Kamis, 25 Agustus 2022

Perceraian: Apa Dampaknya Bagi Anak?

Keluarga, terutama orang tua, adalah pusat kehidupan bagi setiap anak. Keluarga yang stabil dan harmonis akan menciptakan perasaan aman dan nyaman bagi anak. Namun, apa yang terjadi pada anak apabila pusat kehidupannya terpecah belah karena perceraian? Orang tua merupakan kunci utama dalam perkembangan anak. Bila orang tua bercerai, anak cenderung kurang mendapatkan perhatian dalam pemantauan perkembangannya, sehingga berbagai masalah pada anak pun dapat muncul di masa depan. Pada beberapa anak, masalah tersebut dapat langsung muncul segera setelah perceraian terjadi. Hal ini juga berlaku pada bayi. Meskipun bayi tidak mengerti tentang perceraian, tetapi insting mereka dapat memahami bahwa ada sesuatu yang salah sedang terjadi sehingga hal tersebut dapat menyebabkan perubahan pola makan dan tidur bayi.     Anak-anak berusia 3 hingga 6 tahun biasanya tidak mengerti apa yang terjadi pada keluarganya. Namun, anak yang sudah mampu memahami bahwa orang tuanya bercerai, sering menganggap bahwa mereka bertanggung jawab atas hal tersebut. Anak remaja/praremaja lebih dapat memahami situasi dan mungkin percaya bahwa mereka dapat mencegah perceraian seandainya mereka campur tangan dalam permasalahan orang tuanya. Meskipun begitu, mereka tetap merasa terluka dan marah terhadap perilaku orang tua mereka.  Beberapa permasalahan yang dapat muncul pada anak sebagai efek perceraian orang tua:  Anak dengan ayah yang tidak hadir di rumah lebih mungkin untuk menderita gangguan kepribadian anti sosial, gangguan perilaku anak, dan gangguan hiperaktif / attention-deficit hyperactivity disorder (ADHD). Anak dengan orang tua yang bercerai, memiliki risiko dua kali lipat untuk bercerai juga saat sudah menikah nanti dibandingkan dengan anak yang berasal dari keluarga stabil. Anak lebih mungkin untuk menjadi berandalan, terlibat berbagai macam masalah, melakukan hubungan seks pranikah, dan memiliki anak di luar nikah. Anak rentan untuk memiliki prestasi akademik dan hubungan sosial yang lebih buruk. Anak risiko lebih tinggi untuk mengalami cedera, asma, sakit kepala, dan cacat bicara. Anak cenderung impulsif, mudah marah, tidak ingin bersosialisasi, kesepian, tidak bahagia, cemas, dan merasa tidak aman. Terutama anak laki-laki memiliki kecenderungan untuk menjadi lebih agresif. Angka bunuh diri anak dari orang tua yang bercerai jauh lebih tinggi daripada anak dari keluarga yang utuh.  Anak-anak biasanya membutuhkan waktu bertahun–tahun untuk beradaptasi dengan perceraian. Namun, sekitar sepertiga anak-anak dari orang tua yang bercerai mungkin akan mengalami trauma psikologis yang berlangsung lama. Proses adaptasi akan lebih sulit dan menantang pada anak-anak yang harus menghadapi orang tua tiri, terutama apabila anak merasa orang tua tirinya tidak menyayanginya. Anak-anak yang dapat beradaptasi baik terhadap perceraian biasanya berada dalam situasi di mana kedua orang tua berupaya sungguh-sungguh untuk menghabiskan waktu dengan anak, meskipun anak tetap marah atas perceraian tersebut.  Beberapa tips untuk membantu anak melewati masa sulit karena perceraian:  Pasangan yang bercerai tetap ramah dan berkomunikasi satu sama lain. Pasangan yang bercerai menghindari pertengkaran satu sama lain. Beri tahu anak bahwa perceraian terjadi bukan karena kesalahannya. Tenangkan anak dengan memberitahukan bahwa kedua orang tua masih akan tetap menyayanginya. Jangan mendiskusikan kesalahan dalam pernikahan di depan anak-anak.  Ingat, apa yang anak Anda inginkan adalah kedua orang tua tetap hadir dalam kehidupannya. Mereka mengandalkan ibu dan ayah untuk membesarkan mereka, untuk mengajari banyak hal penting, dan untuk membantu mereka saat dalam masalah.

Keluarga, terutama orang tua, adalah pusat kehidupan bagi setiap anak. Keluarga yang stabil dan harmonis akan menciptakan perasaan aman dan nyaman bagi anak. Namun, apa yang terjadi pada anak apabila pusat kehidupannya terpecah belah karena perceraian? 
Orang tua merupakan kunci utama dalam perkembangan anak. Bila orang tua bercerai, anak cenderung kurang mendapatkan perhatian dalam pemantauan perkembangannya, sehingga berbagai masalah pada anak pun dapat muncul di masa depan. Pada beberapa anak, masalah tersebut dapat langsung muncul segera setelah perceraian terjadi. Hal ini juga berlaku pada bayi. Meskipun bayi tidak mengerti tentang perceraian, tetapi insting mereka dapat memahami bahwa ada sesuatu yang salah sedang terjadi sehingga hal tersebut dapat menyebabkan perubahan pola makan dan tidur bayi. 


Anak-anak berusia 3 hingga 6 tahun biasanya tidak mengerti apa yang terjadi pada keluarganya. Namun, anak yang sudah mampu memahami bahwa orang tuanya bercerai, sering menganggap bahwa mereka bertanggung jawab atas hal tersebut. Anak remaja/praremaja lebih dapat memahami situasi dan mungkin percaya bahwa mereka dapat mencegah perceraian seandainya mereka campur tangan dalam permasalahan orang tuanya. Meskipun begitu, mereka tetap merasa terluka dan marah terhadap perilaku orang tua mereka.

Beberapa permasalahan yang dapat muncul pada anak sebagai efek perceraian orang tua:

  • Anak dengan ayah yang tidak hadir di rumah lebih mungkin untuk menderita gangguan kepribadian anti sosial, gangguan perilaku anak, dan gangguan hiperaktif / attention-deficit hyperactivity disorder (ADHD).
  • Anak dengan orang tua yang bercerai, memiliki risiko dua kali lipat untuk bercerai juga saat sudah menikah nanti dibandingkan dengan anak yang berasal dari keluarga stabil.
  • Anak lebih mungkin untuk menjadi berandalan, terlibat berbagai macam masalah, melakukan hubungan seks pranikah, dan memiliki anak di luar nikah.
  • Anak rentan untuk memiliki prestasi akademik dan hubungan sosial yang lebih buruk.
  • Anak risiko lebih tinggi untuk mengalami cedera, asma, sakit kepala, dan cacat bicara.
  • Anak cenderung impulsif, mudah marah, tidak ingin bersosialisasi, kesepian, tidak bahagia, cemas, dan merasa tidak aman.
  • Terutama anak laki-laki memiliki kecenderungan untuk menjadi lebih agresif.
  • Angka bunuh diri anak dari orang tua yang bercerai jauh lebih tinggi daripada anak dari keluarga yang utuh.

Anak-anak biasanya membutuhkan waktu bertahun–tahun untuk beradaptasi dengan perceraian. Namun, sekitar sepertiga anak-anak dari orang tua yang bercerai mungkin akan mengalami trauma psikologis yang berlangsung lama. Proses adaptasi akan lebih sulit dan menantang pada anak-anak yang harus menghadapi orang tua tiri, terutama apabila anak merasa orang tua tirinya tidak menyayanginya. Anak-anak yang dapat beradaptasi baik terhadap perceraian biasanya berada dalam situasi di mana kedua orang tua berupaya sungguh-sungguh untuk menghabiskan waktu dengan anak, meskipun anak tetap marah atas perceraian tersebut.

Beberapa tips untuk membantu anak melewati masa sulit karena perceraian:

  • Pasangan yang bercerai tetap ramah dan berkomunikasi satu sama lain.
  • Pasangan yang bercerai menghindari pertengkaran satu sama lain.
  • Beri tahu anak bahwa perceraian terjadi bukan karena kesalahannya.
  • Tenangkan anak dengan memberitahukan bahwa kedua orang tua masih akan tetap menyayanginya.
  • Jangan mendiskusikan kesalahan dalam pernikahan di depan anak-anak.

Ingat, apa yang anak Anda inginkan adalah kedua orang tua tetap hadir dalam kehidupannya. Mereka mengandalkan ibu dan ayah untuk membesarkan mereka, untuk mengajari banyak hal penting, dan untuk membantu mereka saat dalam masalah.