuan.go.id/pencarian?cari=lembar+fakta+) Komnas Perempuan berpendapat bahwa penggunaan UU PKDRT untuk mengriminaliasi perempuan korban KDRT merupakan kesalahan penerapan hukum. Meski tidak hanya melindungi perempuan, UU PKDRT mengenali kerentanan khas perempuan sebagaimana tampak pada: • Huruf c pertimbangan UU PKDRT menyatakan bahwa: korban kekerasan dalam rumah tangga, yang kebanyakan adalah perempuan, harus mendapat perlindungan dari negara dan/atau masyarakat agar terhindar dan terbebas dari kekerasan atau ancaman kekerasan, penyiksaan, atau perlakuan yang merendahkan derajat dan martabat kemanusiaan. • Pasal 1 angka 1 memberikan definisi bahwa: Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga. • Mukadimah penjelasan UU PKDRT menjelaskan bahwa: pembaruan hukum yang berpihak pada kelompok rentan atau tersubordinasi, khususnya perempuan, menjadi sangat diperlukan. Dengan demikian, UU PKDRT merupakan pengaturan yang memiliki kekhasan spesifik yang mensyaratkan pemeriksaan pada konteks relasi kuasa antara pelaku dan korban. Penerapan UU PDKRT tanpa memperhatikan relasi timpang berbasis gender akan menempatkan hukum sebagai alat kekuasaan dalam relasi suami-istri yang berimplikasi pada bungkamnya perempuan korban dan mengaburkan makna keadilan.  Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, atas kasus kriminalisasi V, Komnas Perempuan merekomendasikan sebagai berikut:  1. Ketua Pengadilan Negeri Karawang c.q. Majelis Hakim yang Memeriksa Perkara PBH V untuk mengimplementasikan Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) No. 3 tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan dengan Hukum, menggunakan putusan cerai No. 71/Pdt.G/2019/PN Kwg jo. No. 250/PDT/2020/PT BDG. yang telah berkekuatan hukum tetap sebagai dasar pertimbangan untuk melihat secara utuh kondisi perkawinan keduanya dan relasi kuasa diantara terlapor dan pelapor dan memutus bebas sebagai presenden untuk menghentikan tindak kriminalisasi terhadap perempuan korban KDRT;  2. Kepolisian Republik Indonesia mengeluarkan panduan penanganan kasus KDRT dimana kedua belah pihak saling melaporkan dengan sangkaan pelanggaran UU PKDRT untuk satu peristiwa yang sama;  3. Kepolisian Resort Karawang melanjutkan proses hukum atas laporan V dengan nomor Laporan Polisi No. LP/B.92/II/2020/Jbr/Res Krw/Sek Krw tentang tindak pidana pemalsuan tanda tangan dan Laporan Polisi No. LPB/844/VII/2020/JABAR dengan dugaan tindak pidana KDRT dan penelantaran anak yang dilaporkan oleh V;  4. Pihak Kejaksaan Agung untuk mengoptimalkan pengawasan dalam menggunakan Pedoman Kejaksaan Nomor 1 Tahun 2021 tentang Akses Keadilan bagi Perempuan dan Anak dalam Penanganan Perkara Pidana;  5. Komisi Yudisial untuk memantau persidangan kasus V untuk memastikan pelaksanaan PERMA 3 Tahun 2017 demi tegaknya keadilan;  6. Komisi Kepolisian dan Komisi Yudisial memeriksa ulang penanganan kasus V sebagai langkah koreksi berulangnya kejadian kriminalisasi terhadap perempuan korban kekerasan, khususnya korban KDRT;  7. Media massa dan masyarakat memberikan dukungan terhadap upaya V dalam memutus rantai kekerasan dan untuk mendapatkan keadilan dan pemulihan.

Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menyesalkan proses hukum yang menempatkan korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) didakwa dengan ancaman penjara 1 tahun di Pengadilan Negeri Karawang karena dituduh melakukan kekerasan psikis terhadap mantan suaminya. Kondisi ini merupakan cermin ketidakmampuan Aparat Penegak Hukum, khususnya kepolisian dan kejaksaan, dalam memahami relasi kuasa dalam kasus-kasus KDRT. Karenanya, Komnas Perempuan berharap kondisi ini dapat dikoreksi dengan mendorong Majelis Hakim di Pengadilan Negeri Karawang untuk mengimplementasikan Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) No. 3 tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan dengan Hukum dalam pemeriksaan kasus tersebut.

Komnas Perempuan telah menerima pengaduan dari V pada bulan Juli 2021 dan dari pengaduan tersebut didapatkan informasi bahwa Sdri V adalah korban KDRT berulang dan berlapis. Setelah menikah pada tahun 2011 dan mengikuti suaminya ke Taiwan, korban baru mengetahui bahwa Sdr. CYC, telah berbohong tentang status perkawinannya. V juga menjadi pihak pencari nafkah utama sementara CYC kerap pulang dalam kondisi mabuk. V juga menghadapi kekerasan ekonomi akibat hutang CYC, termasuk untuk mengembalikan pinjaman atas mahar perkawinannya. Hal ini menyebabkan V memilih kembali ke Indonesia, mengembangkan usahanya dan bahkan menjadi sponsor bagi CYC untuk mendapatkan kewarganegaraan di Indonesia. Namun, tabiat CYC yang kerap mabuk dan berhutang terus berlanjut. Atas peristiwa KDRT berlapis dan berulang serta dalam kurun waktu yang lama, V kemudian menggugat cerai. Gugatan ini telah diputus oleh Pengadilan Negeri Karawang pada Januari 2020 dengan memberikan hak asuh anak kepada ibu dan pihak CYC harus memberikan nafkah dan biaya pendidikan per bulannya bagi kedua anaknya.

Menyikapi hasil putusan tentang perceraiannya, pada Juli 2020, Sdr. CYC telah mengajukan banding dan meminta pembagian harta gono-gini dibagi rata. Pengadilan Tinggi Bandung telah memeriksa dan menguatkan keputusan pengadilan tingkat pertama. Atas putusan banding, CYC kemudian mengajukan permohonan kasasi yang kemudian ia cabut pada Maret 2021, sehingga putusan pengadilan tingkat pertama itu telah memiliki kekuatan hukum tetap. Pada bulan Juli 2020, CYC sebagai mantan suami melaporkan V atas tindak pidana KDRT psikis (pasal 45 UU Penghapusan KDRT) karena V telah mengusirnya dari rumah dan menghalanginya bertemu dengan anak.

CYC beranggapan bahwa mereka terikat perkawinan karena proses banding putusan cerai masih berjalan. Atas pelaporan ini, V juga melaporkan CYC di bulan September 2020 atas tindak pidana KDRT dan penelantaran anak. Sementara kasus KDRT yng dilaporkan oleh Sdri V tertunda proses hukumnya, kasus yang memposisikannya sebagai terlapor oleh mantan suaminya justru berlanjut. V ditetapkan sebagai tersangka kasus KDRT. Atas pengaduan tersebut, Komnas Perempuan sesuai mandatnya telah menerbitkan Surat Rekomendasi No.: 062/KNAKTP/Pemantauan/Surat Rekomendasi/VIII/2021 pada 18 Agustus 2021 yang ditujukan kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, Kepala Kepolisian Daerah Jawa Barat, Kepala Kepolisian Resor Karawang, Kepala Kepolisian Sektor Karawan dan Kepala Kepolisian Sektor Teluk Jambe Timur.

Komnas merekomendasikan Kejaksaan Tinggi Jawa Barat bersama dengan Kepolisian Daerah Jawa Barat melakukan gelar perkara pada Laporan Polisi No. LPB/844/VII/2020/JABAR, yang mendudukan korban sebagai tersangka. Komnas Perempuan berpendapat bahwa Korban V tidak boleh diposisikan sebagai terlapor tindak pidana KDRT berdasarkan fakta serangkaian kekerasan yang dialami oleh korban dalam relasi perkawinannya dengan pelaku. Komnas Perempuan juga menyarankan diterbitkannya Surat Ketetapan Penghentian Penyidikan Perkara (SP3) atas laporan CYC terhadap V. SP3 juga merupakan upaya mencegah hukum digunakan sebagai impunitas terhadap pelaku dan menegaskan perlindungan hukum bagi korban KDRT yang sesungguhnya yakni V dan kedua anaknya.

Namun tidak ada tanggapan atas rekomendasi tersebut, dan kasus kini justru disidangkan di Pengadilan Negeri Karawang. Selain kasus V, Komnas Perempuan juga telah menerima sejumlah pengaduan dimana perempuan korban kekerasan dikriminalkan dan harus berhadapan dengan hukum. Kriminalisasi dilakukan akibat upaya perempuan menggugat cerai untuk memutus mata rantai KDRT, mendapatkan haknya sebagai istri/mantan istri, atau mendapatkan hak atas anaknya. Catatan tahunan Komnas Perempuan 2021, 36 % dari 120 lembaga layanan menyampaikan bahwa terjadi kriminalisasi terhadap perempuan korban KDRT. Dalam banyak kasus, laporan yang mengkriminalkan perempuan korban KDRT justru lebih cepat diproses daripada laporan KDRT dari pihak perempuan, dan kedua laporan tersebut kerap diperlakukan sebagai kasus yang terpisah. Kriminalisasi ini dimungkinkan karena pemahaman aparat penegak hukum yang belum utuh mengenai persoalan ketimpangan relasi berbasis gender dalam perkawinan antara suami dan istri. 


UU PKDRT bersifat netral gender karena cakupan pengaturannya adalah untuk melindungi semua, tidak terbatas pada perempuan. Dengan pemahaman terbatas mengenai relasi gender yang tidak seimbang, maka cakupan pengaturan UU PKDRT yang tidak hanya ditujukan bagi perempuan kemudian menjadi celah hukum untuk justru menyalahkan perempuan yang berupaya keluar dari jeratan KDRT yang dihadapnya. UU PKDRT digunakan oleh para suami untuk melaporkan atau memperkarakan secara hukum istrinya, yang awalnya adalah korban KDRT. Kerap juga pelaporan terhadap perempuan korban KDRT didukung dengan penggunaan landasan hukum lainnya, seperti UU Perlindungan Anak, UU ITE, UU Pornografi dan KUHP dengan tuduhan penelantaran keluarga, pemalsuan dokumen, pencemaran nama baik, pencurian dalam keluarga atau memasuki perkarangan rumah orang lain. (baca: Lembar Fakta Pelaksanaan UU PKDRT https://komnasperempuan.go.id/pencarian?cari=lembar+fakta+) Komnas Perempuan berpendapat bahwa penggunaan UU PKDRT untuk mengriminaliasi perempuan korban KDRT merupakan kesalahan penerapan hukum. Meski tidak hanya melindungi perempuan, UU PKDRT mengenali kerentanan khas perempuan sebagaimana tampak pada: • Huruf c pertimbangan UU PKDRT menyatakan bahwa: korban kekerasan dalam rumah tangga, yang kebanyakan adalah perempuan, harus mendapat perlindungan dari negara dan/atau masyarakat agar terhindar dan terbebas dari kekerasan atau ancaman kekerasan, penyiksaan, atau perlakuan yang merendahkan derajat dan martabat kemanusiaan. • Pasal 1 angka 1 memberikan definisi bahwa: Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga. • Mukadimah penjelasan UU PKDRT menjelaskan bahwa: pembaruan hukum yang berpihak pada kelompok rentan atau tersubordinasi, khususnya perempuan, menjadi sangat diperlukan. Dengan demikian, UU PKDRT merupakan pengaturan yang memiliki kekhasan spesifik yang mensyaratkan pemeriksaan pada konteks relasi kuasa antara pelaku dan korban. Penerapan UU PDKRT tanpa memperhatikan relasi timpang berbasis gender akan menempatkan hukum sebagai alat kekuasaan dalam relasi suami-istri yang berimplikasi pada bungkamnya perempuan korban dan mengaburkan makna keadilan.

Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, atas kasus kriminalisasi V, Komnas Perempuan merekomendasikan sebagai berikut:

1. Ketua Pengadilan Negeri Karawang c.q. Majelis Hakim yang Memeriksa Perkara PBH V untuk mengimplementasikan Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) No. 3 tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan dengan Hukum, menggunakan putusan cerai No. 71/Pdt.G/2019/PN Kwg jo. No. 250/PDT/2020/PT BDG. yang telah berkekuatan hukum tetap sebagai dasar pertimbangan untuk melihat secara utuh kondisi perkawinan keduanya dan relasi kuasa diantara terlapor dan pelapor dan memutus bebas sebagai presenden untuk menghentikan tindak kriminalisasi terhadap perempuan korban KDRT;

2. Kepolisian Republik Indonesia mengeluarkan panduan penanganan kasus KDRT dimana kedua belah pihak saling melaporkan dengan sangkaan pelanggaran UU PKDRT untuk satu peristiwa yang sama;

3. Kepolisian Resort Karawang melanjutkan proses hukum atas laporan V dengan nomor Laporan Polisi No. LP/B.92/II/2020/Jbr/Res Krw/Sek Krw tentang tindak pidana pemalsuan tanda tangan dan Laporan Polisi No. LPB/844/VII/2020/JABAR dengan dugaan tindak pidana KDRT dan penelantaran anak yang dilaporkan oleh V;

4. Pihak Kejaksaan Agung untuk mengoptimalkan pengawasan dalam menggunakan Pedoman Kejaksaan Nomor 1 Tahun 2021 tentang Akses Keadilan bagi Perempuan dan Anak dalam Penanganan Perkara Pidana;

5. Komisi Yudisial untuk memantau persidangan kasus V untuk memastikan pelaksanaan PERMA 3 Tahun 2017 demi tegaknya keadilan;

6. Komisi Kepolisian dan Komisi Yudisial memeriksa ulang penanganan kasus V sebagai langkah koreksi berulangnya kejadian kriminalisasi terhadap perempuan korban kekerasan, khususnya korban KDRT;

7. Media massa dan masyarakat memberikan dukungan terhadap upaya V dalam memutus rantai kekerasan dan untuk mendapatkan keadilan dan pemulihan.



Sabar Dalam Menghadapi Kesulitan Hidup

Tanda Allah Swt sayang pada hambanya tidak selalu memberikan hal – hal yang menyenangkan dari sisi dunia. Melainkan Allah memberikan apapun yang kita butuhkan bukan yang kita inginkan. Meskipun anda sedang diberikan cobaan, hindari suudzon terhadap Allah. Karena semua yang diberikan Allah kepada anda adalah terbaik bagi anda.

Pada artikel kali ini saya akan membahas mengenai tanda Allah sayang pada hambanya yang akan diulas lebih dalam lagi, yuk kita simak bersama – sama penjelasan di bawah ini :

1. Memberikan Cobaan, Ujian dan Musibah Kepada Anda

Cobaan yang diberikan Allah kepada anda merupakan salah satu cara yang ditunjukkannya sebagai bentuk kasih sayang agar kita bisa bersabar menghadapi musibah dalam islam. Karena jika anda lulus, maka Allah akan memberikan bonus dengan meningkatkan derajat anda dihadapan – Nya.

Jangan berpikir bahwa hamba yang diberikan cobaan terus menerus artinya Allah membencinya. Justru hamba yang diberikan kesenangan dan harta melimpah secara tidak langsung juga diuji. Padahal ujian yang lebih sulit sebenarnya adalah menjaga titipannya seperti halnya harta. Hal ini dijelaskan dalam firman – Nya surat Al Anbiya ayat 35, penjelasannya sebagai berikut :

“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan.” (al – Anbiya’ : 35)

2. Terjaga Dari Kehidupan Di Dunia

Allah akan senantiasa menjaga hamba – hamba – Nya yang beriman dan bertakwa di dunia. Tidak akan membiarkan terjerumus dalam kemaksiatan. Dan selalu menjaga hamba tersebut dengan ketentraman dan juga ketenangan hati.

” Sesungguhnya Allah akan menjaga hambaNya yang beriman –dan Dia mencintaiNya- seperti kalian menjaga makanan dan minuman orang sakit (diantara) kalian, karena kalian takut pada(kematian)nya.” (HR. Al Hakim, Ibnu Abi ’Ashim dan Al Baihaqi)

3. Dengan Adanya Keshalihan 

Orang yang shalih merupakan salah satu hamba yang disayangi oleh Allah Swt. Keshalihan merupakan anugerah yang tiada bandingannya. Jangan lupa bahwa keshalihan adalah salah satu nikmat dan tanda kasih sayang dalam islam yang diberikan Allah Swt kepada kita.

” Allah memberikan dunia pada yang Dia cintai dan yang Dia benci . Tetapi Dia tidak memberikan (kesadaran ber) agama, kecuali kepada yang Dia Cintai. Maka barang siapa diberikan (kesadaran ber) agama oleh Allah, berarti ia dicintai oleh – Nya.” ( HR. Imam Ahmad, Al Hakim dan Al Baihaqi)

4. Memahami Agama

Kemudahan dalam hal pemahaman mengenai agama akan diberikan oleh Allah secara bertahap sedikit demi sedikit. Hamba – Nya akan dituntun menuju ke jalan yang benar dengan berbagai petunjuk tertentu. Sehingga proses pembelajaran bisa diikuti dengan baik.

5. Adanya Kelembutan

Kelembutan yang ada di dalam hati dan setiap tindakan dari dalam diri anda merupakan salah satu anugerah dan kasih sayang yang diberikan Allah Swt kepada hamba – Nya. Rasanya apabila melakukan tindakan – tindakan kasar sangat sulit. Hal ini disebabkan karena adanya kelembutan.

”Jika Allah menginginkan kebaikan penghuni satu rumah, maka Dia masukkan kelembutan.” (HR. Imam Ahmad, Al Hakim dan At Tarmidzi)

6. Mudah Melaksanakan Perintah – Nya (Ketaatan)

Kemudian apabila hati merasa tentram dan terdorong secara terus menerus untuk menjaga ibadah atau pun melaksanakan perintahnya baik itu ibadah wajib atau sunah, bisa dikatakan sebagai salah satu tanda kasih sayang yang Allah Swt berikan.

7. Sulit Untuk Melakukan Kemaksiatan

Diantara banyak tanda kasih sayang Allah pada hamba – Nya yakni akan merasa kesulitan pada saat akan melakukan hal – hal yang berhubungan dengan maksiat. Ia tidak mungkin bisa melakukannya dengan mudah karena Allah selalu menjaganya.

8. Husnul Khatimah

Kasih sayang yang nyata adanya adalah Allah Swt menutup usia hambanya dengan amal shalih. Hal ini merupakan momen yang sangat penting, banyak diantara hamba – Nya yang menghabiskan usianya dalam hal menjalani ketaatan, namun meninggal duni dalam kondisi melakukan maksiat kepada Allah. Hal ini bisa anda lihat dari percakapan Abu Bakar dengan Rasulullah :

Abu Bakar berkata : ” Jika satu kakiku di dalam surga, dan kaki yang lain diluar surga, maka aku belum aman”

Jika kita melakukan hal – hal yang menjurus ke perbuatan maksiat, takutlah pada kematian, dan hati-hatilah apabila kita mati dalam keadaan melakukan maksiat.

Rasul Bersabda: ” Jika Allah mencintai seorang hamba, Dia akan memaniskannya”

Sahabat bertanya : ” Apa itu memaniskannya ya Rasulullah? ”

Ia berkata : ” Dia akan memberi ia petunjuk untuk melakukan kebaikan saat menjelang ajalnya, sehingga tetangga akan meridhainya-atau ia berkata- orang sekelilingnya.” (HR. Al Hakim)

9. Diberikan Kesabaran 

Kesabaran memang cara menahan amarah dalam islam yang sudah diberikan Allah kepada hamba – Nya yang beriman dan bertakwa.

“Dan orang-orang yang sabar karena mencari keridhaan Tuhannya, mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka, secara sembunyi atau terang-terangan serta menolak kejahatan dengan kebaikan; orang-orang itulah yang mendapat tempat kesudahan (yang baik).“ (QS. Ar Ra’d : 2)

10. Didatangkan Orang – Orang Baik Di Sekeliling Anda

Tanpa kita sadari Allah Swt telah menuntun dan menyiapkan kasih sayangnya kepada kita dengan dihadirkannya orang – orang baik yang ada di sekeliling kita. Secara tidak langsung anda akan ikut ke dalam arus perbuatan – perbuatan yang benar karena pengaruh dari lingkungan yang baik.

11. Diberikan Rejeki Cukup 

Allah pasti memberikan rejeki yang cukup kepada setiap hamba – Nya melalui salah satunya amalan memperlancar rezeki yang memang dianjurkan dalam islam.

“Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak cucu Adam, Kami angkat mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rizki yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan mahluk-mahluk yang telah Kami ciptakan.” (QS. Al-Isra’: 70).

12. Mengangkat Derajat Orang Beriman

“Wahai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu, berilah kelapangan di dalam majelis-majelis, maka lapangkanlah. Niscaya Allah Swt. akan memberi kelapangan untukmu. Apabila dikatakan, berdirilah kamu, maka berdirilah. Niscaya Allah Swt. akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Allah Swt. Mahateliti apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Mujadalah: 11)

13. Selalu Membuka Pintu Taubat

Pintu taubat selalu Allah berikan kepada setiap hamba – Nya yang bersungguh – sungguh. Kesempatan kedua selalu ada karena itulah tanda kasih sayang Allah Swt.

“Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan dan menganiaya dirinya, kemudian ia mohon ampun kepada Allah, niscaya ia mendapati Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. An Nisa’: 110).

14. Selalu Memberikan Pengampunan

Anda bisa memanjatkan doa pengampunan dosa kepada Allah dengan hati yang bersungguh – sungguh, niscaya Allah Swt akan segera memberikan pengampunan sesuai dengan kadarnya.

“Katakanlah hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu, dan berserah dirilah kepada-Nya sebelum datang azab kepadamu kemudian kamu tidak dapat ditolong (lagi).” (QS. Az Zumar: 53-54).

15. Tidak Menyegerakan Adzab

Anda bisa lihat orang – orang yang ada di sekeliling anda, apakah mereka akan langsung mendapatkan hukuman dari Allah Swt, setelah melakukan maksiat atau perbuatan buruk yang menyakiti hati orang lain. Jawabannya pasti tidak. Hal ini dikarenakan Allah memberikan kesempatan kepada hamba – Nya untuk memperbaiki diri.

“Jika Allah menghukum manusia karena kezalimannya, niscaya tidak akan ditinggalkan- Nya di muka bumi sesuatu pun dari makhluk yang melata, tetapi Allah menangguhkan mereka sampai kepada waktu yang ditentukan. Maka apabila telah tiba waktu (yang ditentukan) bagi mereka, tidaklah mereka dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak (pula) mendahulukannya.” (QS. An-Nahl:61)

16. Membalas Semua Amal Kebaikan Dengan Pahala yang Tidak Ada Batasnya

“Barang siapa membawa amal yang baik maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya; dan barang siapa yang membawa perbuatan yang jahat maka dia tidak diberi pembalasan melainkan seimbang dengan kejahatannya, sedang mereka sedikit pun tidak dianiaya (dirugikan).” (QS. Al – An’am : 160)

17. Mengabulkan Do’a Hamba – Nya

Allah Swt selalu mengabulkan do’a – do’a dari semua hamba – Nya. Hanya membutuhkan waktu saja, jadi anda wajib bersabar dan menunggu. Karena Allah tau waktu yang tepat untuk mengabulkan setiap do’a. Alasannya adalah Allah akan memberikan yang anda butuhkan bukan yang anda inginkan. Hal tersebut sudah pasti baik untuk anda.

Dan Tuhanmu berfirman: “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan aku perkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang sombong tidak mau menyembah-Ku akan masuk neraka Jahanam dalam keadaan hina dina.” (QS. Gafir : 60).