Dijawab : Dijawab oleh: Sudaryadi, S.Ag., S.H., M.H. (Penyuluh Hukum Ahli Madya) Terima kasih telah berkonsultasi kepada Badan Pembinaan Hukum Nasional. Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 117 talak adalah ikrar suami di hadapan sidang Pengadilan Agama yang menjadi salah satu sebab putusnya perkawinan, dengan cara sebagaimana dimaksud dalam pasal 129, 130, dan 131. Berdasarkan Kompilasi Hukum Islam (KHI) bahwa talak ada 3 (tiga) yaitu talak 1 dan 2 (talak raj’i/ruj’i), dan talak 3 (talak ba’in qubraa).
Pasal 118 KHI menjelaskan talak raj`i adalah talak kesatu atau kedua, dimana suami berhak rujuk selama isteri dalam masa iddah. Masa iddah (massa tunggu) bagi wanita yang masih menstruasi yaitu 90 (sembilan puluh) hari atau tiga kali suci. Masa iddah wanita yang hamil yaitu sampai melahirkan, dan masa iddah wanita yang sudah tidak menstruasi yaitu 90 (Sembilan puluh) hari. Pada masa ini wanita yang di talak kesatu dan kedua masih dapat dilakukan rujuk. Pasal 120 KHI menjelaskan talak Ba`in Kubraa adalah talak yang terjadi untuk ketiga kalinya.
Talak jenis ini tidak dapat dirujuk dan tidak dapat dinikahkan kembali, kecuali apabila pernikahan itu dilakukan setelah bekas isteri, menikah dengan orang lain dan kemudian terjadi perceraian ba`da al dukhul dan habis masa iddahnya. Sebagaimana yang Saudara tanyakan bahwa betul ketika terjadi talak kesatu dan kedua maka masih dapat dilakukan rujuk kembali selama masih masa iddah, akan tetapi ketika terjadi talak yang ketiga maka tidak dapat rujuk atau nikah kembali kecuali mantan/bekas istri menikah terlebih dahulu dengan orang lain dan telah melakukan hubungan suami istri dan telah terjadi perceraian dengan orang lain tersebut maka mantan suami dapat menikahi kembali.
Artinya ketika suami mengajak rujuk setelah talak ketiga maka Saudara penanya wajib menolaknya. Pasal 123 Perceraian itu terjadi terhitung pada saat perceraian itu dinyatakan di depan sidang pengadilan. Secara agama ketika seorang suami menyatakan cerai/talak maka saat itu telah terjadi perceraian, sedangkan secara hukum Negara baru dinyatakan sah terjadi perceraian setelah dinyatakan di depan pengadilan. Terkait suami yang akan mempersulit terjadinya perceraian hal itu tidak menjadi masalah seorang istri untuk mengajukan gugatan perceraian kepada Pengadilan Agama, setelah diajukan gugatan ke Pengadilan Agama sesuai jadwal Pengadilan akan memanggil kedua belah pihak untuk dilakukan proses perceraian.