وَمَا جَعَلْنَا لِبَشَرٍ مِّن قَبْلِكَ الْخُلْدَ ۖ أَفَإِن مِّتَّ فَهُمُ الْخَالِدُونَ
“Kami tidak menjadikan hidup abadi bagi seorang manusiapun sebelum kamu (Muhammad), Maka apabila jikalau mati, Apakah mereka akan kekal?” [al-Anbiyâ’/ 21:34].
SEBAB TURUNNYA AYAT.
Ada dua sebab turunnya ayat ini, keduanya dengan shîghah sharîhah (bentuk kalimat yang jelas), akan tetapi sanad keduanya munqati’ (terputus).
Pertama diriwayatkan dari Muqathil rahimahullah yang mengatakan:“Sebab turunnya ayat ini adalah ketika sebagian orang berkata bahwa Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak akan mati.”.[1]
Kedua Ibnul Mundzir rahimahullah meriwayatkan dari Ibnu Juraij rahimahullah yang mengatakan:“Diberitakan kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwasanya beliau akan wafat, kemudian beliau berkata:“ Wahai Rabbku, siapakah yang akan mendidik umatku?” Kemudian turunlah ayat ini.[2]
PENJELASAN AYAT : TIDAK ADA YANG KEKAL DI DALAM KEHIDUPAN DUNIA INI.
Orang-orang musyrik bergembira jika musibah kematian menimpa Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka mengatakan : “Kita menunggu ajal menimpanya” [3].
Ayat ini menjelaskan bahwa semua yang makhluk bernafas di muka bumi ini akan mati, baik Rasullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam maupun para Nabi dan Rasul sebelumnya. Kegembiraan orang-orang musyrik atas kematian beliau tidak berguna sama sekali, karena mereka pun juga akan mati.
Imam At-Thabarî rahimahullah berkata:” Dalam ayat ini Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman kepada Nabi-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam (yang maknanya): “wahai Muhammad, Kami tidak menjadikan anak cucu Adam hidup abadi di dunia ini sebelum kamu; sehingga Aku mengabadikan kamu; dan kamu akan mati sebagaimana mereka”.[4]
Syaikh Abu Bakar al-Jazâiri hafidzahulâh berkata: ”apabila Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam meninggal dunia, apakah orang-orang musyrik akan hidup kekal? Jawabannya tentu tidak, maka tidak ada gunanya kegembiraan mereka atas kematian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena mereka pun juga akan mati”.[5]
Di dalam ayat yang lain Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman:
كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ ۖ ثُمَّ إِلَيْنَا تُرْجَعُونَ
“Setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Kemudian hanya kepada Kami kamu dikembalikan” [al-‘Ankabût/29:57]
Imam Ibnu Katsîr rahimahullah berkata: “Maksud ayat ini adalah setiap orang akan menemui ajalnya. Ini tidak bisa dipungkiri, baik bagi yang pergi berperang maupun yang tidak, dan tidak ada sesuatupun yang bisa menyelamatkan manusia dari kematian, karena sesungguhnya ajal sudah ditentukan”[6]
Jadi, setiap yang bernyawa di muka bumi ini baik manusia, jin maupun hewan, akan mati dan tidak ada yang dijadikan hidup abadi oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.
NABI KHADHIR ALAIHISSALAM MASIH HIDUP ATAU SUDAH WAFAT?
Para ulama berbeda pendapat tentang Nabi Khadhir Alaihissalam, apakah beliau masih hidup atau sudah meninggal dunia?.
Pendapat Pertama : Menyebutkan bahwa beliau masih hidup sampai saat ini. Akan tetapi pendapat ini lemah.
Imam Ibnu Katsîr rahimahullah berkata: “Pendapat ini mengambil dalil dari kisah-kisah orang-orang dahulu maupun sekarang serta hadits-hadits tentangnya, akan tetapi hadits tersebut tidak ada yang shahih, dalil yang paling masyhur adalah hadits ta’ziyah akan tetapi sanadnya lemah”.[7]
Syaikh asy-Syinqithi rahimahullah di dalam tafsirnya berkata:“Banyak sekali kisah dari orang-orang shalih tentang hal ini, akan tetapi landasan argumen mereka sangat lemah, karena kebanyakan kisah tersebut berasal dari orang yang dianggap shalih dan bersumber dari mimpi, ada juga beberapa hadîts marfû’ dari Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu dan yang lainya, akan tetapi semuanya tidak bisa digunakan sebagai dalîl karena hadits-haditsnya lemah.”[8]
Abul Husein bin Al-Munadi berkata:“Aku pernah membahas kisah Nabi Khadhir Alaihissalam apakah beliau masih hidup atau sudah mati?, aku dapati kebanyakan orang lengah mengatakan bahwa beliau masih hidup, berdasarkan adanya riwayat yang menunjukkan hal itu; padahal hadîts yang marfu’ dalam hal ini lemah.” [9]
Pendapat Kedua : Mengatakan bahwa Nabi Khadhir Alaihissalam telah wafat. Pendapat ini adalah pendapat kebanyakan para ulama’, sebagaimana dikatakan oleh Imam al-Qurthubi rahimahullah, ”Pendapat Jumhur mengatakan bahwa Nabi Khadhir Alaihissalam telah meninggal dunia”[10]. Abu Hayyan mengatakan di dalam tafsirnya: “Jumhur ulama’ berpendapat bahwa Nabi Khidhir telah meninggal dunia”[11]
Di antara hujjah / dalil yang digunakan sebagai sandaran pendapat ini adalah:
1. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala yang tersebut di atas, yaitu:
وَمَا جَعَلْنَا لِبَشَرٍ مِّن قَبْلِكَ الْخُلْدَ ۖ أَفَإِن مِّتَّ فَهُمُ الْخَالِدُونَ
“Kami tidak menjadikan hidup abadi bagi seorang manusiapun sebelum kamu (Muhammad); Maka Jikalau kamu mati, Apakah mereka akan kekal? ” [al-Anbiya’/ 21:34]
Ayat ini bersifat umum , mencakup semua manusia sebelum Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, termasuk Nabi Khadhir Alaihissalam.[12]
2. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika perang Badar beliau berdo’a:
اللَّهُمَّ إِنْ تَهْلِكْ هَذِهِ الْعِصَابَةُ مِنْ أَهْلِ الإِسْلاَمِ لاَ تُعْبَدْ فِى الأَرْضِ
“Ya Allah, jika Engkau mengalahkan kelompok Islam ini, maka Engkau tidak akan disembah di muka bumi ini”. [HR.Muslim].[13]
Hadits di atas menunjukkan bahwa Nabi Khadhir Alaihissalam sudah meninggal dunia. Andaikata beliau masih hidup di waktu itu, maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak berkata,” maka Engkau tidak akan disembah di muka bumi ini”, karena masih ada orang yang beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala di bumi ini yaitu Nabi Khadhir Alaihissalam. [14]
3. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
أَرَأَيْتَكُمْ لَيْلَتَكُمْ هَذِهِ فَإِنَّ عَلَى رَأْسِ مِائَةِ سَنَةٍ مِنْهَا لاَ يَبْقَى مِمَّنْ هُوَ عَلَى ظَهْرِ الأَرْضِ أَحَدٌ
“Lihatlah malam kalian ini, maka sesungguhnya tidak ada seorang pun di atas bumi ini yang tersisa hidup setelah seratus tahun (dari malam ini)” [HR.Muslim] [15]
Hadits di atas menunjukkan bahwa Nabi Khadhir Alaihissalam sudah meninggal dunia. Seandainya beliau masih hidup di malam itu, maka wafat beliau tidaklah lebih dari seratus tahun (dihitung dari malam tersebut)[16]. Jika demikian, maka beliau sekarang sudah meninggal dunia.
4. Seandainya Nabi Khadhir Alaihissalam masih hidup di zaman Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, pasti dia akan datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beriman kepadanya dan mengikutinya, menolong dakwahnya serta berjihad di bawah tampuk kepimpinannya, karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda:
وَالَّذِيْ نَفْسِيْ بِيَدِهِ لَوْ أَنَّ مُوْسَى كاَنَ حَيًّا مَا وَسَعَهُ إِلاَّ اتِّبَاعِيْ ” رواه أحمد.
“Demi Dzat yang jiwaku ada di Tangan-Nya, seandainya Musa masih hidup, maka tidak ada pilihan bagi dia kecuali mengikutiku” [HR.Ahmad] [17]
Jika hal ini dikatakan kepada Nabi Musa Alaihissalam (padahal kedudukan beliau ma’rûf di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala sampai disebut sebagai Kalîmullâh), kemudian bagaimana mungkin Nabi Khadhir Alaihissalam tidak mengikuti Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam jika beliau masih hidup.[18]
Dalam hal ini Allah Subhanhu wa Ta’ala juga telah mengambil perjanjian dari para nabi yaitu jika telah datang kepada mereka seorang rasul, maka mereka harus menolongnya.[19]
Hal tersebut merupakan sebab yang sangat besar dalam menarik hati Ahli kitab untuk memeluk Islam (jika Nabi Khadhir Alaihissalam datang mengikuti Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam).[20]
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَإِذْ أَخَذَ اللَّهُ مِيثَاقَ النَّبِيِّينَ لَمَا آتَيْتُكُم مِّن كِتَابٍ وَحِكْمَةٍ ثُمَّ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مُّصَدِّقٌ لِّمَا مَعَكُمْ لَتُؤْمِنُنَّ بِهِ وَلَتَنصُرُنَّهُ ۚ قَالَ أَأَقْرَرْتُمْ وَأَخَذْتُمْ عَلَىٰ ذَٰلِكُمْ إِصْرِي ۖ قَالُوا أَقْرَرْنَا ۚ قَالَ فَاشْهَدُوا وَأَنَا مَعَكُم مِّنَ الشَّاهِدِينَ
“Dan (ingatlah), ketika Allah Subhanahu wa Ta’ala mengambil Perjanjian dari Para nabi: “Sungguh, apa saja yang aku berikan kepadamu berupa kitab dan Hikmah kemudian datang kepadamu seorang Rasul yang membenarkan apa yang ada padamu, niscaya kamu akan sungguh-sungguh beriman kepadanya dan menolongnya”. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Apakah kamu mengakui dan menerima perjanjian-Ku terhadap yang demikian itu?” mereka menjawab: “Kami mengakui”. Allah berfirman: “Kalau begitu saksikanlah (hai Para Nabi) dan aku menjadi saksi (pula) bersama kamu”.” [ali-Imran/ 3:81]
5. Nabi Khadhir Alaihissalam termasuk Nabi dari kalangan bani Israil seperti Nabi Musa, Isa, Ilyas dan Danial. Jika demikian, maka mestinya ukuran jasad beliau sama dengan ukuran jasad para nabi terdahulu.[21]
Abu Imran Aljuni rahimahullah berkata, ”Panjang hidung Danial adalah sehasta…”.[22]. Orang yang mengaku bertemu dengan Nabi Khidhir Alaihissalam tidak memiliki atsar atau yang lainnya yang menunjukkan bahwa ukuran jasad beliau sama dengan jasad para Nabi zaman dulu (dari kalangan bani Israil).[23]
Pendapat Jumhur ini dibantah oleh Imam al-Qurthubi rahimahullah yang mengatakan bahwa dalil Jumhur tersebut bersifat umum yang dapat menerima takhsîsh (pengecualian). Di antaranya adalah Nabi Isa Alaihissalam masih hidup sebagaimana yang telah disebutkan di dalam al-Qur’ân. Begitu pula Dajjal, dia masih hidup sebagaimana telah disebutkan di dalam hadits Al-Jassasah. Demikian juga Nabi Khadhir Alaihissalam, beliau termasuk yang dikecualikan dari dalil-dalil umum tersebut.[24]
Bantahan tersebut tidaklah kuat, oleh karena itu Jumhur tidak tinggal diam dan menerimanya begitu saja. Syaikh Athiyah Salim rahimahullah mengatakan bahwa bantahan Al-Qurthubi dalam hal ini sangat lemah. Hal itu tampak jelas bagi orang yang telah mendalami ilmu syar’i (Ilmu Ushul Fiqh). Makna dalil di atas adalah manshûs( disebutkan secara eksplisit), karena ada isim nakirah (yaitu kata:بشر yang bermakna manusia) yang jatuh setelah bentuk nafi ( وَمَاجَعَلْنَا: yang artinya: Dan kami tidak menjadikan) sebagaimana yang telah ditetapkan didalam ilmu ushul fiqh. Seandainya bantahan itu dianggap benar, maka para ulama sepakat bahwa keumuman kandungan ayat tersebut tetap pada asalnya; kecuali ada dalil yang mentakhshîsh (mengecualikan)nya, sedangkan pengakuan (perkataan) yang bukan dari al-Qur’ân dan Sunnah tidak boleh dijadikan takhshîsh (pengecualian).[25]
Dengan demikian, maka Nabi Isa Alaihissalam tidak termasuk di dalam keumuman dalil tersebut karena adanya nash al-Qur’an yang mentakhsîs-nya yaitu firman Allah Azza wa Jalla :
بَل رَّفَعَهُ اللَّهُ إِلَيْهِ ۚ وَكَانَ اللَّهُ عَزِيزًا حَكِيمًا
”Tetapi (yang sebenarnya), Allah telah mengangkat Isa kepada-Nya, dan adalah Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” [an-Nisâ’/4:158]
Demikian pula Dajjal, tidak termasuk di dalam keumuman dalil tersebut karena ada hadits shahih yaitu hadits Al-Jassasah yang mentakhshîs-nya.
Sedangkan Nabi Khadhir Alaihissalam tidak termasuk yang dikecualikan dari keumuman dalil di atas, artinya beliau sudah meninggal dunia seperti pada manusia pada umumnya, karena tidak ada dalil shahih yang mentakhshîs-nya (mengecualikan).
Maka jelas bahwa pendapat Jumhur (mayoritas) Ulama dalam masalah ini sangat kuat, seperti diungkap oleh Syaikh ‘Athiyah Salim rahimahullah :“Pendapat yang rajih dalam masalah ini adalah yang mengatakan bahwa Nabi Khadhir Alaihissalam telah meninggal dunia”.[26]
PELAJARAN DARI AYAT.
1. Musuh-musuh Islam senantiasa senang atas musibah yang menimpa kaum Muslimin.
2. Setiap yang bernyawa pasti mati.
3. Nabi Khadhir Alaihissalam telah meninggal dunia, dan tidak ada dalil shahih yang menunjukkan bahwa beliau masih hidup sampai saat ini.
4. Kehidupan dunia pada hakikatnya adalah sementara, kehidupan akhirat lah yang kekal selamanya.
5. Kesengsaraan di dunia ini tidak seberapa jika dibandingkan dengan kesengsaraan di akhirat kelak.
MARÂJI’:
1. Aisarut Tafâsîr, Abû bakar Jâbir al-Jazâiri, maktabah ulûm wal hikam, Madinah. Cetakan kelima th.1424 H/2003M.
2. Adhwâul Bayân fî idlâhil-qur’ân bil-qur’ân, Muhammad al-Amîn Asy-Syinqîthi, maktabah dârul-fikr Beirut – Lebanon. Cetakan th.1415 H/th.1995 M.
3. Jâmi’ul-Bayân ‘an Ta’wîlil Qur’ân, Muhammad bin Jarîr Abû Ja’far at-Thabary, Muassasah Risâlah – Lebanon. Cetakan pertama th.1420 H/ th.2000 M.
4. Tafsîrul Qur’ânil Azhîm, al-hâfidz Abul fidâ’ Ismâ’îl bin Umar bin Katsîr Al-Qurasyi, Dâr Taibah Riyâdh -KSA. Cetakan kedua th.1417 H/ th.1997 M.
5. Zâdul-Masîr, Abdur-Rahmân bin Alî bin Muhammad Al-Jauzî, al-Maktab Al-Islami – Beirut. Cetakan ketiga th.1404 H.
6. Al-Jâmi’ li Ahkâmil Qur’ân, Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad bin Abi Bakr bin Farah Al-Anshâri Al-Qurthubî, Dâr Alâmul-kutub – Riyadl–KSA. Cetakan th.14 23 H/th.2003 M.
7. Al-Bahrul Muhîth, Muhammad bin Yusuf Abu Hayyân Al-Andalûsi, Dârul-Kutub Al-Ilmiyah – Beirut. Cetakan pertama th.1422 H/ th.2001 M.
8. Shahîh Muslim, Abul-Husein Muslim bin Al-Hajjâj An-Naisabûri, Dârul-Jiel dan Dârul-Auqaf al-jadîdah– Beirut.
9. Al-Musnad, Ahmad bin Hambal Asy-Syaibani, Muassasah Qurthûbah – Kairo.
10. Az-Zahrun Nadlir fi Akhbâril-Khidhir, Abul-Fadl Ahmad bin Ali bin Hajar Al-Asqalâni, Mujamma’ Buhûts al-Islâmiyah New Delhi – India, th.1408H/ th.1988 M.
11. Lubâbun-Nuqûl fî Asbâbin-Nuzûl, Abdur-Rahmân bin Abi Bakr bin Muhammad As-Suyuthi, Dâr Ihyâ’ul-ulûm – Beirut.
Referensi : Nabi Khadhir Alaihissalam Sudah Wafat