This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences. Now replace these with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences. Now replace these with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences. Now replace these with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences. Now replace these with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences. Now replace these with your own descriptions.

Senin, 05 September 2022

Memahami Apa Itu Mimpi, Alasan Terjadi dan Arti dari Mimpi

Memahami Apa Itu Mimpi, Alasan Terjadi dan Arti dari Mimpi. Semua orang pasti pernah bermimpi, mulai dari yang membahagiakan atau menakutkan yang bisa membuat Anda terbangun dari tidur. Hingga kini, penelitian masih terus menggali lebih dalam mengenai berbagai hal yang berkaitan dengan mimpi. Sebenarnya, apa itu mimpi dan kenapa bisa terjadi? Penasaran? Yuk, cari tahu lebih lanjut pada ulasan berikut ini!  Apa itu mimpi?  memimpikan seseorang  Mimpi adalah gambaran, pikiran, dan emosi yang dialami seseorang selama tidur. Biasanya terjadi pada tahap tidur REM (rapid eye movement), yakni tahapan tidur yang membuat napas jadi lebih cepat atau tidak teratur, dan mata bergerak ke segala arah dengan cepat.  Jenis tidur ini pertama-tama terjadi sekitar satu setengah jam setelah Anda tertidur dan kemudian setiap 90 menit atau lebih sepanjang malam.  Mimpi yang Anda rasakan bisa saja sangat emosional, samar, singkat, membingungkan, menyenangkan, atau bahkan menakutkan.  Selain itu, ada juga yang memiliki jalan cerita atau malah tidak masuk akal sama sekali. Ini terjadi karena yang mengatur adalah pusat emosional otak, bukan wilayah otak yang berhubungan dengan sesuatu yang logis.  Menurut model aktivasi-sintesis mimpi yang merupakan teori dari J. Allan Hobson dan Robert McCarley, sirkuit otak aktif selama tidur REM, sehingga memicu amigdala dan hipokampus untuk membuat serangkaian impuls listrik. Kombinasi ini akan menghasilkan pikiran, gambar, dan ingatan acak yang muncul saat seseorang tertidur.  Lantas, apa tujuan mimpi itu?  tidur dan mimpi  Setelah memahami penjelasan sebelumnya, mungkin terbesit dalam pikiran Anda, “kenapa saya bermimpi, ya?” Penjelasannya tertuang dalam beberapa teori berikut ini.  Dalam “The Interpretation of Dreams,” Freud menulis bahwa mimpi adalah “pemenuhan terselubung dari keinginan yang tertekan.” Beliau juga menggambarkan dua komponen berbeda, yakni konten nyata (gambar aktual) dan konten laten (makna tersembunyi).  Teori Freud ini berkontribusi pada kebangkitan dan popularitas interpretasi sebenarnya. Meskipun penelitian gagal menunjukkan bahwa konten nyata menyamarkan signifikansi psikologis dari sebuah mimpi, beberapa ahli percaya bahwa hal ini memainkan peran penting dalam memproses emosi dan pengalaman yang membuat stres.  Meski tampaknya tidak penting, menurut The Greater Good Science Center dari University of California, mimpi ternyata memiliki beberapa tujuan, di antaranya:  Terapi diri  Mimpi tampaknya menghilangkan rasa sakit dari episode emosional yang sulit, bahkan traumatis, yang terjadi sepanjang hari. Kemudian, menawarkan ketenangan emosional saat Anda bangun keesokan paginya.  Tidur REM adalah satu-satunya saat ketika otak sama sekali tidak memiliki molekul noradrenalin yang memicu kecemasan. Pada saat yang sama, struktur kunci emosional dan terkait memori pada otak aktif kembali selama tidur REM saat kita bermimpi.  Ini berarti bahwa pengaktifan kembali memori emosional terjadi pada otak yang bebas dari bahan kimia stres utama, yang memungkinkan kita memproses kembali ingatan yang mengganggu dalam lingkungan yang lebih aman dan lebih tenang.  Sarana untuk menemukan solusi  Telah terbukti bahwa tahapan tidur REM menggabungkan beberapa ingatan bersamaan dengan cara yang abstrak dan sangat baru.  Jadi, selama Anda bermimpi, otak akan mengambil berbagai pengetahuan yang ada , mengatur, dan menyusunnya menjadi sebuah informasi. Proses ini bisa menciptakan pola pikir yang dapat membantu Anda menemukan solusi dari masalah yang sebelumnya tidak terpecahkan.  Kemudian, situs Sleep Foundation juga menyebutkan tujuan lainnya, seperti memperkuat ingatan, membantu mengelola emosi dan membersihkan otak dari informasi yang tidak perlu.  Namun, sebagian peneliti juga beranggapan bahwa mimpi bisa jadi produk sampingan dari tidur yang tidak memiliki tujuan.  Mengapa ada mimpi indah dan buruk?  penyebab mimpi buruk  Hingga kini, apa itu mimpi masih menyimpan banyak misteri. Belum ada penelitian pasti yang menemukan alasan kenapa hal ini bisa terjadi, baik yang menyenangkan atau menakutkan. Namun, kemungkinan besar ini berkaitan erat dengan suasana hati dan berbagai hal yang Anda alami atau pikirkan sebelum tidur.  Ahli dari Washington State University menjelaskan bahwa mimpi buruk kemungkinan terjadi ketika Anda mengalami suatu hal yang menakutkan atau membuat Anda cemas. Contohnya, menonton film horor sebelum tidur atau melihat peristiwa yang menakutkan di siang harinya.  Sebagaimana penjelasan sebelumnya, mimpi terbentuk dari berbagai potongan informasi dan emosi yang Anda rasakan. Nah, bisa jadi otak Anda mengambil potongan kejadian yang menakutkan pada siang hari tersebut, hingga timbul saat Anda tertidur pada malam hari.  Kabar baiknya adalah hampir semua orang tidak bisa mengingat mimpinya secara mendetail. Ini karena otak Anda terkadang tidak menyimpan hal-hal yang sifatnya tidak penting. Apalagi seperti mimpi yang kadang tidak jelas, tidak beralur, dan tumpang tindih.  Untungnya lagi, mimpi buruk bisa Anda minimalisir dengan cara menghindari minum alkohol atau kopi sebelum tidur, melakukan pengobatan dari penyakit mental yang diidap, dan memperbaiki kualitas tidur.  Mengalami mimpi buruk memang hal yang normal. Akan tetapi, terus mengalami mimpi buruk bisa menjadi tanda dari masalah kesehatan, seperti nightmare disorder (gangguan mimpi buruk).  Apa itu gangguan mimpi buruk? Ini adalah kondisi yang menyebabkan seseorang mengalami merasa terganggu, berkaitan dengan perasaan negatif, seperti kecemasan atau ketakutan yang bisa membangunkan tidur. Kondisi ini cukup langka, dan kemungkinan menyerang orang dewasa.  Dampak dari nightmare disorder kesusahan adalah susah tidur karena takut, sering terbangun di malam hari, dan kesulitan beraktivitas dengan baik di siang hari karena mengantuk.  Orang-orang yang berisiko mengalami kondisi ini adalah pengidap PTSD, memiliki gangguan kecemasan atau mengalami stres, dan menggunakan obat antidepresan atau obat darah tinggi. Jika Anda terus-menerus mengalami mimpi buruk, lakukan pemeriksaan lebih lanjut pada dokter.  Apakah mimpi memiliki arti?  manusia bersosialisasi  Sebagian besar orang mempercayai bahwa mimpi memiki pesan atau arti bagi orang yang memimpikannya. Itulah sebabnya, banyak orang yang ingin mengetahui apa artinya.  Bagaimana menafsirkan maknanya, memang menarik perhatian dan menjadi perdebatan. Beberapa psikolog berpendapat bahwa hal ini memberikan wawasan tentang jiwa atau kehidupan sehari-hari seseorang, dan punya kaitan erat dengan pengalaman nyata yang pernah dialami.  Sementara yang lain menganggap bahwa mimpi itu tidak konsisten, tidak terkonsep, dan tumpang tindih sehingga cukup membingungkan untuk diambil maknanya. Apalagi, isinya dapat berubah atau artinya tergantung oleh orang yang memimpikannya.  Sebagai contoh, dalam mendeskripsikan, orang sering merujuk pada sosok yang mereka kenali dengan jelas padahal penampilan yang dilihat menyimpang. Hingga kini, belum ada penelitian lebih lanjut mengenai kepastian arti dari mimpi. Walaupun begitu, sangat mungkin berkaitan dengan kehidupan sehari-hari pada orang yang memimpikannya.

Memahami Apa Itu Mimpi, Alasan Terjadi dan Arti dari Mimpi. Semua orang pasti pernah bermimpi, mulai dari yang membahagiakan atau menakutkan yang bisa membuat Anda terbangun dari tidur. Hingga kini, penelitian masih terus menggali lebih dalam mengenai berbagai hal yang berkaitan dengan mimpi. Sebenarnya, apa itu mimpi dan kenapa bisa terjadi? Penasaran? Yuk, cari tahu lebih lanjut pada ulasan berikut ini!

Apa itu mimpi?

memimpikan seseorang

Mimpi adalah gambaran, pikiran, dan emosi yang dialami seseorang selama tidur. Biasanya terjadi pada tahap tidur REM (rapid eye movement), yakni tahapan tidur yang membuat napas jadi lebih cepat atau tidak teratur, dan mata bergerak ke segala arah dengan cepat.

Jenis tidur ini pertama-tama terjadi sekitar satu setengah jam setelah Anda tertidur dan kemudian setiap 90 menit atau lebih sepanjang malam.

Mimpi yang Anda rasakan bisa saja sangat emosional, samar, singkat, membingungkan, menyenangkan, atau bahkan menakutkan.

Selain itu, ada juga yang memiliki jalan cerita atau malah tidak masuk akal sama sekali. Ini terjadi karena yang mengatur adalah pusat emosional otak, bukan wilayah otak yang berhubungan dengan sesuatu yang logis.

Menurut model aktivasi-sintesis mimpi yang merupakan teori dari J. Allan Hobson dan Robert McCarley, sirkuit otak aktif selama tidur REM, sehingga memicu amigdala dan hipokampus untuk membuat serangkaian impuls listrik. Kombinasi ini akan menghasilkan pikiran, gambar, dan ingatan acak yang muncul saat seseorang tertidur.

Lantas, apa tujuan mimpi itu?

tidur dan mimpi

Setelah memahami penjelasan sebelumnya, mungkin terbesit dalam pikiran Anda, “kenapa saya bermimpi, ya?” Penjelasannya tertuang dalam beberapa teori berikut ini.

Dalam “The Interpretation of Dreams,” Freud menulis bahwa mimpi adalah “pemenuhan terselubung dari keinginan yang tertekan.” Beliau juga menggambarkan dua komponen berbeda, yakni konten nyata (gambar aktual) dan konten laten (makna tersembunyi).

Teori Freud ini berkontribusi pada kebangkitan dan popularitas interpretasi sebenarnya. Meskipun penelitian gagal menunjukkan bahwa konten nyata menyamarkan signifikansi psikologis dari sebuah mimpi, beberapa ahli percaya bahwa hal ini memainkan peran penting dalam memproses emosi dan pengalaman yang membuat stres.

Meski tampaknya tidak penting, menurut The Greater Good Science Center dari University of California, mimpi ternyata memiliki beberapa tujuan, di antaranya:

Terapi diri

Mimpi tampaknya menghilangkan rasa sakit dari episode emosional yang sulit, bahkan traumatis, yang terjadi sepanjang hari. Kemudian, menawarkan ketenangan emosional saat Anda bangun keesokan paginya.

Tidur REM adalah satu-satunya saat ketika otak sama sekali tidak memiliki molekul noradrenalin yang memicu kecemasan. Pada saat yang sama, struktur kunci emosional dan terkait memori pada otak aktif kembali selama tidur REM saat kita bermimpi.

Ini berarti bahwa pengaktifan kembali memori emosional terjadi pada otak yang bebas dari bahan kimia stres utama, yang memungkinkan kita memproses kembali ingatan yang mengganggu dalam lingkungan yang lebih aman dan lebih tenang.

Sarana untuk menemukan solusi

Telah terbukti bahwa tahapan tidur REM menggabungkan beberapa ingatan bersamaan dengan cara yang abstrak dan sangat baru.

Jadi, selama Anda bermimpi, otak akan mengambil berbagai pengetahuan yang ada , mengatur, dan menyusunnya menjadi sebuah informasi. Proses ini bisa menciptakan pola pikir yang dapat membantu Anda menemukan solusi dari masalah yang sebelumnya tidak terpecahkan.

Kemudian, situs Sleep Foundation juga menyebutkan tujuan lainnya, seperti memperkuat ingatan, membantu mengelola emosi dan membersihkan otak dari informasi yang tidak perlu.

Namun, sebagian peneliti juga beranggapan bahwa mimpi bisa jadi produk sampingan dari tidur yang tidak memiliki tujuan.

Mengapa ada mimpi indah dan buruk?

penyebab mimpi buruk

Hingga kini, apa itu mimpi masih menyimpan banyak misteri. Belum ada penelitian pasti yang menemukan alasan kenapa hal ini bisa terjadi, baik yang menyenangkan atau menakutkan. Namun, kemungkinan besar ini berkaitan erat dengan suasana hati dan berbagai hal yang Anda alami atau pikirkan sebelum tidur.

Ahli dari Washington State University menjelaskan bahwa mimpi buruk kemungkinan terjadi ketika Anda mengalami suatu hal yang menakutkan atau membuat Anda cemas. Contohnya, menonton film horor sebelum tidur atau melihat peristiwa yang menakutkan di siang harinya.

Sebagaimana penjelasan sebelumnya, mimpi terbentuk dari berbagai potongan informasi dan emosi yang Anda rasakan. Nah, bisa jadi otak Anda mengambil potongan kejadian yang menakutkan pada siang hari tersebut, hingga timbul saat Anda tertidur pada malam hari.

Kabar baiknya adalah hampir semua orang tidak bisa mengingat mimpinya secara mendetail. Ini karena otak Anda terkadang tidak menyimpan hal-hal yang sifatnya tidak penting. Apalagi seperti mimpi yang kadang tidak jelas, tidak beralur, dan tumpang tindih.

Untungnya lagi, mimpi buruk bisa Anda minimalisir dengan cara menghindari minum alkohol atau kopi sebelum tidur, melakukan pengobatan dari penyakit mental yang diidap, dan memperbaiki kualitas tidur.

Mengalami mimpi buruk memang hal yang normal. Akan tetapi, terus mengalami mimpi buruk bisa menjadi tanda dari masalah kesehatan, seperti nightmare disorder (gangguan mimpi buruk).

Apa itu gangguan mimpi buruk? Ini adalah kondisi yang menyebabkan seseorang mengalami merasa terganggu, berkaitan dengan perasaan negatif, seperti kecemasan atau ketakutan yang bisa membangunkan tidur. Kondisi ini cukup langka, dan kemungkinan menyerang orang dewasa.

Dampak dari nightmare disorder kesusahan adalah susah tidur karena takut, sering terbangun di malam hari, dan kesulitan beraktivitas dengan baik di siang hari karena mengantuk.

Orang-orang yang berisiko mengalami kondisi ini adalah pengidap PTSD, memiliki gangguan kecemasan atau mengalami stres, dan menggunakan obat antidepresan atau obat darah tinggi. Jika Anda terus-menerus mengalami mimpi buruk, lakukan pemeriksaan lebih lanjut pada dokter.

Apakah mimpi memiliki arti?

manusia bersosialisasi

Sebagian besar orang mempercayai bahwa mimpi memiki pesan atau arti bagi orang yang memimpikannya. Itulah sebabnya, banyak orang yang ingin mengetahui apa artinya.

Bagaimana menafsirkan maknanya, memang menarik perhatian dan menjadi perdebatan. Beberapa psikolog berpendapat bahwa hal ini memberikan wawasan tentang jiwa atau kehidupan sehari-hari seseorang, dan punya kaitan erat dengan pengalaman nyata yang pernah dialami.

Sementara yang lain menganggap bahwa mimpi itu tidak konsisten, tidak terkonsep, dan tumpang tindih sehingga cukup membingungkan untuk diambil maknanya. Apalagi, isinya dapat berubah atau artinya tergantung oleh orang yang memimpikannya.

Sebagai contoh, dalam mendeskripsikan, orang sering merujuk pada sosok yang mereka kenali dengan jelas padahal penampilan yang dilihat menyimpang. Hingga kini, belum ada penelitian lebih lanjut mengenai kepastian arti dari mimpi. Walaupun begitu, sangat mungkin berkaitan dengan kehidupan sehari-hari pada orang yang memimpikannya.


Referensi : Memahami Apa Itu Mimpi, Alasan Terjadi dan Arti dari Mimpi



Apa Itu Dejavu dan Kenapa Bisa Terjadi?

Apa Itu Dejavu dan Kenapa Bisa Terjadi? Apakah Anda pernah merasa mengalami situasi tertentu padahal situasi tersebut baru atau sedang terjadi? Fenomena yang kerap disebut dejavu ini umum dialami oleh banyak orang. Apa itu dejavu? Bagaimana hal ini bisa terjadi?  Apa itu Déjà Vu?  Dejavu atau déjà vu adalah suatu keadaan di mana Anda merasa familiar dengan kondisi sekitar Anda, seolah-olah Anda sudah pernah mengalami hal tersebut di waktu lampau dengan keadaan yang persis sama. Padahal apa yang sedang Anda alami sekarang adalah pengalaman pertama Anda.  Kejadian ini bisa berlangsung 10 sampai 30 detik, dan lebih dari satu kali. Jika ini terjadi pada Anda, Anda tidak perlu panik. Menurut beberapa penelitian, dua sampai tiga orang yang pernah mengalami dejavu akan mengalaminya kembali.  Déjà vu berasal dari bahasa Prancis yang berarti “sudah pernah melihat”. Sebutan ini pertama kali dicetuskan oleh Émile Boirac, seorang filosofis dan ilmuwan asal Prancis pada tahun 1876. Banyak filsuf dan ilmuwan lain yang mencoba menjelaskan mengapa dejavu bisa terjadi.  Menurut Sigmund Freud, terjadinya dejavu berhubungan dengan keinginan yang terpendam. Sementara menurut Carl Jung, fenomena ini berhubungan dengan alam bawah sadar kita.  Orang-orang yang berusia muda lebih sering mengalami dejavu. Ketika berusia 15 sampai 25 tahun, Anda mungkin lebih sering mengalami dejavu dibandingkan mereka yang berusia lebih tua. Biasanya, pengalaman ini akan berkurang setelah seseorang telah mencapai umur di atas 25 tahun.  Bagaimana dejavu bisa terjadi?  Penjelasan pasti terkait alasan terjadinya déjà vu sulit untuk dicari karena studi tentang dejavu sendiri tidak mudah untuk dilakukan. Peneliti hanya bisa berpegang pada pengalaman dejavu seseorang yang bersifat retrospektif sehingga sulit mencari stimulus yang memicunya.  Namun ada beberapa teori yang mungkin bisa menjawab mengapa Anda mengalami kondisi ini.  1. Teori slip perception  Pada teori slip perception, dejavu terjadi ketika Anda melihat sesuatu pada dua waktu yang berbeda. Misalnya, Anda melihat suatu objek atau situasi pertama kali secara sepintas atau hanya dari sudut mata tanpa memperhatikannya.  Di saat tersebut, otak mulai membentuk memori tentang apa yang Anda lihat, bahkan dengan informasi terbatas dari pandangan sekilas yang tidak lengkap.  Begitu Anda melihat pemandangan yang serupa di waktu yang berbeda, kali ini dengan perhatian penuh, otak seperti mengingat memori yang telah disimpan sebelumnya dan membuat Anda merasa bahwa Anda telah memandang hal yang sama sebelumnya.  2. Temporal lobe seizure  Dejavu memang fenomena yang normal, tapi kemunculannya juga kerap dialami oleh seseorang yang memiliki epilepsi sebelum mengalami gejala kejang-kejang. Kejang-kejang ini biasa disebut temporal lobe seizure.    Penyebab temporal lobe seizure alias kejang lobus temporal terkadang tidak diketahui. Namun trauma pada otak, infeksi, stroke, tumor otak, hingga faktor genetik dapat menyebabkan temporal lobe seizure.  Saat mengalami serangan, penderita temporal lobe seizure dapat mengalami penurunan kemampuan untuk merespons lingkungan sekitar hingga melakukan aktivitas yang sama berulang-ulang seperti mendecakkan lidah atau menggerakkan jari-jari tangan secara tidak wajar.  Sebelum serangan ini datang, biasanya penderita temporal lobe seizure akan mengalami sensasi aneh seperti merasakan takut yang tidak beralasan, halusinasi, dan dejavu.  3. Malfungsi sirkuit otak  Dejavu juga dapat disebabkan oleh malfungsi antara long term circuits dan short term circuits dalam otak kita.  Ketika otak mencerna keadaan sekitar, informasi yang didapat bisa jadi langsung ditransfer ke bagian otak yang menampung memori jangka panjang. Ini menyebabkan kita merasakan dejavu, seolah-olah kita sudah pernah melihat dan merasakan kejadian yang kita alami sekarang di masa lalu.  4. Kerja rhinal cortex  Bagian yang disebut rhinal cortex di otak kita berfungsi untuk mendeteksi rasa familiar. Bagian ini mungkin saja teraktivasi tanpa memicu kerja hipokampus (bagian otak yang berfungsi sebagai memori).  Ini dapat menjelaskan kenapa saat kita mengalami dejavu, kita tidak dapat mengingat dengan persis kapan dan di mana kita pernah merasakan pengalaman yang sama.  5. Teori memory recall  Penelitian yang dilakukan oleh Anne Cleary, seorang profesor psikologi dari Colorado University, menunjukkan bahwa terjadinya dejavu terkait dengan cara Anda memproses dan menyimpan ingatan.  Menurut penelitian tersebut, dejavu dapat terjadi sebagai respons terhadap suatu peristiwa yang persis dengan apa yang telah Anda alami tetapi Anda tidak mengingatnya.  Misalnya, Anda mungkin sudah pernah mengalami suatu peristiwa atau melihat objek tertentu saat masih kecil, tetapi Anda tidak bisa mengingatnya. Begitu Anda dihadapkan kembali dengan hal yang sama, Anda akan merasa sudah mengalami hal tersebut tanpa tahu jelasnya kapan itu pernah terjadi.  Pada intinya, dejavu merupakan fenomena yang sesekali akan terjadi dan tidak perlu Anda khawatirkan. Namun, bila kejadiannya terlalu sering dan disertai dengan gejala-gejala yang mengarah pada kejang-kejang, segera periksakan diri Anda ke dokter. Apa Itu Dejavu dan Kenapa Bisa Terjadi?
Apakah Anda pernah merasa mengalami situasi tertentu padahal situasi tersebut baru atau sedang terjadi? Fenomena yang kerap disebut dejavu ini umum dialami oleh banyak orang. Apa itu dejavu? Bagaimana hal ini bisa terjadi?

Apa itu Déjà Vu?

Dejavu atau déjà vu adalah suatu keadaan di mana Anda merasa familiar dengan kondisi sekitar Anda, seolah-olah Anda sudah pernah mengalami hal tersebut di waktu lampau dengan keadaan yang persis sama. Padahal apa yang sedang Anda alami sekarang adalah pengalaman pertama Anda.

Kejadian ini bisa berlangsung 10 sampai 30 detik, dan lebih dari satu kali. Jika ini terjadi pada Anda, Anda tidak perlu panik. Menurut beberapa penelitian, dua sampai tiga orang yang pernah mengalami dejavu akan mengalaminya kembali.

Déjà vu berasal dari bahasa Prancis yang berarti “sudah pernah melihat”. Sebutan ini pertama kali dicetuskan oleh Émile Boirac, seorang filosofis dan ilmuwan asal Prancis pada tahun 1876. Banyak filsuf dan ilmuwan lain yang mencoba menjelaskan mengapa dejavu bisa terjadi.

Menurut Sigmund Freud, terjadinya dejavu berhubungan dengan keinginan yang terpendam. Sementara menurut Carl Jung, fenomena ini berhubungan dengan alam bawah sadar kita.

Orang-orang yang berusia muda lebih sering mengalami dejavu. Ketika berusia 15 sampai 25 tahun, Anda mungkin lebih sering mengalami dejavu dibandingkan mereka yang berusia lebih tua. Biasanya, pengalaman ini akan berkurang setelah seseorang telah mencapai umur di atas 25 tahun.

Bagaimana dejavu bisa terjadi?

Penjelasan pasti terkait alasan terjadinya déjà vu sulit untuk dicari karena studi tentang dejavu sendiri tidak mudah untuk dilakukan. Peneliti hanya bisa berpegang pada pengalaman dejavu seseorang yang bersifat retrospektif sehingga sulit mencari stimulus yang memicunya.

Namun ada beberapa teori yang mungkin bisa menjawab mengapa Anda mengalami kondisi ini.

1. Teori slip perception

Pada teori slip perception, dejavu terjadi ketika Anda melihat sesuatu pada dua waktu yang berbeda. Misalnya, Anda melihat suatu objek atau situasi pertama kali secara sepintas atau hanya dari sudut mata tanpa memperhatikannya.

Di saat tersebut, otak mulai membentuk memori tentang apa yang Anda lihat, bahkan dengan informasi terbatas dari pandangan sekilas yang tidak lengkap.

Begitu Anda melihat pemandangan yang serupa di waktu yang berbeda, kali ini dengan perhatian penuh, otak seperti mengingat memori yang telah disimpan sebelumnya dan membuat Anda merasa bahwa Anda telah memandang hal yang sama sebelumnya.

2. Temporal lobe seizure

Dejavu memang fenomena yang normal, tapi kemunculannya juga kerap dialami oleh seseorang yang memiliki epilepsi sebelum mengalami gejala kejang-kejang. Kejang-kejang ini biasa disebut temporal lobe seizure.


Penyebab temporal lobe seizure alias kejang lobus temporal terkadang tidak diketahui. Namun trauma pada otak, infeksi, stroke, tumor otak, hingga faktor genetik dapat menyebabkan temporal lobe seizure.

Saat mengalami serangan, penderita temporal lobe seizure dapat mengalami penurunan kemampuan untuk merespons lingkungan sekitar hingga melakukan aktivitas yang sama berulang-ulang seperti mendecakkan lidah atau menggerakkan jari-jari tangan secara tidak wajar.

Sebelum serangan ini datang, biasanya penderita temporal lobe seizure akan mengalami sensasi aneh seperti merasakan takut yang tidak beralasan, halusinasi, dan dejavu.

3. Malfungsi sirkuit otak

Dejavu juga dapat disebabkan oleh malfungsi antara long term circuits dan short term circuits dalam otak kita.

Ketika otak mencerna keadaan sekitar, informasi yang didapat bisa jadi langsung ditransfer ke bagian otak yang menampung memori jangka panjang. Ini menyebabkan kita merasakan dejavu, seolah-olah kita sudah pernah melihat dan merasakan kejadian yang kita alami sekarang di masa lalu.

4. Kerja rhinal cortex

Bagian yang disebut rhinal cortex di otak kita berfungsi untuk mendeteksi rasa familiar. Bagian ini mungkin saja teraktivasi tanpa memicu kerja hipokampus (bagian otak yang berfungsi sebagai memori).

Ini dapat menjelaskan kenapa saat kita mengalami dejavu, kita tidak dapat mengingat dengan persis kapan dan di mana kita pernah merasakan pengalaman yang sama.

5. Teori memory recall

Apa Itu Dejavu dan Kenapa Bisa Terjadi? Apakah Anda pernah merasa mengalami situasi tertentu padahal situasi tersebut baru atau sedang terjadi? Fenomena yang kerap disebut dejavu ini umum dialami oleh banyak orang. Apa itu dejavu? Bagaimana hal ini bisa terjadi?  Apa itu Déjà Vu?  Dejavu atau déjà vu adalah suatu keadaan di mana Anda merasa familiar dengan kondisi sekitar Anda, seolah-olah Anda sudah pernah mengalami hal tersebut di waktu lampau dengan keadaan yang persis sama. Padahal apa yang sedang Anda alami sekarang adalah pengalaman pertama Anda.  Kejadian ini bisa berlangsung 10 sampai 30 detik, dan lebih dari satu kali. Jika ini terjadi pada Anda, Anda tidak perlu panik. Menurut beberapa penelitian, dua sampai tiga orang yang pernah mengalami dejavu akan mengalaminya kembali.  Déjà vu berasal dari bahasa Prancis yang berarti “sudah pernah melihat”. Sebutan ini pertama kali dicetuskan oleh Émile Boirac, seorang filosofis dan ilmuwan asal Prancis pada tahun 1876. Banyak filsuf dan ilmuwan lain yang mencoba menjelaskan mengapa dejavu bisa terjadi.  Menurut Sigmund Freud, terjadinya dejavu berhubungan dengan keinginan yang terpendam. Sementara menurut Carl Jung, fenomena ini berhubungan dengan alam bawah sadar kita.  Orang-orang yang berusia muda lebih sering mengalami dejavu. Ketika berusia 15 sampai 25 tahun, Anda mungkin lebih sering mengalami dejavu dibandingkan mereka yang berusia lebih tua. Biasanya, pengalaman ini akan berkurang setelah seseorang telah mencapai umur di atas 25 tahun.  Bagaimana dejavu bisa terjadi?  Penjelasan pasti terkait alasan terjadinya déjà vu sulit untuk dicari karena studi tentang dejavu sendiri tidak mudah untuk dilakukan. Peneliti hanya bisa berpegang pada pengalaman dejavu seseorang yang bersifat retrospektif sehingga sulit mencari stimulus yang memicunya.  Namun ada beberapa teori yang mungkin bisa menjawab mengapa Anda mengalami kondisi ini.  1. Teori slip perception  Pada teori slip perception, dejavu terjadi ketika Anda melihat sesuatu pada dua waktu yang berbeda. Misalnya, Anda melihat suatu objek atau situasi pertama kali secara sepintas atau hanya dari sudut mata tanpa memperhatikannya.  Di saat tersebut, otak mulai membentuk memori tentang apa yang Anda lihat, bahkan dengan informasi terbatas dari pandangan sekilas yang tidak lengkap.  Begitu Anda melihat pemandangan yang serupa di waktu yang berbeda, kali ini dengan perhatian penuh, otak seperti mengingat memori yang telah disimpan sebelumnya dan membuat Anda merasa bahwa Anda telah memandang hal yang sama sebelumnya.  2. Temporal lobe seizure  Dejavu memang fenomena yang normal, tapi kemunculannya juga kerap dialami oleh seseorang yang memiliki epilepsi sebelum mengalami gejala kejang-kejang. Kejang-kejang ini biasa disebut temporal lobe seizure.    Penyebab temporal lobe seizure alias kejang lobus temporal terkadang tidak diketahui. Namun trauma pada otak, infeksi, stroke, tumor otak, hingga faktor genetik dapat menyebabkan temporal lobe seizure.  Saat mengalami serangan, penderita temporal lobe seizure dapat mengalami penurunan kemampuan untuk merespons lingkungan sekitar hingga melakukan aktivitas yang sama berulang-ulang seperti mendecakkan lidah atau menggerakkan jari-jari tangan secara tidak wajar.  Sebelum serangan ini datang, biasanya penderita temporal lobe seizure akan mengalami sensasi aneh seperti merasakan takut yang tidak beralasan, halusinasi, dan dejavu.  3. Malfungsi sirkuit otak  Dejavu juga dapat disebabkan oleh malfungsi antara long term circuits dan short term circuits dalam otak kita.  Ketika otak mencerna keadaan sekitar, informasi yang didapat bisa jadi langsung ditransfer ke bagian otak yang menampung memori jangka panjang. Ini menyebabkan kita merasakan dejavu, seolah-olah kita sudah pernah melihat dan merasakan kejadian yang kita alami sekarang di masa lalu.  4. Kerja rhinal cortex  Bagian yang disebut rhinal cortex di otak kita berfungsi untuk mendeteksi rasa familiar. Bagian ini mungkin saja teraktivasi tanpa memicu kerja hipokampus (bagian otak yang berfungsi sebagai memori).  Ini dapat menjelaskan kenapa saat kita mengalami dejavu, kita tidak dapat mengingat dengan persis kapan dan di mana kita pernah merasakan pengalaman yang sama.  5. Teori memory recall  Penelitian yang dilakukan oleh Anne Cleary, seorang profesor psikologi dari Colorado University, menunjukkan bahwa terjadinya dejavu terkait dengan cara Anda memproses dan menyimpan ingatan.  Menurut penelitian tersebut, dejavu dapat terjadi sebagai respons terhadap suatu peristiwa yang persis dengan apa yang telah Anda alami tetapi Anda tidak mengingatnya.  Misalnya, Anda mungkin sudah pernah mengalami suatu peristiwa atau melihat objek tertentu saat masih kecil, tetapi Anda tidak bisa mengingatnya. Begitu Anda dihadapkan kembali dengan hal yang sama, Anda akan merasa sudah mengalami hal tersebut tanpa tahu jelasnya kapan itu pernah terjadi.  Pada intinya, dejavu merupakan fenomena yang sesekali akan terjadi dan tidak perlu Anda khawatirkan. Namun, bila kejadiannya terlalu sering dan disertai dengan gejala-gejala yang mengarah pada kejang-kejang, segera periksakan diri Anda ke dokter. Apa Itu Dejavu dan Kenapa Bisa Terjadi? Apakah Anda pernah merasa mengalami situasi tertentu padahal situasi tersebut baru atau sedang terjadi? Fenomena yang kerap disebut dejavu ini umum dialami oleh banyak orang. Apa itu dejavu? Bagaimana hal ini bisa terjadi? Apa itu Déjà Vu?  Dejavu atau déjà vu adalah suatu keadaan di mana Anda merasa familiar dengan kondisi sekitar Anda, seolah-olah Anda sudah pernah mengalami hal tersebut di waktu lampau dengan keadaan yang persis sama. Padahal apa yang sedang Anda alami sekarang adalah pengalaman pertama Anda.  Kejadian ini bisa berlangsung 10 sampai 30 detik, dan lebih dari satu kali. Jika ini terjadi pada Anda, Anda tidak perlu panik. Menurut beberapa penelitian, dua sampai tiga orang yang pernah mengalami dejavu akan mengalaminya kembali.  Déjà vu berasal dari bahasa Prancis yang berarti “sudah pernah melihat”. Sebutan ini pertama kali dicetuskan oleh Émile Boirac, seorang filosofis dan ilmuwan asal Prancis pada tahun 1876. Banyak filsuf dan ilmuwan lain yang mencoba menjelaskan mengapa dejavu bisa terjadi.  Menurut Sigmund Freud, terjadinya dejavu berhubungan dengan keinginan yang terpendam. Sementara menurut Carl Jung, fenomena ini berhubungan dengan alam bawah sadar kita.  Orang-orang yang berusia muda lebih sering mengalami dejavu. Ketika berusia 15 sampai 25 tahun, Anda mungkin lebih sering mengalami dejavu dibandingkan mereka yang berusia lebih tua. Biasanya, pengalaman ini akan berkurang setelah seseorang telah mencapai umur di atas 25 tahun.  Bagaimana dejavu bisa terjadi?  Penjelasan pasti terkait alasan terjadinya déjà vu sulit untuk dicari karena studi tentang dejavu sendiri tidak mudah untuk dilakukan. Peneliti hanya bisa berpegang pada pengalaman dejavu seseorang yang bersifat retrospektif sehingga sulit mencari stimulus yang memicunya.  Namun ada beberapa teori yang mungkin bisa menjawab mengapa Anda mengalami kondisi ini.  1. Teori slip perception  Pada teori slip perception, dejavu terjadi ketika Anda melihat sesuatu pada dua waktu yang berbeda. Misalnya, Anda melihat suatu objek atau situasi pertama kali secara sepintas atau hanya dari sudut mata tanpa memperhatikannya.  Di saat tersebut, otak mulai membentuk memori tentang apa yang Anda lihat, bahkan dengan informasi terbatas dari pandangan sekilas yang tidak lengkap.  Begitu Anda melihat pemandangan yang serupa di waktu yang berbeda, kali ini dengan perhatian penuh, otak seperti mengingat memori yang telah disimpan sebelumnya dan membuat Anda merasa bahwa Anda telah memandang hal yang sama sebelumnya.  2. Temporal lobe seizure  Dejavu memang fenomena yang normal, tapi kemunculannya juga kerap dialami oleh seseorang yang memiliki epilepsi sebelum mengalami gejala kejang-kejang. Kejang-kejang ini biasa disebut temporal lobe seizure.    Penyebab temporal lobe seizure alias kejang lobus temporal terkadang tidak diketahui. Namun trauma pada otak, infeksi, stroke, tumor otak, hingga faktor genetik dapat menyebabkan temporal lobe seizure.  Saat mengalami serangan, penderita temporal lobe seizure dapat mengalami penurunan kemampuan untuk merespons lingkungan sekitar hingga melakukan aktivitas yang sama berulang-ulang seperti mendecakkan lidah atau menggerakkan jari-jari tangan secara tidak wajar.  Sebelum serangan ini datang, biasanya penderita temporal lobe seizure akan mengalami sensasi aneh seperti merasakan takut yang tidak beralasan, halusinasi, dan dejavu.  3. Malfungsi sirkuit otak  Dejavu juga dapat disebabkan oleh malfungsi antara long term circuits dan short term circuits dalam otak kita.  Ketika otak mencerna keadaan sekitar, informasi yang didapat bisa jadi langsung ditransfer ke bagian otak yang menampung memori jangka panjang. Ini menyebabkan kita merasakan dejavu, seolah-olah kita sudah pernah melihat dan merasakan kejadian yang kita alami sekarang di masa lalu.  4. Kerja rhinal cortex  Bagian yang disebut rhinal cortex di otak kita berfungsi untuk mendeteksi rasa familiar. Bagian ini mungkin saja teraktivasi tanpa memicu kerja hipokampus (bagian otak yang berfungsi sebagai memori).  Ini dapat menjelaskan kenapa saat kita mengalami dejavu, kita tidak dapat mengingat dengan persis kapan dan di mana kita pernah merasakan pengalaman yang sama.  5. Teori memory recall    Penelitian yang dilakukan oleh Anne Cleary, seorang profesor psikologi dari Colorado University, menunjukkan bahwa terjadinya dejavu terkait dengan cara Anda memproses dan menyimpan ingatan.  Menurut penelitian tersebut, dejavu dapat terjadi sebagai respons terhadap suatu peristiwa yang persis dengan apa yang telah Anda alami tetapi Anda tidak mengingatnya.  Misalnya, Anda mungkin sudah pernah mengalami suatu peristiwa atau melihat objek tertentu saat masih kecil, tetapi Anda tidak bisa mengingatnya. Begitu Anda dihadapkan kembali dengan hal yang sama, Anda akan merasa sudah mengalami hal tersebut tanpa tahu jelasnya kapan itu pernah terjadi.  Pada intinya, dejavu merupakan fenomena yang sesekali akan terjadi dan tidak perlu Anda khawatirkan. Namun, bila kejadiannya terlalu sering dan disertai dengan gejala-gejala yang mengarah pada kejang-kejang, segera periksakan diri Anda ke dokter.
Penelitian yang dilakukan oleh Anne Cleary, seorang profesor psikologi dari Colorado University, menunjukkan bahwa terjadinya dejavu terkait dengan cara Anda memproses dan menyimpan ingatan.

Menurut penelitian tersebut, dejavu dapat terjadi sebagai respons terhadap suatu peristiwa yang persis dengan apa yang telah Anda alami tetapi Anda tidak mengingatnya.

Misalnya, Anda mungkin sudah pernah mengalami suatu peristiwa atau melihat objek tertentu saat masih kecil, tetapi Anda tidak bisa mengingatnya. Begitu Anda dihadapkan kembali dengan hal yang sama, Anda akan merasa sudah mengalami hal tersebut tanpa tahu jelasnya kapan itu pernah terjadi.

Pada intinya, dejavu merupakan fenomena yang sesekali akan terjadi dan tidak perlu Anda khawatirkan. Namun, bila kejadiannya terlalu sering dan disertai dengan gejala-gejala yang mengarah pada kejang-kejang, segera periksakan diri Anda ke dokter.


Referensi ; Apa Itu Dejavu dan Kenapa Bisa Terjadi?



Dejavu Adalah Kondisi Mengalami Situasi yang Familiar, Ini Penyebabnya

Dejavu Adalah Kondisi Mengalami Situasi yang Familiar, Ini Penyebabnya Dejavu adalah suatu kondisi dimana Anda mengalami situasi yang familiar dengan kondisi sekitar Anda, seolah-olah Anda sudah pernah mengalami hal tersebut, berikut penjelasannya. Apakah Anda pernah berada pada situasi dejavu? Situasi tersebut terjadi saat Anda mengalami situasi tertentu padahal situasi tersebut baru atau sedang terjadi. Ternyata dejavu adalah suatu hal yang kerap terjadi dan umum pada banyak orang. Dilansir dari situs informasi kesehatan, Hellosehat.com, dejavu adalah suatu kondisi di mana Anda mengalami situasi yang familiar dengan kondisi sekitar Anda, seolah-olah Anda sudah pernah mengalami hal tersebut di waktu lampau dengan keadaan yang persis sama. Padahal apa yang sedang Anda alami sekarang adalah pengalaman pertama Anda.  Pada umumnya kejadian tersebut bisa berlangsung dalam durasi 10 hingga 30 detik, dan bisa terjadi lebih dari satu kali. Apabila ini Anda alami, maka tidak perlu panik. Beberapa penelitian menyebutkan, bahwa dua sampai tiga orang yang pernah mengalami dejavu akan mengalaminya kembali.  Istilah dejavu atau déjà vu berasal dari Bahasa Prancis yang berarti “sudah pernah melihat”. Sebutan ini pertama kali dicetuskan oleh Émile Boirac, seorang filosofis dan ilmuwan asal Prancis pada tahun 1876. Banyak filsuf dan ilmuwan lain yang mencoba menjelaskan mengapa dejavu bisa terjadi.  Seorang pakar psikonanalisis terkemuka, Simund Freud menjelaskan bahwasanya dejavu memiliki hubungan dengan keinginan yang terpendam. Sementara menurut Carl Jung, fenomena ini berhubungan dengan alam bawah sadar kita. Dalam rentang usia adalah hal yang sering dialami oleh para anak muda ketika berusia 15 sampai 25 tahun, Anda mungkin lebih sering mengalami dejavu dibandingkan mereka yang berusia lebih tua. Biasanya, pengalaman ini akan berkurang setelah seseorang telah mencapai umur di atas 25 tahun.  Penjelasan Singkat Mengenai Kemunculan Dejavu   Banyak peneliti yang berusaha melakukan riset atas kemunculan dejavu. Namun dari hasil riset tersebut hanya membuat peneliti berpegang pada pengalaman dejavu seseorang yang bersifat retrospektif sehingga sulit mencari stimulus yang memicunya. Berikut beberapa ulasan terkait kemunculan dejavu yang dijelaskan dalam beberapa teori:  1. Teori Slip Perception   Teori slip perception memberikan penjelasan bahwa dejavu adalah suatu kondisi ketika Anda melihat sesuatu pada dua waktu yang berbeda. Misalnya, Anda melihat suatu objek atau situasi pertama kali secara sepintas atau hanya dari sudut mata tanpa memperhatikannya.  Bagi Anda melihat pemandangan yang serupa di waktu yang berbeda, kali ini dengan perhatian penuh, otak seperti mengingat memori yang telah disimpan sebelumnya dan membuat Anda merasa telah memandang hal yang sama sebelumnya.  2. Temporal Lobe Seizure Kemunculan dejavu sesungguhnya bukan hal yang harus diatkuti, karena banyak pakar yang menyebutnya sebagai suatu kejadian yang normal. Hal ini kerap dialami oleh seseorang yang memiliki epilepsi sebelum mengalami gejala kejang-kejang. Kejang-kejang ini biasa disebut temporal lobe seizure.  Pemicu dari temporal lobe seizure alias kejang lobus temporal terkadang tidak diketahui. Namun trauma pada otak, infeksi, stroke, tumor otak, hingga faktor genetik dapat menyebabkan temporal lobe seizure. Di saat mengalami serangan, para penderita temporal lobe seizure dapat mengalami penurunan kemampuan untuk merespons lingkungan sekitar hingga melakukan aktivitas yang sama berulang-ulang seperti mendecakkan lidah atau menggerakkan jari-jari tangan secara tidak wajar.   3. Malfungsi Sirkuit Otak Penyebab dejavu   berikutnya adalah malfungsi antara long term circuits dan short term circuits dalam otak kita. Hal itu terjadi ketika otak mencerna keadaan sekitar, informasi yang didapat bisa jadi langsung ditransfer ke bagian otak yang menampung memori jangka panjang. Ini menyebabkan kita merasakan dejavu, seolah-olah kita sudah pernah melihat dan merasakan kejadian yang kita alami sekarang di masa lalu.  4. Kinerja Rhinal Cortex   Di dalam otak terdapat sebuah bagian yang bernama rhinal cortex. Bagian tersebut berguna untuk mendeteksi rasa familiar. Bagian ini mungkin saja teraktivasi tanpa memicu kerja hipokampus (bagian otak yang berfungsi sebagai memori).  5. Teori Memory Recall Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Anne Cleary, seorang profesor psikologi dari Colorado University, menunjukkan bahwa terjadinya dejavu terkait dengan cara Anda memproses dan menyimpan ingatan.  Dalam penelitiannya disebutkan bahwa dejavu timbul akibat adanya respons terhadap suatu peristiwa yang persis dengan apa yang telah dialami tetapi Anda tidak mengingatnya. Dari beragam penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa dejavu adalah fenomena yang sesekali akan terjadi dan tidak perlu Anda khawatirkan. Namun, bila kejadiannya terlalu sering dan disertai dengan gejala-gejala yang mengarah pada kejang-kejang, segera periksakan diri Anda ke dokter.  referensi: Dejavu Adalah Kondisi Mengalami Situasi yang Familiar Ini Penyebabnya
Dejavu Adalah Kondisi Mengalami Situasi yang Familiar, Ini Penyebabnya Dejavu adalah suatu kondisi dimana Anda mengalami situasi yang familiar dengan kondisi sekitar Anda, seolah-olah Anda sudah pernah mengalami hal tersebut, berikut penjelasannya. Apakah Anda pernah berada pada situasi dejavu? Situasi tersebut terjadi saat Anda mengalami situasi tertentu padahal situasi tersebut baru atau sedang terjadi. Ternyata dejavu adalah suatu hal yang kerap terjadi dan umum pada banyak orang. Dilansir dari situs informasi kesehatan, Hellosehat.com, dejavu adalah suatu kondisi di mana Anda mengalami situasi yang familiar dengan kondisi sekitar Anda, seolah-olah Anda sudah pernah mengalami hal tersebut di waktu lampau dengan keadaan yang persis sama. Padahal apa yang sedang Anda alami sekarang adalah pengalaman pertama Anda.

Pada umumnya kejadian tersebut bisa berlangsung dalam durasi 10 hingga 30 detik, dan bisa terjadi lebih dari satu kali. Apabila ini Anda alami, maka tidak perlu panik. Beberapa penelitian menyebutkan, bahwa dua sampai tiga orang yang pernah mengalami dejavu akan mengalaminya kembali.

Istilah dejavu atau déjà vu berasal dari Bahasa Prancis yang berarti “sudah pernah melihat”. Sebutan ini pertama kali dicetuskan oleh Émile Boirac, seorang filosofis dan ilmuwan asal Prancis pada tahun 1876. Banyak filsuf dan ilmuwan lain yang mencoba menjelaskan mengapa dejavu bisa terjadi.

Seorang pakar psikonanalisis terkemuka, Simund Freud menjelaskan bahwasanya dejavu memiliki hubungan dengan keinginan yang terpendam. Sementara menurut Carl Jung, fenomena ini berhubungan dengan alam bawah sadar kita. Dalam rentang usia adalah hal yang sering dialami oleh para anak muda ketika berusia 15 sampai 25 tahun, Anda mungkin lebih sering mengalami dejavu dibandingkan mereka yang berusia lebih tua. Biasanya, pengalaman ini akan berkurang setelah seseorang telah mencapai umur di atas 25 tahun.

Penjelasan Singkat Mengenai Kemunculan Dejavu 

Banyak peneliti yang berusaha melakukan riset atas kemunculan dejavu. Namun dari hasil riset tersebut hanya membuat peneliti berpegang pada pengalaman dejavu seseorang yang bersifat retrospektif sehingga sulit mencari stimulus yang memicunya. Berikut beberapa ulasan terkait kemunculan dejavu yang dijelaskan dalam beberapa teori:

1. Teori Slip Perception 

Teori slip perception memberikan penjelasan bahwa dejavu adalah suatu kondisi ketika Anda melihat sesuatu pada dua waktu yang berbeda. Misalnya, Anda melihat suatu objek atau situasi pertama kali secara sepintas atau hanya dari sudut mata tanpa memperhatikannya.

Bagi Anda melihat pemandangan yang serupa di waktu yang berbeda, kali ini dengan perhatian penuh, otak seperti mengingat memori yang telah disimpan sebelumnya dan membuat Anda merasa telah memandang hal yang sama sebelumnya.

2. Temporal Lobe Seizure Kemunculan dejavu sesungguhnya bukan hal yang harus diatkuti, karena banyak pakar yang menyebutnya sebagai suatu kejadian yang normal. Hal ini kerap dialami oleh seseorang yang memiliki epilepsi sebelum mengalami gejala kejang-kejang. Kejang-kejang ini biasa disebut temporal lobe seizure.

Pemicu dari temporal lobe seizure alias kejang lobus temporal terkadang tidak diketahui. Namun trauma pada otak, infeksi, stroke, tumor otak, hingga faktor genetik dapat menyebabkan temporal lobe seizure. Di saat mengalami serangan, para penderita temporal lobe seizure dapat mengalami penurunan kemampuan untuk merespons lingkungan sekitar hingga melakukan aktivitas yang sama berulang-ulang seperti mendecakkan lidah atau menggerakkan jari-jari tangan secara tidak wajar.

3. Malfungsi Sirkuit Otak Penyebab dejavu 

berikutnya adalah malfungsi antara long term circuits dan short term circuits dalam otak kita. Hal itu terjadi ketika otak mencerna keadaan sekitar, informasi yang didapat bisa jadi langsung ditransfer ke bagian otak yang menampung memori jangka panjang. Ini menyebabkan kita merasakan dejavu, seolah-olah kita sudah pernah melihat dan merasakan kejadian yang kita alami sekarang di masa lalu.

4. Kinerja Rhinal Cortex 

Di dalam otak terdapat sebuah bagian yang bernama rhinal cortex. Bagian tersebut berguna untuk mendeteksi rasa familiar. Bagian ini mungkin saja teraktivasi tanpa memicu kerja hipokampus (bagian otak yang berfungsi sebagai memori).

5. Teori Memory Recall Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Anne Cleary, seorang profesor psikologi dari Colorado University, menunjukkan bahwa terjadinya dejavu terkait dengan cara Anda memproses dan menyimpan ingatan.

Dalam penelitiannya disebutkan bahwa dejavu timbul akibat adanya respons terhadap suatu peristiwa yang persis dengan apa yang telah dialami tetapi Anda tidak mengingatnya. Dari beragam penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa dejavu adalah fenomena yang sesekali akan terjadi dan tidak perlu Anda khawatirkan. Namun, bila kejadiannya terlalu sering dan disertai dengan gejala-gejala yang mengarah pada kejang-kejang, segera periksakan diri Anda ke dokter.

referensi: Dejavu Adalah Kondisi Mengalami Situasi yang Familiar Ini Penyebabnya



Pernah Mengalami Dejavu? Inilah yang Sebenarnya Terjadi

Pernah Mengalami Dejavu? Inilah yang Sebenarnya Terjadi. Pernahkah Anda tiba-tiba merasa familiar dengan suatu tempat? Atau merasa pernah bertemu dan melakukan percakapan yang sama persis dengan seseorang sebelumnya? Fenomena familiar ini dikenal dengan dejavu. Ternyata, keadaan ini adalah cara otak menyampaikan pesannya.  Dejavu membuat Anda seperti mengenal seseorang atau berkunjung ke suatu tempat sebelumnya, padahal mungkin itu cuma perasaan saja. Tahun 2014 Scientific American melaporkan bahwa kejang di bagian otak yang mengatur memori bisa menjadi alasan kenapa seseorang merasa familiar dengan sesuatu, meski sebenarnya itu adalah pengalaman pertamanya. Apa arti dari dejavu?  Dejavu atau “déjà vu” berasal dari bahasa Prancis yang artinya “sudah pernah melihat”. Istilah ini pertama kali dicetuskan oleh Émile Boirac, seorang filosofis dan ilmuwan asal Prancis pada tahun 1876.  Banyak psikolog dan psikiater lain yang mencoba menjelaskan penyebab terjadinya dejavu. Menurut Sigmund Freud, terjadinya fenomena ini berhubungan dengan keinginan seseorang yang terpendam. Sedangkan Carl Jung mengatakan, déjà vu terjadi karena ada sesuatu yang memicu alam bawah sadar seseorang.  Kejadian dejavu dialami oleh 60 – 80% orang dan berlangsung singkat, sekitar 10 sampai 30 detik. Fenomena ini terjadi secara acak, artinya tidak ada yang tahu siapa dan kapan fenomena déjà vu akan berlangsung. Selain itu, sebanyak 96% orang mengatakan mereka mengalami dejavu lebih dari sekali.  Para ilmuwan percaya bahwa dejavu terjadi saat hipokampus-bagian dari otak besar yang mengolah memori—mengaktifkan 2 sirkuit saraf berbeda secara bersamaan. Keduanya memiliki peran yang berbeda; satu sirkuit mencerna pengalaman yang seseorang alami saat itu dan sirkuit kedua mencari memori. Hal inilah yang memicu rasa familiar terhadap sesuatu.  Di bawah ini ada beberapa teori yang mungkin bisa menjawab alasan dibalik terjadinya dejavu, yaitu:  1. Pikiran Anda teralihkan  Ketika pikiran seseorang sedang terganggu dan tidak bisa berkonsentrasi, kemungkinan terjadinya déjà vu makin besar. Teori ini disebut split-perception, yaitu keadaan di mana kesadaran Anda akan terbagi. Contohnya, Anda sedang main handphone dan nama Anda dipanggil, otomatis kesadaran serta pikiran akan teralihkan. Hal ini membuat hipokampus jadi bingung dan bisa diterjemahkan sebagai fenomena dejavu. Tetapi, perasaan ini lama-lama akan hilang saat pikiran Anda sudah tidak terganggu.  2. Anda memang mengalaminya Terkadang, fenomena ini tidak benar-benar terjadi. Apa maksudnya? Perasaan familiar tersebut bisa muncul karena Anda memang benar-benar mengalaminya sebelumnya. Hanya saja, Anda melupakannya.  Sebuah penelitian yang terbitkan dalam Current Directions In Psychological Science tahun 2008 menemukan dejavu seringkali berhubungan dengan pengalaman masa lalu, dan Anda tidak mengingatnya.  Menariknya lagi, temuan Anne M. C., dkk. tahun 2018 menunjukkan bahwa kemiripan penataan suatu tempat bisa memicu terjadinya déjà vu, meski lokasi tersebut sama sekali berbeda.  3. Anda kurang tidur Kualitas tidur yang buruk bisa meningkatkan frekuensi terjadinya dejavu. Kurang tidur akan menyebabkan kelelahan dan stres, serta dipercaya memicu fenomena tersebut. Kelelahan ini mungkin membuat otak salah menerjemahkan informasi.  4. Masalah pada memori Para ahli percaya bahwa dejavu adalah hasil dari fenomena memori, yakni ketika seseorang berada di situasi yang mirip dengan pengalaman sebelumnya tetapi ia tidak bisa mengingatnya. Jadi, sebenarnya otak mengenali kemiripan itu tetapi kita hanya merasa familiar karena tidak mengingatnya. Ada teori lain yang mengatakan déjà vu mungkin merupakan hasil dari respons otak terhadap konflik memori.  5. Bisa jadi tanda epilepsi Dejavu bisa menjadi tanda-tanda masalah kesehatan. Fenomena ini sering ditemukan pada penderita epilepsi. Déjà vu yang terjadi pada penderita epilepsi disebabkan karena kejang di satu bagian otak (kejang fokal) dan memicu disorientasi.  Jika Anda mengalami dejavu disertai dengan gejala lain, seperti gangguan penglihatan atau gerakan tidak wajar pada mulut dan wajah, segera konsultasikan dengan dokter.  Kenapa dejavu bisa terjadi? Selain tidak memiliki gejala dan durasinya yang singkat, fenomena dejavu masih belum sepenuhnya dipahami secara ilmiah. Penjelasan pasti terkait alasan terjadinya fenomena ini juga sulit untuk dicari karena studinya sendiri tidak mudah dilakukan.  Namun, beberapa penelitian menemukan sejumlah teori yang bisa menjelaskan mengapa dejavu terjadi, antara lain:  1. Kejang di lobus temporal Penyebab kejang ini masih belum diketahui. Tetapi, trauma pada otak, infeksi, stroke, tumor otak, serta faktor genetik diyakini dapat mempengaruhi terjadinya kejang fokal ini.  Sebelum serangan kejang datang, biasanya penderita akan merasa takut tanpa alasan, halusinasi, hingga dejavu. Saat kejang lobus temporal ini berlangsung, terjadi penurunan kemampuan untuk merespon lingkungan sekitar. Bahkan, muncul juga gerakan involunter yang sama dan berulang-ulang, seperti mendecakkan lidah atau menggerakkan jari-jari tangan.  2. Gangguan sirkuit otak Dejavu bisa terpicu ketika otak mencerna informasi dari lingkungan sekitar dan langsung mengirimkannya ke bagian otak yang menyimpan memori jangka panjang. Malfungsi sirkuit inilah yang membuat seseorang seolah-olah mengalami kembali kejadian dari masa lalu.  3. Aktivasi rhinal cortex Bagian otak yang berperan dalam mendeteksi rasa familiar, yaitu rhinal cortex, bisa teraktivasi tanpa memicu sirkuit memori (hipokampus). Nah, aktivasi kerja rhinal cortex ini menjelaskan kenapa dejavu terasa begitu tidak jelas dan Anda tidak bisa mengingat kejadian yang sebenarnya.  Salah satu vitamin yang bagus untuk kesehatan otak adalah Konilife Focus 30 Kap - Vitamin Daya Ingat (Rp 148.500). Focus dengan kombinasi ekstrak Curcuma Xanthorriza dan Hupperzia Cerratae untuk membantu meningkatkan daya ingat. Vitamin ini juga mempertahankan kemampuan memori kognitif pada orang tua usia lanjut.  Referensi : Pernah Mengalami Dejavu? Inilah yang Sebenarnya Terjadi
Pernah Mengalami Dejavu? Inilah yang Sebenarnya Terjadi.
Pernahkah Anda tiba-tiba merasa familiar dengan suatu tempat? Atau merasa pernah bertemu dan melakukan percakapan yang sama persis dengan seseorang sebelumnya? Fenomena familiar ini dikenal dengan dejavu. Ternyata, keadaan ini adalah cara otak menyampaikan pesannya.

Dejavu membuat Anda seperti mengenal seseorang atau berkunjung ke suatu tempat sebelumnya, padahal mungkin itu cuma perasaan saja. Tahun 2014 Scientific American melaporkan bahwa kejang di bagian otak yang mengatur memori bisa menjadi alasan kenapa seseorang merasa familiar dengan sesuatu, meski sebenarnya itu adalah pengalaman pertamanya.
Apa arti dari dejavu?

Dejavu atau “déjà vu” berasal dari bahasa Prancis yang artinya “sudah pernah melihat”. Istilah ini pertama kali dicetuskan oleh Émile Boirac, seorang filosofis dan ilmuwan asal Prancis pada tahun 1876.

Banyak psikolog dan psikiater lain yang mencoba menjelaskan penyebab terjadinya dejavu. Menurut Sigmund Freud, terjadinya fenomena ini berhubungan dengan keinginan seseorang yang terpendam. Sedangkan Carl Jung mengatakan, déjà vu terjadi karena ada sesuatu yang memicu alam bawah sadar seseorang.

Kejadian dejavu dialami oleh 60 – 80% orang dan berlangsung singkat, sekitar 10 sampai 30 detik. Fenomena ini terjadi secara acak, artinya tidak ada yang tahu siapa dan kapan fenomena déjà vu akan berlangsung. Selain itu, sebanyak 96% orang mengatakan mereka mengalami dejavu lebih dari sekali.

Para ilmuwan percaya bahwa dejavu terjadi saat hipokampus-bagian dari otak besar yang mengolah memori—mengaktifkan 2 sirkuit saraf berbeda secara bersamaan. Keduanya memiliki peran yang berbeda; satu sirkuit mencerna pengalaman yang seseorang alami saat itu dan sirkuit kedua mencari memori. Hal inilah yang memicu rasa familiar terhadap sesuatu.

Di bawah ini ada beberapa teori yang mungkin bisa menjawab alasan dibalik terjadinya dejavu, yaitu:

1. Pikiran Anda teralihkan

Ketika pikiran seseorang sedang terganggu dan tidak bisa berkonsentrasi, kemungkinan terjadinya déjà vu makin besar. Teori ini disebut split-perception, yaitu keadaan di mana kesadaran Anda akan terbagi.
Contohnya, Anda sedang main handphone dan nama Anda dipanggil, otomatis kesadaran serta pikiran akan teralihkan. Hal ini membuat hipokampus jadi bingung dan bisa diterjemahkan sebagai fenomena dejavu. Tetapi, perasaan ini lama-lama akan hilang saat pikiran Anda sudah tidak terganggu.

2. Anda memang mengalaminya
Terkadang, fenomena ini tidak benar-benar terjadi. Apa maksudnya? Perasaan familiar tersebut bisa muncul karena Anda memang benar-benar mengalaminya sebelumnya. Hanya saja, Anda melupakannya.

Sebuah penelitian yang terbitkan dalam Current Directions In Psychological Science tahun 2008 menemukan dejavu seringkali berhubungan dengan pengalaman masa lalu, dan Anda tidak mengingatnya.

Menariknya lagi, temuan Anne M. C., dkk. tahun 2018 menunjukkan bahwa kemiripan penataan suatu tempat bisa memicu terjadinya déjà vu, meski lokasi tersebut sama sekali berbeda.

3. Anda kurang tidur
Kualitas tidur yang buruk bisa meningkatkan frekuensi terjadinya dejavu. Kurang tidur akan menyebabkan kelelahan dan stres, serta dipercaya memicu fenomena tersebut. Kelelahan ini mungkin membuat otak salah menerjemahkan informasi.

4. Masalah pada memori
Para ahli percaya bahwa dejavu adalah hasil dari fenomena memori, yakni ketika seseorang berada di situasi yang mirip dengan pengalaman sebelumnya tetapi ia tidak bisa mengingatnya. Jadi, sebenarnya otak mengenali kemiripan itu tetapi kita hanya merasa familiar karena tidak mengingatnya. Ada teori lain yang mengatakan déjà vu mungkin merupakan hasil dari respons otak terhadap konflik memori.

5. Bisa jadi tanda epilepsi
Dejavu bisa menjadi tanda-tanda masalah kesehatan. Fenomena ini sering ditemukan pada penderita epilepsi. Déjà vu yang terjadi pada penderita epilepsi disebabkan karena kejang di satu bagian otak (kejang fokal) dan memicu disorientasi.

Jika Anda mengalami dejavu disertai dengan gejala lain, seperti gangguan penglihatan atau gerakan tidak wajar pada mulut dan wajah, segera konsultasikan dengan dokter.

Kenapa dejavu bisa terjadi?
Selain tidak memiliki gejala dan durasinya yang singkat, fenomena dejavu masih belum sepenuhnya dipahami secara ilmiah. Penjelasan pasti terkait alasan terjadinya fenomena ini juga sulit untuk dicari karena studinya sendiri tidak mudah dilakukan.

Namun, beberapa penelitian menemukan sejumlah teori yang bisa menjelaskan mengapa dejavu terjadi, antara lain:

1. Kejang di lobus temporal
Penyebab kejang ini masih belum diketahui. Tetapi, trauma pada otak, infeksi, stroke, tumor otak, serta faktor genetik diyakini dapat mempengaruhi terjadinya kejang fokal ini.

Sebelum serangan kejang datang, biasanya penderita akan merasa takut tanpa alasan, halusinasi, hingga dejavu.
Saat kejang lobus temporal ini berlangsung, terjadi penurunan kemampuan untuk merespon lingkungan sekitar. Bahkan, muncul juga gerakan involunter yang sama dan berulang-ulang, seperti mendecakkan lidah atau menggerakkan jari-jari tangan.

2. Gangguan sirkuit otak
Dejavu bisa terpicu ketika otak mencerna informasi dari lingkungan sekitar dan langsung mengirimkannya ke bagian otak yang menyimpan memori jangka panjang. Malfungsi sirkuit inilah yang membuat seseorang seolah-olah mengalami kembali kejadian dari masa lalu.

3. Aktivasi rhinal cortex
Bagian otak yang berperan dalam mendeteksi rasa familiar, yaitu rhinal cortex, bisa teraktivasi tanpa memicu sirkuit memori (hipokampus). Nah, aktivasi kerja rhinal cortex ini menjelaskan kenapa dejavu terasa begitu tidak jelas dan Anda tidak bisa mengingat kejadian yang sebenarnya.

Salah satu vitamin yang bagus untuk kesehatan otak adalah Konilife Focus 30 Kap - Vitamin Daya Ingat (Rp 148.500). Focus dengan kombinasi ekstrak Curcuma Xanthorriza dan Hupperzia Cerratae untuk membantu meningkatkan daya ingat. Vitamin ini juga mempertahankan kemampuan memori kognitif pada orang tua usia lanjut.

Referensi : Pernah Mengalami Dejavu? Inilah yang Sebenarnya Terjadi