Akibatnya, ketika ada orang yang berbuat jahat pasti Anda merasa kesal. Tapi jangan jadikan kekesalan itu sebagai perusak hati. Rasulullah memberikan contoh baik saat Anda menghadapi hal ini.
Sebab, Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih mengharapkan Anda untuk berlaku sabar dan dengan begitu, iman Anda akan jadi lebih kuat dan Allah Subhanahu wa Ta’ala menyukai orang yang sabar.
Seperti firman Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam surat Ali Imran ayat 134 yang berbunyi:
الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ ۗ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
“Orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.”
Diterangkan juga oleh Ustadz Fariq Gasim Anuz, memaafkan adalah salah satu perbuatan makruf yang disenangi Allah. Dengan menjadi pemaaf, Anda pun termasuk dalam kelompok orang yang bertakwa.
Ia melanjutkan, Allah memerintahkan kita agar selalu bisa memaafkan kesalahan orang lain. Namun, kita juga diperintahkan untuk memperbaikinya dengan berdoa dan menasihati dengan bijaksana.
“Sebagaimana kita ingin diperlakukan dengan baik, hendaknya kita bisa memperlakukan orang lain dengan baik terlebih dulu. Orang yang suka memperlakukan orang lain dengan buruk, maka akan mendapatkan hasil yang buruk pula,” terangnya pada Okezone melalui pesan singkat, Rabu (18/12/2019).
خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِينَ
“Jadilah pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta jangan pedulikan orang-orang yang bodoh.” [al-A’raf/7: 199].
Lebih lanjut, Imam Ath-Thabari pernah berkata, “Di antara contoh perbuatan baik adalah bersilaturahmi kepada orang yang telah memutuskan hubungan dengan kita, memberi kepada orang yang tak mau memberi, dan memaafkan orang yang telah menzalimi kita.”
Lantas, apa nasihat Rasulullah jika Anda memberikan kebaikan tapi dibalas dengan kejahatan?
Ya, Rasulullah pun menyarankan untuk kita tetap sabar dan memaafkan orang yang membalas kebaikan kita dengan kejahatan. Seperti kisah ini.
عن أَبي هريرة رضي الله تَعَالَى عنه: أنَّ رَجُلًا، قَالَ: يَا رسول الله، إنّ لي قَرَابةً أصِلُهم وَيَقْطَعُونِي، وَأُحْسِنُ إلَيْهِمْ وَيُسِيئُونَ إلَيَّ، وَأحْلُمُ عَنهم وَيَجْهَلُونَ عَلَيَّ! فَقَالَ: لَئِنْ كُنْتَ كَمَا قُلْتَ، فَكأنَّمَا تُسِفُّهُمُ الْمَلَّ، وَلاَ يَزَالُ مَعَكَ مِنَ اللهِ تَعَالَى ظَهيرٌ عَلَيْهِمْ مَا دُمْتَ عَلَى ذَلِكَ
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, seseorang berkata pada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Ya Rasul, saya mempunyai keluarga yang saya hubungi tetapi mereka memutuskan hubungan dengan saya. Saya berbuat baik kepada mereka, tetapi mereka membalas kebaikanku dengan berbuat jahat. Saya berusaha sabar dalam hal ini, tapi mereka selalu usial dan berbuat kebodohan kepadaku.”
Kesimpulannya, setiap amalan yang diperintahkan Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka itu semua termasuk perbuatan yang baik atau makruf. Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak mengkhususkan dengan perbuatan tertentu. Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk mengajak hamba-hamba-Nya agar mengerjakan perbuatan makruf.” [Tafsir Ath-Thabari, Juz 6, halaman 154].