Dari D. Setiawan via
Jawaban:
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,
Beberapa orang meyakini bahwa harta haram, jika dizakati akan menjadi halal. Alasan mereka, harta haram itu kotor, dan zakat berfungsi menyucikan harta. Setelah dizakati, harta akan menjadi suci dan halal. Demikian ’logika’ sederhana mereka.
Yang memprihatinkan, ternyata logika ini tidak hanya dalam dataran teori, tapi hingga menjadi praktek. Ada salah satu penanya di konsultasisyariah.com yang pernah mengingatkan temannya agar keluar dari bank riba. Tapi dia mengelak dan beralasan, tidak masalah berpenghasilan riba, toh nanti kalo sudah dizakati jadi halal.
Inna lillahi wa inna ilaihi raajiun…
Awas! Setan Membisikkan..
Bagian penting yang perlu kita sadari, tidak ada kemaksiatan di alam ini yang dilakukan tanpa alasan.
Ketika Allah mengharamkan bangkai, orang-orang musyrik beralasan, bagaimana mungkin bangkai yang disembelih Allah kalian haramkan, sementara hewan yang kalian sembelih sendiri kalian halalkan.??
Di sebuah kompleks kos-kosan orang Indonesia timur, beberapa anak kos menangkapi ayam tetangga dan menyembelihnya. Ketika diminta tanggung jawab, mereka beralasan, Inikan milik tuhan, dan tuhan ciptakan ini untuk dinikmati bersama, mengapa kamu larang.?? (ini kisah nyata)
Ketika orang diilarang onani, mereka beralasan, onani itu menyehatkan organ reprosuksi, karena jika tidak dibuang akan terjadi tumpukan sperma yang bisa membahayakan tubuh.
Ketika khamr diharamkan, mereka beralasan, khamr bisa menghangatkan badan dan bisa untuk jamu. ??
Ketika nonton porno dilarang, mereka beralasan, ini untuk berbagi cara berfantasi, menyegarkan kehidupan rumah tangga.??
Ketika syirik dilarang, mereka koar-koar, ini bagian kearifan lokal, yang selayaknya kita pertahankan dan kita lestarikan.??
Ketika mereka dilarang mencari penghasilan yang haram, mereka beralasan, nanti kalo sudah dizakati kan jadi halal.??
Dan masih ada sejuta alasan lainnya, sebagai pembelaan terhadap kemaksiatan.
وَكَذَلِكَ جَعَلْنَا لِكُلِّ نَبِيٍّ عَدُوًّا شَيَاطِينَ الْإِنْسِ وَالْجِنِّ يُوحِي بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ زُخْرُفَ الْقَوْلِ غُرُورًا وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ مَا فَعَلُوهُ فَذَرْهُمْ وَمَا يَفْتَرُونَ . وَلِتَصْغَى إِلَيْهِ أَفْئِدَةُ الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِالْآخِرَةِ وَلِيَرْضَوْهُ وَلِيَقْتَرِفُوا مَا هُمْ مُقْتَرِفُونَ
Demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap Nabi itu musuh, yaitu setan dari jenis manusia dan jin, satu sama lain saling membisikkan perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu manusia. Jikalau Tuhanmu menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya, Maka tinggalkanlah mereka dan apa yang mereka ada-adakan. Dan (juga) agar hati kecil orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat cenderung kepada bisikan itu, mereka merasa senang kepadanya dan supaya mereka mengerjakan apa yang mereka (syaitan) kerjakan. (QS. Al-An’am: 112 – 113)
Para ulama menyebut bisikan-bisikan ini sebagai syubhat. Alasan yang merusak pemikiran manusia, sehingga mereka bisa menikmati yang halal tanpa beban dosa.
Zakat dan Harta Haram
Allah menyatakan bahwa fungsi zakat adalah mensucikan harta dan jiwa orang yang menunaikannya,
خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا
Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka (QS. At-Taubah: 103)
Dan kita tahu, suatu benda bisa dibersihkan dan disucikan, jika asal benda itu adalah suci, kemudian kecampuran sedikit kotoran. Bagian kotoran ini yang kita bersihakan.
Berbeda dengan benda yang sejak awalnya kotor atau dia sumber kotoran, dibersihkan dengan bagaimanapun caranya, akan tetap kotor.
Sebagai ilustrasi – tapi mohon maaf, agak jorok – Tinja kering, meskipun dibersihkan dan digosok sampai mengkilap, statusnya tetap najis. Karena tinja seluruhnya najis dan bahkan sumber najis. Sehingga treatment apapun tidak akan mengubahnya menjadi suci.
Harta haram, seluruhnya kotoran dan ini sumber kotoran. Jika dicampur dengan harta yang halal, justru mengotori harta yang halal itu. Karena ituah, zakat dari harta haram tidak diterima.
Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَا تُقْبَلُ صَلَاةٌ بِغَيْرِ طُهُورٍ وَلَا صَدَقَةٌ مِنْ غُلُولٍ
Shalat tidak akan diterima tanpa bersuci, dan tidak pula sedekah dari harta ghulul (HR. Muslim 224, Nasai 139, dan yang lainnya).
Karena Allah hanya menerima zakat dari harta yang baik dan halal.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ تَصَدَّقَ بِعَدْلِ تَمْرَةٍ مِنْ كَسْبٍ طَيِّبٍ، وَلاَ يَقْبَلُ اللَّهُ إِلَّا الطَّيِّبَ، وَإِنَّ اللَّهَ يَتَقَبَّلُهَا بِيَمِينِهِ، ثُمَّ يُرَبِّيهَا لِصَاحِبِهِ، كَمَا يُرَبِّي أَحَدُكُمْ فَلُوَّهُ، حَتَّى تَكُونَ مِثْلَ الجَبَل
Siapa yang bersedekah dengan sebiji korma yang berasal dari usahanya yang halal lagi baik, Allah tidak menerima kecuali dari yang halal lagi baik, maka sesungguhnya Allah menerima sedekah tersebut dengan tangan kanan-Nya kemudian Allah menjaga dan memeliharnya untuk pemiliknya seperti seseorang di antara kalian yang menjaga dan memelihara anak kudanya. Hingga sedekah tersebut menjadi sebesar gunung”. (Muttafaq ’alaih).
Dalam Ensiklopedi Fikih dinyatakan,
والمال الحرام كله خبث لا يطهر، والواجب في المال الحرام رده إلى أصحابه إن أمكن معرفتهم وإلا وجب إخراجه كله عن ملكه على سبيل التخلص منه لا على سبيل التصدق به، وهذا متفق عليه بين أصحاب المذاهب
Harta haram semuanya kotor, sehingga tidak bisa dibersihkan. Yang wajib dilakukan terhadap harta haram adalah mengembalikan harta itu kepada pemiliknya, jika memungkinkan untuk mengetahui siapa pemiliknya. Jika tidak, wajib mengeluarkan semua harta haram itu dariwilayah kepemilikannnya, dalam rangka membebaskan diri dari harta haram, dan bukan diniatkan untuk bersedekah. Ini yang disepakati diantara semua ulama dari berbagai madzhab. (al-Mausu’ah al-Fiqhiyah, 23/249)