Kamis, 15 September 2022

Jika Istri Gugat Cerai Suami karena Kesalahan Suami

Pasca perceraian Hak apa saja yang akan didapatkan oleh istri?, Apakah akan mendapatkan Nafkah Madhiyah,  Nafkah Iddah dan Nafkah Mut’ah? Seperti hal nya jika perceraiannya terjadi dengan cara cerai talak (perceraian yang diajukan oleh suami).     PEMBAHASAN  Perceraian dapat diajukan oleh suami yaitu cerai talak dan dapat diajukan oleh istri yaitu cerai gugat, yang mana pengajuan cerai talak dan pengajuan cerai gugat didaftarkan di kepanitaraan pengadilan Agama setempat yang mewilayahi kediaman Pemohon dan Penggugat.  Berdasarkan ketentuan Pasal 149 Kompilasi Hukum Islam, jika perceraian terjadi karena kehendak suami maka suami wajib memberikan :  Memberikan mut’ah yang layak kepada bekas istrinya, baik berupa uang/benda, kecuali bekas istri tesebut qobla al dukhul Memberikan nafkah, maskan dan kiswah kepada bekas istri selama iddah, kecuali bekas istri telah dijatuhi ba’in atau nusyus dan dalam keadaan tidak hamil Melunasi mahar yang masih terhutang seluruhnya dan separo apabila qobla al duklul Memberikan Biaya hadhanan untuk anak-anaknya yang belum mencapai usia 21 Tahun. Namun hal ini hanya berlaku bagi mantan istri yg “TIDAK DURHAKA”, dan hal ini tidak berlaku bagi istri yang “DURHAKA” (Nusyuz), Nusyuz Adalah istri yang selama pernikahan tidak melakukan kewajibannya sebagai seorang istri. Yang artinya walaupun perceraian tersebut dengan cara cerai talak, namun apabila istri yang dicerai kan “NUSYUS” maka mantan istri tersebut tidak akan mendapatkan “HAK-HAK YANG DISEBUTKAN DIATAS” sesuai yang telah dijelaskan pada ketentuan Pasal 149 Kompilasi hukum islam.  Istri dikatakan nusyuz karena tidak melaksanakan kewajibannya sebagai seorang istri sesuai ketentuan Pasal 83 Kompilasi Hukum Islam yang menerangkan sebagai berikut:  Kewajiban utama seorang istri ialah berbakti lahir batin kepada suami di dalam yang dibenarkan hukum islam Istri menyelenggaran dan mengatur keperluan rumah tangga sehari-hari dengan sebaik-baiknya. Dan sesuai ketentuan Pasal 84  Ayat (1) Kompilasi hukum islam, Jika seorang istri tidak melaksanakan kewajiban-kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 Ayat (1) Kompilasi Hukum Islam maka istri dianggap nusyuz.  Kemudian Jika  perceraian terjadi karena gugatan seorang istri kepada suaminya ke Pengadilan Agama. Jika Pengadilan Agama mengabulkan permohonan cerai dari seorang istri terhadap suaminya, maka seorang istri berhak mendapatkan :  Berhak atas nafkah lampau (Nafkah Madhiyah), apabila selama perkawinan tersebut, suami tidak memberikan nafkah Berhak atas harta bersama, dibagi menurut ketentuan dalam Pasal 96 dan 97 Kompilasi Hukum Islam Berhak untuk mendapatkan hak Hadhanah bagi anak yang belum berumur 12 Tahun. Berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2018 Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno kamar MA Tahun 2018 sebagai Pemohonan Pelaksanaan Tugas bagi pengadilan, Dalam Rumusan hukum Kamar Agama “ HUKUM KELUARGA” dijelaskan dalam point Nomor (2) dan Nomor (3)  yang menyatakan “ Dalam hal Nafkah Madhiyah, Nafkah Iddah, Mut’ah, dan nafkah anak menyempurnakan Rumusan Kamar Agama dalam Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 07 Tahun 2012 Angka 16 yang berbunyi : “ Hakim dalam menetapkan nafkah Iddah, Mut’ah dan nafkah anak, harus mertimbangan rasa keadilan dan kepatutan dengan menggali fakta kemampuan ekonomi suami dan  fakta dasar hidup hidup istri dan/atau anak”  “ Kewajiban suami akibat Perceraian yang tidak nusyuz, memgakomodir PERMA Nomor 3 Tahun 2017 Tentang Pedoman mengadili perkara Perempuan berhadapan dengan hukum, maka istri dalam perkara cerai gugat dapat memberikan mut’ah, Nafkah Iddah Sepanjang tidak terbukti nusyuz”  Salah satu penyebab atau alasan - alasan yang dapat digunakan oleh istri dalam hal pengajuan gugat cerai  yaitu “ FASAKH”, Secara bahasa fasakh berarti pembatalan, pemisahan, penghilangan, pemutusan atau penghapusan, sedangkan secara istilah fasakh adalah pembatalan perkawinan karena sebab yang tidak memungkinkan perkawinan diteruskan atau karena cacat atau penyakit yang trjadi pasca akad dan mengkibatkan tujuan pernikahan tidak tercapai. (Lihat Az-zuhaili, Al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu jilid  X, halaman 3147),  Yang dapat dikatakan fasakh, jika suami :  Suami mengidap penyakit yang tidak dapat disembuhkan Suami yang memiliki sifat temperamental, “ sehingga sering kali menyakiti istri dan anak Suami tidak menafkahi istri dan anak “ walaupun suami mampu” dll Karena Alasan tersebut diatas lah istri yang mengajukan cerai gugat tidak dapat dikategorigan sebagai “ ISTRI YANG NUSYUZ ” Sehingga istri yang mengajukan cerai gugat dapat “ HAK YANG SAMA” seperti istri yang diceraiakan dengan cara “Cerai Talak”     KESIMPULAN  Perceraian karena cerai talak (Pengajuan perceraian yang diajukan oleh suami), maka Istri memiliki Hak pasca perceraian sesuai dengan ketentuan Pasal 149 Kompilasi Hukum Islam, Namun hal ini hamya berlaku bagi Mantan istri yang tidak Nusyuz (tidak durhaka) dan jika manta istri Durhaka /nusyuz maka istri tersebut tidak mendapatkan Nafkah Madhiyah Nafkah Iddah dan Nafkah Mut’ah. Perceraian karena cerai gugat (Pengajuan perceraian yang diajukan oleh istri), mantan istri akan memiliki Hak pasca percerain seperti hal nya Hak pasca perceraian yang didapatkan oleh mantan istri yang diceraikan oleh suaminya “cerai talak”, dengan syarat “ TIDAK NUSYUZ ( tidak durhaka), akan mendapatkan Nafkah Madhiyah, Nafkah Iddah, dan Nafkah Mut’ah Pengaturan mengenai Nafkah iddah dan Mut’ah bagi istri yang mengajukan “Cerai Gugat” Termaktub pada Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2018 Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno kamar MA Tahun 2018 sebagai Pemohonan Pelaksanaan Tugas bagi pengadilan, Dalam Rumusan hukum Kamar Agama, Karena Dalam Kompilasi Hukum islam tidak mengatur mengenai Nafkah Madhiyah, Nafkah Iddah, Nafkah Mut’ah bagi istri yang mengajukan “Cerai Gugat”.
Pasca perceraian Hak apa saja yang akan didapatkan oleh istri?, Apakah akan mendapatkan Nafkah Madhiyah,  Nafkah Iddah dan Nafkah Mut’ah? Seperti hal nya jika perceraiannya terjadi dengan cara cerai talak (perceraian yang diajukan oleh suami).

 

PEMBAHASAN

Perceraian dapat diajukan oleh suami yaitu cerai talak dan dapat diajukan oleh istri yaitu cerai gugat, yang mana pengajuan cerai talak dan pengajuan cerai gugat didaftarkan di kepanitaraan pengadilan Agama setempat yang mewilayahi kediaman Pemohon dan Penggugat.

Berdasarkan ketentuan Pasal 149 Kompilasi Hukum Islam, jika perceraian terjadi karena kehendak suami maka suami wajib memberikan :

  1. Memberikan mut’ah yang layak kepada bekas istrinya, baik berupa uang/benda, kecuali bekas istri tesebut qobla al dukhul
  2. Memberikan nafkah, maskan dan kiswah kepada bekas istri selama iddah, kecuali bekas istri telah dijatuhi ba’in atau nusyus dan dalam keadaan tidak hamil
  3. Melunasi mahar yang masih terhutang seluruhnya dan separo apabila qobla al duklul
  4. Memberikan Biaya hadhanan untuk anak-anaknya yang belum mencapai usia 21 Tahun.

Namun hal ini hanya berlaku bagi mantan istri yg “TIDAK DURHAKA”, dan hal ini tidak berlaku bagi istri yang “DURHAKA” (Nusyuz), Nusyuz Adalah istri yang selama pernikahan tidak melakukan kewajibannya sebagai seorang istri. Yang artinya walaupun perceraian tersebut dengan cara cerai talak, namun apabila istri yang dicerai kan “NUSYUS” maka mantan istri tersebut tidak akan mendapatkan “HAK-HAK YANG DISEBUTKAN DIATAS” sesuai yang telah dijelaskan pada ketentuan Pasal 149 Kompilasi hukum islam.

Istri dikatakan nusyuz karena tidak melaksanakan kewajibannya sebagai seorang istri sesuai ketentuan Pasal 83 Kompilasi Hukum Islam yang menerangkan sebagai berikut:

  1. Kewajiban utama seorang istri ialah berbakti lahir batin kepada suami di dalam yang dibenarkan hukum islam
  2. Istri menyelenggaran dan mengatur keperluan rumah tangga sehari-hari dengan sebaik-baiknya.

Dan sesuai ketentuan Pasal 84  Ayat (1) Kompilasi hukum islam, Jika seorang istri tidak melaksanakan kewajiban-kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 Ayat (1) Kompilasi Hukum Islam maka istri dianggap nusyuz.

Kemudian Jika  perceraian terjadi karena gugatan seorang istri kepada suaminya ke Pengadilan Agama. Jika Pengadilan Agama mengabulkan permohonan cerai dari seorang istri terhadap suaminya, maka seorang istri berhak mendapatkan :

  1. Berhak atas nafkah lampau (Nafkah Madhiyah), apabila selama perkawinan tersebut, suami tidak memberikan nafkah
  2. Berhak atas harta bersama, dibagi menurut ketentuan dalam Pasal 96 dan 97 Kompilasi Hukum Islam
  3. Berhak untuk mendapatkan hak Hadhanah bagi anak yang belum berumur 12 Tahun. Berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2018 Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno kamar MA Tahun 2018 sebagai Pemohonan Pelaksanaan Tugas bagi pengadilan, Dalam Rumusan hukum Kamar Agama  HUKUM KELUARGA” dijelaskan dalam point Nomor (2) dan Nomor (3)  yang menyatakan “ Dalam hal Nafkah Madhiyah, Nafkah Iddah, Mut’ah, dan nafkah anak menyempurnakan Rumusan Kamar Agama dalam Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 07 Tahun 2012 Angka 16 yang berbunyi :

“ Hakim dalam menetapkan nafkah Iddah, Mut’ah dan nafkah anak, harus mertimbangan rasa keadilan dan kepatutan dengan menggali fakta kemampuan ekonomi suami dan  fakta dasar hidup hidup istri dan/atau anak”

“ Kewajiban suami akibat Perceraian yang tidak nusyuz, memgakomodir PERMA Nomor 3 Tahun 2017 Tentang Pedoman mengadili perkara Perempuan berhadapan dengan hukum, maka istri dalam perkara cerai gugat dapat memberikan mut’ah, Nafkah Iddah Sepanjang tidak terbukti nusyuz”

Salah satu penyebab atau alasan - alasan yang dapat digunakan oleh istri dalam hal pengajuan gugat cerai  yaitu “ FASAKH”, Secara bahasa fasakh berarti pembatalan, pemisahan, penghilangan, pemutusan atau penghapusan, sedangkan secara istilah fasakh adalah pembatalan perkawinan karena sebab yang tidak memungkinkan perkawinan diteruskan atau karena cacat atau penyakit yang trjadi pasca akad dan mengkibatkan tujuan pernikahan tidak tercapai. (Lihat Az-zuhaili, Al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu jilid  X, halaman 3147),  Yang dapat dikatakan fasakh, jika suami :

  1. Suami mengidap penyakit yang tidak dapat disembuhkan
  2. Suami yang memiliki sifat temperamental, “ sehingga sering kali menyakiti istri dan anak
  3. Suami tidak menafkahi istri dan anak “ walaupun suami mampu” dll

Karena Alasan tersebut diatas lah istri yang mengajukan cerai gugat tidak dapat dikategorigan sebagai “ ISTRI YANG NUSYUZ ” Sehingga istri yang mengajukan cerai gugat dapat “ HAK YANG SAMA” seperti istri yang diceraiakan dengan cara “Cerai Talak”

 

KESIMPULAN

  1. Perceraian karena cerai talak (Pengajuan perceraian yang diajukan oleh suami), maka Istri memiliki Hak pasca perceraian sesuai dengan ketentuan Pasal 149 Kompilasi Hukum Islam, Namun hal ini hamya berlaku bagi Mantan istri yang tidak Nusyuz (tidak durhaka) dan jika manta istri Durhaka /nusyuz maka istri tersebut tidak mendapatkan Nafkah Madhiyah Nafkah Iddah dan Nafkah Mut’ah.
  2. Perceraian karena cerai gugat (Pengajuan perceraian yang diajukan oleh istri), mantan istri akan memiliki Hak pasca percerain seperti hal nya Hak pasca perceraian yang didapatkan oleh mantan istri yang diceraikan oleh suaminya “cerai talak”, dengan syarat “ TIDAK NUSYUZ ( tidak durhaka), akan mendapatkan Nafkah Madhiyah, Nafkah Iddah, dan Nafkah Mut’ah
  3. Pengaturan mengenai Nafkah iddah dan Mut’ah bagi istri yang mengajukan “Cerai Gugat” Termaktub pada Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2018 Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno kamar MA Tahun 2018 sebagai Pemohonan Pelaksanaan Tugas bagi pengadilan, Dalam Rumusan hukum Kamar Agama, Karena Dalam Kompilasi Hukum islam tidak mengatur mengenai Nafkah Madhiyah, Nafkah Iddah, Nafkah Mut’ah bagi istri yang mengajukan “Cerai Gugat”.

Referensi : Jika Istri Gugat Cerai Suami karena Kesalahan Suami