Dari ‘Abdullah bin Salâm, ia berkata: “Ketika Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam datang ke Madinah, orang-orang segera pergi menuju beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam (karena ingin melihatnya). Ada yang mengatakan: Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah datang, lalu aku mendatanginya ditengah kerumunan banyak orang untuk melihatnya. Ketika aku melihat wajah Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam , aku mengetahui bahwa wajahnya bukanlah wajah pembohong. Dan yang pertama kali beliau ucapkan adalah, ‘Wahai sekalian manusia, sebarkanlah salam, berikan makan, sambunglah silaturrahim, shalatlah di waktu malam ketika orang-orang tertidur, niscaya kalian akan masuk Surga dengan sejahtera.”
TAKHRIJ HADITS
Hadits ini diriwayatkan oleh at-Tirmidzi (no. 2485); ad-Dârimi (I/340); Ibnu Mâjah (no. 1334 dan 3251); al-Hâkim (III/13), Ahmad (V/451); Ibnu Abi Syaibah dalam al-Mushannaf (VIII/388, no. 25777 dan 26133) dan (XIII/30, no. 36858); ad-Dhiyâ’ dalam al-Mukhtârah (IX/431, no. 400); Abd bin Humaid dalam al-Muntakhab (no. 495), dan lain-lain.
at-Tirmidzi rahimahullah mengatakan, “Hadits ini hasan shahih.”; al-Hâkim berkata, “Shahih sesuai dengan syarat syaikhain (al-Bukhâri dan Muslim).” Dan adz-Dzahabi menyepakatinya. Diriwayatkan juga oleh al-Hâkim (IV/160) dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu.
Imam Nawawi rahimahullah menyetujuinya dalam Riyâdhus Shâlihîn (no. 849). Demikian juga al-Hâfizh Ibnu Hajar menyetujui pernyataan imam at-Tirmidzi dan al-Hâkim dalam kitabnya Fat-hul Bâri Syarah Shahîh al-Bukhâri (XI/19). Dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Silsilah al-Ahâdiits ash-Shahîhah (no. 569).
MUFRADAT HADITS
اِنْجَفَلَ النَّاسُ : Mereka pergi segera menuju kepadanya.
أَفْشُوْا السَّلَامَ : Kata perintah dari al-ifsyâ’, berarti menyebarkan dan menjadikannya umum atau merata.
صِلُوْا الْأَرْحَامَ : Kata perintah dari al-washl, yaitu menyambung dengan terus menerus berbuat baik kepada mereka dengan perkataan, perbuatan, dan lemah lembut. al-Arhâm yaitu semua kerabat dari segi nasab maupun pernikahan (ipar, menantu, mertua).
نِيَامٌ : Jamak dari nâ-im (orang yang tidur).
تَدْخُلُوْا الْجَنَّةَ بِسَلَامٍ : Kalian masuk Surga dengan sejahtera yaitu tanpa didahului adzab sebelumnya.[1]
SYARAH HADITS
1. Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam,( أَفْشُوْا السَّلَامَ) “Sebarkanlah salam.”
Sebarkanlah salam di antara kalian ! Jika engkau melewati saudaramu, ucapkanlah salam kepadanya ! Dan jika dia yang memulai salam kepadamu, maka jawablah salamnya, Allâh Azza wa Jalla berfirman :
وَإِذَا حُيِّيتُمْ بِتَحِيَّةٍ فَحَيُّوا بِأَحْسَنَ مِنْهَا أَوْ رُدُّوهَا
Dan apabila kamu dihormati dengan suatu (salam) penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik, atau balaslah (penghormatan itu, yang sepadan) dengannya…” [an-Nisâ’/4:86]
Menyebarkan salam itu akan menumbuhkan rasa cinta diantara manusia. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
لَا تَدْخُلُوْنَ الْجَنَّةَ حَتَّى تُؤْمِنُوْا ، وَلَا تُؤْمِنُوْا حَتَّى تَحَابُّوْا ، أَوَلَا أَدُلُّكُمْ عَلَى شَيْءٍ إِذَا فَعَلْتُمُوْهُ تَحَابَبْتُمْ ؟ أَفْشُوْا السَّلَامَ بَيْنَكُمْ
Tidak akan masuk surga sampai kalian beriman, dan kalian tidak beriman sampai kalian saling mencintai. Maukah kalian aku tunjukkan sesuatu yang jika kalian kerjakan maka kalian akan saling mencintai ? Sebarkanlah salam di antara kalian.[2]
Karena meninggalkan salam itu menimbulkan rasa cinta, maka sebaliknya meninggalkan salam akan menyebabkan kesedihan. Ini sesuatu yang lumrah pada diri manusia. Jika ada orang yang lewat dan mengucapkan salam kepadamu maka engkau akan merasa senang dan cinta. Namun, jika yang lewat itu tanpa mengucapkan salam, maka engkau akan merasa ragu terhadapnya. Fakta ini menunjukkan bahwa salam memiliki urgensi yang tinggi. Dalam sebuah hadits disebutkan, “Ada seorang yang bertanya kepada Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam , ‘Wahai Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam , Islam yang bagaimanakah yang paling baik ?’ Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab :
تُطْعِمُ الطَّعَامَ ، وَتَقْرَأُ السَّلَامَ عَلَى مَنْ عَرَفْتَ وَعَلَى مَنْ لَمْ تَعْرِفْ.
Engkau memberi makan dan engkau mengucapkan salam kepada orang yang engkau kenal maupun yang tidak kenal.”[3]
Salam juga merupakan hak seorang muslim atas muslim lainnya, sebagaimana dijelaskan oleh Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam
Makna Menyebarkan Salam
Menyebarkan salam maksudnya selalu mengucapkannya setiap kali bertemu atau berjumpa meskipun sudah mengucapkan salam saat perjumpaan sebelumnya. Seorang Muslim yang tidak mau mengucapkan salam setiap kali bertemu dianggap bakhil. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
أَعْجَزُ النَّاسِ مَنْ عَجِزَ فِيْ الدُّعَاءِ وَأَبْخَلُ النَّاسِ مَنْ بَخِلَ بِالسَّلاَمِ.
Selemah-lemah manusia adalah orang yang lemah (malas) berdo’a kepada Allâh, dan sebakhil-bakhil manusia adalah orang yang bakhil mengucapkan salam.[4]
Zaman sekarang ini ummat Islam sudah mulai jarang mengucapkan salam. Sebagian mereka beranggapan bahwa tadi sudah berjumpa dan sudah mengucapkan salam, maka apabila berjumpa lagi dalam waktu 20 menit atau 30 menit tidak perlu lagi mengucapkan salam. Padahal, teladan (contoh) dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para Shahabatnya tidak demikian. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para Shahabat g apabila berjumpa, mereka saling mengucapkan salam, meskipun sudah mengucapkannya pada pertemuan sebelumnya.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
إِذَا لَقِيَ أَحَدُكَمْ أَخَاهُ فَلْيُسَلِّمْ عَلَيْهِ ، فَإِنْ حَالَتْ بَيْنَهُمَا شَجَرَةٌ أَوْ جِدَارٌ أَوْ حَجَرٌ ثُمَّ لَقِيَهُ فَلْيُسَلِّمْ عَلَيْهِ أَيْضًا
Apabila salah seorang dari kalian berjumpa dengan saudaranya sesama Muslim, hendaklah ia mengucapkan salam kepadanya ! Kemudian apabila keduanya terhalang pohon atau tembok atau batu lantas berjumpa lagi, maka hendaklah ia mengucapkan salam lagi.[5]
Hadits ini dengan sangat gamblang menganjurkan salam kendati pun ia sudah mengucapkannya pada pertemuan sebelumnya. Hadits ini tidak membatasi hanya sekali salam, justru hadits ini menganjurkan agar setiap Muslim mengucapkan salam berkali-kali, karena ini merupakan kebaikan. Itulah yang dimaksud dengan ifsyâ-us salâm (menyebarkan salam).
Praktek menyebarkan salam seperti ini juga telah dicontohkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabatnya Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Anas bin Malik Radhiyallahu anhu mengatakan :
كُنَّا إِذَا كُنَّا مَعَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَتُفَرِّقُ بَيْنَنَا الشَّجَرَةُ فَإِذَا الْتَقَيْنَا سَلَّمَ بَعْضُنَا عَلَى بَعْضٍ
Kami (para shahabat) apabila berjalan bersama Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu kami terhalang oleh pohon lantas kami bertemu lagi, maka sebagian dari kami mengucapkan salam kepada sebagian lainnya.[6]
Hadits lain yang menjadi penguat hadits di atas adalah hadits yang sudah mayhur tentang seorang shahabat yang tidak thuma’ninah dalam shalatnya. Abu Hurairah Radhiyallahu anhu berkata, “Sesungguhnya Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memasuki masjid kemudian masuklah seorang laki-laki lantas mengerjakan shalat. Seusai shalat, ia mengucapkan salam kepada Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Beliau pun menjawab salamnya, lalu bersabda, ‘Ulangi shalatmu! Karena sesungguhnya engkau belum shalat.’ Kemudian ia pun mengulangi shalatnya seperti sebelumnya. Seusai shalat, ia pun kembali mendatangi Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mengucapkan salam kepada beliau… (hal ini dilakukannya hingga tiga kali).”[7]