Bahwa pembahasan tentang iddah sudah ada dan dikenal sejak zaman sebelum Islam. Kemudian setalah datangnya Islam, iddah dilanjutkan karena bermanfaat bagi kelangsungan hidup antara istri dan suami. Kemudian secara perlahan ajaran Islam datang melakukan perubahan-perubahan yang cukup mendasar, Islam datang dengan mengupayakan adanya hak-hak perempuan tentang Iddah.
Maka dibuatlah suatu ketentuan Iddah yang mengatur hak-hak Perempuan selama pasca perceraian untuk memastikan keadaan dirinya apakah dalam keadaan mengandung atau tidak atau adanya waktu tunggu untuk berpikir dan berkomunikasi lagi antara suami dan istri untuk tetap berpisah atau rujuk kembali dan dari segi kemaslahatan lain untuk bisa berkomunikasi untuk dapat menyelesaikan permasalahan keluarga mereka yang terkait dengan perceraian tersebut yang belum diselesaikan seperti masalah tempat tinggal, masalah pengasuhan anak, masalah harta bersama dan hal-hal lain yang penting yang belum terselesaikan, sehingga setelah bercerai tidak menyisakan permasalahan lain dalam keluarga tersebut.
Iddah bagi laki-laki (Shibhul Iddah) menjadi fokus utama dalam pembahasan tulisan ini yang penulis bahas kembali dengan secara lebih jelas tentang Shibhul Iddah bagi laki-laki yang bercerai di Pengadilan Agama baik secara talak raj’i dan talak bain shugra yang sekarang terjadi kontroversi pemberlakukannya, karena dalam kalangan masyarakat dikenal pemberlakukaan Iddah itu hanya bagi perempuan saja, sedangkan bagi laki-laki tidak ada, sementara faktanya sekarang yang terjadi ada laki-laki setelah bercerai dengan istrinya tidak diberlakukan Iddah padanya dan kemudian laki-laki tersebut menikah lagi dengan perempuan lain, namun kembali rujuk lagi semasa Iddah dengan istrinya yang pertama sehingga terjadi poligami tanpa ada izin poligami dari Pengadilan dan hal ini menurut pemikiran Penulis dapat mengakibatkan Penyeludupan hukum yang berakibat dapat merugikan pihak Perempuan.