File
presentasi mata pelajaran melakukan instalasi dan atau setting ulang
jaringan LAN - sesuai dengan intruksi bapak kepala sekolah SMK
Muhammadiyah 3 Surakarta Drs. Edy Siyamto, M.Si bahwa
untuk membuat kelas menjadi interaktif, kooperatif dan inovatif karena guru adalah sebagai fasilitator bagi peserta didiknya dalam konteks pendidikan, istilah fasilitator semula lebih banyak
diterapkan untuk kepentingan pendidikan orang dewasa (andragogi),
khususnya dalam lingkungan pendidikan non formal.
Namun sejalan dengan perubahan makna pengajaran yang lebih menekankan pada aktivitas siswa, belakangan ini di Indonesia istilah fasilitator pun mulai diadopsi dalam lingkungan pendidikan formal di sekolah, yakni berkenaan dengan peran guru pada saat melaksanakan interaksi belajar mengajar. suasana menjadi lebih hidup akan adanya ke aktiffan dari masing-masing poeserta didik SMK Muhammadiyah 3 Surakarta. engajaran yang berpusat pada siswa (student centered) sering diidentikkan dengan proses debat (advocacy learning). Advocacy learning dipandang sebagai suatu pendekatan alternatif terhadap pengajaran di dalam kelas yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk mempelajari isu-isu sosial dan personal yang berarti melalui keterlibatan langsung dan partisipasi pribadi. SMK Muhammadiyah 3 Surakarta Model belajar ini menuntut para siswa berfokus pada topik yang telah ditentukan sebelumnya dan mengajukan pendapat yang berkaitan dengan topik tersebut. Belajar advokasi menuntut siswa menjadi advokat dari pendapat tertentu yang berkaitan dengan topik yang tersedia SMK Muhammadiyah 3 Surakarta. Para siswa menggunakan keterampilan riset, keterampilan analisis, dan keterampilan berbicara dan mendengar, sebagaimana mereka berpartisipasi dalam kelas pengalaman advokasi, mereka dihadapkan pada isu-isu kontroversial dan harus mengembangkan suatu kasus untuk mendukung pendapat mereka di dalam perangkat petunjuk dan tujuan-tujuan khusus.
Dalam rangka belajar advokasi, para siswa berpartisipasi dalam suatu debat antara dua regu, yang masing-masing terdiri dari beberapa siswa. Tiap regu memperdebatkan topik yang berbeda dari para anggota kelas yang lainnya. Sebaiknya, topik yang diperdebatkan adalah isu-isu yang sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa sesuai dengan materi yang disampaikan pada saat itu. Belajar dengan metode advokasi ini dapat digunakan baik belajar di sekolah dasar maupun belajar di sekolah lanjutan SMK Muhammadiyah 3 Surakarta. Berdasarkan tingkatan siswa, model ini dapat diperluas atau disederhanakan pelaksanaannya. Pendekatan instruksional belajar advokasi mengembangkan ketrampilan-ketrampilan dalam logika, pemecahan masalah, berpikir kritis, serta komunikasi lisan dan tulisan. Selain itu, model ini akan mengembangkan aspek afektif, seperti konsep diri, rasa kemandirian, turut memperkaya sumber-sumber komunikasi antarpribadi secara efektif, meningkatkan rasa percaya diri khusussnya untuk sekolah menengah kejuruan di SMK Muhammadiyah 3 Surakarta.
Namun sejalan dengan perubahan makna pengajaran yang lebih menekankan pada aktivitas siswa, belakangan ini di Indonesia istilah fasilitator pun mulai diadopsi dalam lingkungan pendidikan formal di sekolah, yakni berkenaan dengan peran guru pada saat melaksanakan interaksi belajar mengajar. suasana menjadi lebih hidup akan adanya ke aktiffan dari masing-masing poeserta didik SMK Muhammadiyah 3 Surakarta. engajaran yang berpusat pada siswa (student centered) sering diidentikkan dengan proses debat (advocacy learning). Advocacy learning dipandang sebagai suatu pendekatan alternatif terhadap pengajaran di dalam kelas yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk mempelajari isu-isu sosial dan personal yang berarti melalui keterlibatan langsung dan partisipasi pribadi. SMK Muhammadiyah 3 Surakarta Model belajar ini menuntut para siswa berfokus pada topik yang telah ditentukan sebelumnya dan mengajukan pendapat yang berkaitan dengan topik tersebut. Belajar advokasi menuntut siswa menjadi advokat dari pendapat tertentu yang berkaitan dengan topik yang tersedia SMK Muhammadiyah 3 Surakarta. Para siswa menggunakan keterampilan riset, keterampilan analisis, dan keterampilan berbicara dan mendengar, sebagaimana mereka berpartisipasi dalam kelas pengalaman advokasi, mereka dihadapkan pada isu-isu kontroversial dan harus mengembangkan suatu kasus untuk mendukung pendapat mereka di dalam perangkat petunjuk dan tujuan-tujuan khusus.
Dalam rangka belajar advokasi, para siswa berpartisipasi dalam suatu debat antara dua regu, yang masing-masing terdiri dari beberapa siswa. Tiap regu memperdebatkan topik yang berbeda dari para anggota kelas yang lainnya. Sebaiknya, topik yang diperdebatkan adalah isu-isu yang sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa sesuai dengan materi yang disampaikan pada saat itu. Belajar dengan metode advokasi ini dapat digunakan baik belajar di sekolah dasar maupun belajar di sekolah lanjutan SMK Muhammadiyah 3 Surakarta. Berdasarkan tingkatan siswa, model ini dapat diperluas atau disederhanakan pelaksanaannya. Pendekatan instruksional belajar advokasi mengembangkan ketrampilan-ketrampilan dalam logika, pemecahan masalah, berpikir kritis, serta komunikasi lisan dan tulisan. Selain itu, model ini akan mengembangkan aspek afektif, seperti konsep diri, rasa kemandirian, turut memperkaya sumber-sumber komunikasi antarpribadi secara efektif, meningkatkan rasa percaya diri khusussnya untuk sekolah menengah kejuruan di SMK Muhammadiyah 3 Surakarta.
Jurusan Teknik Komputer Jaringan kelas XII TKJ A 100% karya peserta didik SMK Muhammadiyah 3 Surakarta
File Presentasi tersebut adalah sebagai berikut ini :
File Presentasi tersebut adalah sebagai berikut ini :
- kelompok 1 SMK Muhammadiyah 3 Surakarta TKJ
- kelompok 2 SMK Muhammadiyah 3 Surakarta TKJ
- kelompok 3 SMK Muhammadiyah 3 Surakarta TKJ
- kelompok 4 SMK Muhammadiyah 3 Surakarta TKJ
- kelompok 5 SMK Muhammadiyah 3 Surakarta TKJ