This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences. Now replace these with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences. Now replace these with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences. Now replace these with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences. Now replace these with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences. Now replace these with your own descriptions.

Rabu, 07 September 2022

Bahaya Memakan Harta Haram & Cara Terbebas darinya

Perintah Memakan Harta Halal Jamaah Jumat rahimakumullah,  Memakan makanan yang dari harta yang halal merupakan salah satu ciri khas Ahlus Sunnah wal Jamaah. Ini merupakan ciri khas akhlak kaum muslimin yang tidak ada pada agama yang lain bahkan pada kelompok Islam yang menyimpang.  Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memerintahkan secara langsung kepada orang-orang beriman untuk memakan makanan yang halal lagi baik dalam banyak ayat dalam Al-Quran.  Allah Ta’ala berfirman,  وَكُلُوا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللَّهُ حَلَالًا طَيِّبًا ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي أَنْتُمْ بِهِ مُؤْمِنُونَ  Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya. [Al-Maidah: 88]  Wahai manusia, makanlah dari (makanan) yang halal dan baik yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu. [ Al-Baqarah: 168]  Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullah menjelaskan tafsir ayat ini sebagai berikut:  Ayat ini dialamatkan kepada seluruh manusia, baik yang Mukmin maupun yang kafir. Allah telah memberikan karunia kepada mereka dengan memerintahkan kepada mereka untuk makan dari seluruh yang ada di bumi seperti biji-bijian, hasil tanaman, buah-buahan, dan hewan dalam keadaan “yang halal, ”  Yaitu yang telah dihalalkan buat kalian untuk dikonsumsi, yang bukan dari rampasan maupun curian, bukan pula diperoleh dari hasil transaksi bisnis yang diharamkan, atau dalam bentuk yang diharamkan, atau dalam hal yang membawa kepada yang diharamkan, “lagi baik, ”maksudnya, bukan yang kotor seperti bangkai, darah, daging babi, dan seluruh hal-hal yang kotor dan jorok.  Di dalam Ayat ini terdapat dalil yang menunjukkan bahwa asalnya seluruh benda yang ada itu adalah boleh hukumnya, baik untuk dimakan maupun dimanfaatkan.  Dan bahwa hal-hal yang diharamkan darinya itu ada dua macam;  Pertama: yang diharamkan karena dzatnya yaitu yang kotor yang merupakan lawan dari yang baik (Thayyib), Kedua: diharamkan karena dikaitkan dengan sesuatu, yaitu yang diharamkan karena bersangkutan dengan hak-hak Allah atau hak-hak manusia, yaitu yang merupakan lawan dari yang halal. فَكُلُوا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللَّهُ حَلَالًا طَيِّبًا وَاشْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ  Maka makanlah yang halal lagi baik dari rezeki yang telah diberikan Allah kepadamu; dan syukurilah nikmat Allah, jika kamu hanya kepada-Nya saja menyembah. [An-Nahl: 114]  Dan masih banyak lagi ayat yang lain. Ini menunjukkan betapa besar perhatian Allah Ta’ala terhadap persoalan memakan makanan dari harta yang halal.  Larangan Memakan Harta Haram Jamaah Jumat rahimakumullah,  Bila Allah telah memerintahkan orang-orang beriman untuk memakan makanan dari harta yang halal, Allah juga melarang mereka dari makan dari harta yang haram.  Di antara dalil yang menunjukkan larangan memakan makanan yang haram adalah:  عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ اللَّهَ طَيِّبٌ لَا يَقْبَلُ إِلَّا طَيِّبًا وَإِنَّ اللَّهَ أَمَرَ الْمُؤْمِنِينَ بِمَا أَمَرَ بِهِ الْمُرْسَلِينَ فَقَالَ { يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا إِنِّي بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ } وَقَالَ { يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ } ثُمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ يَا رَبِّ يَا رَبِّ وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ وَغُذِيَ بِالْحَرَامِ فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لِذَلِكَ  Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu berkata, ” Rasulullah ﷺ bersabda, “Sesungguhnya Allah itu baik, tidak menerima kecuali hal-hal yang baik. Dan sesungguhnya Allah memerintahkan kepada orang-orang mukmin sebagaimana yang diperintahkan kepada para rasul.  Allah berfirman , “Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal yang shalih. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”.   Dan firman-Nya yang lain : “Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu”.  Kemudian beliau memberikan contoh berupa seorang laki-laki yang telah menempuh perjalanan jauh, rambutnya kusut serta berdebu, ia menengadahkan kedua tangannya ke langit seraya berkata, “Ya Rabbi ! Ya Rabbi! “  Sedangkan ia makanannya haram, minumannya haram dan pakaiannya haram dan dibesarkan dari hal-hal yang haram, bagaimana mungkin akan diterima do’anya” [Hadits Riwayat Muslim no. 1015]  Allah Subhanahu wa Ta’ala telah melarang orang-orang mukmin dari mengambil harta dengan cara yang batil. Cara mencari harta secara batil merupakan sumber pendapatan harta yang haram. Ini jelas berbahaya bagi kebaikan agama orang-orang yang beriman.  Allah Ta’ala berfirman,  يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ ۚ وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا  Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. [An-Nisa’: 29]  Prof. Dr. Wahbah Az-Zuhaili rahimahullah menjelaskan tafsir ayat ini dengan mengatakan: ”Janganlah kalian ambil harta orang lain dengan cara haram dalam jual beli, (jangan pula) dengan riba, judi, merampas dan penipuan.  Akan tetapi dibolehkan bagi kalian untuk mengambil  harta  milik  selainmu dengan cara dagang yang lahir dari keridhaan dan keikhlasan hati antara dua pihak dan dalam koridor syari’.  Tijarah  adalah  usaha  memperoleh untung  lewat  jual  beli. Taradhi (saling  rela)  adalah  kesepakatan yang   sama-sama   muncul   antar kedua pihak pelaku transaksi, jual beli tanpa ada unsur penipuan.”  Allah Ta’ala juga berfirman di surat Al Baqarah: 188,   وَلَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِيقًا مِنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالْإِثْمِ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ  ”Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.”  Syaikh Dr. Shalih bin Abdullah bin Humaid (Imam Masjidil Haram) saat menjelaskan tafsir ayat ini di dalam Tafsir Al-Mukhatshar menyatakan, ”Dan janganlah sebagian dari kalian mengambil harta sebagian yang lain secara batil, seperti mencuri, merampas dan menipu.  Juga janganlah kalian mengajukan gugatan ke penguasa (pengadilan) untuk mengambil sebagian harta orang lain secara tidak benar, padahal kalian tahu bahwa Allah mengharamkan hal itu.  Jadi melakukan perbuatan dosa (maksiat) disertai kesadaran bahwa perbuatan itu diharamkan akan lebih buruk nilainya dan lebih besar hukumannya.”  Jenis Harta Haram Ma’asyirol Muslimin rahimakumullah,  Perlu diketahui bahwa harta haram itu ada dua jenis pada dasarnya yaitu:  Harta yang haram karena sifatnya atau dzat harta tersebut memang haram. Harta haram karena dzatnya misalnya adalah minuman yang memabukkan, babi, bangkai dan seterusnya.  Harta yang haram karena cara memperolehnya haram secara syar’i. Misalnya, harta hasil curian, penipuan, korupsi, merampas, dan berbagai transaksi yang dilarang secara tegas oleh syariat Islam, yaitu yang didasarkan atas riba, kezaliman dan gharar (transaksi yang tidak jelas kesudahannya).  Seorang Muslim yang memiliki keyakinan yang kuat terhadap kehidupan akhirat harus menjauhi memakan harta haram dari kedua jenis tersebut. Ada banyak akibat buruk yang harus ditanggung dari memakan harta yang haram baik dunia maupun di akhirat.  Akibat Memakan Harta Haram Jamaah Jumat rahimakumullah,  Akibat buruk dari memakan harta haram itu tidak hanya menimpa individu saja namun juga masyarakat. Di antara akibat buruk memakan harta haram adalah:  Dihilangkannya barokah Allah Ta’ala mencabut barokah dari harta yang haram dan dari orang yang memakan harta yang haram.  Inilah yang Allah Ta’ala jelaskan kepada kita dalam firman-Nya,  يَمْحَقُ اللَّهُ الرِّبَا وَيُرْبِي الصَّدَقَاتِ ۗ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ كَفَّارٍ أَثِيمٍ  Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa. [Al-Baqarah: 276]  Allah Ta’ala saat menyebut riba yang merupakan pintu terbesar dari harta haram , Allah menimpakan akibat dari riba adalah hilang dan sedikitnya barokah. Sedangkan saat menyebut sedekah, derma dan pemberian Allah memberikan buah berupa barokah dan penambahan.  Dalam sebuah hadits dari Abu Khalid Hakim bin Hizam radhiyallahu ‘anhu dia berkata, ”Rasulullah ﷺ bersabda,  الْبَيِّعَانِ بِالْخِيَارِ مَا لَمْ يَتَفَرَّقَا أَوْ حَتَّى يَتَفَرَّقَا فَإِنْ صَدَقَا وَبَيَّنَا بُورِكَ لَهُمَا فِي بَيْعِهِمَا وَإِنْ كَتَمَا وَكَذَبَا مُحِقَتْ بَرَكَةُ بَيْعِهِمَا  Jual beli itu dengan al-khiyâr (hak pilih) selama belum berpisah atau hingga keduanya berpisah. Apabila keduanya jujur dan menjelaskan (cacat barang dagangannya) maka jual beli mereka diberkahi dan bila keduanya menyembunyikan aib dan berdusta maka barakah jual beli mereka dihapus. [Hadits riwayat Al-Bukhari 3/76 (2079) dan Muslim 5/10 (1532)]  Doanya ditolak oleh Allah Ta’ala Hal ini sebagaimana dalam hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, ”Rasulullah bersabda,  أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ اللَّهَ طَيِّبٌ لَا يَقْبَلُ إِلَّا طَيِّبًا وَإِنَّ اللَّهَ أَمَرَ الْمُؤْمِنِينَ بِمَا أَمَرَ بِهِ الْمُرْسَلِينَ فَقَالَ { يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا إِنِّي بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ } وَقَالَ { يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ } ثُمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ يَا رَبِّ يَا رَبِّ وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ وَغُذِيَ بِالْحَرَامِ فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لِذَلِكَ  “Sesungguhnya Allah baik, tidak menerima kecuali hal-hal yang baik, dan sesungguhnya Allah memerintahkan kepada orang-orang mu’min sebagaimana yang diperintahkan kepada para rasul.  Allah berfirman : “Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal yang shalih. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. Dan firman-Nya yang lain : “Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu”.  Kemudian beliau memberikan contoh berupa seorang laki-laki yang telah menempuh perjalanan jauh, rambutnya kusut serta berdebu, ia menengadahkan kedua tangannya ke langit seraya berkata, “Ya Rabbi ! Ya Rabbi! “  Sedangkan ia makanannya haram, minumannya haram dan pakaiannya haram dan dibesarkan dari hal-hal yang haram, bagaimana mungkin akan diterima do’anya.” [Hadits Riwayat Muslim no. 1015]  Kerusakan hati Hal ini berdasarkan hadits Nu’man bin Basyir radhiyallahu ‘anhu dia berkata, ”Aku mendengar Rasulullah ﷺ bersabda,  ” الحَلاَلُ بَيِّنٌ، وَالحَرَامُ بَيِّنٌ، وَبَيْنَهُمَا مُشَبَّهَاتٌ لاَ يَعْلَمُهَا كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ، فَمَنِ اتَّقَى المُشَبَّهَاتِ اسْتَبْرَأَ لِدِينِهِ وَعِرْضِهِ، وَمَنْ وَقَعَ فِي الشُّبُهَاتِ: كَرَاعٍ يَرْعَى حَوْلَ الحِمَى، يُوشِكُ أَنْ يُوَاقِعَهُ، أَلاَ وَإِنَّ لِكُلِّ مَلِكٍ حِمًى، أَلاَ إِنَّ حِمَى اللَّهِ فِي أَرْضِهِ مَحَارِمُهُ، أَلاَ وَإِنَّ فِي الجَسَدِ مُضْغَةً: إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الجَسَدُ كُلُّهُ، وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الجَسَدُ كُلُّهُ، أَلاَ وَهِيَ القَلْبُ”  “Sesungguhnya yang halal itu telah jelas dan yang haram pun telah jelas pula. Sedangkan di antaranya ada perkara syubhat (samar-samar) yang kebanyakan manusia tidak mengetahui (hukum)-Nya.  Siapa yang menghindari perkara syubhat (samar-samar), maka ia telah membersihkan agama dan kehormatannya. Siapa yang jatuh ke dalam perkara yang samar-samar, maka ia telah jatuh ke dalam perkara yang haram. Seperti penggembala yang berada di dekat pagar larangan (milik orang) dan dikhawatirkan ia akan masuk ke dalamnya.  Ketahuilah, bahwa setiap raja memiliki larangan. Ingatlah bahwa larangan Allah adalah apa yang diharamkan-Nya. Ketahuilah, bahwa di dalam jasad manusia terdapat segumpal daging. Jika ia baik, maka baik pula seluruh jasadnya; dan jika ia rusak, maka rusak pula seluruh jasadnya. Ketahuilah, bahwa segumpal daging itu adalah hati. [Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim, dan ini adalah lafazh Muslim]  Imam Ibnu Hajar rahimahullah berkata, ”Dalam hadits ini ada peringatan tentang besarnya persoalan hati dan dorongan untuk memperbaikinya serta isyarat bahwa mata pencaharian yang baik itu berpengaruh terhadap hati.” [Fathul Bari]  Imam Ahmad rahimahullah pernah ditanya, ”Dengan apakah hati itu menjadi lembut?” Dia menjawab.”Dengan memakan yang halal.” [Manaqibul Imam Ahmad hal. 255]  Mendapat adzab yang pedih di akhirat Hal ini sebagaimana dalam sebuah hadits dari Abu Dzar Al-Ghifari radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, ”Rasulullah ﷺ bersabda,  ثَلاَثَةٌ لاَ يُكَلِّمُهُمُ اللَّهُ، وَلاَ يَنْظُرُ إِلَيْهِمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، وَلاَ يُزَكِّيهِمْ، وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ، قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللهِ، مَنْ هُمْ خَسِرُوا وَخَابُوا؟ قَالَ: فَأَعَادَهُ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم ثَلاَثَ مَرَّاتٍ، قَالَ: الْمُسْبِلُ، وَالْمُنْفِقُ سِلْعَتَهُ بِالْحَلِفِ الْكَاذِبِ، أَوِ الْفَاجِرِ، وَالْمَنَّانُ  ”Ada tiga golongan manusa yang Allah tidak akan berbicara kepada mereka, tidak pula melihat mereka pada hari kiamat dan tidak juga mensucikannya dan bagi mereka adzab yang pedih.”  Abu Dzar berkata, Wahai Rasulullah! Siapakah mereka yang telah merugi dan celaka itu?” Rasulullah ﷺ mengulang sabdanya tiga kali, lantas berkata, ” Musbil , orang yang menjual dagangannya dengan cara sumpah dusta atau melampaui batas dan orang yang menyebut-nyebut pemberiannya.” [Hadits riwayat Muslim no. 208 dan Ahmad no. 21644]  Yang dimaksud dengan Musbil menurut Syaikh Abdul Qadir As-Saqaf dalam Al-Mausu’ah Al-haditsiyyah, adalah orang yang memanjangkan pakaiannya dan membiarkannya menjulur di tanah sebagai berangkat dari rasa takabur dan berbangga diri.  Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Imam Al-Bukhari (3118) dari Khaulah binti Qaid Al-Anshari radhiyallahu ‘anha dia berkata,  سَمِعْتُ النبيَّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ، يقولُ: إنَّ رِجَالًا يَتَخَوَّضُونَ في مَالِ اللَّهِ بغيرِ حَقٍّ، فَلَهُمُ النَّارُ يَومَ القِيَامَةِ.  “Aku mendengar Nabi ﷺ bersabda, ”Sesungguhnya orang-orang yang mencari dan menggunakan harta tanpa kebenaran bagi mereka adalah neraka pada hari kiamat. “  Harta haram yang merajalela pertanda adzab akan turun menghancurkan masyarakat di mana harta tersebut berada. Nabi ﷺ bersabda, ”Apabila perzinaan dan riba telah merajalela di sebuah daerah, sungguh mereka telah menghalalkan untuk diri mereka sendiri adzab Allah.” [Hadits riwayat al-Hakim menurut Al-Albani ini hadits hasan lighirihi]  Ini adalah sebagian dari akibat buruk dari memakan harta yang haram yang akan menimpa seorang individu maupun masyarakat.  Sebenarnya masih banyak hadits lain yang menerangkan bahaya memakan harta haram, namun sebagian hadits tadi sudah cukup memberikan gambaran betapa mengerikannya akibat yang akan dialami.  Semoga Allah melindungi kita dan kaum muslimin seluruhnya dari harta yang haram.  بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ, وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ, وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَاسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ  اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ كَانَ بِعِبَادِهِ خَبِيْرًا بَصِيْرًا، تَبَارَكَ الَّذِيْ جَعَلَ فِي السَّمَاءِ بُرُوْجًا وَجَعَلَ فِيْهَا سِرَاجًا وَقَمَرًا مُنِيْرًا. أَشْهَدُ اَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وأَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وُرَسُولُهُ الَّذِيْ بَعَثَهُ بِالْحَقِّ بَشِيْرًا وَنَذِيْرًا، وَدَاعِيَا إِلَى الْحَقِّ بِإِذْنِهِ وَسِرَاجًا مُنِيْرًا.  اللَّهُمَّ صَلِّ وَ سَلِّمْ عَلَى هَذَا النَّبِيِّ اْلكَرِيْمِ وَ عَلَى آلِهِ وَ أَصْحَابِهِ وَ مَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. أَمَّا بَعْدُ.  Cara Membersihkan Diri Dari Harta Haram Jamaah Jumat rahimakumullah,  Bila kita sudah sama mengetahui betapa bahayanya harta haram lantas apa solusinya agar kita bisa membersihakan diri kita dan keluarga kita dan bahkan bila memungkinkan adalah masyarakat kita dari harta yang haram?  Dr. Erwandi Tarmizi , M.A. memberikan solusi untuk membebaskan kita dari harta haram dalam bukunya Harta Haram Muamalat Kontemporer sebagai berikut:  Pemerintah Islam melakukan tindakan preventif berupa melarang para pedagang yang tidak paham halal haram dalam jual beli untuk berjualan di pasar. At-Tirmidzi meriwayatkan bahwa Khalifah Umar bin Khathab radhiyallahu ‘anhu mengeluarkan perintah: ”Jangan berjualan di pasar ini para pedagang yang tidak mengerti Dien (mumalat)  Juga diriwayatkan dari Imam malik bahwa beliau memerintahkan para penguasa untuk mengumpulkan seluruh pedagang dan orang-orang pasar, lalu beliau menguji mereka satu demi satu.  Saat Imam Malik mendapati di antara mereka ada yang tidak mengerti hukum halal-haram tentang jual-beli, beliau melarangnya masuk ke pasar seraya menyuruhnya mempelajari fikih muamalat, bila telah paham, orang tersebut dibolehkan masuk pasar.”  Imam Abu Laits (wafat 373) berkata, ”Tidak halal bagi seseorang untuk melakukan jual beli selagi dia belum menguasai bab fikih jual-beli.”  Diriwayatkan dari Muhammad bin Hasan, dia berkata, ”Setiap pedagang yang kuat memegang agama wajib dia minta didampingi oleh ahli fikih muamalat yang takwa agar si pedagang dapat bermusyawarah dengan ahli fikih tersebut tentang transaksi yang dia lakukan. “  Tradisi semacam ini masih berjalan hingga abad ke 8 hijriyah di negara-negara Islam, sebagaimana dikisahkan oleh Ibnu Al-Hajj (Ulama Maliki wafat 737 H).  Istri setiap Muslim perlu mengingatkan suaminya agar mencari harta dengan cara yang halal. Selain petugas resmi negara, istri-istri atau anak perempuan para salaf juga turut berperan mengingatkan suami mereka setiap akan keluar rumah untuk mencari nafkah. Imam Ghazali berkata:  “Sudah menjadi kebiasaan para wanita di zaman salaf bila para pria keluar dari rumahnya untuk bekerja maka istrinya atau anak perempuannya berkata kepadanya, ”Jauhilah pekerjaan yang haram. Sesungguhnya kami bisa bersabar terhadap kelaparan dan penderitaan namun kami tidak mampu bersabar terhadap api neraka.”  Membangun kesadaran umat untuk mempelajari agamanya terutama tentang fikih muamalat. Imam Al-Qarrafi berkata, ”Al Ghazali menukil ijma’ dan juga Imam Syafi’i bahwa seorang mukallaf tidak boleh berkeinginan melakukan sesuatu sebelum ia mengetahui hukum Allah tentang hal tersebut.  Orang yang hendak berjual beli wajib mempelajari syariat Allah tentang jual-beli yang akan dilakukannya. Orang yang akan melakukan transaksi ijarah (jual beli jasa), dia wajib mempelajari hukum Allah tentang ijarah.  Orang yang ingin melakukan transaksi mudharabah wajib mempelajari syariat Allah tentang mudharabah… Siapa yang mempelajari serta mengamalkannya sesuai dengan ilmunya sungguh dia mentaati Allah dua kali taat. Dan siapa yang tidak mempelajari dan tidak mengamalkan sungguh dia mendurhakai Allah dua kali.”  Demikian tadi upaya yang mungkin dilakukan agar kita bisa membersihkan harta kita dari harta yang haram. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala mengaruniakan kemudahan, taufik dan petunjuk serta kemampuan untuk mengamalkannya.  Referensi : Bahaya Memakan Harta Haram & Cara Terbebas darinya
Perintah Memakan Harta Halal

Jamaah Jumat rahimakumullah,

Memakan makanan yang dari harta yang halal merupakan salah satu ciri khas Ahlus Sunnah wal Jamaah. Ini merupakan ciri khas akhlak kaum muslimin yang tidak ada pada agama yang lain bahkan pada kelompok Islam yang menyimpang.

Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memerintahkan secara langsung kepada orang-orang beriman untuk memakan makanan yang halal lagi baik dalam banyak ayat dalam Al-Quran.

Allah Ta’ala berfirman,

وَكُلُوا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللَّهُ حَلَالًا طَيِّبًا ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي أَنْتُمْ بِهِ مُؤْمِنُونَ

Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya. [Al-Maidah: 88]

Wahai manusia, makanlah dari (makanan) yang halal dan baik yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu. [ Al-Baqarah: 168]

Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullah menjelaskan tafsir ayat ini sebagai berikut:

Ayat ini dialamatkan kepada seluruh manusia, baik yang Mukmin maupun yang kafir. Allah telah memberikan karunia kepada mereka dengan memerintahkan kepada mereka untuk makan dari seluruh yang ada di bumi seperti biji-bijian, hasil tanaman, buah-buahan, dan hewan dalam keadaan “yang halal, ”

Yaitu yang telah dihalalkan buat kalian untuk dikonsumsi, yang bukan dari rampasan maupun curian, bukan pula diperoleh dari hasil transaksi bisnis yang diharamkan, atau dalam bentuk yang diharamkan, atau dalam hal yang membawa kepada yang diharamkan, “lagi baik, ”maksudnya, bukan yang kotor seperti bangkai, darah, daging babi, dan seluruh hal-hal yang kotor dan jorok.

Di dalam Ayat ini terdapat dalil yang menunjukkan bahwa asalnya seluruh benda yang ada itu adalah boleh hukumnya, baik untuk dimakan maupun dimanfaatkan.

Dan bahwa hal-hal yang diharamkan darinya itu ada dua macam;

  • Pertama: yang diharamkan karena dzatnya yaitu yang kotor yang merupakan lawan dari yang baik (Thayyib),
  • Kedua: diharamkan karena dikaitkan dengan sesuatu, yaitu yang diharamkan karena bersangkutan dengan hak-hak Allah atau hak-hak manusia, yaitu yang merupakan lawan dari yang halal.

فَكُلُوا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللَّهُ حَلَالًا طَيِّبًا وَاشْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ

Maka makanlah yang halal lagi baik dari rezeki yang telah diberikan Allah kepadamu; dan syukurilah nikmat Allah, jika kamu hanya kepada-Nya saja menyembah. [An-Nahl: 114]

Dan masih banyak lagi ayat yang lain. Ini menunjukkan betapa besar perhatian Allah Ta’ala terhadap persoalan memakan makanan dari harta yang halal.

Larangan Memakan Harta Haram

Jamaah Jumat rahimakumullah,

Bila Allah telah memerintahkan orang-orang beriman untuk memakan makanan dari harta yang halal, Allah juga melarang mereka dari makan dari harta yang haram.

Di antara dalil yang menunjukkan larangan memakan makanan yang haram adalah:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ اللَّهَ طَيِّبٌ لَا يَقْبَلُ إِلَّا طَيِّبًا وَإِنَّ اللَّهَ أَمَرَ الْمُؤْمِنِينَ بِمَا أَمَرَ بِهِ الْمُرْسَلِينَ فَقَالَ { يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا إِنِّي بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ } وَقَالَ { يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ } ثُمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ يَا رَبِّ يَا رَبِّ وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ وَغُذِيَ بِالْحَرَامِ فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لِذَلِكَ

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu berkata, ” Rasulullah ﷺ bersabda, “Sesungguhnya Allah itu baik, tidak menerima kecuali hal-hal yang baik. Dan sesungguhnya Allah memerintahkan kepada orang-orang mukmin sebagaimana yang diperintahkan kepada para rasul.

Allah berfirman , “Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal yang shalih. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”.

Dan firman-Nya yang lain : “Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu”.

Kemudian beliau memberikan contoh berupa seorang laki-laki yang telah menempuh perjalanan jauh, rambutnya kusut serta berdebu, ia menengadahkan kedua tangannya ke langit seraya berkata, “Ya Rabbi ! Ya Rabbi! “

Sedangkan ia makanannya haram, minumannya haram dan pakaiannya haram dan dibesarkan dari hal-hal yang haram, bagaimana mungkin akan diterima do’anya” [Hadits Riwayat Muslim no. 1015]

Allah Subhanahu wa Ta’ala telah melarang orang-orang mukmin dari mengambil harta dengan cara yang batil. Cara mencari harta secara batil merupakan sumber pendapatan harta yang haram. Ini jelas berbahaya bagi kebaikan agama orang-orang yang beriman.

Allah Ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ ۚ وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. [An-Nisa’: 29]

Prof. Dr. Wahbah Az-Zuhaili rahimahullah menjelaskan tafsir ayat ini dengan mengatakan: ”Janganlah kalian ambil harta orang lain dengan cara haram dalam jual beli, (jangan pula) dengan riba, judi, merampas dan penipuan.

Akan tetapi dibolehkan bagi kalian untuk mengambil  harta  milik  selainmu dengan cara dagang yang lahir dari keridhaan dan keikhlasan hati antara dua pihak dan dalam koridor syari’.

Tijarah  adalah  usaha  memperoleh untung  lewat  jual  beli. Taradhi (saling  rela)  adalah  kesepakatan yang   sama-sama   muncul   antar kedua pihak pelaku transaksi, jual beli tanpa ada unsur penipuan.”

Allah Ta’ala juga berfirman di surat Al Baqarah: 188,

وَلَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِيقًا مِنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالْإِثْمِ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ

”Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.”

Syaikh Dr. Shalih bin Abdullah bin Humaid (Imam Masjidil Haram) saat menjelaskan tafsir ayat ini di dalam Tafsir Al-Mukhatshar menyatakan, ”Dan janganlah sebagian dari kalian mengambil harta sebagian yang lain secara batil, seperti mencuri, merampas dan menipu.

Juga janganlah kalian mengajukan gugatan ke penguasa (pengadilan) untuk mengambil sebagian harta orang lain secara tidak benar, padahal kalian tahu bahwa Allah mengharamkan hal itu.

Jadi melakukan perbuatan dosa (maksiat) disertai kesadaran bahwa perbuatan itu diharamkan akan lebih buruk nilainya dan lebih besar hukumannya.”

Jenis Harta Haram

Ma’asyirol Muslimin rahimakumullah,

Perlu diketahui bahwa harta haram itu ada dua jenis pada dasarnya yaitu:

  1. Harta yang haram karena sifatnya atau dzat harta tersebut memang haram.

Harta haram karena dzatnya misalnya adalah minuman yang memabukkan, babi, bangkai dan seterusnya.

  1. Harta yang haram karena cara memperolehnya haram secara syar’i.

Misalnya, harta hasil curian, penipuan, korupsi, merampas, dan berbagai transaksi yang dilarang secara tegas oleh syariat Islam, yaitu yang didasarkan atas riba, kezaliman dan gharar (transaksi yang tidak jelas kesudahannya).

Seorang Muslim yang memiliki keyakinan yang kuat terhadap kehidupan akhirat harus menjauhi memakan harta haram dari kedua jenis tersebut. Ada banyak akibat buruk yang harus ditanggung dari memakan harta yang haram baik dunia maupun di akhirat.

Akibat Memakan Harta Haram

Jamaah Jumat rahimakumullah,

Akibat buruk dari memakan harta haram itu tidak hanya menimpa individu saja namun juga masyarakat. Di antara akibat buruk memakan harta haram adalah:

  1. Dihilangkannya barokah

Allah Ta’ala mencabut barokah dari harta yang haram dan dari orang yang memakan harta yang haram.

Inilah yang Allah Ta’ala jelaskan kepada kita dalam firman-Nya,

يَمْحَقُ اللَّهُ الرِّبَا وَيُرْبِي الصَّدَقَاتِ ۗ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ كَفَّارٍ أَثِيمٍ

Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa. [Al-Baqarah: 276]

Allah Ta’ala saat menyebut riba yang merupakan pintu terbesar dari harta haram , Allah menimpakan akibat dari riba adalah hilang dan sedikitnya barokah. Sedangkan saat menyebut sedekah, derma dan pemberian Allah memberikan buah berupa barokah dan penambahan.

Dalam sebuah hadits dari Abu Khalid Hakim bin Hizam radhiyallahu ‘anhu dia berkata, ”Rasulullah ﷺ bersabda,

الْبَيِّعَانِ بِالْخِيَارِ مَا لَمْ يَتَفَرَّقَا أَوْ حَتَّى يَتَفَرَّقَا فَإِنْ صَدَقَا وَبَيَّنَا بُورِكَ لَهُمَا فِي بَيْعِهِمَا وَإِنْ كَتَمَا وَكَذَبَا مُحِقَتْ بَرَكَةُ بَيْعِهِمَا

Jual beli itu dengan al-khiyâr (hak pilih) selama belum berpisah atau hingga keduanya berpisah. Apabila keduanya jujur dan menjelaskan (cacat barang dagangannya) maka jual beli mereka diberkahi dan bila keduanya menyembunyikan aib dan berdusta maka barakah jual beli mereka dihapus. [Hadits riwayat Al-Bukhari 3/76 (2079) dan Muslim 5/10 (1532)]

  1. Doanya ditolak oleh Allah Ta’ala

Hal ini sebagaimana dalam hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, ”Rasulullah bersabda,

أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ اللَّهَ طَيِّبٌ لَا يَقْبَلُ إِلَّا طَيِّبًا وَإِنَّ اللَّهَ أَمَرَ الْمُؤْمِنِينَ بِمَا أَمَرَ بِهِ الْمُرْسَلِينَ فَقَالَ { يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا إِنِّي بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ } وَقَالَ { يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ } ثُمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ يَا رَبِّ يَا رَبِّ وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ وَغُذِيَ بِالْحَرَامِ فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لِذَلِكَ

“Sesungguhnya Allah baik, tidak menerima kecuali hal-hal yang baik, dan sesungguhnya Allah memerintahkan kepada orang-orang mu’min sebagaimana yang diperintahkan kepada para rasul.

Allah berfirman : “Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal yang shalih. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. Dan firman-Nya yang lain : “Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu”.

Kemudian beliau memberikan contoh berupa seorang laki-laki yang telah menempuh perjalanan jauh, rambutnya kusut serta berdebu, ia menengadahkan kedua tangannya ke langit seraya berkata, “Ya Rabbi ! Ya Rabbi! “

Sedangkan ia makanannya haram, minumannya haram dan pakaiannya haram dan dibesarkan dari hal-hal yang haram, bagaimana mungkin akan diterima do’anya.” [Hadits Riwayat Muslim no. 1015]

  1. Kerusakan hati

Hal ini berdasarkan hadits Nu’man bin Basyir radhiyallahu ‘anhu dia berkata, ”Aku mendengar Rasulullah ﷺ bersabda,

” الحَلاَلُ بَيِّنٌ، وَالحَرَامُ بَيِّنٌ، وَبَيْنَهُمَا مُشَبَّهَاتٌ لاَ يَعْلَمُهَا كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ، فَمَنِ اتَّقَى المُشَبَّهَاتِ اسْتَبْرَأَ لِدِينِهِ وَعِرْضِهِ، وَمَنْ وَقَعَ فِي الشُّبُهَاتِ: كَرَاعٍ يَرْعَى حَوْلَ الحِمَى، يُوشِكُ أَنْ يُوَاقِعَهُ، أَلاَ وَإِنَّ لِكُلِّ مَلِكٍ حِمًى، أَلاَ إِنَّ حِمَى اللَّهِ فِي أَرْضِهِ مَحَارِمُهُ، أَلاَ وَإِنَّ فِي الجَسَدِ مُضْغَةً: إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الجَسَدُ كُلُّهُ، وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الجَسَدُ كُلُّهُ، أَلاَ وَهِيَ القَلْبُ”

“Sesungguhnya yang halal itu telah jelas dan yang haram pun telah jelas pula. Sedangkan di antaranya ada perkara syubhat (samar-samar) yang kebanyakan manusia tidak mengetahui (hukum)-Nya.

Siapa yang menghindari perkara syubhat (samar-samar), maka ia telah membersihkan agama dan kehormatannya. Siapa yang jatuh ke dalam perkara yang samar-samar, maka ia telah jatuh ke dalam perkara yang haram. Seperti penggembala yang berada di dekat pagar larangan (milik orang) dan dikhawatirkan ia akan masuk ke dalamnya.

Ketahuilah, bahwa setiap raja memiliki larangan. Ingatlah bahwa larangan Allah adalah apa yang diharamkan-Nya. Ketahuilah, bahwa di dalam jasad manusia terdapat segumpal daging. Jika ia baik, maka baik pula seluruh jasadnya; dan jika ia rusak, maka rusak pula seluruh jasadnya. Ketahuilah, bahwa segumpal daging itu adalah hati. [Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim, dan ini adalah lafazh Muslim]

Imam Ibnu Hajar rahimahullah berkata, ”Dalam hadits ini ada peringatan tentang besarnya persoalan hati dan dorongan untuk memperbaikinya serta isyarat bahwa mata pencaharian yang baik itu berpengaruh terhadap hati.” [Fathul Bari]

Imam Ahmad rahimahullah pernah ditanya, ”Dengan apakah hati itu menjadi lembut?” Dia menjawab.”Dengan memakan yang halal.” [Manaqibul Imam Ahmad hal. 255]

  1. Mendapat adzab yang pedih di akhirat

Hal ini sebagaimana dalam sebuah hadits dari Abu Dzar Al-Ghifari radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, ”Rasulullah ﷺ bersabda,

ثَلاَثَةٌ لاَ يُكَلِّمُهُمُ اللَّهُ، وَلاَ يَنْظُرُ إِلَيْهِمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، وَلاَ يُزَكِّيهِمْ، وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ، قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللهِ، مَنْ هُمْ خَسِرُوا وَخَابُوا؟ قَالَ: فَأَعَادَهُ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم ثَلاَثَ مَرَّاتٍ، قَالَ: الْمُسْبِلُ، وَالْمُنْفِقُ سِلْعَتَهُ بِالْحَلِفِ الْكَاذِبِ، أَوِ الْفَاجِرِ، وَالْمَنَّانُ

”Ada tiga golongan manusa yang Allah tidak akan berbicara kepada mereka, tidak pula melihat mereka pada hari kiamat dan tidak juga mensucikannya dan bagi mereka adzab yang pedih.”

Abu Dzar berkata, Wahai Rasulullah! Siapakah mereka yang telah merugi dan celaka itu?” Rasulullah ﷺ mengulang sabdanya tiga kali, lantas berkata, ” Musbil , orang yang menjual dagangannya dengan cara sumpah dusta atau melampaui batas dan orang yang menyebut-nyebut pemberiannya.” [Hadits riwayat Muslim no. 208 dan Ahmad no. 21644]

Yang dimaksud dengan Musbil menurut Syaikh Abdul Qadir As-Saqaf dalam Al-Mausu’ah Al-haditsiyyah, adalah orang yang memanjangkan pakaiannya dan membiarkannya menjulur di tanah sebagai berangkat dari rasa takabur dan berbangga diri.

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Imam Al-Bukhari (3118) dari Khaulah binti Qaid Al-Anshari radhiyallahu ‘anha dia berkata,

سَمِعْتُ النبيَّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ، يقولُ: إنَّ رِجَالًا يَتَخَوَّضُونَ في مَالِ اللَّهِ بغيرِ حَقٍّ، فَلَهُمُ النَّارُ يَومَ القِيَامَةِ.

“Aku mendengar Nabi ﷺ bersabda, ”Sesungguhnya orang-orang yang mencari dan menggunakan harta tanpa kebenaran bagi mereka adalah neraka pada hari kiamat. “

  1. Harta haram yang merajalela pertanda adzab akan turun menghancurkan masyarakat di mana harta tersebut berada.

Nabi ﷺ bersabda, ”Apabila perzinaan dan riba telah merajalela di sebuah daerah, sungguh mereka telah menghalalkan untuk diri mereka sendiri adzab Allah.” [Hadits riwayat al-Hakim menurut Al-Albani ini hadits hasan lighirihi]

Ini adalah sebagian dari akibat buruk dari memakan harta yang haram yang akan menimpa seorang individu maupun masyarakat.

Sebenarnya masih banyak hadits lain yang menerangkan bahaya memakan harta haram, namun sebagian hadits tadi sudah cukup memberikan gambaran betapa mengerikannya akibat yang akan dialami.

Semoga Allah melindungi kita dan kaum muslimin seluruhnya dari harta yang haram.

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ, وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ, وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَاسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ كَانَ بِعِبَادِهِ خَبِيْرًا بَصِيْرًا، تَبَارَكَ الَّذِيْ جَعَلَ فِي السَّمَاءِ بُرُوْجًا وَجَعَلَ فِيْهَا سِرَاجًا وَقَمَرًا مُنِيْرًا. أَشْهَدُ اَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وأَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وُرَسُولُهُ الَّذِيْ بَعَثَهُ بِالْحَقِّ بَشِيْرًا وَنَذِيْرًا، وَدَاعِيَا إِلَى الْحَقِّ بِإِذْنِهِ وَسِرَاجًا مُنِيْرًا.

اللَّهُمَّ صَلِّ وَ سَلِّمْ عَلَى هَذَا النَّبِيِّ اْلكَرِيْمِ وَ عَلَى آلِهِ وَ أَصْحَابِهِ وَ مَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. أَمَّا بَعْدُ.

Cara Membersihkan Diri Dari Harta Haram

Jamaah Jumat rahimakumullah,

Bila kita sudah sama mengetahui betapa bahayanya harta haram lantas apa solusinya agar kita bisa membersihakan diri kita dan keluarga kita dan bahkan bila memungkinkan adalah masyarakat kita dari harta yang haram?

Dr. Erwandi Tarmizi , M.A. memberikan solusi untuk membebaskan kita dari harta haram dalam bukunya Harta Haram Muamalat Kontemporer sebagai berikut:

  1. Pemerintah Islam melakukan tindakan preventif berupa melarang para pedagang yang tidak paham halal haram dalam jual beli untuk berjualan di pasar.

At-Tirmidzi meriwayatkan bahwa Khalifah Umar bin Khathab radhiyallahu ‘anhu mengeluarkan perintah: ”Jangan berjualan di pasar ini para pedagang yang tidak mengerti Dien (mumalat)

Juga diriwayatkan dari Imam malik bahwa beliau memerintahkan para penguasa untuk mengumpulkan seluruh pedagang dan orang-orang pasar, lalu beliau menguji mereka satu demi satu.

Saat Imam Malik mendapati di antara mereka ada yang tidak mengerti hukum halal-haram tentang jual-beli, beliau melarangnya masuk ke pasar seraya menyuruhnya mempelajari fikih muamalat, bila telah paham, orang tersebut dibolehkan masuk pasar.”

Imam Abu Laits (wafat 373) berkata, ”Tidak halal bagi seseorang untuk melakukan jual beli selagi dia belum menguasai bab fikih jual-beli.”

Diriwayatkan dari Muhammad bin Hasan, dia berkata, ”Setiap pedagang yang kuat memegang agama wajib dia minta didampingi oleh ahli fikih muamalat yang takwa agar si pedagang dapat bermusyawarah dengan ahli fikih tersebut tentang transaksi yang dia lakukan. “

Tradisi semacam ini masih berjalan hingga abad ke 8 hijriyah di negara-negara Islam, sebagaimana dikisahkan oleh Ibnu Al-Hajj (Ulama Maliki wafat 737 H).

  1. Istri setiap Muslim perlu mengingatkan suaminya agar mencari harta dengan cara yang halal.

Selain petugas resmi negara, istri-istri atau anak perempuan para salaf juga turut berperan mengingatkan suami mereka setiap akan keluar rumah untuk mencari nafkah. Imam Ghazali berkata:

“Sudah menjadi kebiasaan para wanita di zaman salaf bila para pria keluar dari rumahnya untuk bekerja maka istrinya atau anak perempuannya berkata kepadanya, ”Jauhilah pekerjaan yang haram. Sesungguhnya kami bisa bersabar terhadap kelaparan dan penderitaan namun kami tidak mampu bersabar terhadap api neraka.”

  1. Membangun kesadaran umat untuk mempelajari agamanya terutama tentang fikih muamalat.

Imam Al-Qarrafi berkata, ”Al Ghazali menukil ijma’ dan juga Imam Syafi’i bahwa seorang mukallaf tidak boleh berkeinginan melakukan sesuatu sebelum ia mengetahui hukum Allah tentang hal tersebut.

Orang yang hendak berjual beli wajib mempelajari syariat Allah tentang jual-beli yang akan dilakukannya. Orang yang akan melakukan transaksi ijarah (jual beli jasa), dia wajib mempelajari hukum Allah tentang ijarah.

Orang yang ingin melakukan transaksi mudharabah wajib mempelajari syariat Allah tentang mudharabah… Siapa yang mempelajari serta mengamalkannya sesuai dengan ilmunya sungguh dia mentaati Allah dua kali taat. Dan siapa yang tidak mempelajari dan tidak mengamalkan sungguh dia mendurhakai Allah dua kali.”

Demikian tadi upaya yang mungkin dilakukan agar kita bisa membersihkan harta kita dari harta yang haram. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala mengaruniakan kemudahan, taufik dan petunjuk serta kemampuan untuk mengamalkannya.

Referensi : Bahaya Memakan Harta Haram & Cara Terbebas darinya



Efek Harta Haram Terhadap Hafalan Al-Quran

Efek Harta Haram Terhadap Hafalan Al-Quran. Umat Islam tentu merasa jijik dengan daging babi, anjing, khamr, bangkai, benda bernajis dan apa-apa yang diharamkan Namun nampaknya beberapa orang yang tertutup hatinya tidak merasa jijik dengan harta yang mengandung riba, hasil korupsi, kecurangan, penipuan, dan perjudian. Padahal semua itu haram. Na’udzubillahi mindzalik.  Dalam surah Al-Baqarah disebutkan,  يَا أَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي الْأَرْضِ حَلَالًا طَيِّبًا وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ ۚ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ  “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syetan; karena sesungguhnya syetan itu adalah musuh yang nyata bagimu.” (QS. Al-Baqarah: 168). Manusia diperintahkan untuk memakan makanan yang halal dan baik. Halal dzatnya dan halal cara memperolehnya.  Apabila seseorang memakan harta yang haram maka efeknya akan merasakan beberapa hal seperti di bawah ini: 1. Malas beribadah 2. Merasa nyaman berbuat dosa 3. Enggan menerima nasihat 4. Mudah tersinggung 5. Tidak ada ketenangan batin 6. Mudah cemas dan gelisah 7. Merasa tidak puas dan serakah 8. Doanya sulit dikabulkan 9. dan masih banyak lagi dampak buruk lainnya Perintah Makan yang Baik dan Beramal Shaleh Dalam ayat lain disebutkan,  يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا إِنِّي بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ  “Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang thayyib (yang baik), dan kerjakanlah amal yang saleh. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Mu’minun: 51). Makan yang thayyib maksudnya yaitu makan yang halal sebagaimana disebutkan oleh Sa’id bin Jubair dan Adh-Dhahak. Lihat Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim karya Ibnu Katsir.  Apabila makanannya halal maka akan termotivasi berbuat baik. Adapun jika makanannya tidak halal maka sangat berat untuk bisa beramal shaleh.  Peringatan Agar Kita Peduli Halal Haramnya Harta Rasulullah memperingatkan:  لَيَأْتِيَنَّ عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ لاَ يُبَالِى الْمَرْءُ بِمَا أَخَذَ الْمَالَ ، أَمِنْ حَلاَلٍ أَمْ مِنْ حَرَامٍ  “Akan datang suatu zaman di mana manusia tidak lagi peduli dari mana mereka mendapatkan harta, apakah dari usaha yang halal atau yang haram.” (HR. Bukhari)  Umat Islam tentu merasa jijik dengan daging babi, anjing, khamr, bangkai, benda-benda bernajis, dan apa-apa yang telah nyata keharamannya.  Namun nampaknya beberapa orang yang tertutup hatinya tidak merasa jijik dengan harta yang mengandung riba, hasil korupsi, kecurangan, penipuan, dan perjudian. Padahal semua itu sama-sama haram. Na’udzubillahi mindzalik.  Tidak ada kebahagiaan dan ketenangan memperoleh harta yang demikian haramnya, tidak ada kebaikan harta haram tersebut entah di dunia dan akhirat sama-sama tersiksa.  Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam pada Ka’ab,  يَا كَعْبُ بْنَ عُجْرَةَ إِنَّهُ لاَ يَرْبُو لَحْمٌ نَبَتَ مِنْ سُحْتٍ إِلاَّ كَانَتِ النَّارُ أَوْلَى بِهِ  “Wahai Ka’ab bin ‘Ujroh, sesungguhnya daging badan yang tumbuh berkembang dari sesuatu yang haram akan berhak dibakar dalam api neraka.” (HR. Tirmidzi, no. 614. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan). Apabila menghafal Al-Quran padahal di tubuhnya berasal dari harta haram maka tentu akan sulit sekali melekatnya hafalan Al-Quran.  اِلَّا تَذْكِرَةً لِّمَنْ يَّخْشٰى  Artinya: melainkan sebagai peringatan bagi orang yang takut (kepada Allah), (QS. Thaha: 3).  Tafsir Ringkas Kemenag RI: Kami tidak menurunkan Al-Qur’an kepadamu melainkan sebagai peringatan bagi orang yang takut kepada Allah dan ikhlas menaati ajaran dan perintah-Nya.  Orang yang takut pada Allah dan menaati ajarannya maka tidak akan dipersulit untuk menghafal Al-Quran.  Hati-hati dalam memberikan nafkah untuk anak-anak kita, untuk keluarga kita. Doa Minta Rejeki yang halal dan Berkecukupan اللَّهُمَّ اكْفِني بِحَلاَلِكَ عَنْ حَرَامِكَ ، وَأَغْنِنِي بِفَضْلِكَ عَمَّنْ سِوَاكَ  “Ya Allah cukupkanlah aku dengan yang halal dan jauhkanlah aku dari yang haram, dan cukupkanlah aku dengan karunia-Mu dari bergantung pada selain-Mu.” (HR. Tirmidzi). Semoga Allah hilangkan harta haram yang ada pada kita dan menggantinya dengan harta yang halal dan berkah.    Referensi : Efek Harta Haram Terhadap Hafalan Al-Quran
Efek Harta Haram Terhadap Hafalan Al-Quran. Umat Islam tentu merasa jijik dengan daging babi, anjing, khamr, bangkai, benda bernajis dan apa-apa yang diharamkan

Namun nampaknya beberapa orang yang tertutup hatinya tidak merasa jijik dengan harta yang mengandung riba, hasil korupsi, kecurangan, penipuan, dan perjudian. Padahal semua itu haram. Na’udzubillahi mindzalik.

Dalam surah Al-Baqarah disebutkan,

يَا أَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي الْأَرْضِ حَلَالًا طَيِّبًا وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ ۚ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ

“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syetan; karena sesungguhnya syetan itu adalah musuh yang nyata bagimu.” (QS. Al-Baqarah: 168).

Manusia diperintahkan untuk memakan makanan yang halal dan baik. Halal dzatnya dan halal cara memperolehnya.

Apabila seseorang memakan harta yang haram maka efeknya akan merasakan beberapa hal seperti di bawah ini:
1. Malas beribadah
2. Merasa nyaman berbuat dosa
3. Enggan menerima nasihat
4. Mudah tersinggung
5. Tidak ada ketenangan batin
6. Mudah cemas dan gelisah
7. Merasa tidak puas dan serakah
8. Doanya sulit dikabulkan
9. dan masih banyak lagi dampak buruk lainnya

Perintah Makan yang Baik dan Beramal Shaleh

Dalam ayat lain disebutkan,

يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا إِنِّي بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ

“Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang thayyib (yang baik), dan kerjakanlah amal yang saleh. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Mu’minun: 51).

Makan yang thayyib maksudnya yaitu makan yang halal sebagaimana disebutkan oleh Sa’id bin Jubair dan Adh-Dhahak. Lihat Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim karya Ibnu Katsir.

Apabila makanannya halal maka akan termotivasi berbuat baik. Adapun jika makanannya tidak halal maka sangat berat untuk bisa beramal shaleh.

Peringatan Agar Kita Peduli Halal Haramnya Harta

Rasulullah memperingatkan:

لَيَأْتِيَنَّ عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ لاَ يُبَالِى الْمَرْءُ بِمَا أَخَذَ الْمَالَ ، أَمِنْ حَلاَلٍ أَمْ مِنْ حَرَامٍ

“Akan datang suatu zaman di mana manusia tidak lagi peduli dari mana mereka mendapatkan harta, apakah dari usaha yang halal atau yang haram.” (HR. Bukhari)

Umat Islam tentu merasa jijik dengan daging babi, anjing, khamr, bangkai, benda-benda bernajis, dan apa-apa yang telah nyata keharamannya.

Namun nampaknya beberapa orang yang tertutup hatinya tidak merasa jijik dengan harta yang mengandung riba, hasil korupsi, kecurangan, penipuan, dan perjudian. Padahal semua itu sama-sama haram. Na’udzubillahi mindzalik.

Tidak ada kebahagiaan dan ketenangan memperoleh harta yang demikian haramnya, tidak ada kebaikan harta haram tersebut entah di dunia dan akhirat sama-sama tersiksa.

Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam pada Ka’ab,

يَا كَعْبُ بْنَ عُجْرَةَ إِنَّهُ لاَ يَرْبُو لَحْمٌ نَبَتَ مِنْ سُحْتٍ إِلاَّ كَانَتِ النَّارُ أَوْلَى بِهِ

“Wahai Ka’ab bin ‘Ujroh, sesungguhnya daging badan yang tumbuh berkembang dari sesuatu yang haram akan berhak dibakar dalam api neraka.” (HR. Tirmidzi, no. 614. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan).

Apabila menghafal Al-Quran padahal di tubuhnya berasal dari harta haram maka tentu akan sulit sekali melekatnya hafalan Al-Quran.

اِلَّا تَذْكِرَةً لِّمَنْ يَّخْشٰى

Artinya: melainkan sebagai peringatan bagi orang yang takut (kepada Allah), (QS. Thaha: 3).

Tafsir Ringkas Kemenag RI: Kami tidak menurunkan Al-Qur’an kepadamu melainkan sebagai peringatan bagi orang yang takut kepada Allah dan ikhlas menaati ajaran dan perintah-Nya.

Orang yang takut pada Allah dan menaati ajarannya maka tidak akan dipersulit untuk menghafal Al-Quran.

Hati-hati dalam memberikan nafkah untuk anak-anak kita, untuk keluarga kita.

Doa Minta Rejeki yang halal dan Berkecukupan

اللَّهُمَّ اكْفِني بِحَلاَلِكَ عَنْ حَرَامِكَ ، وَأَغْنِنِي بِفَضْلِكَ عَمَّنْ سِوَاكَ

“Ya Allah cukupkanlah aku dengan yang halal dan jauhkanlah aku dari yang haram, dan cukupkanlah aku dengan karunia-Mu dari bergantung pada selain-Mu.” (HR. Tirmidzi).

Semoga Allah hilangkan harta haram yang ada pada kita dan menggantinya dengan harta yang halal dan berkah.


Referensi : Efek Harta Haram Terhadap Hafalan Al-Quran



Dampak Harta Haram dalam Kehidupan

Salah satu perintah Allah Swt adalah untuk selalu menjaga makanan yang halal dan mendapatkan harta dengan cara yang sesuai dengan aturan syariat, sebagaimana yang termaktub dalam surat Al Baqarah ayat 168, “Wahai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu”.  Halalan yang dimaksud dalam ayat di atas menurut tafsir Ibnu Katsir adalah sesuatu yang dihalalkan syariat dan bukan diperoleh dengan cara yang diharamkan, sedangkan thayyiban maksudnya tidak al-khabîts, yakni tidak kotor atau najis, seperti bangkai, daging babi atau anjing, minuman keras dan yang sejenisnya.  Lantas, muncul pertanyaan di benak kita, apa itu harta haram, apa urgensinya memahami harta haram dan apa konsekuensi dampaknya dalam kehidupan manusia, baik di dunia maupun di akhirat?  Harta haram menurut Dr Erwandi Tarmizi, MA dalam bukunya Harta Haram dalam muamalat kontemporer adalah setiap harta yang didapatkan dari jalan atau cara yang dilarang syariat, seperti merampas, merampok, mencuri, riba, risywah atau sogokan, korupsi, penipuan dan berbagai macam mu’âmalah haram lain.  Urgensi memahami harta haram  Kemaslahatan harta dalam urusan dunia sangat jelas yaitu untuk menopang kebutuhan hidup manusia. Begitupun kemaslahatannya dalam urusan agama, maka ia juga sangat banyak. Banyak jenis ibadah yang tidak bisa dilakukan kecuali dengan harta. Keterbatasan dalam harta bisa menjadi keterbatasan dalam beribadah.  Seorang muslim harus memperhatikan dan memahami harta haram, sehingga ia selamat dalam hidupnya di dunia dan akhirat. Dalam proses mendapatkan harta, manusia secara umum dapat dikelompokkan ke dalam dua kelompok, yaitu:  Pertama, kelompok manusia yang tidak memperdulikan kaidah Rabbani (syariat) dalam mencari dan mengumpulkan harta, sehingga menjadikan harta sebagai tuhan mereka. Manusia seperti inilah yang didoakan Rasulullah saw dengan kehancuran, “Celakalah hamba dinar, celakalah hamba dirham, celakalah hamba pakaian….” (HR Bukhari)  Kedua, kelompok orang yang mesih memiliki hati nurani yang peka, namun karena tidak pernah tahu dan tidak pernah diajarkan sejak kecil tentang fikih muamalat, menyebabkan mereka melanggar syariat Allah Swt dalam mengumpulkan harta, sehingga terjerumus dalam hal yang haram. Manusia seperti inilah yang dimaksud oleh dua khalifah Umar Bin Khattab r.a dan Ali Bin Abi Thalib r.a.  Dalam kitab Mughni Al-Muhtaj julid 6 hal 310, Umar Bin Khattab r.a berkata, “Janganlah seseorang berdagang di pasar kami sampai dia paham betul mengenai seluk beluk riba,” dan sebagaimana dinukil oleh Abu Layst dalam kitab Tanbih Al Ghafilin hlm 364 dengan ungkapan Ali Bin Abi Thalib r.a, “Barang siapa yang melakukan perniagaan (bisnis) sebelum mempelajari fiqh (muamalat) dia akan terjerumus ke dalam riba, dia akan terjerumus, dia akan terjerumus.” Ungkapan dua khalifah di atas dengan memberikan penekanan “dia akan terjerumus” beberapakali bermakna, bahwa orang yang melakukan transaksi pemindahan harta tanpa dibekali dengan pengetahuan fikih muamalat akan terjerumus kedalam cara-cara yang haram. Oleh karena itu, setiap muslim dianjurkan untuk memeriksa kembali perniagaannya dengan mempelajari fikih muamalah yang merupakan syariat Allah Swt.  Dampak harta haram  Harta haram yang dihasilkan oleh dua kelompok di atas akan berdampak buruk terhadap pribadi pelakunya secara khusus dan umat manusia secara umum. Dampak buruk tersebut adalah:  Pertama, memakan harta haram berarti mendurhakai Allah dan mengikuti langkah syaitan. Dr Erwandi Tarmizi, MA menjelaskan, bahwa melanggar perintah Allah Swt dalam surat Al Baqarah ayat 168 adalah salah satu bentuk perbuatan durhaka kepada Allah Swt sekaligus menempuh jalan (cara) yang dirintis oleh syaitan.  Ibnul Qayyim rahimahullah dalam Badai’Al-Fawaid (3:381-385), mengatakan, ada beberapa langkah syaitan dalam menyesatkan manusia yaitu, mengajak kepada kekafiran, kesyirikan, dan memusuhi Allah Swt dan Rasul-Nya, mengajak kepada amalan yang tidak ada tuntunan (bid’ah), mengajak kepada dosa besar (al-kabair), mengajak kepada dosa-dosa kecil (ash-shaghair), menyibukkan dengan perkara mubah (yang sifatnya boleh, tidak ada pahala dan tidak ada sanksi di dalamnya) hingga berlebihan, menyibukkan dalam amalan yang kurang afdal, padahal ada amalan yang lebih afdal.  Kedua, kurang semangat dalam beramal saleh. Tafsir Ibnu Katsir ketika menafsirkan surat Al-Mu’minun ayat 51, “Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang thayyib (yang baik), dan kerjakanlah amal yang saleh. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” Menjelaskan bahwa makan yang thayyib di sini adalah makanan yang halal dan Allah Swt pada ayat ini memerintahkan para rasul untuk memakan makanan yang halal dan beramal saleh. Penyandingan dua perintah ini adalah isyarat bahwa makanan halal akan memberikan dampak positif, yaitu semangat dalam melakukan amal saleh.  Ketiga, memakan harta haram adalah kebiasaan buruk orang Yahudi. Ibnu Katsir menjelaskan ketika menafsirkan surat An-Nisaa’ ayat 160-161 yang membicarakan kebiasaan orang Yahudi dalam praktek riba, “Maka disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, Kami haramkan atas (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah. Dan disebabkan mereka memakan riba, Padahal Sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta benda orang dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih.”  Ibnu Katsir mengatakan, Allah telah melarang riba pada kaum Yahudi, namun mereka menerjangnya dan terus melakukan riba tersebut, bahkan mereka melakukan pengelabuan tipu daya dan akal-akalan supaya riba itu menjadi halal.  Siapa yang mengambil riba bahkan melakukan tipu daya dan akal-akalan supaya riba itu menjadi halal, berarti ia telah mengikuti jejak kaum Yahudi. Dan inilah yang sudah diisyaratkan oleh Nabi saw: Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Kiamat tidak akan terjadi hingga umatku mengikuti jalan generasi sebelumnya sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta.” Lalu ada yang menanyakan pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Apakah mereka itu mengikuti seperti Persia dan Romawi?” Beliau menjawab, “Selain mereka, lantas siapa lagi?” (HR Bukhari)  Keempat, daging yang tumbuh dari harta haram tempatnya api neraka. Seorang sahabat dinasihati oleh Nabi saw Ka’ab bin ‘Ujroh dengan sebuah sabda beliau, “Wahai Ka’ab bin ‘Ujroh, sesungguhnya daging badan yang tumbuh berkembang dari sesuatu yang haram akan berhak dibakar dalam api neraka.” (HR. Tirmidzi)  Kelima, doa tidak dikabulkan. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah saw bersabda, ”Sesungguhnya Allah Ta’ala itu baik (thayyib), tidak menerima kecuali yang baik (thayyib). Dan sesungguhnya Allah memerintahkan kepada kaum mukminin seperti apa yang diperintahkan kepada para Rasul. Allah Ta’ala berfirman, ‘Wahai para rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal shalih.’ (QS. Al-Mu’minun: 51). Dan Allah Ta’ala berfirman, ‘Wahai orang-orang yang beriman! Makanlah dari rezeki yang baik yang Kami berikan kepadamu.’ (QS. Al-Baqarah: 172).  Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan seseorang yang lama bepergian; rambutnya kusut, berdebu, dan menengadahkan kedua tangannya ke langit, lantas berkata, ‘Wahai Rabbku, wahai Rabbku.’ Padahal makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dan ia dikenyangkan dari yang haram, bagaimana mungkin doanya bisa terkabul.” (HR. Muslim, no. 1015)  Ibnu Rajab Alhambali dalam kitabnya Jami’ul ‘Ulum wal Hikam ketika mensyarah hadist di atas, menjelaskan beberapa kondisi terkabulnya doa dengan cepat, yaitu keadaan dalam perjalanan jauh (safar), meminta dalam keadaan sangat butuh (genting), menengadahkan tangan ke langit, memanggil Allah dengan panggilan “Yaa Rabbii” (wahai Rabb-ku) atau memuji Allah dengan menyebut nama dan sifat-Nya, misalnya: “Yaa Dzal Jalaali wal Ikraam” (wahai Rabb yang memiliki keagungan dan kemuliaan), “Yaa Mujiibas Saa’iliin” (wahai Rabb yang mengabulkan doa orang yang meminta kepada-Mu), dan lain-lain.  Ketika orang sudah memenuhi kondisi di atas, semetara dia memakan dan memiliki harta yang haram, maka doanya tidak akan dikabulkan oleh Allah Swt. Di samping itu, karena doa adalah inti dari ibadah shalat, maka bila doa tertolak dikhawatirkan shalat pemakan harta haram juga tertolak. Hal ini didukung oleh ungkapan sahabat Ibnu Abbas r.a, “Allah Swt tidak menerima shalat seseorang yang di dalam perutnya ada makan yang haram.”  Keenam, harta haram akan menenempatkan kaum muslimin dalam kemunduran dan kehinanaan. Dari ‘Abdullah bin ‘Umar r.a, Rasulullah saw bersabda, “Jika kalian berjual beli dengan cara ‘inah (salah satu transaksi riba), mengikuti ekor sapi (maksudnya: sibuk dengan peternakan), ridha dengan bercocok tanam (maksudnya: sibuk dengan pertanian) dan meninggalkan jihad (yang saat itu fardhu ‘ain), maka Allah akan menguasakan kehinaan atas kalian. Allah tidak akan mencabutnya dari kalian hingga kalian kembali kepada agama kalian.” (HR. Abu Daud)  Ketujuh, karena harta haram mengundang musibah dan bencana di muka bumi. Dari Ibnu ‘Abbas r.a, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila telah marak perzinaan dan praktek ribawi di suatu negeri, maka sungguh penduduk negeri tersebut telah menghalalkan diri mereka untuk diadzab oleh Allah.” (HR. Al-Hakim)  Orang yang memiliki harta halal dengan mata pencaharian yang halal adalah orang-orang yang paling selamat agamanya, paling tenang hati dan pikirannya, paling lapang dadanya, paling sukses kehidupannya. Kehormatan dan harga dirinya bersih dan terjaga, rezekinya penuh berkah dan citranya di masyarakat selalu indah. Semoga Allah Swt mengaruniakan kepada kita rezeki yang halal dan menerima amalan-amalan kita.
Salah satu perintah Allah Swt adalah untuk selalu menjaga makanan yang halal dan mendapatkan harta dengan cara yang sesuai dengan aturan syariat, sebagaimana yang termaktub dalam surat Al Baqarah ayat 168, “Wahai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu”.

Halalan yang dimaksud dalam ayat di atas menurut tafsir Ibnu Katsir adalah sesuatu yang dihalalkan syariat dan bukan diperoleh dengan cara yang diharamkan, sedangkan thayyiban maksudnya tidak al-khabîts, yakni tidak kotor atau najis, seperti bangkai, daging babi atau anjing, minuman keras dan yang sejenisnya.

Lantas, muncul pertanyaan di benak kita, apa itu harta haram, apa urgensinya memahami harta haram dan apa konsekuensi dampaknya dalam kehidupan manusia, baik di dunia maupun di akhirat?

Harta haram menurut Dr Erwandi Tarmizi, MA dalam bukunya Harta Haram dalam muamalat kontemporer adalah setiap harta yang didapatkan dari jalan atau cara yang dilarang syariat, seperti merampas, merampok, mencuri, riba, risywah atau sogokan, korupsi, penipuan dan berbagai macam mu’âmalah haram lain.

Urgensi memahami harta haram

Kemaslahatan harta dalam urusan dunia sangat jelas yaitu untuk menopang kebutuhan hidup manusia. Begitupun kemaslahatannya dalam urusan agama, maka ia juga sangat banyak. Banyak jenis ibadah yang tidak bisa dilakukan kecuali dengan harta. Keterbatasan dalam harta bisa menjadi keterbatasan dalam beribadah.

Seorang muslim harus memperhatikan dan memahami harta haram, sehingga ia selamat dalam hidupnya di dunia dan akhirat. Dalam proses mendapatkan harta, manusia secara umum dapat dikelompokkan ke dalam dua kelompok, yaitu:

Pertama, kelompok manusia yang tidak memperdulikan kaidah Rabbani (syariat) dalam mencari dan mengumpulkan harta, sehingga menjadikan harta sebagai tuhan mereka. Manusia seperti inilah yang didoakan Rasulullah saw dengan kehancuran, “Celakalah hamba dinar, celakalah hamba dirham, celakalah hamba pakaian….” (HR Bukhari)

Kedua, kelompok orang yang mesih memiliki hati nurani yang peka, namun karena tidak pernah tahu dan tidak pernah diajarkan sejak kecil tentang fikih muamalat, menyebabkan mereka melanggar syariat Allah Swt dalam mengumpulkan harta, sehingga terjerumus dalam hal yang haram. Manusia seperti inilah yang dimaksud oleh dua khalifah Umar Bin Khattab r.a dan Ali Bin Abi Thalib r.a.

Dalam kitab Mughni Al-Muhtaj julid 6 hal 310, Umar Bin Khattab r.a berkata, “Janganlah seseorang berdagang di pasar kami sampai dia paham betul mengenai seluk beluk riba,” dan sebagaimana dinukil oleh Abu Layst dalam kitab Tanbih Al Ghafilin hlm 364 dengan ungkapan Ali Bin Abi Thalib r.a, “Barang siapa yang melakukan perniagaan (bisnis) sebelum mempelajari fiqh (muamalat) dia akan terjerumus ke dalam riba, dia akan terjerumus, dia akan terjerumus.”
Ungkapan dua khalifah di atas dengan memberikan penekanan “dia akan terjerumus” beberapakali bermakna, bahwa orang yang melakukan transaksi pemindahan harta tanpa dibekali dengan pengetahuan fikih muamalat akan terjerumus kedalam cara-cara yang haram. Oleh karena itu, setiap muslim dianjurkan untuk memeriksa kembali perniagaannya dengan mempelajari fikih muamalah yang merupakan syariat Allah Swt.

Dampak harta haram

Harta haram yang dihasilkan oleh dua kelompok di atas akan berdampak buruk terhadap pribadi pelakunya secara khusus dan umat manusia secara umum. Dampak buruk tersebut adalah:

Pertama, memakan harta haram berarti mendurhakai Allah dan mengikuti langkah syaitan. Dr Erwandi Tarmizi, MA menjelaskan, bahwa melanggar perintah Allah Swt dalam surat Al Baqarah ayat 168 adalah salah satu bentuk perbuatan durhaka kepada Allah Swt sekaligus menempuh jalan (cara) yang dirintis oleh syaitan.

Ibnul Qayyim rahimahullah dalam Badai’Al-Fawaid (3:381-385), mengatakan, ada beberapa langkah syaitan dalam menyesatkan manusia yaitu, mengajak kepada kekafiran, kesyirikan, dan memusuhi Allah Swt dan Rasul-Nya, mengajak kepada amalan yang tidak ada tuntunan (bid’ah), mengajak kepada dosa besar (al-kabair), mengajak kepada dosa-dosa kecil (ash-shaghair), menyibukkan dengan perkara mubah (yang sifatnya boleh, tidak ada pahala dan tidak ada sanksi di dalamnya) hingga berlebihan, menyibukkan dalam amalan yang kurang afdal, padahal ada amalan yang lebih afdal.

Kedua, kurang semangat dalam beramal saleh. Tafsir Ibnu Katsir ketika menafsirkan surat Al-Mu’minun ayat 51, “Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang thayyib (yang baik), dan kerjakanlah amal yang saleh. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” Menjelaskan bahwa makan yang thayyib di sini adalah makanan yang halal dan Allah Swt pada ayat ini memerintahkan para rasul untuk memakan makanan yang halal dan beramal saleh. Penyandingan dua perintah ini adalah isyarat bahwa makanan halal akan memberikan dampak positif, yaitu semangat dalam melakukan amal saleh.

Ketiga, memakan harta haram adalah kebiasaan buruk orang Yahudi. Ibnu Katsir menjelaskan ketika menafsirkan surat An-Nisaa’ ayat 160-161 yang membicarakan kebiasaan orang Yahudi dalam praktek riba, “Maka disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, Kami haramkan atas (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah. Dan disebabkan mereka memakan riba, Padahal Sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta benda orang dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih.”

Ibnu Katsir mengatakan, Allah telah melarang riba pada kaum Yahudi, namun mereka menerjangnya dan terus melakukan riba tersebut, bahkan mereka melakukan pengelabuan tipu daya dan akal-akalan supaya riba itu menjadi halal.

Siapa yang mengambil riba bahkan melakukan tipu daya dan akal-akalan supaya riba itu menjadi halal, berarti ia telah mengikuti jejak kaum Yahudi. Dan inilah yang sudah diisyaratkan oleh Nabi saw: Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Kiamat tidak akan terjadi hingga umatku mengikuti jalan generasi sebelumnya sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta.” Lalu ada yang menanyakan pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Apakah mereka itu mengikuti seperti Persia dan Romawi?” Beliau menjawab, “Selain mereka, lantas siapa lagi?” (HR Bukhari)

Keempat, daging yang tumbuh dari harta haram tempatnya api neraka. Seorang sahabat dinasihati oleh Nabi saw Ka’ab bin ‘Ujroh dengan sebuah sabda beliau, “Wahai Ka’ab bin ‘Ujroh, sesungguhnya daging badan yang tumbuh berkembang dari sesuatu yang haram akan berhak dibakar dalam api neraka.” (HR. Tirmidzi)

Kelima, doa tidak dikabulkan. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah saw bersabda, ”Sesungguhnya Allah Ta’ala itu baik (thayyib), tidak menerima kecuali yang baik (thayyib). Dan sesungguhnya Allah memerintahkan kepada kaum mukminin seperti apa yang diperintahkan kepada para Rasul. Allah Ta’ala berfirman, ‘Wahai para rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal shalih.’ (QS. Al-Mu’minun: 51). Dan Allah Ta’ala berfirman, ‘Wahai orang-orang yang beriman! Makanlah dari rezeki yang baik yang Kami berikan kepadamu.’ (QS. Al-Baqarah: 172).

Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan seseorang yang lama bepergian; rambutnya kusut, berdebu, dan menengadahkan kedua tangannya ke langit, lantas berkata, ‘Wahai Rabbku, wahai Rabbku.’ Padahal makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dan ia dikenyangkan dari yang haram, bagaimana mungkin doanya bisa terkabul.” (HR. Muslim, no. 1015)

Ibnu Rajab Alhambali dalam kitabnya Jami’ul ‘Ulum wal Hikam ketika mensyarah hadist di atas, menjelaskan beberapa kondisi terkabulnya doa dengan cepat, yaitu keadaan dalam perjalanan jauh (safar), meminta dalam keadaan sangat butuh (genting), menengadahkan tangan ke langit, memanggil Allah dengan panggilan “Yaa Rabbii” (wahai Rabb-ku) atau memuji Allah dengan menyebut nama dan sifat-Nya, misalnya: “Yaa Dzal Jalaali wal Ikraam” (wahai Rabb yang memiliki keagungan dan kemuliaan), “Yaa Mujiibas Saa’iliin” (wahai Rabb yang mengabulkan doa orang yang meminta kepada-Mu), dan lain-lain.

Ketika orang sudah memenuhi kondisi di atas, semetara dia memakan dan memiliki harta yang haram, maka doanya tidak akan dikabulkan oleh Allah Swt. Di samping itu, karena doa adalah inti dari ibadah shalat, maka bila doa tertolak dikhawatirkan shalat pemakan harta haram juga tertolak. Hal ini didukung oleh ungkapan sahabat Ibnu Abbas r.a, “Allah Swt tidak menerima shalat seseorang yang di dalam perutnya ada makan yang haram.”

Keenam, harta haram akan menenempatkan kaum muslimin dalam kemunduran dan kehinanaan. Dari ‘Abdullah bin ‘Umar r.a, Rasulullah saw bersabda, “Jika kalian berjual beli dengan cara ‘inah (salah satu transaksi riba), mengikuti ekor sapi (maksudnya: sibuk dengan peternakan), ridha dengan bercocok tanam (maksudnya: sibuk dengan pertanian) dan meninggalkan jihad (yang saat itu fardhu ‘ain), maka Allah akan menguasakan kehinaan atas kalian. Allah tidak akan mencabutnya dari kalian hingga kalian kembali kepada agama kalian.” (HR. Abu Daud)

Ketujuh, karena harta haram mengundang musibah dan bencana di muka bumi. Dari Ibnu ‘Abbas r.a, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila telah marak perzinaan dan praktek ribawi di suatu negeri, maka sungguh penduduk negeri tersebut telah menghalalkan diri mereka untuk diadzab oleh Allah.” (HR. Al-Hakim)

Orang yang memiliki harta halal dengan mata pencaharian yang halal adalah orang-orang yang paling selamat agamanya, paling tenang hati dan pikirannya, paling lapang dadanya, paling sukses kehidupannya. Kehormatan dan harga dirinya bersih dan terjaga, rezekinya penuh berkah dan citranya di masyarakat selalu indah. Semoga Allah Swt mengaruniakan kepada kita rezeki yang halal dan menerima amalan-amalan kita.


Referensi : Dampak Harta Haram dalam Kehidupan



Buya Yahya Beberkan Dampak Fatal Memberi Nafkah Keluarga dari Harta Haram : Jauh dari Hidayah

Buya Yahya Beberkan Dampak Fatal Memberi Nafkah Keluarga dari Harta Haram: Jauh dari Hidayah. Umat Islam diwajibkan agar mencari rezeki sekaligus memberi makan kepada keluarganya berasa dari jalan yang halal, karena jika berasal dari jalan yang haram maka akan berdampak sangat fatal. Umat Muslim sangat dianjurkan agar mereka mencari nafkah terutama bagi keluarganya berasal dari jalan yang halal agar terdapat keberkahan.  Hal ini ditujukan agar setiap makanan yang dikonsumsi bisa berdampak baik untuk diri dan keluarga, terutama untuk generasi penerus. Begitu juga dengan sebaliknya, ketika keluarga diberikan makan yang berasal dari uang haram, maka dampak negatif serta dosa yang akan didapatkannya. Lantas apa dampak fatal memberikan makan keluarga dari harta yang haram? Buya Yahya menjelaskan dampak fatal jika memberi makan keluarga dari harta haram. Menurut ulama kharismatik ini, memberi makan dari harta yang haram bisa berdampak pada kecerdasan batin seorang anak.  “Hidayah dari Allah jauh, ingin berbuat baik juga susah,” ungkap Buya Yahya. Buya Yahya membeberkan bahwa orang yang sering makan dari harta haram ini maka anggota tubuhnya akan sering melakukan maksiat atau mendorong pada perbuatan yang negatif.  “Maksiat, keharaman akan ditempelkan di hati seperti memintal benang, jadi kalau makan haram seperti ada bintik hitam terus menerus sampai hatinya gelap,” tambah Buya Yahya.  Akibat dari hal itu bisa membuat hati seseorang menjadi gelap serta susah untuk menerima hidayah maupun nasehat untuk kebaikan.  Apalagi seorang anak yang sedang mencari ilmu tapi diberi uang dari hasil yang haram, maka anak tersebut ada kemungkinan akan susah untuk menyerap ilmu yang berkah.  “Sekalipun belajar Al-Quran tafsir, tapi kalau dibiayai dari rizki yang haram, susah mendapatkan ilmu yang manfaat,” tegas Buya Yahya. Selain itu, menurut Buya Yahya orang dahulu sangat berhati-hati dalam memberikan makan sekaligus nafkah untuk keluarganya.  Hal itu tentunya ditujukan agar terhindar dari dampak fatal bagi keluarganya serta terhindar dari dosa dari Allah SWT karena melanggar perintahnya.  Demikian penjelasan Buya Yahya terkait dampak fatal memberi makan keluarga dari harta yang haram.     Referensi : Buya Yahya Beberkan Dampak Fatal Memberi Nafkah Keluarga dari Harta Haram: Jauh dari Hidayah
Buya Yahya Beberkan Dampak Fatal Memberi Nafkah Keluarga dari Harta Haram: Jauh dari Hidayah. Umat Islam diwajibkan agar mencari rezeki sekaligus memberi makan kepada keluarganya berasa dari jalan yang halal, karena jika berasal dari jalan yang haram maka akan berdampak sangat fatal. Umat Muslim sangat dianjurkan agar mereka mencari nafkah terutama bagi keluarganya berasal dari jalan yang halal agar terdapat keberkahan.

Hal ini ditujukan agar setiap makanan yang dikonsumsi bisa berdampak baik untuk diri dan keluarga, terutama untuk generasi penerus. Begitu juga dengan sebaliknya, ketika keluarga diberikan makan yang berasal dari uang haram, maka dampak negatif serta dosa yang akan didapatkannya. Lantas apa dampak fatal memberikan makan keluarga dari harta yang haram? Buya Yahya menjelaskan dampak fatal jika memberi makan keluarga dari harta haram. Menurut ulama kharismatik ini, memberi makan dari harta yang haram bisa berdampak pada kecerdasan batin seorang anak.

“Hidayah dari Allah jauh, ingin berbuat baik juga susah,” ungkap Buya Yahya. Buya Yahya membeberkan bahwa orang yang sering makan dari harta haram ini maka anggota tubuhnya akan sering melakukan maksiat atau mendorong pada perbuatan yang negatif.

“Maksiat, keharaman akan ditempelkan di hati seperti memintal benang, jadi kalau makan haram seperti ada bintik hitam terus menerus sampai hatinya gelap,” tambah Buya Yahya.

Akibat dari hal itu bisa membuat hati seseorang menjadi gelap serta susah untuk menerima hidayah maupun nasehat untuk kebaikan.

Apalagi seorang anak yang sedang mencari ilmu tapi diberi uang dari hasil yang haram, maka anak tersebut ada kemungkinan akan susah untuk menyerap ilmu yang berkah.

“Sekalipun belajar Al-Quran tafsir, tapi kalau dibiayai dari rizki yang haram, susah mendapatkan ilmu yang manfaat,” tegas Buya Yahya. Selain itu, menurut Buya Yahya orang dahulu sangat berhati-hati dalam memberikan makan sekaligus nafkah untuk keluarganya.

Hal itu tentunya ditujukan agar terhindar dari dampak fatal bagi keluarganya serta terhindar dari dosa dari Allah SWT karena melanggar perintahnya.

Demikian penjelasan Buya Yahya terkait dampak fatal memberi makan keluarga dari harta yang haram. 


Referensi : Buya Yahya Beberkan Dampak Fatal Memberi Nafkah Keluarga dari Harta Haram: Jauh dari Hidayah