This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences. Now replace these with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences. Now replace these with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences. Now replace these with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences. Now replace these with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences. Now replace these with your own descriptions.

Tampilkan postingan dengan label Anak Bukan Sekedar Perpanjangan Mimpi Orangtua. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Anak Bukan Sekedar Perpanjangan Mimpi Orangtua. Tampilkan semua postingan

Kamis, 15 September 2022

Anak Bukan Sekedar Perpanjangan Mimpi Orangtua

Saat kecil tidak semua “suara” anak akan di dengarkan oleh orangtuanya. Tidak banyak juga orangtua yang secara perlahan membentuk “suara” anak agar sama dengan “suara”nya. Suara yang di selimuti obsesi pribadi, orangtua mengharapkan agar apa yang dulu tidak sempat dia dapatkan saat ia kecil. Bisa di raih oleh sang anak pada saat ini. Kalau dulu orangtua tidak bisa bermain piano, sekarang orangtua mengharapkan sang anak menjadi pianis. Kalau dulu orangtua punya impian menjadi dokter tapi tidak tercapai. Maka orangtua berharap agar buah hatinya menjadi dokter saat ia tumbuh dewasa. Apakah anak hanya sekedar perpanjangan mimpi? Tanpa “menyuarakan” mimpinya? Sejak kecil beberapa dari mereka hanya mengikuti obsesi orangtuanya. Salah satunya obsesi memberikan les di setiap hari, mengikuti jadwal les yang padat. Tapi tidak sesuai minat dan bakat, les matematika yang berat padahal mereka sukanya les menari. Mereka menghabiskan waktu untuk les pelajaran matematika dengan mati-matian. Tapi nilai yang di dapatkan hanya apa adanya, sedangkan untuk les menari yang lebih di sukai. Tidak di berikan kesempatan untuk di perdalam sehingga akhirnya tidak tersalurkan.
Saat kecil tidak semua “suara” anak akan di dengarkan oleh orangtuanya. Tidak banyak juga orangtua yang secara perlahan membentuk “suara” anak agar sama dengan “suara”nya. Suara yang di selimuti obsesi pribadi, orangtua mengharapkan agar apa yang dulu tidak sempat dia dapatkan saat ia kecil. Bisa di raih oleh sang anak pada saat ini. Kalau dulu orangtua tidak bisa bermain piano, sekarang orangtua mengharapkan sang anak menjadi pianis. Kalau dulu orangtua punya impian menjadi dokter tapi tidak tercapai. Maka orangtua berharap agar buah hatinya menjadi dokter saat ia tumbuh dewasa.

Saat kecil tidak semua “suara” anak akan di dengarkan oleh orangtuanya. Tidak banyak juga orangtua yang secara perlahan membentuk “suara” anak agar sama dengan “suara”nya. Suara yang di selimuti obsesi pribadi, orangtua mengharapkan agar apa yang dulu tidak sempat dia dapatkan saat ia kecil. Bisa di raih oleh sang anak pada saat ini. Kalau dulu orangtua tidak bisa bermain piano, sekarang orangtua mengharapkan sang anak menjadi pianis. Kalau dulu orangtua punya impian menjadi dokter tapi tidak tercapai. Maka orangtua berharap agar buah hatinya menjadi dokter saat ia tumbuh dewasa. Apakah anak hanya sekedar perpanjangan mimpi? Tanpa “menyuarakan” mimpinya? Sejak kecil beberapa dari mereka hanya mengikuti obsesi orangtuanya. Salah satunya obsesi memberikan les di setiap hari, mengikuti jadwal les yang padat. Tapi tidak sesuai minat dan bakat, les matematika yang berat padahal mereka sukanya les menari. Mereka menghabiskan waktu untuk les pelajaran matematika dengan mati-matian. Tapi nilai yang di dapatkan hanya apa adanya, sedangkan untuk les menari yang lebih di sukai. Tidak di berikan kesempatan untuk di perdalam sehingga akhirnya tidak tersalurkan.

Apakah anak hanya sekedar perpanjangan mimpi? Tanpa “menyuarakan” mimpinya?

Sejak kecil beberapa dari mereka hanya mengikuti obsesi orangtuanya. Salah satunya obsesi memberikan les di setiap hari, mengikuti jadwal les yang padat. Tapi tidak sesuai minat dan bakat, les matematika yang berat padahal mereka sukanya les menari. Mereka menghabiskan waktu untuk les pelajaran matematika dengan mati-matian. Tapi nilai yang di dapatkan hanya apa adanya, sedangkan untuk les menari yang lebih di sukai. Tidak di berikan kesempatan untuk di perdalam sehingga akhirnya tidak tersalurkan.


referensi : 


Saat kecil tidak semua “suara” anak akan di dengarkan oleh orangtuanya. Tidak banyak juga orangtua yang secara perlahan membentuk “suara” anak agar sama dengan “suara”nya. Suara yang di selimuti obsesi pribadi, orangtua mengharapkan agar apa yang dulu tidak sempat dia dapatkan saat ia kecil. Bisa di raih oleh sang anak pada saat ini. Kalau dulu orangtua tidak bisa bermain piano, sekarang orangtua mengharapkan sang anak menjadi pianis. Kalau dulu orangtua punya impian menjadi dokter tapi tidak tercapai. Maka orangtua berharap agar buah hatinya menjadi dokter saat ia tumbuh dewasa.

Anak Bukan Sekedar Perpanjangan Mimpi Orangtua

Apakah anak hanya sekedar perpanjangan mimpi? Tanpa “menyuarakan” mimpinya?

Sejak kecil beberapa dari mereka hanya mengikuti obsesi orangtuanya. Salah satunya obsesi memberikan les di setiap hari, mengikuti jadwal les yang padat. Tapi tidak sesuai minat dan bakat, les matematika yang berat padahal mereka sukanya les menari. Mereka menghabiskan waktu untuk les pelajaran matematika dengan mati-matian. Tapi nilai yang di dapatkan hanya apa adanya, sedangkan untuk les menari yang lebih di sukai. Tidak di berikan kesempatan untuk di perdalam sehingga akhirnya tidak tersalurkan.

Saat kecil tidak semua “suara” anak akan di dengarkan oleh orangtuanya. Tidak banyak juga orangtua yang secara perlahan membentuk “suara” anak agar sama dengan “suara”nya. Suara yang di selimuti obsesi pribadi, orangtua mengharapkan agar apa yang dulu tidak sempat dia dapatkan saat ia kecil. Bisa di raih oleh sang anak pada saat ini. Kalau dulu orangtua tidak bisa bermain piano, sekarang orangtua mengharapkan sang anak menjadi pianis. Kalau dulu orangtua punya impian menjadi dokter tapi tidak tercapai. Maka orangtua berharap agar buah hatinya menjadi dokter saat ia tumbuh dewasa. Apakah anak hanya sekedar perpanjangan mimpi? Tanpa “menyuarakan” mimpinya? Sejak kecil beberapa dari mereka hanya mengikuti obsesi orangtuanya. Salah satunya obsesi memberikan les di setiap hari, mengikuti jadwal les yang padat. Tapi tidak sesuai minat dan bakat, les matematika yang berat padahal mereka sukanya les menari. Mereka menghabiskan waktu untuk les pelajaran matematika dengan mati-matian. Tapi nilai yang di dapatkan hanya apa adanya, sedangkan untuk les menari yang lebih di sukai. Tidak di berikan kesempatan untuk di perdalam sehingga akhirnya tidak tersalurkan.Saat kecil tidak semua “suara” anak akan di dengarkan oleh orangtuanya. Tidak banyak juga orangtua yang secara perlahan membentuk “suara” anak agar sama dengan “suara”nya. Suara yang di selimuti obsesi pribadi, orangtua mengharapkan agar apa yang dulu tidak sempat dia dapatkan saat ia kecil. Bisa di raih oleh sang anak pada saat ini. Kalau dulu orangtua tidak bisa bermain piano, sekarang orangtua mengharapkan sang anak menjadi pianis. Kalau dulu orangtua punya impian menjadi dokter tapi tidak tercapai. Maka orangtua berharap agar buah hatinya menjadi dokter saat ia tumbuh dewasa. Saat kecil tidak semua “suara” anak akan di dengarkan oleh orangtuanya. Tidak banyak juga orangtua yang secara perlahan membentuk “suara” anak agar sama dengan “suara”nya. Suara yang di selimuti obsesi pribadi, orangtua mengharapkan agar apa yang dulu tidak sempat dia dapatkan saat ia kecil. Bisa di raih oleh sang anak pada saat ini. Kalau dulu orangtua tidak bisa bermain piano, sekarang orangtua mengharapkan sang anak menjadi pianis. Kalau dulu orangtua punya impian menjadi dokter tapi tidak tercapai. Maka orangtua berharap agar buah hatinya menjadi dokter saat ia tumbuh dewasa. Apakah anak hanya sekedar perpanjangan mimpi? Tanpa “menyuarakan” mimpinya? Sejak kecil beberapa dari mereka hanya mengikuti obsesi orangtuanya. Salah satunya obsesi memberikan les di setiap hari, mengikuti jadwal les yang padat. Tapi tidak sesuai minat dan bakat, les matematika yang berat padahal mereka sukanya les menari. Mereka menghabiskan waktu untuk les pelajaran matematika dengan mati-matian. Tapi nilai yang di dapatkan hanya apa adanya, sedangkan untuk les menari yang lebih di sukai. Tidak di berikan kesempatan untuk di perdalam sehingga akhirnya tidak tersalurkan. Apakah anak hanya sekedar perpanjangan mimpi? Tanpa “menyuarakan” mimpinya? Sejak kecil beberapa dari mereka hanya mengikuti obsesi orangtuanya. Salah satunya obsesi memberikan les di setiap hari, mengikuti jadwal les yang padat. Tapi tidak sesuai minat dan bakat, les matematika yang berat padahal mereka sukanya les menari. Mereka menghabiskan waktu untuk les pelajaran matematika dengan mati-matian. Tapi nilai yang di dapatkan hanya apa adanya, sedangkan untuk les menari yang lebih di sukai. Tidak di berikan kesempatan untuk di perdalam sehingga akhirnya tidak tersalurkan.    referensi :    Saat kecil tidak semua “suara” anak akan di dengarkan oleh orangtuanya. Tidak banyak juga orangtua yang secara perlahan membentuk “suara” anak agar sama dengan “suara”nya. Suara yang di selimuti obsesi pribadi, orangtua mengharapkan agar apa yang dulu tidak sempat dia dapatkan saat ia kecil. Bisa di raih oleh sang anak pada saat ini. Kalau dulu orangtua tidak bisa bermain piano, sekarang orangtua mengharapkan sang anak menjadi pianis. Kalau dulu orangtua punya impian menjadi dokter tapi tidak tercapai. Maka orangtua berharap agar buah hatinya menjadi dokter saat ia tumbuh dewasa. Anak Bukan Sekedar Perpanjangan Mimpi Orangtua Apakah anak hanya sekedar perpanjangan mimpi? Tanpa “menyuarakan” mimpinya? Sejak kecil beberapa dari mereka hanya mengikuti obsesi orangtuanya. Salah satunya obsesi memberikan les di setiap hari, mengikuti jadwal les yang padat. Tapi tidak sesuai minat dan bakat, les matematika yang berat padahal mereka sukanya les menari. Mereka menghabiskan waktu untuk les pelajaran matematika dengan mati-matian. Tapi nilai yang di dapatkan hanya apa adanya, sedangkan untuk les menari yang lebih di sukai. Tidak di berikan kesempatan untuk di perdalam sehingga akhirnya tidak tersalurkan.  Sudah Tahu? Indahnya Mendidik Anak Dengan Hati 10 September 2020 Mendidik Anak Dengan Hati dari Metode Montessori adalah metode pendidikan yang di kembangkan oleh Maria Montessori, seorang dokter Italia. Metode ini sudah di pakai lebih dari 100 tahun, dan di terapkan di berbagai negara, terutama di Amerika. Apa isinya? Dalam Metode Montessori seorang anak di pandang sebagai sosok yang haus pengetahuan.  Jadi, anak akan mencari pengetahuan untuk dirinya. Orang tua sebenarnya tidak perlu mengajari, tidak perlu menjejali anak dengan pengetahuan. Orang tua dan guru cukup menyediakan lingkungan di mana anak bisa melakukan eksplorasi. Perhatikan bahwa menjejali anak dengan pengetahuan saja tidak perlu, apalagi menyuruh mereka menghafal. Anak adalah sosok yang bebas. Maka bebaskan mereka. Biarkan mereka melakukan eksplorasi dan menemukan sendiri. Coba ingat pengalaman masa kecil Anda. Ketika Anda menemukan sesuatu, ketika Anda tahu sesuatu dari hasil eksplorasi Anda sendiri, bukankah pengetahuan itu kekal melekat di benak Anda? itu sebenarnya proses mendidik anak yang tanpa di sadari.      Referensi : Anak Bukan Sekedar Perpanjangan Mimpi Orangtua, Sudah Tahu? Indahnya Mendidik Anak Dengan Hati 10 September 2020 Mendidik Anak Dengan Hati dari Metode Montessori adalah metode pendidikan yang di kembangkan oleh Maria Montessori, seorang dokter Italia. Metode ini sudah di pakai lebih dari 100 tahun, dan di terapkan di berbagai negara, terutama di Amerika. Apa isinya? Dalam Metode Montessori seorang anak di pandang sebagai sosok yang haus pengetahuan.  Jadi, anak akan mencari pengetahuan untuk dirinya. Orang tua sebenarnya tidak perlu mengajari, tidak perlu menjejali anak dengan pengetahuan. Orang tua dan guru cukup menyediakan lingkungan di mana anak bisa melakukan eksplorasi. Perhatikan bahwa menjejali anak dengan pengetahuan saja tidak perlu, apalagi menyuruh mereka menghafal. Anak adalah sosok yang bebas. Maka bebaskan mereka. Biarkan mereka melakukan eksplorasi dan menemukan sendiri. Coba ingat pengalaman masa kecil Anda. Ketika Anda menemukan sesuatu, ketika Anda tahu sesuatu dari hasil eksplorasi Anda sendiri, bukankah pengetahuan itu kekal melekat di benak Anda? itu sebenarnya proses mendidik anak yang tanpa di sadari.



Referensi : Anak Bukan Sekedar Perpanjangan Mimpi Orangtua