Berbuat salah bukanlah sesuatu yang aneh dari seorang hamba. Allah Swt telah menetapkan bahwa setiap anak Adam pasti berdosa. Dia berfirman dalam hadis qudsi:
يَا عِبَادِي إِنَّكُمْ تُخْطِئُونَ بِاللَّيْلِ وَالنَّهَارِ
Wahai hamba-Ku, sesungguhnya kalian semuanya melakukan dosa pada malam dan siang hari (HR. Muslim no. 2577).
Kendati demikian, Allah tak akan serta-merta menghukum hamba-Nya yang berbuat kesalahan, baik sengaja maupun tidak. Berikut adalah pesan Allah untuk para pendosa:
1. Jangan berputus asa dari rahmat-Ku
Allah menyayangi hamba-Nya melebihi segala-Nya. Ketika seorang muslim berbuat dosa, Allah ingin agar dia kembali menghadap-Nya.
Perbuatan salah bisa dimaknai secara positif. Dengan tergelincirnya seorang muslim kepada perbuatan dosa, Allah ingin dia menyadari bahwa dia bukanlah makhluk yang sempurna, dan Allah ingin menghilangkan rasa sombong dan bangga dengan amalannya.
Imam Ibnu ‘Athaillah As-Sakandari menuliskan dalam salah satu hikmahnya:
رُبَّمَا وَرَدَتْ الظُّلْمُ عَلَيْكَ لِيُعَرِّفَكَ قَدْرَ مَا مَنَّ بِِهِ عَلَيْكَ
Terkadang kamu berbuat zalim karena Allah ingin memberitahumu banyaknya karunia (untuk berbuat ketaatan) yang telah ia berikan kepadamu.
Jika sudah terlanjur berbuat dosa, sengaja maupun tidak, kecil maupun besar, memohon ampun dan bertobat kepada Allah adalah satu-satunya solusi.
Allah melarang hambanya untuk berputus asa dan merasa bahwa Allah tidak akan mengampuninya. Allah berfirman:
قُلْ يٰعِبَادِيَ الَّذِيْنَ اَسْرَفُوْا عَلٰٓى اَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوْا مِنْ رَّحْمَةِ اللّٰهِ اِنَّ اللّٰهَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ جَمِيْعًا
Katakanlah (Nabi Muhammad), “Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas (dengan menzalimi) dirinya sendiri, janganlah berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa semuanya.” (QS. Az-Zumar[39]: 53).
2. Rahmat-Ku lebih besar daripada amarah-Ku
Allah berjanji memaafkan hamba yang mau bertaubat, sebagaimana sabda Rasulullah ﷺ:
لَمَّا خَلَقَ اللَّهُ الْخَلْقَ كَتَبَ فِي كِتَابِهِ فَهُوَ عِنْدَهُ فَوْقَ الْعَرْشِ إِنَّ رَحْمَتِي تَغْلِبُ غَضَبِي
Ketika Allah menciptakan makhluk-Nya, Dia telah menetapkan dalam kitab-Nya yang berada di sisi-Nya, “Sesungguhnya rahmat-Ku mengalahkan amarah-Ku” (HR. Muslim no. 2751).
Syaikh Abu Abdillah Al-Ubay Al-Maliki menjelaskan bahwa “rahmat Allah” bermakna iradah (kehendak) Allah untuk memberi pahala, dan “amarah-Nya” bermakna iradah-Nya untuk menghukum pendosa.
Rahmat Allah selalu mendahului amarah-Nya, berarti Allah lebih mudah mengampuni hamba yang bertobat daripada menghukumnya.
3. Allah mencintai orang yang bertobat dan mau membersihkan diri
Allah berfirman:
اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ التَّوَّابِيْنَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِيْنَ
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertobat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri (QS. Al-Baqarah [2]: 222).
Alih-alih membenci orang yang berbuat dosa, Allah selalu memberi kesempatan untuk berubah, Allah mencintai hamba yang bertobat, yaitu hamba yang menyesali perbuatan dosa, memohon ampun, dan bertekad untuk tidak mengulangi perbuatan dosa tersebut.
Menyucikan diri juga berarti membersihkan diri secara fisik dan membersihkan hati dari syirik dan dosa-dosa.
Allah tidak pernah membiarkan hamba-Nya terlunta-lunta dalam dosa, pintu ampunan-Nya selalu terbuka untuk orang-orang yang bersungguh-sungguh ingin berubah dan memperbaiki diri. Rasulullah ﷺ berpesan:
كُلُّ بَنِي آدَمَ خَطَّاءٌ وَخَيْرُ الْخَطَّائِينَ التَّوَّابُونَ
Setiap anak Adam berbuat salah, dan sebaik-baik orang berbuat salah adalah yang bertobat (HR. Ibnu Majah no. 4251).
Selama nyawa masih dikandung badan, kesempatan untuk berubah selalu ada. Karena sebaik-baik hamba yang berdosa adalah yang bertobat, dan seburuk-buruk hamba yang berdosa adalah yang berputus asa dari ampunan-Nya.