Pertama: Para ulama berbeda pendapat tentang hukum aqiqah: sebagian mereka mewajibkannya, sebagian lainnya menyatakan sunnah dan yang lainnya berpendapat sunnah muakkadah, pendapat yang terakhir inilah yang rajih.
Akan tetapi mereka tidak berbeda pendapat bahwa aqiqah tidak wajib bagi orang yang fakir, apalagi bagi orang yang mempunyai hutang, tidak didahulukan apa yang lebih besar dari aqiqah, seperti haji –misalnya- untuk melunasi hutang (artinya hutang harus didahulukan).
Oleh karena itu aqiqah tidak diharuskan bagi anda karena kondisi keuangan suami anda yang tidak stabil.
Mereka menjawab: “Jika kenyataannya sebagaimana yang anda sebutkan, yaitu; kesulitan ekonomi, pemasukan anda tidak cukup kecuali untuk nafkah diri sendiri dan keluarga, maka tidak masalah bagi anda untuk tidak mendekatkan diri kepada Alloh mengaqiqahi anak-anak anda, berdasarkan firman Alloh –Ta’ala-:
لَا يُكَلِّفُ اللّٰهُ نَفْسًا اِلَّا وُسْعَهَا
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya”. [Al Baqarah/2: 286]
Dan firman Alloh yang lain:
وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِى الدِّيْنِ مِنْ حَرَجٍۗ
“dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan”. [Al Hajj/22: 78]
Firman Alloh yang lain:
فَاتَّقُوا اللّٰهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ
“Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu”. [At Taghabun/64: 16]
Dan sesuai dengan apa yang diriwayatkan dari Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda:
( إذا أمرتكم بأمر فأتوا منه ما استطعتم، وإذا نهيتكم عن شيء فاجتنبوه )
“Jika aku perintahkan sesuatu, maka laksanakanlah menurut kemampuan kalian, dan jika aku melarang kalian akan sesuatu maka jauhilah”.
Kapan saja anda diberi kemudahan, maka disyari’atkan bagi anda untuk melaksanakannya”. (Fatawa Lajnah Daimah: 11/436-437)
Ulama Lajnah Daimah juga pernah ditanya:
“Seorang laki-laki yang diberi karunia beberapa anak dan belum mengaqiqahi mereka semua; karena dia dalam keadaan fakir. Setelah beberapa tahun Alloh telah menjadikannya sebagai orang kaya dengan keutamaan-Nya, maka apakah dia masih perlu mengaqiqahi anak-anaknya ?”
Mereka menjawab:
“Jika kenyataannya seperti yang telah disebutkan, maka yang disyari’atkan baginya adalah tetap mengaqiqahi, bagi setiap anak laki-lakinya dengan dua kambing”. (Fatawa Lajnah Daimah: 11/441-442)
Syeikh Ibnu Utsaimin pernah ditanya:
“Seorang laki-laki mempunyai beberapa anak laki-laki dan perempuan, semuanya belum diaqiqahinya karena tidak tahu atau karena menganggapnya tidak terlalu penting, sebagian mereka sekarang sudah dewasa, maka apakah yang harus dilakukannya sekarang ?
Beliau menjawab:
“Jika sekarang dilaksanakan aqiqah bagi mereka semua adalah maka termasuk hal yang baik, jika memang sebelumnya dia tidak tahu atau dia mengatakan besok saya akan mengaqiqahi mereka, namun sampai sekarang belum juga dilakukan. Adapun jika dia termasuk orang fakir pada saat disyari’atkannya aqiqah maka tidak ada kewajiban apapun baginya”. (Liqo Baab Maftuh: 2/17-18)
Sebagaimana juga tidak diwajibkan bagi keluarganya untuk menggantikannya untuk melaksanakan aqiqah, meskipun kalau mereka mau, maka boleh juga melakukannya, sebagaimana Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- telah mengaqiqahi kedua cucunya Hasan dan Husain, sebagaimana yang telah diriwayatkan oleh Abu Daud: 2841 dan Nasa’i: 4219 dan dishahihkan oleh Syeikh Albani dalam Shahih Abu Daud: 2466.
Kedua : Jika anda di hadapkan dengan pilihan antara ibadah haji dan aqiqah, maka tentunya didahulukan ibadah haji, jika anda ingin mengaqiqahi anak-anak anda maka boleh-boleh saja meskipun mereka sudah dewasa, anda juga tidak harus menyebutkan kepada para tamu undangan bahwa anda sedang melaksanakan aqiqah, mereka juga tidak boleh mencemooh apa yang telah anda laksanakan; karena anda telah melakukan amalan yang benar, tidak disyaratkan juga untuk memasak daging aqiqah dan mengundang banyak orang untuk menghadirinya, bahkan boleh juga dibagikan berupa daging mentah.
Ulama Lajnah Daimah berkata:
“Aqiqah adalah hewan yang disembelih pada hari ke tujuh dari kelahiran bayi; sebagai bentuk rasa syukur kepada Alloh atas karunia anak, baik laki-laki maupun perempuan. Hukumnya adalah sunnah; berdasarkan beberapa hadits yang ada, Bagi siapa saja yang mengaqiqahi anaknya bisa mengundang warga untuk dijamu di rumahnya atau yang serupa dengannya, namun dia juga bisa membagikannya dalam keadaan mentah atau dalam keadaan sudah dimasak kepada orang-orang fakir, kerabat, tetangga, teman-teman dan lain sebagainya”. (Fatawa Lajah Daimah: 11/442)