جَـاءَ حَبْـرٌ مِنَ الْأَحْـبَارِ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، فَقَالَ: يَا مُـحَمَّد ، أَوْ يَا أَبَا الْقَاسِم ، إِنَّ الله تَعَالَى يُمْسِكُ السَّمَوَاتِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَى إِصْبَعٍ ، وَالأَرَضِيْنَ عَلَى إِصْبَعٍ ، وَالْـجِبَالَ وَالشَّجَرَ عَلَى إِصْبَع ، وَالْـمَاءَ وَالثَّرَى عَلَى إِصْبَع ، وَسَائِرَ الْـخَلْقِ عَلَى إِصْبَعٍ ، ثُمَّ يَهُزُّهُنَّ فَيَقُوْلُ : أَنَا الْـمَلِكُ ، أَنَا الْـمَلِكُ. فَضَحِكَ رَسُوْلُ الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ (حَتَّى يَدَتْ نَوَاجِذُهُ) تَعَجُّبًا مِمَّـا قَالَ الْـحَبْرُ ، تَصْدِيْقًا لَهُ. ثُمَّ قَرَأَ : وَمَا قَدَرُوا اللَّهَ حَقَّ قَدْرِهِ وَالْأَرْضُ جَمِيعًا قَبْضَتُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَالسَّمَاوَاتُ مَطْوِيَّاتٌ بِيَمِينِهِ ۚ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَىٰ عَمَّا يُشْرِكُونَ
Seorang ulama Yahudi datang kepada Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dia berkata, ‘Wahai Muhammad atau wahai Abul Qâsim, kami mendapati (dalam Taurat) bahwa Allâh meletakkan langit-langit di atas satu jari, bumi-bumi di atas satu jari, pohon-pohon di atas satu jari, air di atas satu jari, tanah di atas satu jari, dan seluruh makhluk di atas satu jari, kemudian Dia berfirman, ‘Aku-lah Raja. Aku-lah Raja.’ Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tertawa (sehingga gigi gerahamnya terlihat) karena senang mengakui kebenaran ucapan ulama Yahudi tersebut. Kemudian beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca firman Allâh Azza wa Jalla , “Dan mereka tidak mengagungkan Allâh dengan pengagungan yang semestinya, padahal bumi seluruhnya dalam genggaman-Nya pada hari Kiamat dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya. Maha Suci Dia dan Maha Tinggi Dia dari apa yang mereka persekutukan.” [az-Zumar/39:67]
TAKHRIJ HADITS
Hadits ini shahih. Diriwayatkan oleh:
al-Bukhari dalam Shahîh-nya (no. 4811, 7414, 7415, 7451, 7513),
Muslim dalam Shahîh-nya (no. 2786),
Ahmad (1/429, 457),
an-Nasâ-i dalam Kitab at-Tafsîr (no. 470, 471, 472) dan as-Sunan al-Kubra (no. 11386-11388),
at-Tirmidzi dalam Sunannya (no. 3238, 3239),
Ibnu Khuzaimah dalam at-Tauhîd (1/180-181 no. 123, 124, 128),
Ibnu Abi ‘Ashim dalam Kitab as-Sunnah (no. 541-544),
al-Âjurri dalam asy-Syari’ah (no. 736, 737, 738),
al-Lâlikâ-i dalam Syarh Ushûl I’tiqâd Ahlis Sunnah wal Jamâ’ah (no. 706),
‘Abdullah bin Imam Ahmad dalam Kitâbus Sunnah (no. 490),
al-Baihaqi dalam al-Asmâ’ was Shifât (II/68-69),
Ibnu Mandah dalam ar-Radddu ‘alal Jahmiyyah (no. 64).
at-Thabari dalam tafsirnya (no. 30217-30219).
Hadits ini diriwayatkan juga dari Shahabat Ibnu ‘Umar Radhiyallahu anhu, Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, dan Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu anhu .
عَنِ عَبْدِ الله بْنِ عُمَر قَال : قَال رَسُوْل الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : يَطْوِي الله السَّمَاوَاتِ يَوْمَ الْـقِيَامَةِ ، ثُمَّ يَأْخُذُهُنَّ بِيَدِهِ الْـيُمْنَى ، ثُمَّ يَقُوْلُ: أَنَا الْـمَلِكُ ، أَيْنَ الْـجَبَّارُوْن ؟ أَيْنَ الْـمُتَكَبِّرُوْن ؟ ثُمَّ يَطْوِي الْأَرَضِيْنَ بِشِمَالِهِ ، ثُمَّ يَقُوْلُ: أَنَا الْـمَلِكُ ، أَيْنَ الْـجَبَّارُوْنَ ؟ أَيْنَ الْـمُتَكَبِّرُوْن ؟
Dari ‘Abdullah bin ‘Umar Radhiyallahu anhuma , Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam besabda, “Pada hari Kiamat Allâh menggulung langit-langit kemudian mengambilnya dengan tangan kanan-Nya, kemudian Dia berfirman, “Aku adalah Maharaja, dimana orang-orang yang menyombongkan diri ? Kemudian Allâh menggulung bumi (yang berlapis tujuh), kemudian Dia mengambilnya dengan tangan kiri-Nya, kemudian Dia berfirman, ‘Aku adalah Maharaja, dimana orang-orang yang menyombongkan diri ? Dimana orang-orang yang merasa besar (angkuh) dan menolak kebenaran ?’”[1]
MAKNA MUFRADAT
حَبْرٌ (habrun) artinya seorang dari pendeta yahudi. Dia lihai dalam mengolah, membaguskan dan memperindah pembicaraan. Dinamakan habr (orang alim) karena ilmunya berpengaruh ke dalam hati manusia.
اَلثَّرَى : (ats-tsara) artinya tanah yang basah, dan maksudnya di sini adalah bumi.
سَائِرُ الْـخَلْق : (sâ-irul khalq) artinya yang tersisa dari mereka (dari makhluk yang lain).
الشَّجَرُ : (asy-syajaru) artinya tumbuhan yang mempunyai batang yang kuat, seperti pohon kurma dan yang lain. Maksudnya semua jenis pohon.
نَوَاجِذُهُ : (nawâjidzuhu), jamak dari نَاجِذٌ (nâjidzun), yaitu gigi geraham yang paling ujung, ada yang mengatakan : gigi taring. Ada juga yang mengatakan, apa yang ada di antara gigi seri dan gigi geraham. Ada pula yang mengatakan, gigi yang terlihat pada saat tertawa.
يَهُزُّهُنَّ : (yahuzzuhunna), yaitu menggerakkannya.
اَلْجّبَّارُوْنَ : (al-jabbârûn), jamak dari jabbâr, yaitu yang sombong dan berkuasa.
اَلْـمُتَكَبِّرُوْن : (al-mutakabbirûn), jama’ dari Mutakabbir, yaitu orang yang merasa dirinya besar (angkuh) dan menolak kebenaran.
SYARAH HADITS
Seorang ‘alim dari ulama Yahudi menyebutkan kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam apa yang mereka dapatkan dalam kitab mereka, Taurat, yaitu penjelasan tentang keagungan Allâh, kecilnya semua makhluk di hadapan-Nya Azza wa Jalla, dan bahwa Allâh meletakkannya di atas jari jemari-Nya. Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam membenarkannya, senang dengannya, dan membacakan ayat al-Qur’ân yang membenarkannya.
Hadits-hadits di atas dan yang semakna dengannya menunjukkan keagungan Allâh Azza wa Jalla , keagungan kekuasaan-Nya. Allâh Azza wa Jalla telah memperkenalkan diri-Nya kepada para hamba-Nya dengan sifat-sifat-Nya dan keajaiban makhluk-makhluk-Nya. Semuanya menunjukkan dan mengenalkan kesempurnaan-Nya, bahwa Dia satu-satunya yang berhak diibadahi, tidak ada sekutu bagi-Nya dalam rububiyyah dan uluhiyyah-Nya. Firman Allâh Azza wa Jalla :
ذَٰلِكَ بِأَنَّ اللَّهَ هُوَ الْحَقُّ وَأَنَّ مَا يَدْعُونَ مِنْ دُونِهِ الْبَاطِلُ وَأَنَّ اللَّهَ هُوَ الْعَلِيُّ الْكَبِيرُ
Demikianlah, karena sesungguhnya Allâh, Dia-lah yang hak dan sesungguhnya apa saja yang mereka seru selain dari Allâh itulah yang batil; dan sesungguhnya Allâh Dialah Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar. [Luqmân/31:30]
سَنُرِيهِمْ آيَاتِنَا فِي الْآفَاقِ وَفِي أَنْفُسِهِمْ حَتَّىٰ يَتَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُ الْحَقُّ ۗ أَوَلَمْ يَكْفِ بِرَبِّكَ أَنَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ شَهِيدٌ
Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa al-Qur’ân itu benar. Dan apakah Rabbmu tidak cukup (bagi kamu) bahwa sesungguhnya Dia menyaksikan segala sesuatu.” [Fush-shilat/41:53]
Hadits-hadits di atas menetapkan sifat-sifat bagi Allâh sesuai dengan kebesaran dan kemuliaan-Nya dengan tanpa tamtsîl dan juga menetapkan kesucian Allâh Azza wa Jalla dari sifat-sifat yang tidak layak tanpa ta’thîl. Inilah yang ditunjukkan oleh nash-nash al-Qur’ân dan as-Sunnah, yang diyakini oleh salaful ummah dan para Imam mereka, dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, serta meneladani jejak mereka di atas Islam dan iman.
Perhatikanlah apa yang terkandung dalam hadits-hadits shahih ini, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengagungkan Rabb-nya dengan menyebutkan sifat-sifat kesempurnaan-Nya sesuai dengan keagungan dan kemuliaan-Nya. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam membenarkan berita orang-orang Yahudi tentang sifat-sifat Allâh yang menunjukkan kebesaran-Nya.
Perhatikanlah hadits-hadits ini, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menetapkan sifat ‘uluww (sifat ketinggian) bagi AllâhAzza wa Jalla di atas ‘Arsy-Nya. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda tentang sifat-sifat Allâh dengan jelas dan tegas.
Menetapkan sifat tangan bagi Allâh Azza wa Jalla , menetapkan sifat jari-jemari Allâh Azza wa Jalla . Sesungguhnya Allâh Mahabesar, semua makhluk-Nya berada di jari-jemari Allâh Azza wa Jalla , langit dan bumi digenggam di tangan kanan Allâh Yang Maha Mulia dan Maha Besar. Langit digulung oleh Allâh Azza wa Jalla seperti menggulung lembaran kertas. Allâh Azza wa Jalla berfirman :
يَوْمَ نَطْوِي السَّمَاءَ كَطَيِّ السِّجِلِّ لِلْكُتُبِ ۚ كَمَا بَدَأْنَا أَوَّلَ خَلْقٍ نُعِيدُهُ ۚ وَعْدًا عَلَيْنَا ۚ إِنَّا كُنَّا فَاعِلِينَ
(Yaitu) pada hari Kami menggulung langit sebagai menggulung lembaran-lembaran kertas. Sebagaimana Kami telah memulai penciptaan pertama begitulah Kami akan mengulanginya. Itulah janji yang pasti Kami tepati;sesungguhnya Kamilah yang akan melaksanakannya.” [al-Anbiyâ’/21:104]
Kita wajib menetapkan semua sifat-sifat Allâh sebagaimana yang Allâh Azza wa Jalla tetapkan dalam al-Qur’ân dan ditetapkan oleh Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Tidak boleh seorang pun mengingkarinya, mentakwil atau mentahrif (memalingkan dari makna yang sebenarnya kepada makna yang lain) dan tidak boleh tamtsil atau tasybih (menyamakan Allâh dengan makhluk-Nya).
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ ۖ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
… Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia dan Dia-lah Yang Mahamendengar dan Mahamelihat.” [asy-Syûrâ/42:11]
Para Shahabat Radhiyallahu anhum menerima sifat-sifat Rabb yang dijelaskan dan ditetapkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berupa sifat-sifat kesempurnaan dan sifat-sifat keagungan; Mereka mengimaninya; Mereka beriman kepada kitab Allâh dan sifat-sifat Allâh yang Maha Mulia lagi Maha tinggi yang terkandung di dalamnya, sebagaimana Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
وَالرَّاسِخُونَ فِي الْعِلْمِ يَقُولُونَ آمَنَّا بِهِ كُلٌّ مِنْ عِنْدِ رَبِّنَا
… Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata, ‘Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyâbihât, semuanya itu dari sisi Rabb kami …. ” [Ali ‘Imrân/3:7]
Demikian pula para tabi’in dan tabi’ut tabi’in, para Imam, baik dari kalangan ahli hadits maupun ahli fiqih, seluruhnya menyifati Allâh Azza wa Jalla dengan sifat-sifat yang Allâh sematkan dan tetapkan untuk diri-Nya serta sifat-sifat yang dipergunakan oleh Rasul-Nya untuk Allâh Azza wa Jalla. Mereka tidak memungkiri sifat-sifat Allâh Azza wa Jalla sedikitpun.
Tidak ada seorang pun dari mereka yang berkata, “Maksud dari ayat-ayat tentang sifat ini bukanlah zhahirnya atau bukan yang tersurat.”
Tidak ada juga yang mengatakan bahwa menetapkan ataupun mengakui sifat-sifat itu sebagai sifat bagi Allâh Azza wa Jalla berarti menyamakan Allâh dengan makhluk. Bahkan sebaliknya, mereka sangat mengingkari siapa saja yang mengatakan demikian dengan pengingkaran yang keras. Demi membantah syubhat-syubhat ini mereka menulis kitab-kitab besar yang terkenal yang ada di tangan Ahlus Sunnah wal Jama’ah.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata, “Ini adalah kitab Allâh Azza wa Jalla , dari awal hingga akhir, Sunnah Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam , perkataan para Shahabat g dan tabi’in, perkataan Ulama-ulama lainnya menetapkan, baik dalam bentuk nash maupun dalam bentuk zhahir bahwa Allâh di atas segala sesuatu, di atas langit-Nya, Allâh di atas ‘Arsy-Nya, bersemayam di atasnya, sebagaimana firman Allâh Azza wa Jalla :
لَيْهِ يَصْعَدُ الْكَلِمُ الطَّيِّبُ وَالْعَمَلُ الصَّالِحُ يَرْفَعُهُ
…KepadaNya-lah naik perkataan-perkataan yang baik dan amal yang shalih dinaikkan-Nya… [Fâthir/35:10]
Firman Allâh Subhanahu wa Ta’ala :
أَأَمِنْتُمْ مَنْ فِي السَّمَاءِ أَنْ يَخْسِفَ بِكُمُ الْأَرْضَ فَإِذَا هِيَ تَمُورُ﴿١٦﴾أَمْ أَمِنْتُمْ مَنْ فِي السَّمَاءِ أَنْ يُرْسِلَ عَلَيْكُمْ حَاصِبًا ۖ فَسَتَعْلَمُونَ كَيْفَ نَذِيرِ
Apakah kamu merasa aman dari Allâh yang (berkuasa) di langit bahwa Dia akan menjungkirbalikkan bumi bersama kamu sehingga dengan tiba-tiba bumi itu bergoncang? Atau apakah kamu merasa aman dari Allâh yang (berkuasa) di langit bahwa Dia akan mengirimkan badai yang berbatu. Maka kelak kamu akan mengetahui bagaimana (akibat mendustakan) peringatan-Ku.” [al-Mulk/67:16-17][2]
Firman Allâh Azza wa Jalla :
يُدَبِّرُ الْأَمْرَ مِنَ السَّمَاءِ إِلَى الْأَرْضِ ثُمَّ يَعْرُجُ إِلَيْهِ فِي يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ أَلْفَ سَنَةٍ مِمَّا تَعُدُّونَ
Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik kepadanya dalam satu hari yang kadarnya adalah seribu tahun menurut perhitunganmu [as-Sajdah/32:5]
يَخَافُونَ رَبَّهُمْ مِنْ فَوْقِهِمْ
Mereka takut kepada Rabb mereka yang di atas mereka... [an-Nahl/16:50]
تَنْزِيلًا مِمَّنْ خَلَقَ الْأَرْضَ وَالسَّمَاوَاتِ الْعُلَى﴿٤﴾الرَّحْمَٰنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَىٰ
Yaitu diturunkan dari Allâh yang menciptakan bumi dan langit yang tinggi. (Yaitu) Rabb yang Maha Pemurah yang bersemayam di atas ‘Arsy. [Thâhâ/20:4-5]
Para Imam rahimahullah telah menyebutkan perkataan-perkataan pada Shahabat dan tabi’in dalam kitab-kitab yang mereka susun untuk membantah orang-orang yang mengingkari sifat-sifat Allâh Azza wa Jalla seperti kalangan Jahmiyyah, Mu’tazilah, Asy’ariyyah dan semisal mereka.
Diriwayatkan Sufyan bin Uyainah rahimahullah bahwa dia berkata, ‘Ketika Rabi’ah bin Abdurrahman ditanya, ‘Bagaimana Allâh bersemayam ?’ Dia menjawab, ‘Bersemayam telah diketahui, bagaimananya tidak diketahui, dari Allâh risâlah, tugas Rasul menyampaikan, dan kewajiban kita adalah mengimani.’”[3]
Ibnu Wahab rahimahullah berkata, ‘Kami pernah duduk bersama Imam Mâlik rahimahullah , kemudian seorang laki-laki masuk dan berkata, “Wahai Abu Abdullah, “(yaitu) Rabb Yang Mahapemurah yang bersemayam di atas ‘Arsy.” Bagaimana Dia bersemayam ?’ Imam Malik rahimahullah tertunduk dan berkeringat, lalu dia menjawab, “Rabb Yang Maha Pemurah yang bersemayam di atas ‘Arasy. adalah sebagaimana yang Allâh sifatkan untuk Diri-Nya, dan tidak pantas bertanya bagaimana ? Karena tentang bagaimananya tidak dapat diketahui. Kamu adalah pelaku bid’ah. Keluarkan dia !” Diriwayatkan oleh al-Baihaqi dalam Asmâ was Shifât dengan sanad shahih dari Ibnu Wahab. Dia juga meriwayatkannya dari Yahya bin Yahya, dan lafazhnya, Mâlik rahimahullah menjawab, “Bersemayam telah diketahui, bagaimananya tidak diketahui, beriman kepadanya adalah wajib, dan bertanya tentangnya adalah bid’ah.”[4]
adz-Dzahabi rahimahullah berkata, “Lihatlah mereka, bagaimana mereka menetapkan sifat bersemayam bagi Allâh Azza wa Jalla . Mereka mengabarkan bahwa makna bersemayam itu telah diketahui, lafazhnya tidak memerlukan penafsiran, dan mereka menafikan pengetahuan tentang bagaimana sifat (cara) bersemayam tersebut.[5]
Dari Ali bin al-Husain bin Syaqiq, dia berkata, aku mendengar Abdullah bin al-Mubarak rahimahullah berkata :
نَعْرِفُ رَبَّـنَا بِأَنَّـهُ فَوْقَ سَبْعِ سَمَـاوَاتِهِ عَلَى الْـعَرْشِ اسْتَوَى ، بَائِنٌ مِنْ خَلْقِهِ وَلاَ نَقُوْلُ كَمَـا قَالَتِ الْـجَهْمِيَّةُ
Kami mengenal Rabb kami bahwa Dia di atas langit-Nya yang tujuh, bersemayam di atas ‘Arsy, terpisah dari makhluk-Nya, dan kami tidak berkata seperti perkataan Jahmiyyah.”[6]
al-Auzâ’i rahimahullah berkata, “Kami berkata –dengan para tabi’in yang berjumlah besar (banyak)-, ‘Sesungguhnya Allâh Subhanahu wa Ta’ala terpisah dari makhluk-Nya, dan kami beriman kepada apa yang tercantum di dalam as-Sunnah.”[7]
Kemudian dia menyebutkan dengan sanadnya, dari Mâlik, dia berkata, “Allâh di langit dan ilmu-Nya di segala tempat.”
al-Hafizh adz-Dzahabi rahimahullah berkata, “Orang yang pertama kali terdengar darinya ucapan pengingkaran terhadap keberadaan Allâh di atas ‘Arsy adalah al-Ja’ad bin Dirham. Dia juga mengingkari sseluruh sifat-sifat Allâh Azza wa Jalla, kemudian ia dibunuh oleh Khalid bin ‘Abdullah al-Qasri, sebagaimana kisahnya terkenal.
Lalu tokoh Jahmiyyah yaitu Jahm bin Shafwan mengambil perkataan (keyakinan) ini darinya. Kemudian ia memunculkannya dan berhujjah dengan syubhat-syubhat. Hal itu terjadi di akhir masa tabi’in, maka ucapannya diingkari oleh para Imam di masa itu, seperti al-Auzâ’i rahimahullah, Abu Hanîfah rahimahullah, Mâlik rahimahullah, al-Laits bin Sa’ad rahimahullah, ats-Tsauri rahimahullah, Hammad bin Zaid rahimahullah, Hammad bin Salamah, Ibnul Mubârak dan imam-imam pembawa panji hidayah sesudah mereka.
Imam asy-Syâfi’i rahimahullah berkata, “Allâh Azza wa Jalla mempunyai nama-nama dan sifat-sifat. Tidak patut bagi seseorang pun untuk menolaknya. Barangsiapa menyelisihinya setelah hujjah tegak atasnya, maka dia kafir. Adapun sebelum tegaknya hujjah, maka dia masih bisa dimaklumi karena kejahilan. Kami menetapkan sifat-sifat ini dan menafikan tasybîh dari-Nya sebagaimana Allâh menafikan tasybîh dari Diri-Nya. Allâh Azza wa Jalla berfirman :
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ ۖ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
“…Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia dan Dia-lah Yang Mahamendengar dan Mahamelihat.” [asy-Syûrâ/42:11][8]
وَلِلَّهِ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَىٰ فَادْعُوهُ بِهَا ۖ وَذَرُوا الَّذِينَ يُلْحِدُونَ فِي أَسْمَائِهِ ۚ سَيُجْزَوْنَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
Dan Allâh memiliki Asma-ul Husna (nama-nama terbaik), maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut Asma-ul Husna itu dan tinggalkanah orang-orang yang menyalahartikan nama-nama-Nya. Mereka kelak akan mendapat balasan terhadap apa yang mereka kerjakan. [al-A’râf/7:180]
Allâh Azza wa Jalla menetapkan nama-nama dan sifat. Allâh Azza wa Jalla menetapkan bagi diri-Nya sifat mendengar, melihat, hidup, berkuasa, memiliki dua tangan, wajah, ilmu, dan sifat-sifat lainnya. Allâh menetapkan bagi diri-Nya semua sifat-sifat yang sempurna. Maka barangsiapa mengingkari atau menakwilkan berarti dia telah berbuat ilhâd (mengingkari nama-nama dan sifat-sifat-Nya).