Sesungguhnya Allah Swt sangat membenci sifat orang munafik. Ciri-ciri orang munafik bahkan telah disebutkan dalam Alquran dan hadits.
Munafik diartikan sebagai berpura-pura. Sedangkan menurut istilah, munafik artinya berpura-pura dalam suatu hal. Orang munafik juga disebut orang yang perkataannya tidak sesuai dengan tindakan atau kenyataan.
Berikut tiga tanda orang munafik
1. Zalim
Ramadan bukan hanya menjadi sebuah bulan antik yang dipenuhi dengan ritus-ritus suci nan istimewa yang perlu dirayakan oleh seluruh umat Islam. Bulan ini hadir kepada kaum Muslimin juga sebagai pos penyegaran, semacam oase di padang pasir. Ramadan ialah harapan bagi kita untuk dapat meng-upgrade diri menjadi lebih baik yang dalam hal ini ditandai dengan kedamaian hati dan kedekatan pada Allah Swt.
Menjadi “lebih baik” tidak hanya soal meningkatnya kualitas dan kuantitas peribadatan kepada Allah dalam hal Ibadah Mahdhah. Namun juga dalam kualitas pergaulan dalam hubungan sosial sesama manusia. Bukan hanya perkara hablun min Allah namun juga hablun min An-Naas. Hal itulah yang sering kali disepelekan oleh kita sebagai umat Islam. Padahal sering kali kita diingatkan tentang peliknya permasalahan sesama makhluk saat pengadilan akhirat nanti.
Sebagaimana salah satu riwayat Nabi Saw.:
"قَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ كَانَتْ عِنْدَهُ مَظْلَمَةٌ لأخيه مِنْ عَرَضٍ أَوْمِنْ شَىْءٍ فَلْيتَحَلَّلْهُ مِنْهُ الْيَوْمَ مِنْ قَبْلِ اَنْ لَا يَكُونَ دِيْنَارٌوَلَا دِرْهَمٌ اِنْ كَانَ لَهُ عَمَلٌ صَالِحٌ أُخِذَمِنْهُ بِقَدْرِمَظْلَمَتِهِ وَاِنْ لَمْ تَكُنْ لَهُ حَسَنَاتٌ أُخِذَمِنْ سَيِّئَاتِ صَاحِبِهِ فَحُمِلَ عَلَيْهِ".
Artinya: “Barang siapa ada padanya perbuatan zalim kepada saudaranya menyangkut kehormatan atau apa pun, maka hendaklah ia segera meminta kehalalan atas perbuatan zalim yang dia lakukan hari itu juga sebelum tidak ada dinar dan tidak ada dirham (yaitu pada hari kiamat di mana harta benda tidak ada gunanya).
Jika ada baginya amal saleh maka diambil lah pahalanya sesuai dengan kadar kezalimannya. Jika sudah tidak ada amal-amal kebaikan, maka diambil lah dari dosa-dosanya orang-orang yang dizalimi. Lalu dosa itu dibebankan kepadanya”. (HR Bukhari dan Tarmizi).
Sabda Nabi ini mengisyaratkan tentang betapa pentingnya berhubungan baik dengan sesama manusia. Salah satu sifat yang paling berbahaya dalam pergaulan sehari-hari dan paling diwanti-wanti oleh Nabi Saw.
ialah sifat Munafik. Apa itu munafik?
Nabi Saw. pernah menjelaskan tentang definisi spesifik dari seorang munafik saat berbincang dengan Imam Ali Karamallah Wajhahu.
Nabi Saw. bersabda:
"يَا عَلِيُّ، وَلِلْمُنَافِقِ ثَلَاثُ عَلَامَاتٍ إِذَا حَدَثَ كَذَبَ وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ وَإِذَا ائْتُمِنَ خَانَ وَلَا تَنْفَعُهُ مَوْعِظَةٌ"
Artinya: “Wahai Ali, orang Munafik memiliki tiga tanda: bila berbicara ia berbohong, bila berjanji ia ingkar, dan bila diberi amanat ia berkhianat. Sungguh tak berguna nasihat bagi mereka”.
Ciri pertama dari orang munafik ialah sifat pembohong. “Bohong ialah pangkalnya dosa”. Begitulah bunyi kutipan yang acap kali kita dengar. Namun bersamaan dengannya, bolehlah dikira berapa kali kebohongan terucap dari mulut kita dalam sehari.
Bagaimana bohong telah menjadi sebuah laku yang dianggap lumrah, bahkan “manusiawi”. Padahal kebiasaan inilah gerbang pertama dari sifat yang lebih besar dan berbahaya, munafik.
Mari berintrospeksi diri. Sebab sebaik-baiknya perubahan ialah yang dimulakan dari diri sendiri. Saatnya jujur sejak dalam pikiran.
2. Ingkar
Kembali ke dalam pembahasan terkait ciri orang Munafik. Perlu diingatkan kembali pada pembaca, tentang Hadis Nabi Saw. yang menyebutkan tentang ciri orang munafik.
Nabi Saw. bersabda:
"يَا عَلِيُّ، وَلِلْمُنَافِقِ ثَلَاثُ عَلَامَاتٍ إِذَا حَدَثَ كَذَبَ وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ وَإِذَا ائْتُمِنَ خَانَ وَلَا تَنْفَعُهُ مَوْعِظَةٌ"
Artinya: “Wahai Ali, orang Munafik memiliki tiga tanda: bila berbicara ia berbohong, bila berjanji ia ingkar, dan bila diberi amanat ia berkhianat. Sungguh tak berguna nasihat bagi mereka”.
Beranjak ke poin berikutnya, Nabi Saw. menjelaskan kepada kita bahwa ciri kedua dari seorang munafik ialah “ingkar janji”. Entah kebetulan atau memang begitulah cara bumi berputar, namun ciri kedua ini juga telah menjadi sebuah kebiasaan yang tak lagi dianggap sesuatu yang berat dalam kehidupan bermasyarakat.
Tak perlu lagi berbicara tentang bagaimana “orang-orang atas” melakukan keingkaran-keingkaran terhadap janji yang semula mereka tebarkan di pengeras-pengeras suara. Masyarakat jelata pun tak kalah piawainya dalam melakukan hal ini.
Dalam istilah kekiniannya mereka yang kerap ingkar biasanya disebut sebagai “PHP” atau Pemberi Harapan Palsu. Mereka-mereka inilah yang dengan lihai dan ringannya menebar janji tanpa pernah berpikir tentang melakukannya, menebar harapan tanpa pernah berusaha untuk memenuhinya.
Bahkan bukan sekedar janji, orang-orang ini juga kerap melempar sumpah. Padahal Allah Swt. telah berfirman tentang betapa sakralnya sebuah sumpah, sehingga tak banyak keadaan yang mengharuskan kita bersumpah.
لَا يُؤَاخِذُكُمُ اللَّهُ بِاللَّغْوِ فِي أَيْمَانِكُمْ وَلَٰكِنْ يُؤَاخِذُكُمْ بِمَا عَقَّدْتُمُ الْأَيْمَانَ ۖ فَكَفَّارَتُهُ إِطْعَامُ عَشَرَةِ مَسَاكِينَ مِنْ أَوْسَطِ مَا تُطْعِمُونَ أَهْلِيكُمْ أَوْ كِسْوَتُهُمْ أَوْ تَحْرِيرُ رَقَبَةٍ ۖ فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ ۚ ذَٰلِكَ كَفَّارَةُ أَيْمَانِكُمْ إِذَا حَلَفْتُمْ ۚ وَاحْفَظُوا أَيْمَانَكُمْ ۚ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَشْككُرُونَ
Artinya: Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja, maka kafarat (melanggar) sumpah itu, ialah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi pakaian kepada mereka atau memerdekakan seorang budak.
Barang siapa tidak sanggup melakukan yang demikian, maka kafaratnya puasa selama tiga hari. Yang demikian itu adalah kafarat sumpah-sumpahmu bila kamu bersumpah (dan kamu langgar). Dan jagalah sumpahmu. Demikianlah Allah menerangkan kepadamu hukum-hukum-Nya agar kamu bersyukur (kepada-Nya). (Al-Maidah: 89)
Begitulah sakralnya sebuah janji dan sumpah sehingga barang siapa yang dengan mudahnya berjanji dan tak menepatinya, maka Rasul telah mencirikannya sebagai seorang munafik.
Mari berintrospeksi diri. Sebab sebaik-baiknya perubahan ialah yang dimulakan dari diri sendiri. Saatnya jujur sejak dalam pikiran.
3. Berkhianat
Kembali ke dalam pembahasan terkait ciri orang Munafik. Perlu diingatkan kembali pada pembaca, tentang Hadis Nabi Saw. yang menyebutkan tentang ciri orang munafik.
Nabi Saw. bersabda:
"يَا عَلِيُّ، وَلِلْمُنَافِقِ ثَلَاثُ عَلَامَاتٍ إِذَا حَدَثَ كَذَبَ وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ وَإِذَا ائْتُمِمِنَ خَانَ وَلَا تَنْفَعُهُ مَوْعِظَةٌ"
Artinya: “Wahai Ali, orang Munafik memiliki tiga tanda: bila berbicara ia berbohong, bila berjanji ia ingkar, dan bila diberi amanat ia berkhianat. Sungguh tak berguna nasihat bagi mereka”.
Pada bagian terakhir, Rasul memberikan ciri terakhir bagi mereka yang termasuk orang munafik yakni, berkhianat dari amanat.
Sebagaimana yang kita tahu, di antara sifat Rasul ialah:
Amanah. Rasul dikenal sebagai seorang yang teramat bisa dipercaya. Di antara mutiara kisah teladannya sudahlah teramat masyhur di penjuru bumi hingga sekarang. Salah satunya ialah bagaimana Rasul Saw. membuktikan dirinya sebagai seorang yang pantas dipilih sebagai penengah para pemuka Arab Jahiliah di peristiwa peletakan kembali Hajar Al-Aswad.
Pada masa Rasulullah berusia 30 tahun, pada saat itu beliau belum diangkat menjadi rasul, bangunan ini direnovasi kembali akibat banjir yang melanda Kota Mekkah pada saat itu. Ketika sampai pada peletakan Hajar Aswad, Suku Quraisy berselisih, siapa yang akan menaruhnya. Perselisihan ini nyaris menimbulkan pertumpahan darah, akan tetapi dapat diselesaikan dengan kesepakatan menunjuk seorang pengadil hakim yang memutuskan. Pilihan tersebut, ternyata jatuh pada Nabi Muhammad Saw.
Rasulullah Saw dengan bijak berkata pada mereka,
“Berikan padaku sebuah kain”. Lalu didatangkanlah kain kepadanya, kemudian beliau mengambil hajar Aswad dan menaruhnya dalam kain itu dengan tangannya. Lalu beliau berkata, ” Hendaklah setiap qabilah memegang sisi-sisi kain ini, kemudian angkatlah bersama-sama!”.
Mereka lalu melakukannya dan ketika telah sampai di tempatnya, Rasulullah menaruhnya sendiri dengan tangannya kemudian dibangunlah.
Allah Swt. pun telah berfirman terkait bagaimana pentingnya sebuah amanah, yang berbunyi:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَخُوْنُوا اللّٰهَ وَالرَّسُوْلَ وَتَخُوْنُوْٓا اَمٰنٰتِكُمْ وَاَنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ
“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui”. (Al-Anfal: 27)
Demikianlah bagaimana Allah Swt. memerintahkan kita untuk bukan saja amanah terhadap perintah Allah dan Rasulnya, namun juga untuk mengerjakan amanah yang telah dipesankan kepada kita.