Segala puji hanya bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala, shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada baginda Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan aku bersaksi bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah dengan sebenarnya selain Allah yang Maha Esa dan tiada sekutu bagi -Nya dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan -Nya. Amma Ba’du:
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menceritakan kepada kita beberapa kisah nabi dan rasul di dalam kitab-Nya yang mulia agar dijadikan sebagai pelajaran, ibroh bagi kita, meneguhkan hati Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, memperkuat keimanan orang-orang yang beriman dan sebagai petunjuk serta rahmat bagi kaum yang beriman. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
لَقَدْ كَانَ فِي قَصَصِهِمْ عِبْرَةٌ لِّأُوْلِي الأَلْبَابِ مَا كَانَ حَدِيثًا يُفْتَرَى وَلَـكِن تَصْدِيقَ الَّذِي بَيْنَ يَدَيْهِ وَتَفْصِيلَ كُلَّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً لِّقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ
Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al Qur’an itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman. [Yusuf/12: 111].
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَكُـلاًّ نَّقُصُّ عَلَيْكَ مِنْ أَنبَاء الرُّسُلِ مَا نُثَبِّتُ بِهِ فُؤَادَكَ وَجَاءكَ فِي هَـذِهِ الْحَقُّ وَمَوْعِظَةٌ وَذِكْرَى لِلْمُؤْمِنِينَ
Dan semua kisah dari rasul-rasul Kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu; dan dalam surat ini telah datang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman. [Hud/11: 120]
Di antara rasul yang diceritakan di dalam Al-Qur’an adalah Nabi Ayyub alaihis salam. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَأَيُّوبَ إِذْ نَادَى رَبَّهُ أَنِّي مَسَّنِيَ الضُّرُّ وَأَنتَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِينَ فَاسْتَجَبْنَا لَهُ فَكَشَفْنَا مَا بِهِ مِن ضُرٍّ وَآتَيْنَاهُ أَهْلَهُ وَمِثْلَهُم مَّعَهُمْ رَحْمَةً مِّنْ عِندِنَا وَذِكْرَى لِلْعَابِدِينَ
dan (ingatlah kisah) Ayub, ketika ia menyeru Tuhannya: “(Ya Tuhanku), sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan Yang Maha Penyayang di antara semua penyayang”. Maka Kami pun memperkenankan seruannya itu, lalu Kami lenyapkan penyakit yang ada padanya dan Kami kembalikan keluarganya kepadanya, dan Kami lipat gandakan bilangan mereka, sebagai suatu rahmat dari sisi Kami dan untuk menjadi peringatan bagi semua yang menyembah Allah. [Al-Anbiya’/21: 83-84]
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَاذْكُرْ عَبْدَنَا أَيُّوبَ إِذْ نَادَى رَبَّهُ أَنِّي مَسَّنِيَ الشَّيْطَانُ بِنُصْبٍ وَعَذَابٍ ارْكُضْ بِرِجْلِكَ هَذَا مُغْتَسَلٌ بَارِدٌ وَشَرَابٌ وَوَهَبْنَا لَهُ أَهْلَهُ وَمِثْلَهُم مَّعَهُمْ رَحْمَةً مِّنَّا وَذِكْرَى لِأُوْلِي الْأَلْبَابِ وَخُذْ بِيَدِكَ ضِغْثًا فَاضْرِب بِّهِ وَلَا تَحْنَثْ إِنَّا وَجَدْنَاهُ صَابِرًا نِعْمَ الْعَبْدُ إِنَّهُ أَوَّابٌ
Dan ingatlah akan hamba Kami Ayub, ketika ia menyeru Tuhannya; “Sesungguhnya aku diganggu setan dengan kepayahan dan siksaan”. (Allah berfirman): “Hantamkanlah kakimu; inilah air yang sejuk untuk mandi dan untuk minum. Dan Kami anugerahi dia (dengan mengumpulkan kembali) keluarganya dan (Kami tambahkan) kepada mereka sebanyak mereka pula sebagai rahmat dari Kami dan pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai pikiran. Dan ambillah dengan tanganmu seikat (rumput), maka pukullah dengan itu dan janganlah kamu melanggar sumpah. Sesungguhnya Kami dapati dia (Ayyub) seorang yang sabar. Dialah sebaik-baik hamba. Sesungguhnya dia amat taat (kepada Tuhannya). [Shad/38 : 41-44]
Ulama tafsir dan sejarah mengatakan, “Pada mulanya Ayyub alaihis salam adalah seorang lelaki yang memiliki banyak harta, berupa tanah yang luas, hewan ternak dan kambing, yaitu pada sebuah belahan bumi yang bernama Tsaniyah, di Huran, yang terletak di negeri Syam. Ibnu Asakir berkata, “Semua lahan yang luas itu adalah miliknya lalu Allah Subhanahu wa Ta’ala menguji dirinya dengan kehilangan semua harta tersebut, dia diuji dengan berbagai macam ujian yang menimpa tubuhnya, sehingga tidak ada sejengkalpun dari bagian tubuhnya kecuali ditimpa penyakit kecuali hati dan lisannya. Dia selalu berzikir dengan kedua indra tersebut, bertasbih kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala siang dan malam, pagi dan sore. Akhirnya dengan penyakit tersebut seluruh temannya merasa jijik terhadapnya, sahabat karibnya menjadi tidak tenang dengannya. Setiap orang merasa jijik dengannya baik kerabat atau teman jauh. Akhirnya dia diasingkan pada sebuah tempat pembuangan sampah di luar kota tempat tinggalnya, dan tidak ada yang menemaninya kecuali seorang istrinya, yang selalu menjaga hak-haknya dan membalas budi baik yang pernah dilakukan terhadap dirinya serta dorongan rasa belas kasihan padanya, dia bekerja untuk mendapat upah dari orang lain, lalu dia membelikannya makanan dengan upah itu, dibarengi dengan rasa sabar melepas semua harta dan anak, bersabar dengan penyakit suami setelah hidup dalam kenikmatan dan kehormatan yang pernah disandangnya. Inna Lillahi Wa Inna Ilaihi Roji’un. Sebelumnya dijelaskan bahwa sang istri bekerja kepada orang lain untuk mengejar upah yang digunakan utnuk membeli makanan bagi Ayyub alaihis salam, lalu masyarakat tidak lagi membutuhkannya karena mereka mengetahui bahwa wanita itu adalah istri Ayyub, mereka takut jika terkena dengan penyakit yang menimpa Ayyub atau tertular dengan penyakit melalui interaksi secara langsung dengan sang istri, akhirnya dia tidak menemukan seorangpun yang bisa memberinya pekerjaan yang mendatangkan upah. Lalu dia pergi menuju orang-orang yang kaya dan menggadaikan kepang rambutnya dengan dengan makanan yang banyak lalu makanan itu dibawanya kepada Ayyub dan Ayyub berkata, “Dari manakah engkau mendapatkan makanan ini?. Dan dia marah kepadanya. Sang istri menjawab, “Aku telah bekerja pada banyak orang dan mendapatkan upah karenanya. Lalu pada keesokan harinya dia tidak menemukan seorangpun yang menyuruhnya bekerja dan akhirnya dia kembali menjual belahan kepangan rambut yang kedua lalu membeli makanan dengannya namun Ayyub tetap mengingkarinya, bahkan dia bersumpah bahwa dirinya tidak mau memakan makanan ini sehingga sang istri memberitahukan dari manakah dia memperoleh makanan ini. Akhirnya sang wanita membuka kerudung yang menutupi kepalanya, lalu pada saat dia melihat rambut istrinya telah tercukur rata dia berdo’a:
أَنِّي مَسَّنِيَ الضُّرُّ وَأَنتَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِينَ
“(Ya Tuhanku), sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan Yang Maha Penyayang di antara semua penyayang“. [Al-Anbiya’/21: 82].
Lalu Allah mendatangkan pertolongan -Nya kepadanya:
ارْكُضْ بِرِجْلِكَ هَذَا مُغْتَسَلٌ بَارِدٌ وَشَرَابٌ
(Allah berfirman): “Hantamkanlah kakimu; inilah air yang sejuk untuk mandi dan untuk minum. [Shad/38: 42]
Artinya Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan: Pukullah bumi ini dengan kakimu. Maka diapun melaksanakan perintah Tuhan -Nya, lalu Allah Subhanahu wa Ta’ala memancarkan mata air yang dingin, dan Dia memerintahkan kepadanya agar dia mandi dan minum dari air tersebut, kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala menghilangkan semua penyakit dan penderitaan yang menimpa tubuhnya baik yang lahir atau batin, dan Allah Subhanahu wa Ta’ala menggantikannya dengan kesehatan yang sempurna baik lahir dan batin serta harta yang banyak sehingga limpahan harta menghujani dirinya, belalang-belalang dari emas. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari di dalam kitab shahihnya dari Abi Hurairah Radhiyallahu anhu berkata:
بَيْنَا أَيُّوبُ يَغْتَسِلُ عُرْيَانًا فَخَرَّ عَلَيْهِ جَرَادٌ مِنْ ذَهَبٍ فَجَعَلَ أَيُّوبُ يَحْتَثِي فِي ثَوْبِهِ فَنَادَاهُ رَبُّهُ يَا أَيُّوبُ أَلَمْ أَكُنْ أَغْنَيْتُكَ عَمَّا تَرَى قَالَ بَلَى وَعِزَّتِكَ وَلَكِنْ لَا غِنَى بِي عَنْ بَرَكَتِكَ
Pada saat Ayyub mandi dalam keadaan telanjang tiba-tiba belalang dari emas terjatuh kepadanya lalu Ayub menangkapnya dengan pakaiannya lalu Tuhannya berseru kepadanya: Wahai Ayyub!, Tidakkah Aku telah mencukupkanmu dari apa yang kau pandang sekarang ini?. Ayyub menjawab: Benar wahai Tuhanku akan tetapi aku tidak pernah merasa cukup dengan keberkahan yang engkau berikan kepadaku”.[1]
Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala mengembalikan keluarganya yang telah tiada, sebagaimana dijelaskan di dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
فَاسْتَجَبْنَا لَهُ فَكَشَفْنَا مَا بِهِ مِن ضُرٍّ وَآتَيْنَاهُ أَهْلَهُ وَمِثْلَهُم مَّعَهُمْ رَحْمَةً مِّنْ عِندِنَا وَذِكْرَى لِلْعَابِدِينَ
dan Kami kembalikan keluarganya kepadanya, dan Kami lipat gandakan bilangan mereka, sebagai suatu rahmat dari sisi Kami dan untuk menjadi peringatan bagi semua yang menyembah Allah. [Al-Anbiya’/21: 84]
Dikatakan tentang penafsiran ayat tersebut bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala menghidupkan mereka. Dalam perkataan yang lain disebutkan: Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan ganti rugi baginya saat hidup di dunia dan pendapat yang lain berkata maksud firman di atas adalah lain. Hal itu sebagai kasih sayang Allah Subhanahu wa Ta’ala kepadanya, dan belas kasihan serta peringatan bagi orang-orang yang beribadah.[2]
Di antara pelajaran yang bisa dipetik dari cerita Nabi Ayyub alaihis salam ini adalah:
Pertama : Beratnya ujian Allah Subhanahu wa Ta’ala bagi Nabi Ayyub ‘alaihi salam. Semua ujian itu tidak menambahkannya kecuali kesabaran, harapan pahala dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, pujian dan rasa syukur kepada -Nya, sehingga Ayyub adalah sebagai contoh dalam kesabaran, dia sebagai contoh dalam menghadapi berbagai penyakit. Al-Suddy berkata, “Semua kulit luar sudah berjatuhan sehingga tidak ada yang tersisa kecuali tulang dan urat. Diriwayatkan oleh Abu Ya’la di dalam kitab musnadnya dari Anas bin Malik bahwa Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Nabi Allah, Ayyub bertahan dengan penuh kesabaran menghadapi berbagai penyakit dalam waktu delapan belas tahun, dia ditolak oleh kerabat dekat dan jauh kecuali dua lelaki dari saudaranya, keduanya selalu datang kepadanya baik pada waktu pagi atau sore. Suatu hari, salah seorang dari mereka berkata kepada yang lain: Apakah engkau mengetahui bahwa Ayyub telah berbuat dosa dengan dosa yang tidak pernah dikerjakan oleh seorangpun di dunia ini?. Maka teman yang satu bertanya: Dosa apakah yang pernah dilakukan oleh Ayyub?. Sahabat itu berkata: Sejak delapan belas tahun dia tidak pernah dikasihsayangi oleh Allah sehingga Allah menyembuhkan penyakit yang dideritanya. Lalu pada saat mereka berdua pergi menemui Nabi Ayyub salah seorang shahabatnya tidak berasabar menahan dirinya dan akhirnya menceritakan apa yang pernah didengarnya. Maka Ayyub berkata: Aku tidak memahami apa yang kalian katakan, hanya saja Allah mengetahui bahwa aku pernah melewati dua orang lelaki yang sedang bertikai, lalu mereka berdua mengingatkan nama Allah, lalu akupun kembali kerumahku dan aku membantu keduanya untuk menghapuskan kesalahan mereka, karena aku tidak suk mereka menyebut nama Allah kecuali untuk suatu kebenaran…”.[3]
Diriwayatkan oleh Imam Ahmad di dalam kitab musnadnya dari Mush’ab bin Sa’d dari ayahnya dia berkata: Aku bertanya: Wahai Rasulullah siapakah orang yang paling besar cobaannya?. Beliau menjawab: “Para nabi, kemudian orang-orang yang shaleh, kemudian orang yang terbaik dari manusia. Seseorang akan diuji berdasarkan tingkat keagamaannya, jika dia memiliki agama yang tipis maka ujiannyapun diperingan, dan jika dia memiliki agama yang kuat maka ujiannyapun akan ditambah sehingga dirinya akan berjalan di muka bumi ini tanpa memiliki kesalahan”.[4]
Kedua: Dikatakan: Wahai orang yang sedang diuji, wahai orang yang sedang diuji pada harta, anak-anak dan diri kalian, bersabarlah dan kejarlah pahala dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, sesungguhnya Dia pasti akan mengganti. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِّنَ الْخَوفْ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِّنَ الأَمَوَالِ وَالأنفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُم مُّصِيبَةٌ قَالُواْ إِنَّا لِلّهِ وَإِنَّـا إِلَيْهِ رَاجِعونَ أُولَـئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِّن رَّبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ وَأُولَـئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُونَ
Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, “Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji`uun”. Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk. [Al-Baqarah/2 ; 155-157]
Ibnu Katsir berkata, “Ini adalah peringatan bagi mereka yang diuji pada jasadnya, hartanya dan anak-anaknya, dia memiliki tauladan pada Nabi Ayyub alaihis salam, di mana Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengujinya dengan penderitaan yang lebih besar namun dia tetap bersabar dan mengharap pahala dari Allah Subhanahu wa Ta’ala sehingga Dia memberikan kelapangan baginya”.[5]
Ketiga; Bahwa orang yang ditimpa suatu musibah lalu dia mengharap pahala dari Allah Subhanahu wa Ta’ala dan istrija’ (mengucapkan: Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji`uun) maka Allah Subhanahu wa Ta’ala akan menggantikannya dengan sesuatu yang lebih baik dari apa yang telah terlewatkan, sama seperti apa yang telah dialami oleh Ayyub alaihis salam. Diriwayatkan oleh Muslim di dalam kitab shahihnya dari Ummu Salamah bahwa Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadaku : “Tidaklah seorang muslim ditimpa oleh suatu musibah lalu dia mengucapkan apa-apa yang diperintahkan oleh Allah, yaitu membaca:
إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ اللَّهُمَّ أْجُرْنِي فِي مُصِيبَتِي وَأَخْلِفْ لِي خَيْرًا مِنْهَا
“Sesungguhnya kita adalah milik Allah Subhanahu wa Ta’ala dan kepada Allah-lah kita akan kembali, ya Allah berikanlah bagiku balasan kebaikan atas musibah yang menimpaku dan berikanlah balasan yang baik bagiku”.
Barangsiapa yang membaca do’a di atas maka Allah Subhanahu wa Ta’ala akan menggantikan baginya dengan sesuatu yang lebih baik darinya. Ummu Salamah berkata, “Pada saat Abu Salamah meninggal dunia aku berkata: Siapakah orang yang lebih baik dari Abu Salamah, shahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan kekuatan bagiku untuk mengucapkannya maka akupun membacanya. Ummu Salamah berkata: Maka akupun menikahi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.[6]
Keempat : Di dalam kisah ini terdapat risalah bagi para istri yang beriman bahwa mereka harus bersabar menghadapi suami-suami mereka yang menderita sakit atau kemiskinan atau cobaan lainnya, lihatlah istri Ayyub alaihis salam sebagai contoh, dia sungguh sabar dan mengharap pahala dari Allah Subhanahu wa Ta’ala sehingga Allah Subhanahu wa Ta’ala menghilangkan segala cobaan yang menimpa suaminya. Diriwayatkan oleh Imam Ahmad di dalam musnadnya dari Anas bin Malik bahwa Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
لاَ يَصْلُحُ لِبَشَرٍ أَنْ يَسْجُدَ لِبَشَرٍ، وَلَوْ صَلَحَ لِبَشَرٍ أَنْ يَسْجُدَ لِبَشَرٍ لَأَمَرْتُ الْمَرْأَةَ أَنْ تَسْجُدَ لِزَوْجِهَا مِنْ عِظَمِ حَقِّهِ عَلَيْهَا، وَاَّلذِي نَفْسِيْ بِيَدِهِ لَوْ كَانَ مِنْ قَدَمِهِ إِلَى مَفْرَقِ رَأْسِهِ قَرْحَةً تَجْرِي بِالْقَيْحِ وَالصَّدِيْدِ، ثُمَّ اسْتَقْبَلَتْهُ فَلحسَتْهُ مَا أَدّّتْ حَقَّهُ
“Tidak diperbolehkan seseorang manusia untuk bersujud kepada manusia yang lain, dan seandainya diperbolehkan seseorang bersujud kepada manusia yang lain maka sungguh aku akan memerintahkan wanita untuk bersujud kepada suaminya karena keagungan hak suami atas dirinya, demi yang jiwaku berada di tangan -Nya seandainya dari ujung kaki sang suami terdapat luka yang memancarkan nanah dan darah kemudian dia meminumnya sungguh hal itu belum memenuhi hak sang suami”[7]
Kelima: Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala manjadikan bagi hamba -Nya yang bertaqwa jalan keluar dan kelapangan. Sesungguhnya Nabi Ayyub bersumpah untuk memukul istrinya dengan seratus cambukan, Ibnu Katsir berkata, “Pada saat Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menyembuhkan dirinya, maka dia diperbolehkan untuk mengambil sekumpulan kayu, yaitu kumpulan tangkai kurma lalu dia memukulnya dengan satu pukulan, dan hal itu sebagai ganti dari seratus pukulan serta dengannya dia telah memenuhi sumpah dan tidak melanggarnya. Maka ini adalah salah satu bentuk kelapangan dan jalan keluar yang diberikan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala bagi orang yang bertaqwa kepada -Nya dan mentaati -Nya. Apalagi terhadap istrinya yang begitu sabar dan mengharap pahala dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, jujur dan berbuat baik serta dewasa. Oleh karena itulah Allah Subhanahu wa Ta’ala mengakhiri penderitaan ini dan menyebutkan sebabnya dengan firmanNya:
إِنَّا وَجَدْنَاهُ صَابِرًا نِعْمَ الْعَبْدُ إِنَّهُ أَوَّابٌ
Sesungguhnya Kami dapati dia (Ayub) seorang yang sabar. Dialah sebaik-baik hamba. Sesungguhnya dia amat taat (kepada Tuhannya). [Shad/38: 44].
Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam, semoga shalawat dan salam tetap tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan kepada keluarga, shahabat serta seluruh pengikut beliau.
[Disalin dari قصة نبي الله أيوب عليه السلام Penulis Syaikh Dr. Amin bin Abdullah asy-Syaqawi, Penerjemah : Muzaffar Sahidu . Editor : Eko Haryanto Abu Ziyad. Maktab Dakwah Dan Bimbingan Jaliyat Rabwah. IslamHouse.com 2010 – 1431]
[1] Al-Bukhari: no: 279
[2] Al-Bidayah wan Nihayah: 1/507-509
[3] Musnad Abu Ya’la: 6/299 no: 3617
[4] Musnad Imam Ahmad: 1/172
[5] Al-Bidayah Wan Nihayah: 1/513
[6] Shahih Muslim: no: 918
[7] Musnad Imam Ahmad: 20/65 no: 12614