Seiring berjalan, dua minggu kami sudah jadian, dia mengajak saya untuk ke rumahnya di Kota P. Karena saya merasa belum siap, saya menolak secara halus ajakannya itu. Setiap minggu, dia harus pulang ke kota P, karena ada kewajiban untuk jualan di kotanya itu untuk mencari sedikit uang tambahan. Awalnya saya tidak mengetahui hal itu, jadi saya merasa risih sekali dan menganggap kenapa lelaki kok harus setiap minggu pulang ke rumahnya untuk bertemu dengan ibunya, padahal dia sudah memiliki kekasih, sedikit kecurigaan bahwa mungkin dia sudah punya kekasih di kotanya atau malah sudah punya istri makanya dia merasa wajib untuk pulang kampung.
Tahun 2013, di bulan Februari saya sedang proses rekrutmen pekerjaan, dan mendapat tawaran untuk bekerja di kota J. Saya bilang kepada kekasih saya bahwa saya menerima tawaran tersebut dengan harapan hubungan kami bisa terus berlanjut. Antara iya dan tidak, kekasih saya melepas saya untuk bekerja di kota J.
Selang beberapa bulan, dia mengatakan ada rencana untuk datang ke kota tempat saya kerja. Bulan Agustus 2013, saat dia bilang mau berangkat saya hubungi dia, tetapi tidak dijawab. Di-SMS tidak ada tanggapan. Saya mulai merasakan gelagat aneh, dan entah kenapa saya bisa merasakan apa yang sebenarnya terjadi.
Tidak lama, dia mengirim pesan bahwa hubungan kami tidak bisa dilanjutkan. Saya merasa, oh ini yang terjadi. Walau sedih, saya putuskan membalas, "Ok." Esoknya, saya kembalikan barang yang pernah diberi olehnya, saya kirim via JNE jadi cepat sampai, dan saya selipkan surat di sana.
Tidak lama, saya membaca di social media punya mantan saya, ternyata dia sedang mempersiapkan pernikahan dengan seorang lain. Dalam hati, saya hanya berucap, "Oh, karena ini semuanya. Oke, aku harus move on dari semua ini." Karena saya tidak mau membaca status-statusnya di wall saya, akhirnya socmed-nya saya block, semua akses juga saya blcok, karena saya merasa tidak ada perlunya lagi kami berhubungan dan saya juga harus melanjutkan hidup saya di kota J ini.
Pertengahan 2014 saya mulai menyukai seseorang di kantor, dan hal itu berlangsung sampai awal 2015. Sampai pada suatu saat, telepon saya berdering dari nomor yang saya tidak ketahui. Ketika saya angkat, ternyata suara seorang wanita, sedikit kaget, dan tidak disangka, itu telepon dari ibu dari mantan saya yang meninggalkan saya dulu. Beliau bicara ini dan itu, menjelaskan kalau pernikahan putranya tidak bahagia dan sedang dalam proses perceraian.
Putranya ingin kembali ke saya tapi merasa takut, malu, dan tidak punya keberanian untuk menyapa saya, dan semua aksesnya juga saya blokir. Ibunya menjelaskan dan meminta maaf kalau dulu putranya meninggalkan saya, itu karena paksaan dari orangtuanya untuk segera menikah dan didukung lagi saya belum mau diajak bertemu orangtuanya dulu.
Saya iyakan bahwa saya sudah memaafkan, saya sudah melupakan semua itu. Saya anggap itu adalah bagian dari proses saya untuk menjadi dewasa. Ibunya meminta saya untuk bisa menerima kalau dihubungi oleh putranya, dan sekali lagi meminta maaf kepada saya karena masalah yang telah lalu. Setelah telepon itu, saya cukup bingung, apa yang harus saya lakukan, apa yang saya inginkan, buyar semuanya.
Hati saya berdebar-debar mengingat semuanya. Setelah berpikir cukup lama, saya putuskan untuk membuka akses blokir saya, dan tidak lama telepon darinya masuk. Karena bingung mau bicara apa, mau nanggapi apa, rasa aneh menjalar, dan kemudian atasan saya masuk ke ruangan, jadi saya beralasan itu dan menutup telepon.
Seharian kami berkirim pesan via WA, pesan suara maupun pesan biasa. Mendengar kembali suaranya, saya kembali berdebar-debar tidak karuan, masih bingung sama keadaan, dan akhirnya senyum-senyum sendiri. Saya ceritakan hal ini kepada sahabat baik saya yang ada di kota S, yang juga mengenal mantan saya. Bahkan saya meminta tolong kepadanya, untuk mengecek kebenaran semua ini. Setelah semua yang terjadi, saya merasa harus waspada untuk melindungi hati saya. Saya mendapat cerita yang sama seperti ibunya mantan saya waktu menelepon saya kemarin, intinya mantan saya ini ingin kembali kepada saya, tetapi saat ini dia sedang dalam proses perceraian.
Tidak lama, saya putuskan untuk pulang ke rumah orangtua saya, ke kota kelahiran saya S, sekaligus kami janjian untuk bertemu. Saat pulang itu, saya putuskan untuk bicara kepada ibu saya, saya ceritakan semuanya dan meminta pendapat beliau apa yang harus saya lakukan agar tidak salah langkah. Tidak disangka, ibu saya bijak menanggapi, beliau bilang mungkin ini jalan kalian untuk bisa bersama lagi, caranya harus seperti ini. Kemudian saya bertemu dengannya kembali, tanpa ada kata iya atau tidak, kami bersama lagi, cuma hati kami yang bicara.
Seperti pasangan pada umumnya, kami jalan, nonton, makan bersama teman-teman kami. Hanya satu hal yang saya rasa berbeda, hati kami lebih menyatu daripada dulu saat kami jadian pertama kali. Saya juga akhirnya memberanikan diri untuk berkunjung ke rumah orang tuanya di kota P, memperkenalkan diri saya dan ibunya di sana meminta maaf sekali lagi kepada saya.
Secara gantian, dia mengunjungi saya di kota J, kami jalani hubungan long distanceini, berat memang, tapi saya merasa hubungan kami ini akan ketemu ujungnya kali ini.
Bulan November 2015, dia mendapatkan surat cerainya. Dari sana dia memberanikan diri bilang kepada budenya mau melamar saya, saya diajak untuk bertemu keluarganya di kota T, saya ikut saja, karena saya merasa, saya siap kali ini, dan di sana ternyata budenya bilang kalau mau meminta saya ke orangtua saya untuk dipinang. Saya bingung, tapi juga senang, dan merasa, ini tujuan hubungan kami ini.
Sesampainya di kos, saya menelepon orangtua saya dan bilang keluarga kekasih saya mungkin akan berkunjung untuk silaturahmi. Orangtua saya bilang, saya tidak perlu pulang dulu kalau hanya silaturahmi biasa. Akhirnya saya putuskan tidak pulang setelah konsultasi dengan kekasih saya, lucunya, saat hari itu tiba, keluarga kekasih saya datang berombongan, dan di rumah saya hanya ada kedua orangtua saya saja, dan hari itu juga ternyata orangtuanya meminta saya untuk dipinang.
Bingung, tapi mau bagaimana lagi, akhirnya akhir Desember saya izin pulang kampung kepada atasan saya dengan alasan mau melakukan kunjungan balasan, sekaligus menentukan hari (katanya begitu untuk adat orang Jawa). Orangtua saya mengajak saudara-saudaranya untuk ikut melakukan kunjungan balasan, bahkan saya bersyukurnya kakak kandung saya beserta suami dan anaknya bisa ikut juga. Setelah sampai di sana, orangtua kami biarkan bicara sendiri, dan menentukan hari kami untuk menikah, dan akhirnya diputuskan 15 Mei 2016 harinya kami untuk menikah.
Inilah cerita hidup saya, My Life My Choice.Saya memilih kembali kepada lelaki yang dulu telah menyakiti saya, bukan karena saya ingin membalasnya, bukan karena kasihan, tetapi karena saya mencintai dia dan tidak bisa kehilangan dia lagi. Ini pilihan saya, pilihan hidup yang saya inginkan dan saya bersyukur lelaki itu sudah menjadi suami saya, dan ini ada tahun ke-2 kami hidup bersama dan telah dikaruniai bayi kecil yang cantik.
Saya bersyukur atas pilihan yang telah saya buat dulu, mungkin dulu kami berpisah untuk bisa bersatu kembali dengan hati yang lebih kuat untuk bisa bersama menjalani masa depan yang masih panjang.
Referensi : Berpisah untuk Bersatu Kembali Kunikahi Mantan yang Sudah Berstatus Duda