1. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkurban dengan dua ekor domba jantan[1] yang disembelihnya setelah shalat Ied. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan.
مَنْ ذَبَحَ قَبْلَ الصَلاَةَ فَلَيْسَ مِنَ النُّسُكِ فِي شَيءٍ، وَإِنَّمَا هُوَ لَحْمٌ قَدْ مَهُ لأَهْلِه
“Siapa yang menyembelih sebelum shalat maka tidaklah termasuk kurban sedikitpun, akan tetapi hanyalah daging sembelihan biasa yang diberikan untuk keluarganya“[2]
2. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kepada para sahabatnya agar mereka menyembelih jadza’ dari domba, dan tsaniyya dari yang selain domba[3]
Mujasyi bin Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu mengabarkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
إِنَّ الْجَدَعَ مِنَ الضَّأنِ يُوْفِي مِمَّا يُوْفِي مِنْهُ الثَنِيُّ مِنَ الْمَعْزِ
“Sesungguhnya jadza’ dari domba memenuhi apa yang memenuhi tsaniyya dari kambing“[4]
3. Boleh mengakhirkan penyembelihan pada hari kedua dan ketiga setelah Idul Adha, karena hadits yang telah tsabit dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam : (bahwa) beliau bersabda :
كُلُّ أَيَّامِ التَّشْرِيْقِ ذَبَحٌ
“Setiap hari Tasyriq ada sembelihan“[5]
Berkata Ibnul Qayyim rahimahullah :
“Ini adalah madzhabnya Ahmad, Malik dan Abu Hanifah semoga Allah merahmati mereka semua. Berkata Ahmad : Ini merupakan pendapatnya lebih dari satu sahabat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Al-Atsram menyebutkannya dari Ibnu Umar dan Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhum”[6]
4. Termasuk petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bagi orang yang ingin menyembelih kurban agar tidak mengambil rambut dan kulitnya walau sedikit, bila telah masuk hari pertama dari sepuluh hari yang awal bulan Dzulhijjah. Telah pasti larangan yang demikian itu.[7]
Berkata An-Nawawi dalam “Syarhu Muslim” (13/138-39) :
“Yang dimaksud dengan larangan mengambil kuku dan rambut adalah larangan menghilangkan kuku dengan gunting kuku, atau memecahkannya, atau yang selainnya. Dan larangan menghilangkan rambut dengan mencukur, memotong, mencabut, membakar atau menghilangkannya dengan obat tertentu[8] atau selainnya. Sama saja apakah itu rmabut ketiak, kumis, rambut kemaluan, rambut kepala dan selainnya dari rambut-rambut yang berada di tubuhnya”.
Berkata Ibnu Qudamah dalam “Al-Mughni” (11/96) :
“Kalau ia terlanjur mengerjakannya maka hendaklah mohon ampunan pada Allah Ta’ala dan tidak ada tebusan karenanya berdasarkan ijma, sama saja apakah ia melakukannya secara sengaja atau karena lupa”.
Aku katakan :
Penuturan dari beliau rahimahullah mengisyaratkan haramnya perbuatan itu dan sama sekali dilarang (sekali kali tidak boleh melakukannya -ed) dan ini yang tampak jelas pada asal larangan nabi.
5. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam memilih hewan kurban yang sehat, tidak cacat. Beliau melarang untuk berkurban dengan hewan yang terpotong telinganya atau patah tanduknya[9]. Beliau memerintahkan untuk memperhatikan kesehatan dan keutuhan (tidak cacat) hewan kurban, dan tidak boleh berkurban dengan hewan yang cacat matanya, tidak pula dengan muqabalah, atau mudabarah, dan tidak pula dengan syarqa’ ataupun kharqa’ semua itu telah pasti larangannya.[10]
Boleh berkurban dengan domba jantan yang dikebiri karena ada riwayat dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang dibawakan Abu Ya’la (1792) dan Al-Baihaqi (9/268) dengan sanad yang dihasankan oleh Al-Haitsami dalam ” Majma’uz Zawaid” (4/22).
6. Belaiu shallallahu ‘alaihi wa sallam menyembelih kurban di tanah lapang tempat dilaksanakannya shalat.[11]
7. Termasuk petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa satu kambing mencukupi sebagai kurban dari seorang pria dan seluruh keluarganya walaupun jumlah mereka banyak. Sebagaimana yang dikatakan oleh Atha’ bin Yasar[12] : Aku bertanya kepada Abu Ayyub Al-Anshari : “Bagaimana hewan-hewan kurban pada masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ?” Ia menjawab : “Jika seorang pria berkurban dengan satu kambing darinya dan dari keluarganya, maka hendaklah mereka memakannya dan memberi makan yang lain”[13]
8. Disunnahkan bertakbir dan mengucapkan basmalah ketika menyembelih kurban, karena ada riwayat dari Anas bahwa ia berkata :
ضَحَّى النَّبِيُّ بِكَبْشيْنِ أَملَحَيْنِ أَقْرنَيْنِ، ذَبْحَهُمَا بِيَدِهِ، وَسَمَّى وَكَبَّرَ، وَوَضَعَ رِجْلَهُ عَلَى صِفَا حِهِمَا
“Nabi berkurban dengan dua domba jantan yang berwarna putih campur hitam dan bertanduk. beliau menyembelihnya dengan tangannya, dengan mengucap basmalah dan bertakbir, dan beliau meletakkan satu kaki beliau di sisi-sisi kedua domba tersebut“[14]
9. Hewan kurban yang afdhal (lebih utama) berupa domba jantan (gemuk) bertanduk yang berwarna putih bercampur hitam di sekitar kedua matanya dan di kaki-kakinya, karena demikian sifat hewan kurban yang disukai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.[15]
10, Disunnahkan seorang muslim untuk bersentuhan langsung dengan hewan kurbannya (menyembelihnya sendiri) dan dibolehkan serta tidak ada dosa baginya untuk mewakilkan pada orang lain dalam menyembelih hewan kurbannya.[16]
11. Disunnahkan bagi keluarga yang menyembelih kurban untuk ikut makan dari hewan kurban tersebut dan menghadiahkannya serta bersedekah dengannya. Boleh bagi mereka untuk menyimpan daging kurban tersebut, berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
كُلُوا وَادَّخرُوْا وَتَصَدَّقُوْا
“Makanlah kalian, simpanlah dan bersedekahlah“[17]
12. Badanah (unta yang gemuk) dan sapi betina mencukupi sebagai kurban dari tujuh orang. Imam Muslim telah meriwayatkan dalam “Shahihnya” (350) dari Jabir radhiyallahu ‘anhu ia berkata.
نَحَرْنَا بِالْحُدَبِيَّةِ مَعَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ البَذَنَةَ عَنْ سَبْعَةٍ، وَالْبَقَرَةَ عَنْ سَبْعَةٍ
“Di Hudaibiyah kami menyembelih bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam satu unta untuk tujuh orang dan satu sapi betina untuk tujuh orang“.
13. Upah bagi tukang sembelih kurban atas pekerjaannya tidak diberikan dari hewan kurban tersebut, karena ada riwayat dari Ali radhiyallahu ia berkata.
َمَرَ نِيِّ رَسُوْلُ اللّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ أَقُوْمَ عَلَى بُدْنِهِ، وَأَنْ أَتَصَدَّقَ بِلُحُوْ مِهَا وَجُلُوْ دِهَا وَحَلاَ لِهَا وَأَنْ لاَ أَعطَى الجَزِرَ مِنْهَا شَيْئًا، قَالَ : وَنَحْنُ نُعطِيْهِ مِنْ عِنْدِ نَا
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan aku untuk mengurus kurban-kurbannya, dan agar aku bersedekah dengan dagingnya, kulit dan apa yang dikenakannya[18] dan aku tidak boleh memberi tukang sembelih sedikitpun dari hewan kurban itu. Beliau bersabda : Kami akan memberikannya dari sisi kami”[19]
14. Siapa di antara kaum muslimin yang tidak mampu untuk menyembelih kurban, ia akan mendapat pahala orang-orang yang menyembelih dari umat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam karena Nabi berkata ketika menyembelih salah satu domba.
اَللَّهُمَ هَذَا عَنِّى، وَعَمَّنْ لَمْ يُضَحِّ مِنْ اُمَّتِيْ
“Ya Allah ini dariku dan ini dari orang yang tidak menyembelih dari kalangan umatku“[20]
15. Berkata Ibnu Qudamah dalam “Al-Mughni” (11/95) : “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Al-Khulafaur rasyidun sesudah beliau menyembelih kurban. Seandainya mereka tahu sedekah itu lebih utama niscaya mereka menuju padanya…. Dan karena mementingkan/mendahulukan sedekah atas kurban mengantarkan kepada ditinggalkannya sunnah yang ditetapkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
[Disalin dari kitab Ahkaamu Al-‘iidaini Fii Al-Sunnah Al-Muthatharah, edisi Indonesia Hari Raya Bersama Rasulullah oleh Syaikh Ali Hasan bin Ali Abdul Hamid Al-Halabi Al-Atsari, terbitan Putsaka Al-Haura, hal. 47-53, penerjemah Ummu Ishaq Zulfa Husein]
_______
Footnote.
[1] Akan datang dalilnya pada point ke delapan
[2] Riwayat Bukhari (5560) dan Muslim (1961) dan Al-Bara’ bin Azib
[3] Berkata Al-Hafidzh dalam “Fathul Bari” (10/5) : Jadza’ adalah gambaran untuk usia tertentu dari hewan ternak, kalau dari domba adalah yang sempurna berusia setahun, ini adalah ucapan jumhur. Adapula yang mengatakan : di bawah satu tahun, kemudian diperselisihkan perkiraannya, maka ada yang mengatakan 8 dan ada yang mengatakan 10 Tsaniyya dari unta adalah yang telah sempurna berusia 5 tahun, sedang dari sapi dan kambing adalah yang telah sempurna berusia 2 athun. Lihat “Zadul Ma’ad” (2/317).
[4] ‘Shahihul Jami'” (1592), lihat ” Silsilah Al-Ahadits Adl-Dlaifah” (1/87-95).
[5] Dikeluarkan oleh Ahmad (4/8), Al-Baihaqi (5/295), Ibnu Hibban (3854) dan Ibnu Adi dalam “Al-Kamil” (3/1118) dan pada sanadnya ada yang terputus. Diriwayatkan pula oleh Ath-Thabari dalam ‘Mu’jamnya” dengan sanad yang padanya ada kelemahan (layyin). Hadits ini memiliki pendukung yang diriwayatkan Ibnu Adi dalam “Al-Kamil” dari Abi Said Al-Khudri dengan sanad yang padanya ada kelemahan. Hadits ini hasan Insya Allah, lihat ‘Nishur Rayah” (3/61).
[6] Zadul Ma’ad (2/319)
[7] Telah lewat takhrijnya pada halaman 66, lihat ‘Nailul Authar” (5/200-203).
[8] Campuran tertentu yang digunakan untuk menghilangkan rambut.
[9] Sebagaimana diriwayatkan oleh Ahmad (1/83, 127,129 dan 150), Abu Daud (2805), At-Tirmidzi (1504), An-Nasa’i (7/217) Ibnu Majah (3145) dan Al-Hakim (4/224) dari Ali radhiyallahu ‘anhu dengan isnad yang hasan.
[10] Muqabalah adalah hewan yang dipotong bagian depan telinganya. Mudabarah : hewan yang dipotong bagian belakang telinganya. Syarqa : hewan yang terbelah telinganya dan Kharqa : hewan yang sobek telinganya. Hadits tentang hal ini isnadnya hasan diriwayatkan Ahmad (1/80 dan 108) Abu Daud (2804), At-Tirmidzi (4198) An-Nasa’i (7/216) Ibnu Majah(3143) Ad-Darimi (2/77) dan Al-Hakim (4/222) dari hadits Ali radhiyallahu ‘anhu.
[11] Diriwayatkan oleh Al-Bukhari (5552) An-Nasai 97/213) dan Ibnu Majah (3161) dari Ibnu Umar
[12] Wafat tahun (103H) biografisnya bisa dibaca dalam “Tahdzibut Tahdzib” (7/217).
[13] Diriwayatkan At-Tirmidzi (1505) Malik (2/37) Ibnu Majah (3147) dan Al-Baihaqi (9/268) dan isnadnya hasan
[14] Diriwayatkan oleh Bukhari (5558), (5564), (5565), Muslim (1966) dan Abu Daud (2794).
[15] Sebagaimana dalam hadits Aisyah yang diriwayatkan Muslim (1967) dan Abu Daud (2792).
[16] Aku tidak mengetahui adanya perselisihan dalam permasalahan ini di antara ulama, lihat point ke 13
[17] Diriwayatkan oleh Bukhari (5569), Muslim (1971) Abu Daud (2812) dan selain mereka dari Aisyah radhiyallahu ‘anha. Adapun riwayat larangan untuk menyimpan daging kurban masukh (dihapus), lihat ‘Fathul Bari’ (10/25-26) dan “All’tibar” (120-122). Lihat Al-Mughni (11/108) oleh Ibnu Qudamah.
[18] Dalam Al-Qamus yang dimaksud adalah apa yang dikenakan hewan tunggangan untuk berlindung dengannya
[19] Diriwayatkan dengan lafadh ini oleh Muslim (317), Abu Daud (1769) Ad-Darimi (2/73) Ibnu Majah (3099) Al-baihaqi (9/294) dan Ahmad (1/79,123,132 dan 153) Bukhari meriwayatkannya (1716) tanpa lafadh : “Kami akan memberinya dari sisi kami”.
[20] Telah lewat takhrijnya pada halaman 70