This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences. Now replace these with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences. Now replace these with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences. Now replace these with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences. Now replace these with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences. Now replace these with your own descriptions.

Jumat, 02 September 2022

Setelah Talak Tiga: Pernikahan Muhallil dan Permasalahannya

Setelah Talak Tiga: Pernikahan Muhallil dan Permasalahannya Setelah Talak Tiga: Pernikahan Muhallil dan Permasalahannya. Sebagaimana diketahui, perempuan yang telah ditalak tiga (ba’in kubra) tidak boleh dirujuk oleh suami yang mencerainya kecuali setelah dinikah oleh laki-laki lain, berdasarkan firman Allah, “Kemudian jika si suami menceraikannya (sesudah talak yang kedua), maka perempuan itu tidak lagi halal baginya hingga ia menikah dengan laki-laki lain,” (Q.S. al-Baqarah [2]: 230).  “Laki-laki lain” tersebut kemudian disebut dengan muhallil. Dengan kata lain, muhallil adalah laki-laki yang menikahi perempuan yang telah ditalak tiga dengan tujuan menghalalkan (tahlil) suami pertama untuk menikah kembali dengan perempuan tersebut.   Pernikahan muhallil yang bertujuan untuk membangun kehidupan suami-istri yang wajar dan langgeng tentunya tidak ada masalah, sebab itu pula yang dikehendali ayat di atas, hingga ia menikah dengan laki-laki lain. Namun, pernikahan muhallil yang singkat, sementara, bahkan disyaratkan harus bercerai setelah si perempuan dicampuri, inilah yang dipermasahkan. Sebab, masuk ke dalam kecaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam salah satu haditsnya.  لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمُحَلِّلَ، وَالْمُحَلَّلَ لَهُ     “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah melaknat muhallil dan muhallal lah, (HR Ibnu Majah).  Jika muhallil adalah laki-laki yang menikahi perempuan yang telah ditalak tiga dengan tujuan menghalalkan suami pertama untuk menikah kembali dengan perempuan tersebut, maka muhallal lah adalah bekas suami yang menyuruh muhallil untuk menikahi mantan istrinya agar istri tersebut boleh dinikahinya lagi.   Karenanya, supaya pernikahan muhallil ini sah, para ulama telah merinci syarat dan ketentuannya. Antara lain 5 syarat yang dikemukakan oleh para ulama Syafi’iyah.      فإن طلقها ثلاثا لم تحل له إلا بعد وجود خمس شرائط انقضاء عدتها منه وتزويجها بغيره ودخوله بها وإصابتها وبينونتها منه وانقضاء عدتها منه     Artinya, “Jika sang suami telah menalaknya dengan talak tiga, maka tidak boleh baginya (rujuk/nikah) kecuali setelah ada lima syarat: (1) sang istri sudah habis masa iddahnya darinya, (2) sang istri harus dinikah lebih dulu oleh laki-laki lain (muhallil), (3) si istri pernah bersenggama dan muhallil benar-benar penetrasi kepadanya, (4) si istri sudah berstatus talak ba’in dari muhallil, (5) masa iddah si istri dari muhallil telah habis,” (Abu Syuja, al-Ghâyah wa al-Taqrîb, Terbitan: Alam al-Kutub, tanpa tahun, hal. 33).  Sementara itu, Syekh al-Zuhaili menyebutkan, ada tiga syarat jika seorang suami ingin menikah kembali dengan perempuan atau mantan istrinya yang telah ditalak tiga. Pertama, si perempuan telah dinikah oleh laki-laki yang lain. Kedua, pernikahan si perempuan dengan suami keduanya haruslah pernikahan yang sah. Karena, jika pernikahannya rusak, kemudian si suami kedua menggaulinya, maka tetap tidak halal bagi suami pertama. Pasalnya, pernikahan yang rusak pada hakikatnya bukan pernikahan.  Ketiga, suami kedua harus menggaulinya dengan cara penetrasi pada kemaluan. Andai digauli pada selain itu, seperti pada anus, maka tetap tidak halal bagi suami pertama. Untuk itu, disyaratkan suami kedua mampu bersenggama, yakni penetrasi atau bertemunya kedua khitan, walaupun tidak sampai keluar sperma, menurut jumhur ulama. Tidak termasuk ke dalam syarat ini jika si perempuan bersenggama dengan cara berzina. Sebab, perzinaan bukan pernikahan dan laki-laki yang menyenggama bukan suaminya (lihat: al-Zuhaili, al-Fiqh al-Islâmî wa Adillatuhu, [Darul Fikr: Damaskus] jilid 9, hal. 7001).  Menurut Imam asy-Syafi’i, Abu Hanifah, ats-Tsauri, dan al-Auza‘i, senggama suami kedua (muhallil) dianggap sah walaupun dilakukan pada waktu-waktu yang tidak diperbolehkan, seperti sedang haid atau nifas. Juga tidak dipermasalahkan status suami yang menggaulinya: apakah ia sudah baligh dan berakal, anak yang hampir dewasa, atau orang tunagrahita.   Hanya saja syarat ini bertolak belakang dengan syarat ulama Maliki dan Hanbali. Menurut mereka, senggama yang dilakukan harus pada waktu yang diperbolehkan. Selain itu, menurut Maliki, suami muhallil-nya harus baligh. Sementara menurut Hanbali, suaminya harus berumur 12 tahun. Alasannya, senggama yang tidak diperbolehkan haram bagi hak Allah.  Adapun pernikahan muhallil yang dianggap batal, menurut mazhab Syafi‘i, adalah pernikahan yang disyaratkan terputusnya saat akad. Seperti persyaratan: apabila si muhallil telah menggauli si perempuan, maka tidak ada lagi pernikahan antara keduanya. Atau, apabila si muhallil telah menikahinya hingga halal bagi suami pertama, maka ia harus menceraikannya. Ini mirip dengan pernikahan mut‘ah, yakni sebuah pernikahan bersifat sementara dan dipersyaratkan terputusnya, bukan tujuannya. Ini pula pernikahan muhallil yang dikecam Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sebagaimana hadits di atas.  Lain halnya jika si muhallil menikahinya dengan niat akan mencerainya setelah menggaulinya, maka pernikahan ini hanya makruh. Sementara, jika ia menikahinya dengan niat agar menghalalkan suami pertama, bukan dengan syarat menceraikannya setelah senggama, maka akadnya tetap sah. Sebab, yang membatalkan pernikahan adalah syarat, bukan tujuan atau motifnya.   Walhasil, pernikahan muhallil yang diperbolehkan adalah pernikahan tanpa syarat cerai sewaktu akad. Adapun pernikahan muhallil dengan niat atau motif tersembunyi untuk menceraikan, tetap dihukumi sah hanya saja makruh menurut Syafi‘i. Pasalnya, secara zahir akad nikah sudah memenuhi syarat dan rukun. Makruh karena pernikahan bukan untuk membangun rumah tangga yang wajar, langgeng, berketurunan, bergaul secara ma’ruf, dan seterusnya. Tidak ada pengaruhnya motif yang tersimpan di belakang akad.  Singkatnya, pernikahan muhallil yang secara terang-terangan disyaratkan sewaktu akad untuk menghalalkan suami pertama, tidak diperbolehkan, bahkan haram menurut jumhur ulama—Malikiyyah, Syafi‘iyyah, Hanbaliyyah, Zhahiriyyah—dan makruh tahrim menurut ulama Hanafi. (Lihat: al-Zuhaili, al-Fiqh al-Islâmî wa Adillatuhu, [Darul Fikr: Damaskus] jilid 9, hal. 7001).    Referensi : Setelah Talak Tiga: Pernikahan Muhallil dan Permasalahannya Setelah Talak Tiga: Pernikahan Muhallil dan Permasalahannya
Setelah Talak Tiga: Pernikahan Muhallil dan Permasalahannya. Sebagaimana diketahui, perempuan yang telah ditalak tiga (ba’in kubra) tidak boleh dirujuk oleh suami yang mencerainya kecuali setelah dinikah oleh laki-laki lain, berdasarkan firman Allah, “Kemudian jika si suami menceraikannya (sesudah talak yang kedua), maka perempuan itu tidak lagi halal baginya hingga ia menikah dengan laki-laki lain,” (Q.S. al-Baqarah [2]: 230).

“Laki-laki lain” tersebut kemudian disebut dengan muhallil. Dengan kata lain, muhallil adalah laki-laki yang menikahi perempuan yang telah ditalak tiga dengan tujuan menghalalkan (tahlil) suami pertama untuk menikah kembali dengan perempuan tersebut.   Pernikahan muhallil yang bertujuan untuk membangun kehidupan suami-istri yang wajar dan langgeng tentunya tidak ada masalah, sebab itu pula yang dikehendali ayat di atas, hingga ia menikah dengan laki-laki lain. Namun, pernikahan muhallil yang singkat, sementara, bahkan disyaratkan harus bercerai setelah si perempuan dicampuri, inilah yang dipermasahkan. Sebab, masuk ke dalam kecaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam salah satu haditsnya.

لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمُحَلِّلَ، وَالْمُحَلَّلَ لَهُ   

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah melaknat muhallil dan muhallal lah, (HR Ibnu Majah).

Jika muhallil adalah laki-laki yang menikahi perempuan yang telah ditalak tiga dengan tujuan menghalalkan suami pertama untuk menikah kembali dengan perempuan tersebut, maka muhallal lah adalah bekas suami yang menyuruh muhallil untuk menikahi mantan istrinya agar istri tersebut boleh dinikahinya lagi.   Karenanya, supaya pernikahan muhallil ini sah, para ulama telah merinci syarat dan ketentuannya. Antara lain 5 syarat yang dikemukakan oleh para ulama Syafi’iyah.  

  فإن طلقها ثلاثا لم تحل له إلا بعد وجود خمس شرائط انقضاء عدتها منه وتزويجها بغيره ودخوله بها وإصابتها وبينونتها منه وانقضاء عدتها منه   

Artinya, “Jika sang suami telah menalaknya dengan talak tiga, maka tidak boleh baginya (rujuk/nikah) kecuali setelah ada lima syarat: (1) sang istri sudah habis masa iddahnya darinya, (2) sang istri harus dinikah lebih dulu oleh laki-laki lain (muhallil), (3) si istri pernah bersenggama dan muhallil benar-benar penetrasi kepadanya, (4) si istri sudah berstatus talak ba’in dari muhallil, (5) masa iddah si istri dari muhallil telah habis,” (Abu Syuja, al-Ghâyah wa al-Taqrîb, Terbitan: Alam al-Kutub, tanpa tahun, hal. 33).

Sementara itu, Syekh al-Zuhaili menyebutkan, ada tiga syarat jika seorang suami ingin menikah kembali dengan perempuan atau mantan istrinya yang telah ditalak tiga. Pertama, si perempuan telah dinikah oleh laki-laki yang lain. Kedua, pernikahan si perempuan dengan suami keduanya haruslah pernikahan yang sah. Karena, jika pernikahannya rusak, kemudian si suami kedua menggaulinya, maka tetap tidak halal bagi suami pertama. Pasalnya, pernikahan yang rusak pada hakikatnya bukan pernikahan.

Ketiga, suami kedua harus menggaulinya dengan cara penetrasi pada kemaluan. Andai digauli pada selain itu, seperti pada anus, maka tetap tidak halal bagi suami pertama. Untuk itu, disyaratkan suami kedua mampu bersenggama, yakni penetrasi atau bertemunya kedua khitan, walaupun tidak sampai keluar sperma, menurut jumhur ulama. Tidak termasuk ke dalam syarat ini jika si perempuan bersenggama dengan cara berzina. Sebab, perzinaan bukan pernikahan dan laki-laki yang menyenggama bukan suaminya (lihat: al-Zuhaili, al-Fiqh al-Islâmî wa Adillatuhu, [Darul Fikr: Damaskus] jilid 9, hal. 7001).

Menurut Imam asy-Syafi’i, Abu Hanifah, ats-Tsauri, dan al-Auza‘i, senggama suami kedua (muhallil) dianggap sah walaupun dilakukan pada waktu-waktu yang tidak diperbolehkan, seperti sedang haid atau nifas. Juga tidak dipermasalahkan status suami yang menggaulinya: apakah ia sudah baligh dan berakal, anak yang hampir dewasa, atau orang tunagrahita.   Hanya saja syarat ini bertolak belakang dengan syarat ulama Maliki dan Hanbali. Menurut mereka, senggama yang dilakukan harus pada waktu yang diperbolehkan. Selain itu, menurut Maliki, suami muhallil-nya harus baligh. Sementara menurut Hanbali, suaminya harus berumur 12 tahun. Alasannya, senggama yang tidak diperbolehkan haram bagi hak Allah.

Adapun pernikahan muhallil yang dianggap batal, menurut mazhab Syafi‘i, adalah pernikahan yang disyaratkan terputusnya saat akad. Seperti persyaratan: apabila si muhallil telah menggauli si perempuan, maka tidak ada lagi pernikahan antara keduanya. Atau, apabila si muhallil telah menikahinya hingga halal bagi suami pertama, maka ia harus menceraikannya. Ini mirip dengan pernikahan mut‘ah, yakni sebuah pernikahan bersifat sementara dan dipersyaratkan terputusnya, bukan tujuannya. Ini pula pernikahan muhallil yang dikecam Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sebagaimana hadits di atas.

Lain halnya jika si muhallil menikahinya dengan niat akan mencerainya setelah menggaulinya, maka pernikahan ini hanya makruh. Sementara, jika ia menikahinya dengan niat agar menghalalkan suami pertama, bukan dengan syarat menceraikannya setelah senggama, maka akadnya tetap sah. Sebab, yang membatalkan pernikahan adalah syarat, bukan tujuan atau motifnya.   Walhasil, pernikahan muhallil yang diperbolehkan adalah pernikahan tanpa syarat cerai sewaktu akad. Adapun pernikahan muhallil dengan niat atau motif tersembunyi untuk menceraikan, tetap dihukumi sah hanya saja makruh menurut Syafi‘i. Pasalnya, secara zahir akad nikah sudah memenuhi syarat dan rukun. Makruh karena pernikahan bukan untuk membangun rumah tangga yang wajar, langgeng, berketurunan, bergaul secara ma’ruf, dan seterusnya. Tidak ada pengaruhnya motif yang tersimpan di belakang akad.

Singkatnya, pernikahan muhallil yang secara terang-terangan disyaratkan sewaktu akad untuk menghalalkan suami pertama, tidak diperbolehkan, bahkan haram menurut jumhur ulama—Malikiyyah, Syafi‘iyyah, Hanbaliyyah, Zhahiriyyah—dan makruh tahrim menurut ulama Hanafi. (Lihat: al-Zuhaili, al-Fiqh al-Islâmî wa Adillatuhu, [Darul Fikr: Damaskus] jilid 9, hal. 7001).


Referensi : Setelah Talak Tiga: Pernikahan Muhallil dan Permasalahannya



Cerita Seorang Muhalil Suami 5 Menit dalam Perkara Talak Tiga

Cerita Seorang Muhalil, Suami 5 Menit dalam Perkara Talak Tiga Cerita Seorang Muhalil, Suami 5 Menit dalam Perkara Talak Tiga. seorang guru di Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur, mendapat nama baru di belakang namanya menjadi Mohri Muhalil. Nama baru itu disematkan teman-teman dekatnya sejak tiga bulan lalu, setelah menjadi suami kilat, hanya lima menit.  Dalam ilmu fikih, muhalil adalah istilah bagi suami kedua dalam perkara wanita yang ditalak tiga (satu waktu) atau ditalak tiga kali (beda waktu) oleh suami pertamanya.   Bila setelah jatuh talak si suami pertama menyesal dan ingin rujuk lagi, maka si istri harus menikah dengan orang lain yang disebut muhalil. Kalau tidak menikah dengan muhalil, si suami sampai kapan pun tak boleh rujuk lagi. Dan Mohri tak menyangka akan mengalami peristiwa langka itu.   Ketika meminta izin menuliskan pengalamannya itu, pria 40 tahun itu mengajukan syarat tak ingin disebutkan nama juga tempat tinggalnya. Mohri beralasan, di desa, pepohonan seolah punya telinga, sehingga peristiwa apa pun mudah terendus, termasuk kasus muhalil.   Pengalaman menjadi muhalil terjadi pada Februari 2019 lalu. Mohri ditelepon teman karibnya, Hamim. Mereka tinggal di satu kecamatan, tetapi beda desa. Inti dari pembicaraan lewat telepon itu, Hamim mengaku menyesal telah menjatuhkan talak tiga kepada istrinya dan ingin rujuk lagi. Namun, tak bisa langsung dilakukan karena terhalang hukum dalam agama Islam.   "Saya minta tolong, nikahilah istri saya," kata Mohri menirukan ucapan Hamim.   Mohri tentu tak langsung mengiyakan. Sebagai lulusan pesantren, dia tahu muhalil bisa disebut "suami pura-pura". Namun, ada kewajiban, yaitu harus di-duhul atau harus terjadi hubungan suami istri sebelum si wanita ditalak lagi. Kalau tak terjadi hubungan badan, maka hukum akad nikah adalah fasik dan mendapat dosa besar.   "Kalau soal itu (jimak) urusan belakang," ujar Hamim. Mendengar Hamim legawa, Mohri pun setuju.   Maka esok harinya, akad nikah berlangsung di rumah Hamim. Seorang kiai membimbing akad nikah itu dan keluarga Hamim menjadi saksinya.   "Hati saya tak pernah seberdebar malam itu, jadi serba dilema," kenang Mohri.   Namun tak dinyana, lima menit kemudian Mohri langsung menceraikan si wanita, setelah tahu ternyata masa iddahnya belum sampai tiga bulan sejak terjadi talak. Menurut Mohri, wanita yang masih dalam masa iddah tak boleh dinikahi.   "Sejak malam itu, saya tak tahu situasi mereka. Cuma saya dengar kabar, mereka sudah menikah, jadi suami istri lagi," dia menandaskan. Cerita Seorang Muhalil, Suami 5 Menit dalam Perkara Talak Tiga

Cerita Seorang Muhalil Suami 5 Menit dalam Perkara Talak Tiga. Cerita Seorang Muhalil, Suami 5 Menit dalam Perkara Talak Tiga. seorang guru di Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur, mendapat nama baru di belakang namanya menjadi Mohri Muhalil. Nama baru itu disematkan teman-teman dekatnya sejak tiga bulan lalu, setelah menjadi suami kilat, hanya lima menit.  Dalam ilmu fikih, muhalil adalah istilah bagi suami kedua dalam perkara wanita yang ditalak tiga (satu waktu) atau ditalak tiga kali (beda waktu) oleh suami pertamanya. 

Cerita Seorang Muhalil, Suami 5 Menit dalam Perkara Talak Tiga Cerita Seorang Muhalil, Suami 5 Menit dalam Perkara Talak Tiga. seorang guru di Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur, mendapat nama baru di belakang namanya menjadi Mohri Muhalil. Nama baru itu disematkan teman-teman dekatnya sejak tiga bulan lalu, setelah menjadi suami kilat, hanya lima menit.  Dalam ilmu fikih, muhalil adalah istilah bagi suami kedua dalam perkara wanita yang ditalak tiga (satu waktu) atau ditalak tiga kali (beda waktu) oleh suami pertamanya.   Bila setelah jatuh talak si suami pertama menyesal dan ingin rujuk lagi, maka si istri harus menikah dengan orang lain yang disebut muhalil. Kalau tidak menikah dengan muhalil, si suami sampai kapan pun tak boleh rujuk lagi. Dan Mohri tak menyangka akan mengalami peristiwa langka itu.   Ketika meminta izin menuliskan pengalamannya itu, pria 40 tahun itu mengajukan syarat tak ingin disebutkan nama juga tempat tinggalnya. Mohri beralasan, di desa, pepohonan seolah punya telinga, sehingga peristiwa apa pun mudah terendus, termasuk kasus muhalil.   Pengalaman menjadi muhalil terjadi pada Februari 2019 lalu. Mohri ditelepon teman karibnya, Hamim. Mereka tinggal di satu kecamatan, tetapi beda desa. Inti dari pembicaraan lewat telepon itu, Hamim mengaku menyesal telah menjatuhkan talak tiga kepada istrinya dan ingin rujuk lagi. Namun, tak bisa langsung dilakukan karena terhalang hukum dalam agama Islam.   "Saya minta tolong, nikahilah istri saya," kata Mohri menirukan ucapan Hamim.   Mohri tentu tak langsung mengiyakan. Sebagai lulusan pesantren, dia tahu muhalil bisa disebut "suami pura-pura". Namun, ada kewajiban, yaitu harus di-duhul atau harus terjadi hubungan suami istri sebelum si wanita ditalak lagi. Kalau tak terjadi hubungan badan, maka hukum akad nikah adalah fasik dan mendapat dosa besar.   "Kalau soal itu (jimak) urusan belakang," ujar Hamim. Mendengar Hamim legawa, Mohri pun setuju.   Maka esok harinya, akad nikah berlangsung di rumah Hamim. Seorang kiai membimbing akad nikah itu dan keluarga Hamim menjadi saksinya.   "Hati saya tak pernah seberdebar malam itu, jadi serba dilema," kenang Mohri.   Namun tak dinyana, lima menit kemudian Mohri langsung menceraikan si wanita, setelah tahu ternyata masa iddahnya belum sampai tiga bulan sejak terjadi talak. Menurut Mohri, wanita yang masih dalam masa iddah tak boleh dinikahi.   "Sejak malam itu, saya tak tahu situasi mereka. Cuma saya dengar kabar, mereka sudah menikah, jadi suami istri lagi," dia menandaskan. Cerita Seorang Muhalil, Suami 5 Menit dalam Perkara Talak Tiga Cerita Seorang Muhalil Suami 5 Menit dalam Perkara Talak Tiga. Cerita Seorang Muhalil, Suami 5 Menit dalam Perkara Talak Tiga. seorang guru di Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur, mendapat nama baru di belakang namanya menjadi Mohri Muhalil. Nama baru itu disematkan teman-teman dekatnya sejak tiga bulan lalu, setelah menjadi suami kilat, hanya lima menit.  Dalam ilmu fikih, muhalil adalah istilah bagi suami kedua dalam perkara wanita yang ditalak tiga (satu waktu) atau ditalak tiga kali (beda waktu) oleh suami pertamanya.       Bila setelah jatuh talak si suami pertama menyesal dan ingin rujuk lagi, maka si istri harus menikah dengan orang lain yang disebut muhalil. Kalau tidak menikah dengan muhalil, si suami sampai kapan pun tak boleh rujuk lagi. Dan Mohri tak menyangka akan mengalami peristiwa langka itu.   Ketika meminta izin menuliskan pengalamannya itu, pria 40 tahun itu mengajukan syarat tak ingin disebutkan nama juga tempat tinggalnya. Mohri beralasan, di desa, pepohonan seolah punya telinga, sehingga peristiwa apa pun mudah terendus, termasuk kasus muhalil.   Pengalaman menjadi muhalil terjadi pada Februari 2019 lalu. Mohri ditelepon teman karibnya, Hamim. Mereka tinggal di satu kecamatan, tetapi beda desa. Inti dari pembicaraan lewat telepon itu, Hamim mengaku menyesal telah menjatuhkan talak tiga kepada istrinya dan ingin rujuk lagi. Namun, tak bisa langsung dilakukan karena terhalang hukum dalam agama Islam.   "Saya minta tolong, nikahilah istri saya," kata Mohri menirukan ucapan Hamim.   Mohri tentu tak langsung mengiyakan. Sebagai lulusan pesantren, dia tahu muhalil bisa disebut "suami pura-pura". Namun, ada kewajiban, yaitu harus di-duhul atau harus terjadi hubungan suami istri sebelum si wanita ditalak lagi. Kalau tak terjadi hubungan badan, maka hukum akad nikah adalah fasik dan mendapat dosa besar.   "Kalau soal itu (jimak) urusan belakang," ujar Hamim. Mendengar Hamim legawa, Mohri pun setuju.   Maka esok harinya, akad nikah berlangsung di rumah Hamim. Seorang kiai membimbing akad nikah itu dan keluarga Hamim menjadi saksinya.   "Hati saya tak pernah seberdebar malam itu, jadi serba dilema," kenang Mohri.   Namun tak dinyana, lima menit kemudian Mohri langsung menceraikan si wanita, setelah tahu ternyata masa iddahnya belum sampai tiga bulan sejak terjadi talak. Menurut Mohri, wanita yang masih dalam masa iddah tak boleh dinikahi.   "Sejak malam itu, saya tak tahu situasi mereka. Cuma saya dengar kabar, mereka sudah menikah, jadi suami istri lagi," dia menandaskan    Referensi : Cerita Seorang Muhalil, Suami 5 Menit dalam Perkara Talak Tiga

Bila setelah jatuh talak si suami pertama menyesal dan ingin rujuk lagi, maka si istri harus menikah dengan orang lain yang disebut muhalil. Kalau tidak menikah dengan muhalil, si suami sampai kapan pun tak boleh rujuk lagi. Dan Mohri tak menyangka akan mengalami peristiwa langka itu. 

Ketika meminta izin menuliskan pengalamannya itu, pria 40 tahun itu mengajukan syarat tak ingin disebutkan nama juga tempat tinggalnya. Mohri beralasan, di desa, pepohonan seolah punya telinga, sehingga peristiwa apa pun mudah terendus, termasuk kasus muhalil. 

Pengalaman menjadi muhalil terjadi pada Februari 2019 lalu. Mohri ditelepon teman karibnya, Hamim. Mereka tinggal di satu kecamatan, tetapi beda desa. Inti dari pembicaraan lewat telepon itu, Hamim mengaku menyesal telah menjatuhkan talak tiga kepada istrinya dan ingin rujuk lagi. Namun, tak bisa langsung dilakukan karena terhalang hukum dalam agama Islam. 

"Saya minta tolong, nikahilah istri saya," kata Mohri menirukan ucapan Hamim. 

Mohri tentu tak langsung mengiyakan. Sebagai lulusan pesantren, dia tahu muhalil bisa disebut "suami pura-pura". Namun, ada kewajiban, yaitu harus di-duhul atau harus terjadi hubungan suami istri sebelum si wanita ditalak lagi. Kalau tak terjadi hubungan badan, maka hukum akad nikah adalah fasik dan mendapat dosa besar. 

"Kalau soal itu (jimak) urusan belakang," ujar Hamim. Mendengar Hamim legawa, Mohri pun setuju. 

Maka esok harinya, akad nikah berlangsung di rumah Hamim. Seorang kiai membimbing akad nikah itu dan keluarga Hamim menjadi saksinya. 

"Hati saya tak pernah seberdebar malam itu, jadi serba dilema," kenang Mohri. 

Namun tak dinyana, lima menit kemudian Mohri langsung menceraikan si wanita, setelah tahu ternyata masa iddahnya belum sampai tiga bulan sejak terjadi talak. Menurut Mohri, wanita yang masih dalam masa iddah tak boleh dinikahi. 

"Sejak malam itu, saya tak tahu situasi mereka. Cuma saya dengar kabar, mereka sudah menikah, jadi suami istri lagi," dia menandaskan


Referensi : Cerita Seorang Muhalil, Suami 5 Menit dalam Perkara Talak Tiga



Hukum Talak 3 Dalam Keadaan Marah, Apakah Sah?

Hukum Talak 3 Dalam Keadaan Marah, Apakah Sah?
Hukum Talak 3 Dalam Keadaan Marah, Apakah Sah? Talak merupakan salah satu bentuk atau cara untuk memutuskan hubungan suami istri. Talak yang dilakukan suami menjadi bentuk ketika ia ingin memutuskan hubungan rumah tangga atau bercerai. Bercerai memang bisa menjadi salah satu cara yang dilakukan ketika masalah rumah tangga tidak bisa diatasi atau jika dilanjutkan ditakutkan menyakiti salah satu pasangan atau pihak lain.

Akan tetapi, bagaimana dengan suami yang melakukan talak 3 dalam keadaan marah atau emosi?

Hukumnya Talak Dalam Keadaan Emosi

Rasa marah merupakan salah satu bentuk emosi yang muncul dengan dua kemungkinan, yaitu seseorang tersebut menutup akal pikiran atau tidak menutup akal pikiran.

seorang suami yang sedang dalam keadaan marah namun tidak menutup pikirannya dan melakukan talak, maka talak tersebut jatuh pada istri atau sah.

Sedangkan suami yang menjatuhkan talak dalam marah dan menutup akal pikirannya, maka talak tersebut dianggap tidak sah.

Hal tersebut dikarenakan seseorang yang sedang marah atau dalam keadaan emosi yang akal pikirannya tertutup sama halnya dengan orang mabuk. Orang mabuk tersebut jika melakukan talak maka dianggap tidak sah.

Berdasarkan hadits HR. at-Turmuzi dan al-Bukhari, menyatakan bahwa setiap talak yang dijatuhkan oleh suami adalah sah kecuali talak suami yang tertutup akalnya.

1. Marah Dalam Keadaan Pikiran Dan Akal Yang Normal

Seseorang yang marah namun ia sadar dengan hal yang dilakukan dan dikatakannya maka talak tersebut menjadi hal yang sah dan berlaku.

2. Kemarahan Yang Mencapai Puncak

Seseorang yang marah hingga mencapai puncak sehingga tertutup kesadarannya dan keinginannya juga tidak terkendali. Ketika ia tidak lagi mengerti apa yang dikatakannya kemudian mengucapkan talak, maka hukum talak 3 dalam keadaan marah tersebut tidak sah.

3. Kemarahan Yang Melebihi Batas Normal

Kondisi marah yang selanjutnya adalah ketika keadaan marahnya sudah melebihi batas normal atau lebih seperti orang gila. Ada beberapa pendapat mengenai talak 3 dalam keadaan marah seperti ini. Namun berdasarkan empat Imam Mazhab bahwa talaknya dianggap sah.

Namun perlu diketahui bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 tahun 1975 tentang Perkawinan (UU Perkawinan), menyatakan bahwa perceraian yang sah adalah yang dilakukan di hadapan Persidangan. Sehingga talak hanya bentuk perceraian dalam agama saja dan belum sah secara hukum negara.

Apakah Talak 3 Tanpa Saksi Tetap Sah?

Talak 3 merupakan talak yang mana kedua pasangan tidak bisa langsung rujuk begitu saja. Baik talak 1, 2 atau 3 yang diucapkan walau dalam keadaan marah dan sadar akan hal tersebut, maka talaknya sudah jatuh atau sudah sah.

Talak yang diucapkan di luar Pengadilan adalah talak yang tetap sah namun secara agama saja. Sehingga walaupun diucapkan tanpa adanya saksi, maka talak tersebut tetap sah secara agama.

Suami yang mengucapkan talak 3 dalam keadaan marah dan sah, maka tidak bisa secara langsung rujuk kembali. Ia harus menunggu hingga perempuan itu menikah dengan laki-laki lain yang sudah digaulinya kemudian diceraikan oleh suaminya tersebut.

Untuk lebih lengkapnya seputar talak, Anda bisa melihat artikel Pengertian Talak Satu, Dua, Tiga, Perbedaan dan Tata Caranya

Hukum Talak Ketika Bercanda

Lalu, bagaimana hukumnya ketika talak yang diucapkan tersebut dalam bentuk bercanda? Seseorang yang mengucapkan talak bahkan ketika ia bercanda atau bermain-main maka talak tersebut dianggap sah. Terutama ketika talak tersebut diucapkan dengan jelas.

Namun, kami tegaskan kembali bahwa talak belum sah secara negara jika tidak dilakukan dimuka pengadilan.

Buya Yahya Jelaskan Tata Cara Rujuk Setelah Talak: Jangan Main-main dengan Perceraian

Buya Yahya Jelaskan Tata Cara Rujuk Setelah Talak: Jangan Main-main dengan Perceraian
Pengasuh Lembaga Pengembangan Da'wah Al-Bahjah Buya Yahya menjelaskan tata cara rujuk setelah jatuh talak 3 atau perceraian. Bagaimana hukum talak 3 yang dijatuhkan spontan dalam waktu yang sama? kata Buya Yahya maka jatuh talak 3.

"Misalnya seorang laki-laki berbicara kepada istrinya, kamu aku cerai dengan cerai 3. Menurut jumhur ulama 4 mazhab tidak beda dalam hal ini, maka talak 3 yang dijatuhkan dalam waktu bersamaan, dalam satu waktu di satu tempat, maka jatuh 3," kata Buya Yahya 

Lebih lanjut, Buya Yahya menjelaskan ada orang akhir zaman hidup di abad ke-6 bahwa itu adalah urusan dia. Tapi, jika kembali ke ijtihad 4 mazhab di ambil dari hadis Nabi Muhammad SAW.

"Talak cerai 3 yang diucapkan sekaligus maka jatuh 3. Syaratnya adalah kalimat sharih atau benar-benar, misalnya engkau aku cerai, tapi kalau engkau aku pulangkan 3 kali, itu nggak, belum tentu lihat niatnya," ujar Buya Yahya.

Maka, kata Buya Yahya, jangan main-main dengan cerai. Sebab, cerai itu tujuannya jadi, main-mainnya jadi.

"Ada lagi yang menyanjung istrinya dengan gaya-gaya main film, tahu-tahunya apa kayak main film engkau aku cerai, jatuh cerai, nah jangan main-main dengan perceraian," kata Buya Yahya.

Lebih lanjut, Buya Yahya menambahkan jika ada laki-laki yang gampang menceraikan dengan tujuan mengingatkan atau meluruskan istrinya itu adalah laki-laki rendah.

"Menundukan istri aja pakai ancaman cerai, mana kalimat lembutmu para suami. Cerai itu adalah terakhir untuk menyelesaikan di saat permasalahan tidak terselesaikan, baru cerai," kata Buya Yahya.

Buya Yahya mengakui selama ini kebanyakan kasus cerai itu diminta oleh perempuan. Jika ada laki-laki yang mudah mengucap cerai, maka laki-laki seperti perempuan.

"Perempuan itu dikit-dikit punya masalah cerai kan saya. Cuman saya paham itukan bahasa perempuan. Laki-laki harus mengerti kalau ada perempuan atau istrimu tiba-tiba ceraikan saya, itu lafadznya cerai tapi artinya bukan," kata Buya Yahya.

Alhamdulillah maha kasih Allah, kata Buya Yahya mengingatkan bahwa hak cerai itu diberikan kepada kaum pria. "Sebab kalau ada pada kaum wanita, habis pernikahan itu, jujur itu betul," ungkap Buya Yahya.

Selanjutnya, maka dari itu para suami, kata Buya Yahya jangan sedikit-sedikit main cerai.

Kalimat cerai tidak boleh mudah diucapkan. Kemudian jika seseorang mengucap talak 3 maka jatuh 3.

"Lalu bagaimana ketika sudah mencerai 3 bolehkah rujuk? jawabnya adalah tidak boleh, kecuali sang istri itu menikah lagi dengan orang lain, setelah selesai iddah dengan suami yang pertama, istri menikah dengan orang lain, kemudian cerai setelah masa iddah baru boleh kembali ke suami," katanya.

Menurut Buya Yahya yang harus menikah lagi dengan lelaki lain itu adalah perempuan. Adapun suami hendaknya waspada jangan main cerai.

"Ketahuilah para suami hati-hati, senjatamu adalah kelembutan seharusnya," tegasnya.

Referensi : Buya Yahya Jelaskan Tata Cara Rujuk Setelah Talak: Jangan Main-main dengan Perceraian



Hukum Rujuk Talak 3 Dalam Islam

Hukum Rujuk Talak 3 Dalam Islam. Talak itu sendiri menurut Pasal 117 KHI adalah ikrar suami di hadapan Pengadilan Agama yang menjadi salah satu sebab putusnya perkawinan. Dalam hukum islam sendiri talak terbagi kedalam tiga tingkatan yakni, talak 1, talak 2 dan talak 3 sebagimana talak hukum dan jenisnya . sebagiamana dalam firman Allah berikut ini.   اْلمُطَلَّقتُ يَتَرَبَّصْنَ بِاَنْفُسِهِنَّ ثَلثَةَ قُرُوْءٍ، وَ لاَ يَحِلُّ لَهُنَّ اَنْ يَّكْتُمْنَ مَا خَلَقَ اللهُ فِيْ اَرْحَامِهِنَّ اِنْ كُنَّ يُؤْمِنَّ بِاللهِ وَ اْليَوْمِ اْلاخِرِ، وَ بُعُوْلَتُهُنَّ اَحَقُّ بِرَدّهِنَّ فِيْ ذلِكَ اِنْ اَرَادُوْا اِصْلاَحًا. البقرة:228  “Wanita-wanita yang dithalak hendaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru’. Tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat. Dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami) itu menghendaki ishlah. [QS. Al-Baqarah : 228]   لطَّلاَقُ مَرَّتنِ فَاِمْسَاكٌ بِمَعْرُوْفٍ اَوْ تَسْرِيحٌ بِإِحْسَانٍ. البقرة:229  Thalaq (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang makruf atau menceraikan dengan cara yang baik. [QS. Al-Baqarah 229].  Talak tiga terjadi dalam tiga waktu yang berbeda, misalnya suami mentalak istrinya pada suatu waktu (talak 1), lalu rujuk, lalu diwaktu lain dia talak lagi (jadinya talak 2), lalu rujuk dan diwaktu lain lagi dia talak lagi (jadinya hukum talak 1 2 dan 3). Dalam hal ini tidak ada perbedaan pendapat para ‘ulama bahwa memang telah jatuh talak tiga sebagiaman hukum talak di bulan ramadhan menurut islam.  Islam sendiri merupakan agama yang sempurna, sehingga perkara mengenai talak ini juga telah diatur dengan lengkap dan jelas sebagimana makna pernikahan dalam islam . Kemudian muncullah polemik, bagaimana jika suami yang telah mentalak 3 istrinya ingin kembali rujuk. Tentunya hal tersebut harus didasarkan kepada hukum islam sebagaimana akan dijelaskan dalam artikel berikut ini.  Hukum Rujuk Talak 3 Dalam Islam  Jika seorang suami menceraikan istrinya dengan cerai satu atau dua maka sang suami berhak untuk melakukan rujuk dengan istri, selama masih masa iddah, baik istri ridha maupun tidak ridha. Namun, jika talak tiga sudah jatuh maka suami tidak memiliki hak untuk rujuk kepada istrinya, sampai sang istri dinikahi oleh lelaki lain sebagimana sumber syariat islam. Allah berfirman,  فَإِنْ طَلَّقَهَا فَلَا تَحِلُّ لَهُ مِنْ بَعْدُ حَتَّى تَنْكِحَ زَوْجًا غَيْرَهُ  “Jika dia mentalak istrinya (talak tiga) maka tidak halal baginya setelah itu, sampai dia menikah dengan lelaki yang lain ….” (Q.S. Al-Baqarah:230)  Pernikahan wanita ini dengan lelaki kedua bisa menjadi syarat agar bisa rujuk kepada suami pertama, dengan syarat:  Pertama  Dalam pernikahan yang dilakukan harus terjadi hubungan badan, antara sang wanita dengan suami kedua. Berdasarkan hadis dari Aisyah, bahwa ada seorang sahabat yang bernama Rifa’ah, yang menikah dengan seorang wanita. Kemudian, dia menceraikan istrinya sampai ketiga kalinya. Wanita ini, kemudian menikah dengan lelaki lain, namun lelaki itu impoten dan kurang semangat dalam melakukan hubungan badan.  Dia pun melaporkan hal ini kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dengan harapan bisa bercerai dan bisa kembali dengan Rifa’ah. Namun, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Kamu ingin agar bisa kembali kepada Rifa’ah? Tidak boleh! Sampai kamu merasakan madunya dan dia (suami kedua) merasakan madumu.” (H.R. Bukhari, Muslim, An-Nasa’i, dan At-Turmudzi)  Yang dimaksud “kamu merasakan madunya dan dia merasakan madumu” adalah melakukan hubungan badan.  Kedua  Pernikahan ini dilakukan secara alami, tanpa ada rekayasa dari mantan suami maupun suami kedua. Jika ada rekayasa maka pernikahan semacam ini disebut sebagai “nikah tahlil“; lelaki kedua yang menikahi sang wanita, karena rekayasa, disebut “muhallil“; suami pertama disebut “muhallal lahu“. Hukum nikah tahlil adalah haram, dan pernikahannya dianggap batal.  Ibnu Qudamah mengatakan, “Nikah muhallil adalah haram, batal, menurut pendapat umumnya ulama. Di antaranya: Hasan Al-Bashri, Ibrahim An-Nakha’i, Qatadah, Imam Malik, Sufyan Ats-Tsauri, Ibnu Mubarak, dan Imam Asy-Syafi’i.” (Al-Mughni, 7:574)  Bahkan, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengancam orang yang menjadi muhallil dan muhallal lahu. Dari Ali bin Abi Thalib, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah melaknat muhallil dan muhallal lahu.” (H.R. Abu Daud; dinilai sahih oleh Al-Albani)  Bahkan, telah termasuk tindakan “merekayasa” ketika ada seorang lelaki yang menikahi wanita yang dicerai dengan talak tiga, dengan niat untuk dicerai agar bisa kembali kepada suami pertama, meskipun suami pertama tidak mengetahui.  Ini berdasarkan riwayat dari Ibnu Umar, bahwa ada seseorang datang kepada beliau dan bertanya tentang seseorang yang menikahi seorang wanita. Kemudian, lelaki tersebut menceraikan istrinya sebanyak tiga kali. Lalu, saudara lelaki tersebut menikahi sang wanita, tanpa diketahui suami pertama, agar sang wanita bisa kembali kepada saudaranya yang menjadi suami pertama. Apakah setelah dicerai maka wanita ini halal bagi suami pertama? Ibnu Umar memberi jawaban, “Tidak halal. Kecuali nikah karena cinta (bukan karena niat tahlil). Dahulu, kami menganggap perbuatan semacam ini sebagai perbuatan zina di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (H.R. Hakim dan Al-Baihaqi; dinilai sahih oleh Al-Albani).  Dari ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ’anhu, ia berkata,  لَعَنَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ المُحَلِّلَ وَالْمُحَلَّلَ لَهُ  “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat muhallil (laki-laki yang menikahi seorang wanita dengan tujuan agar perempuan itu dibolehkan menikah kembali dengan suaminya yang pertama) dan al muhallal lahu (laki-laki yang menyuruh muhallil untuk menikahi bekas isterinya agar isteri tersebut dibolehkan untuk dinikahinya lagi).” (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah )  Bila orang sampai di talak 3 kali sebagimana mengingkari tujuan pernikahan dalam islam , berarti perbedaan itu sangat banyak dan sulit dipertemukan. Lalu turunlah hukum Islam bahwa seseorang yg sudah talak 3 x bisa rujuk kembali setelah masing-masing menikah dengan orang lain. Sehingga masing-masing akan mengerti bagaimana rasanya hidup dengan orang lain. Mereka akan menyadari bahwa mereka sungguh-sungguh memang tidak cocok dg pasangannya dulu. Ataukah mereka lalu menyadari bahwa mereka dahulu hanyalah salah paham saja, walaupun sampai di talak 3 kali.  Bila akhirnya takdir Allah mereka lalu berpisah dengan pasangannya yang baru, baik cerai ataupun ditinggal mati. Mereka lalu punya keinginan kembali untuk rujuk dengan suami atau istrinya yang pertama. Mereka masing-masing akan rujuk dg penuh pengertian dan akan menjadi lebih baik lagi sehingga lebih sulit untuk terjadi salah paham lagi.  Mereka akan menjadi lebih mudah untuk saling mengerti, dan lebih sulit untuk memutuskan untuk bercerai kembali. Sebaliknya bila tidak ada hukum seperti itu, maka saya yakin dalam tempo yang singkat akan ada talak ke 4, ke 5, ke 6 dst…mereka bertengkar terus seumur hidupnya. Oleh sebab itu, maka hukum rujuk talak 3 dalam islam hukumnya t=diperbolehkan asal dengan ketentuan debagiamana yang telah dijelaskan pada poin diatas.  Referensi : Hukum Rujuk Talak 3 Dalam Islam

Hukum Rujuk Talak 3 Dalam Islam. Talak itu sendiri menurut Pasal 117 KHI adalah ikrar suami di hadapan Pengadilan Agama yang menjadi salah satu sebab putusnya perkawinan. Dalam hukum islam sendiri talak terbagi kedalam tiga tingkatan yakni, talak 1, talak 2 dan talak 3 sebagimana talak hukum dan jenisnya . sebagiamana dalam firman Allah berikut ini. 

اْلمُطَلَّقتُ يَتَرَبَّصْنَ بِاَنْفُسِهِنَّ ثَلثَةَ قُرُوْءٍ، وَ لاَ يَحِلُّ لَهُنَّ اَنْ يَّكْتُمْنَ مَا خَلَقَ اللهُ فِيْ اَرْحَامِهِنَّ اِنْ كُنَّ يُؤْمِنَّ بِاللهِ وَ اْليَوْمِ اْلاخِرِ، وَ بُعُوْلَتُهُنَّ اَحَقُّ بِرَدّهِنَّ فِيْ ذلِكَ اِنْ اَرَادُوْا اِصْلاَحًا. البقرة:228

“Wanita-wanita yang dithalak hendaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru’. Tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat. Dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami) itu menghendaki ishlah. [QS. Al-Baqarah : 228]

 لطَّلاَقُ مَرَّتنِ فَاِمْسَاكٌ بِمَعْرُوْفٍ اَوْ تَسْرِيحٌ بِإِحْسَانٍ. البقرة:229

Thalaq (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang makruf atau menceraikan dengan cara yang baik. [QS. Al-Baqarah 229].

Talak tiga terjadi dalam tiga waktu yang berbeda, misalnya suami mentalak istrinya pada suatu waktu (talak 1), lalu rujuk, lalu diwaktu lain dia talak lagi (jadinya talak 2), lalu rujuk dan diwaktu lain lagi dia talak lagi (jadinya hukum talak 1 2 dan 3). Dalam hal ini tidak ada perbedaan pendapat para ‘ulama bahwa memang telah jatuh talak tiga sebagiaman hukum talak di bulan ramadhan menurut islam.

Islam sendiri merupakan agama yang sempurna, sehingga perkara mengenai talak ini juga telah diatur dengan lengkap dan jelas sebagimana makna pernikahan dalam islam . Kemudian muncullah polemik, bagaimana jika suami yang telah mentalak 3 istrinya ingin kembali rujuk. Tentunya hal tersebut harus didasarkan kepada hukum islam sebagaimana akan dijelaskan dalam artikel berikut ini.

Hukum Rujuk Talak 3 Dalam Islam

Jika seorang suami menceraikan istrinya dengan cerai satu atau dua maka sang suami berhak untuk melakukan rujuk dengan istri, selama masih masa iddah, baik istri ridha maupun tidak ridha. Namun, jika talak tiga sudah jatuh maka suami tidak memiliki hak untuk rujuk kepada istrinya, sampai sang istri dinikahi oleh lelaki lain sebagimana sumber syariat islam. Allah berfirman,

فَإِنْ طَلَّقَهَا فَلَا تَحِلُّ لَهُ مِنْ بَعْدُ حَتَّى تَنْكِحَ زَوْجًا غَيْرَهُ

“Jika dia mentalak istrinya (talak tiga) maka tidak halal baginya setelah itu, sampai dia menikah dengan lelaki yang lain ….” (Q.S. Al-Baqarah:230)

Pernikahan wanita ini dengan lelaki kedua bisa menjadi syarat agar bisa rujuk kepada suami pertama, dengan syarat:

Pertama

Dalam pernikahan yang dilakukan harus terjadi hubungan badan, antara sang wanita dengan suami kedua. Berdasarkan hadis dari Aisyah, bahwa ada seorang sahabat yang bernama Rifa’ah, yang menikah dengan seorang wanita. Kemudian, dia menceraikan istrinya sampai ketiga kalinya. Wanita ini, kemudian menikah dengan lelaki lain, namun lelaki itu impoten dan kurang semangat dalam melakukan hubungan badan.

Dia pun melaporkan hal ini kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dengan harapan bisa bercerai dan bisa kembali dengan Rifa’ah. Namun, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Kamu ingin agar bisa kembali kepada Rifa’ah? Tidak boleh! Sampai kamu merasakan madunya dan dia (suami kedua) merasakan madumu.” (H.R. Bukhari, Muslim, An-Nasa’i, dan At-Turmudzi)

Yang dimaksud “kamu merasakan madunya dan dia merasakan madumu” adalah melakukan hubungan badan.

Kedua

Pernikahan ini dilakukan secara alami, tanpa ada rekayasa dari mantan suami maupun suami kedua. Jika ada rekayasa maka pernikahan semacam ini disebut sebagai “nikah tahlil“; lelaki kedua yang menikahi sang wanita, karena rekayasa, disebut “muhallil“; suami pertama disebut “muhallal lahu“. Hukum nikah tahlil adalah haram, dan pernikahannya dianggap batal.

Ibnu Qudamah mengatakan, “Nikah muhallil adalah haram, batal, menurut pendapat umumnya ulama. Di antaranya: Hasan Al-Bashri, Ibrahim An-Nakha’i, Qatadah, Imam Malik, Sufyan Ats-Tsauri, Ibnu Mubarak, dan Imam Asy-Syafi’i.” (Al-Mughni, 7:574)

Bahkan, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengancam orang yang menjadi muhallil dan muhallal lahu. Dari Ali bin Abi Thalib, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah melaknat muhallil dan muhallal lahu.” (H.R. Abu Daud; dinilai sahih oleh Al-Albani)

Bahkan, telah termasuk tindakan “merekayasa” ketika ada seorang lelaki yang menikahi wanita yang dicerai dengan talak tiga, dengan niat untuk dicerai agar bisa kembali kepada suami pertama, meskipun suami pertama tidak mengetahui.

Ini berdasarkan riwayat dari Ibnu Umar, bahwa ada seseorang datang kepada beliau dan bertanya tentang seseorang yang menikahi seorang wanita. Kemudian, lelaki tersebut menceraikan istrinya sebanyak tiga kali. Lalu, saudara lelaki tersebut menikahi sang wanita, tanpa diketahui suami pertama, agar sang wanita bisa kembali kepada saudaranya yang menjadi suami pertama. Apakah setelah dicerai maka wanita ini halal bagi suami pertama? Ibnu Umar memberi jawaban, “Tidak halal. Kecuali nikah karena cinta (bukan karena niat tahlil). Dahulu, kami menganggap perbuatan semacam ini sebagai perbuatan zina di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (H.R. Hakim dan Al-Baihaqi; dinilai sahih oleh Al-Albani).

Dari ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ’anhu, ia berkata,

لَعَنَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ المُحَلِّلَ وَالْمُحَلَّلَ لَهُ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat muhallil (laki-laki yang menikahi seorang wanita dengan tujuan agar perempuan itu dibolehkan menikah kembali dengan suaminya yang pertama) dan al muhallal lahu (laki-laki yang menyuruh muhallil untuk menikahi bekas isterinya agar isteri tersebut dibolehkan untuk dinikahinya lagi).” (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah )

Bila orang sampai di talak 3 kali sebagimana mengingkari tujuan pernikahan dalam islam , berarti perbedaan itu sangat banyak dan sulit dipertemukan. Lalu turunlah hukum Islam bahwa seseorang yg sudah talak 3 x bisa rujuk kembali setelah masing-masing menikah dengan orang lain. Sehingga masing-masing akan mengerti bagaimana rasanya hidup dengan orang lain. Mereka akan menyadari bahwa mereka sungguh-sungguh memang tidak cocok dg pasangannya dulu. Ataukah mereka lalu menyadari bahwa mereka dahulu hanyalah salah paham saja, walaupun sampai di talak 3 kali.

Bila akhirnya takdir Allah mereka lalu berpisah dengan pasangannya yang baru, baik cerai ataupun ditinggal mati. Mereka lalu punya keinginan kembali untuk rujuk dengan suami atau istrinya yang pertama. Mereka masing-masing akan rujuk dg penuh pengertian dan akan menjadi lebih baik lagi sehingga lebih sulit untuk terjadi salah paham lagi.

Mereka akan menjadi lebih mudah untuk saling mengerti, dan lebih sulit untuk memutuskan untuk bercerai kembali. Sebaliknya bila tidak ada hukum seperti itu, maka saya yakin dalam tempo yang singkat akan ada talak ke 4, ke 5, ke 6 dst…mereka bertengkar terus seumur hidupnya. Oleh sebab itu, maka hukum rujuk talak 3 dalam islam hukumnya t=diperbolehkan asal dengan ketentuan debagiamana yang telah dijelaskan pada poin diatas.

Referensi : Hukum Rujuk Talak 3 Dalam Islam



Perbedaan Hukum Talak Satu, Dua, dan Tiga

Perbedaan Hukum Talak Satu Dua dan Tiga. Setiap pasangan yang telah menikah tentu menginginkan rumah tangganya berjalan harmonis dan langgeng hingga maut memisahkan. Namun, seringkali permasalahan yang terjadi antar pasangan menjadi salah satu penyebab keretakan rumah tangga. Bahkan, nggak sedikit yang akhirnya mengakhiri pernikahannya dengan perceraian.  Dalam Islam, perceraian dikenal dengan istilah talak, yakni pemutusan ikatan pernikahan karena alasan-alasan tertentu yang nggak memungkinkan lagi bagi suami istri meneruskan hidup berumah tangga. Umat Muslim tentunya pernah mendengar bahwa hukum talak terbagi menjadi tiga, yakni talak satu, talak dua, dan talak tiga. Supaya nggak salah arti, Popbela akan menjabarkan hukum talak dalam Islam.  Hukum talak satu dan talak dua telah dijelaskan dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 229, yang berbunyi:  الطَّلٰقُ مَرَّتَانِ  ۖ فَإِمْسَاكٌۢ بِمَعْرُوفٍ أَوْ تَسْرِيحٌۢ بِإِحْسٰنٍ  ۗ وَلَا يَحِلُّ لَكُمْ أَنْ تَأْخُذُوا مِمَّآ ءَاتَيْتُمُوهُنَّ شَيْئًا إِلَّآ أَنْ يَخَافَآ أَلَّا يُقِيمَا حُدُودَ اللَّهِ  ۖ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا يُقِيمَا حُدُودَ اللَّهِ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا فِيمَا افْتَدَتْ بِهِۦ  ۗ تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ فَلَا تَعْتَدُوهَا  ۚ وَمَنْ يَتَعَدَّ حُدُودَ اللَّهِ فَأُولٰٓئِكَ هُمُ الظّٰلِمُونَ  Artinya: "Talak (yang dapat dirujuk) itu dua kali. (Setelah itu suami dapat) menahan dengan baik atau melepaskan dengan baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali keduanya (suami dan istri) khawatir tidak mampu menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu (wali) khawatir bahwa keduanya tidak mampu menjalankan hukum-hukum Allah, maka keduanya tidak berdosa atas bayaran yang (harus) diberikan (oleh istri) untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barang siapa melanggar hukum-hukum Allah, mereka itulah orang-orang zalim."   Dengan kata lain, talak yang diperbolehkan untuk rujuk dan kembali menjadi suami istri hanya bisa dilakukan sebanyak 2 kali. Jadi, jika suami menjatuhkan talak satu atau talak dua, ia dan istrinya masih bisa rujuk kembali, selama sang istri masih dalam masa iddah. Namun, jika masa iddah sudah habis, maka sudah nggak diperbolehkan untuk rujuk kembali. Jika ingin kembali bersama, maka harus melakukan akad nikah lagi. Talak satu dan talak dua ini dikenal dengan istilah talak raj’i.   Masa iddah Nah, yang dimaksud dengan masa iddah adalah masa tunggu di mana seorang perempuan yang telah diceraikan oleh suaminya, baik karena suaminya meninggal ataupun dicerai ketika suaminya masih hidup, untuk menahan diri dari menikah dengan laki-laki lain. Masa iddah perempuan berbeda-beda, tergantung dengan kondisinya masing-masing. Masa iddah ini memiliki banyak manfaat, lho. Salah satunya memberikan kesempatan bagi suami yang telah menjatuhkan talak satu dan dua untuk rujuk kembali dengan istrinya.   Hukum talak tiga telah diterangkan dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 230, yang berbunyi:  فَإِنْ طَلَّقَهَا فَلَا تَحِلُّ لَهُۥ مِنۢ بَعْدُ حَتّٰى تَنْكِحَ زَوْجًا غَيْرَهُۥ  ۗ فَإِنْ طَلَّقَهَا فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَآ أَنْ يَتَرَاجَعَآ إِنْ ظَنَّآ أَنْ يُقِيمَا حُدُودَ اللَّهِ  ۗ وَتِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ يُبَيِّنُهَا لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ   Artinya: "Kemudian jika dia menceraikannya (setelah talak yang kedua), maka perempuan itu tidak halal lagi baginya sebelum dia menikah dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya (suami pertama dan bekas istri) untuk menikah kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah ketentuan-ketentuan Allah yang diterangkan-Nya kepada orang-orang yang berpengetahuan."   Maksudnya adalah ketika suami telah menjatuhkan talak ketiga pada istrinya, maka suami nggak diperbolehkan untuk rujuk dengan sang istri. Keduanya bisa menikah kembali dengan syarat sang istri sudah menikah lagi dengan laki-laki lain dan menjalani kehidupan suami istri, kemudian bercerai. Jika masa iddah-nya telah habis, maka suami pertama dapat menikahi istrinya kembali dengan akad nikah yang baru. Talak tiga ini dikenal dengan istilah talak ba’in kubraa.   Namun yang perlu diingat, pernikahan ini nggak boleh dilakukan dengan cara manipulasi, ya. Misalnya, terjadi kondisi di mana suami pertama membayar seorang laki-laki untuk menikahi mantan istrinya lalu menceraikannya, dengan niat agar dia bisa menikah kembali dengan mantan istrinya tersebut, maka hal ini nggak dibenarkan dalam syariat Islam.    Itulah penjelasan lengkap tentang hukum talak dalam Islam. Meski pasangan masih diperbolehkan untuk rujuk setelah suami menjatuhkan talak satu dan dua kepada istrinya, tapi bukan berarti perceraian dianggap main-main,  Referensi : Perbedaan Hukum Talak Satu Dua dan Tiga

Perbedaan Hukum Talak Satu Dua dan Tiga. Setiap pasangan yang telah menikah tentu menginginkan rumah tangganya berjalan harmonis dan langgeng hingga maut memisahkan. Namun, seringkali permasalahan yang terjadi antar pasangan menjadi salah satu penyebab keretakan rumah tangga. Bahkan, nggak sedikit yang akhirnya mengakhiri pernikahannya dengan perceraian.

Dalam Islam, perceraian dikenal dengan istilah talak, yakni pemutusan ikatan pernikahan karena alasan-alasan tertentu yang nggak memungkinkan lagi bagi suami istri meneruskan hidup berumah tangga. Umat Muslim tentunya pernah mendengar bahwa hukum talak terbagi menjadi tiga, yakni talak satu, talak dua, dan talak tiga. Supaya nggak salah arti, Popbela akan menjabarkan hukum talak dalam Islam.

Hukum talak satu dan talak dua telah dijelaskan dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 229, yang berbunyi:

الطَّلٰقُ مَرَّتَانِ  ۖ فَإِمْسَاكٌۢ بِمَعْرُوفٍ أَوْ تَسْرِيحٌۢ بِإِحْسٰنٍ  ۗ وَلَا يَحِلُّ لَكُمْ أَنْ تَأْخُذُوا مِمَّآ ءَاتَيْتُمُوهُنَّ شَيْئًا إِلَّآ أَنْ يَخَافَآ أَلَّا يُقِيمَا حُدُودَ اللَّهِ  ۖ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا يُقِيمَا حُدُودَ اللَّهِ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا فِيمَا افْتَدَتْ بِهِۦ  ۗ تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ فَلَا تَعْتَدُوهَا  ۚ وَمَنْ يَتَعَدَّ حُدُودَ اللَّهِ فَأُولٰٓئِكَ هُمُ الظّٰلِمُونَ

Artinya: "Talak (yang dapat dirujuk) itu dua kali. (Setelah itu suami dapat) menahan dengan baik atau melepaskan dengan baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali keduanya (suami dan istri) khawatir tidak mampu menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu (wali) khawatir bahwa keduanya tidak mampu menjalankan hukum-hukum Allah, maka keduanya tidak berdosa atas bayaran yang (harus) diberikan (oleh istri) untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barang siapa melanggar hukum-hukum Allah, mereka itulah orang-orang zalim." 

Dengan kata lain, talak yang diperbolehkan untuk rujuk dan kembali menjadi suami istri hanya bisa dilakukan sebanyak 2 kali. Jadi, jika suami menjatuhkan talak satu atau talak dua, ia dan istrinya masih bisa rujuk kembali, selama sang istri masih dalam masa iddah. Namun, jika masa iddah sudah habis, maka sudah nggak diperbolehkan untuk rujuk kembali. Jika ingin kembali bersama, maka harus melakukan akad nikah lagi. Talak satu dan talak dua ini dikenal dengan istilah talak raj’i. 

Masa iddah

Nah, yang dimaksud dengan masa iddah adalah masa tunggu di mana seorang perempuan yang telah diceraikan oleh suaminya, baik karena suaminya meninggal ataupun dicerai ketika suaminya masih hidup, untuk menahan diri dari menikah dengan laki-laki lain. Masa iddah perempuan berbeda-beda, tergantung dengan kondisinya masing-masing. Masa iddah ini memiliki banyak manfaat, lho. Salah satunya memberikan kesempatan bagi suami yang telah menjatuhkan talak satu dan dua untuk rujuk kembali dengan istrinya.  

Hukum talak tiga telah diterangkan dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 230, yang berbunyi:

فَإِنْ طَلَّقَهَا فَلَا تَحِلُّ لَهُۥ مِنۢ بَعْدُ حَتّٰى تَنْكِحَ زَوْجًا غَيْرَهُۥ  ۗ فَإِنْ طَلَّقَهَا فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَآ أَنْ يَتَرَاجَعَآ إِنْ ظَنَّآ أَنْ يُقِيمَا حُدُودَ اللَّهِ  ۗ وَتِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ يُبَيِّنُهَا لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ 

Artinya: "Kemudian jika dia menceraikannya (setelah talak yang kedua), maka perempuan itu tidak halal lagi baginya sebelum dia menikah dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya (suami pertama dan bekas istri) untuk menikah kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah ketentuan-ketentuan Allah yang diterangkan-Nya kepada orang-orang yang berpengetahuan." 

Maksudnya adalah ketika suami telah menjatuhkan talak ketiga pada istrinya, maka suami nggak diperbolehkan untuk rujuk dengan sang istri. Keduanya bisa menikah kembali dengan syarat sang istri sudah menikah lagi dengan laki-laki lain dan menjalani kehidupan suami istri, kemudian bercerai. Jika masa iddah-nya telah habis, maka suami pertama dapat menikahi istrinya kembali dengan akad nikah yang baru. Talak tiga ini dikenal dengan istilah talak ba’in kubraa. 

Namun yang perlu diingat, pernikahan ini nggak boleh dilakukan dengan cara manipulasi, ya. Misalnya, terjadi kondisi di mana suami pertama membayar seorang laki-laki untuk menikahi mantan istrinya lalu menceraikannya, dengan niat agar dia bisa menikah kembali dengan mantan istrinya tersebut, maka hal ini nggak dibenarkan dalam syariat Islam.  

Itulah penjelasan lengkap tentang hukum talak dalam Islam. Meski pasangan masih diperbolehkan untuk rujuk setelah suami menjatuhkan talak satu dan dua kepada istrinya, tapi bukan berarti perceraian dianggap main-main,

Referensi : Perbedaan Hukum Talak Satu Dua dan Tiga