Bunda sebelumnya pasti sudah pernah mendengar masa iddah. Jika ditelusuri secara etimologis, kata iddah berasal dari kata kerja 'adda ya'uddu yang artinya kurang lebih hitungan, perhitungan atau sesuatu yang dihitung.
Mengutip tulisan Dosen Fakultas UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Abd Moqsith Ghazali, dari sudut bahasa, kata iddah biasanya dipakai untuk menunjukkan pengertian hari-hari haid atau hari-hari suci pada perempuan. Artinya, perempuan (istri) menghitung hari-hari haidnya dan masa-masa sucinya.
Namun pengertian secara umum, iddah adalah suatu tenggang waktu tertentu yang harus dihitung oleh seorang perempuan semenjak ia berpisah (bercerai) dengan suaminya. Baik perpisahan itu disebabkan karena talak maupun karena suaminya meninggal dunia, dan dalam masa tersebut perempuan itu tidak dibolehkan kawin dengan laki-laki lain.
Kemudian, perempuan ber-iddah dapat dikategorikan ke dalam dua macam, Bunda. Pertama, perempuan yang ber-iddah karena ditinggal mati suaminya. Ketentuan masa iddahnya adalah:
1. Empat bulan sepuluh hari, dengan catatan tidak hamil, baik pernah berhubungan maupun tidak.
2. Sampai melahirkan, jika kehamilannya dinisbatkan kepada shâhib al-'iddah.
Kedua, perempuan yang ber-iddah bukan karena ditinggal mati suaminya. Ketentuan masa iddahnya adalah:
1. sampai melahirkan, bila kehamilan dinisbatkan kepada shâhib al-'iddah.
2. Tiga kali suci dari haid, jika ia pernah menstruasi.
3. Tiga bulan, bila belum menstruasi atau sudah putus dari periode haid.
Bagaimana hak dan kewajiban perempuan dalam masa iddah? Baca kelanjutannya di halaman berikut.
Hak dan kewajiban perempuan dalam masa iddah
Sedangkan si suami juga tidak boleh mengeluarkan ia dari rumahnya, sebagaimana disebutkan dalam firman Allah pada surat al-Thalak ayat pertama. Seandainya terjadi perceraian diantara mereka berdua, sedang istrinya tidak berada di rumah di mana mereka berdua menjalani kehidupan rumah tangga, maka si istri wajib kembali kepada suaminya untuk sekadar suaminya mengetahuinya di mana ia berada.
Ulama mengemukakan bahwa ada beberapa kewajiban bagi perempuan yang sedang menjalani masa iddahnya adalah:
Pertama, tidak boleh dipinang oleh laki-laki lain baik secara terang-terangan maupun melalui sindiran, akan tetapi untuk wanita yang menjalani iddah kematian suami pinangan dapat dilakukan dengan cara sindiran.
Kedua, dilarang keluar rumah. Jumhur ulama fiqh selain Mazhab Syafi'i sepakat menyatakan bahwa perempuan yang menjalani iddah dilarang keluar rumah apabila tidak ada keperluan mendesak, seperti untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, akan tetapi Mazhab Syafi'i berpendapat bahwa wanita yang dicerai suaminya baik cerai hidup maupun cerai mati dilarang keluar rumah.
Menurut kesepakatan ulama fiqh perempuan yang menjalani iddah akibat thalak raj'i atau dalam keadaan hamil suaminya wajib menyediakan seluruh nafkah yang dibutuhkan perempuan tersebut.
Akan tetapi apabila iddah yang dijalani adalah iddah karena kematian suami maka perempuan itu tidak mendapatkan nafkah apa pun karena kematian telah menghapuskan seluruh akibat perkawinan.
Referensi : Ketentuan Masa Iddah Perempuan, Hak dan Kewajiban yang Dilakukan