This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences. Now replace these with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences. Now replace these with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences. Now replace these with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences. Now replace these with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences. Now replace these with your own descriptions.

Kamis, 01 September 2022

Hukum Istri Melawan Suami Menurut Islam

Hukum Istri Melawan Suami Menurut Islam Hukum Istri Melawan Suami Menurut Islam. Ajaran Islam selalu menegaskan bahwa pernikahan adalah sesuatu yang mulia, serta harus dijalankan sesuai syariat agama. Selain itu, dijelaskan pula bahwa pasangan suami dan istri harus selalu menghargai satu sama lain, demi terciptanya rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan warahmah.  Sudah bukan rahasia lagi bila dalam pernikahan, suami adalah pemimpin dan istri memiliki kewajiban untuk menuruti suaminya. Meski demikian, tak bisa dipungkiri bahwa kadang kala pasangan suami istri akan bertengkar, serta istri akan melawan suaminya.  Lantas, bagaimanakah hukum istri melawan suami menurut Islam? Apakah seorang istri benar-benar tidak boleh melawan suami sekalipun dengan tujuan membela dirinya sendiri? Simak pembahasannya berikut.  1. Hukum istri melawan suami dalam Islam adalah haram  Ini Hukum Istri Melawan Suami Menurut Islamfreepik.com/freepik  Dalam Islam, istri yang tidak patuh, tidak peduli, bahkan sampai berani melawan suami disebut dengan nusyuz. Jika istri melakukan perbuatan nusyuz, maka suami berhak untuk menghukumnya, sebagaimana dijelaskan dalam ayat berikut:  Allah SWT berfirman:  “... Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.” (QS An-Nisaa: 34).  Suami adalah pemimpin rumah tangga yang hasil kerjanya akan dipertanggungjawabkan langsung di hadapan Allah SWT. Saat suami memberikan jalan kebaikan namun sang istri malah melawannya, maka ada hukuman syari yang dilandasi oleh Alquran.  Oleh karena itu, hukum istri melawan suami menurut adalah haram. Sehingga, harus dihindari para istri agar tidak mendapat hukuman baik dari suami maupun dari Allah SWT.  2. Tindakan-tindakan istri yang termasuk melawan suami  Untuk menghindari diri melakukan dosa akibat melawan suami, sebaiknya kamu ketahui jenis tindakan-tindakan yang termasuk melawan suami. Berikut beberapa di antaranya:  Keluar rumah tanpa izin suami Apabila hendak keluar rumah, sesungguhnya istri wajib izin kepada suami sebagai kepala rumah tangga. Sehingga, keluar rumah tanpa izin suami adalah tindakan yang termasuk melawan suami.  Namun, hal ini tidak berlaku jika istri keluar rumah untuk kebaikan bersama, seperti mencari nafkah saat suami sakit, atau mencari ilmu agama saat suaminya tidak memiliki cukup ilmu.  Tidak mau mengikuti suami Kehidupan rumah tangga sejatinya akan diisi dengan suka dan duka. Meski demikian, suami dan istri haruslah selalu bersama-sama melewatinya. Jadi, jika istri tidak mau mengikuti suami, terutama dalam keadaan duka, sesungguhnya istri telah melawan suaminya.  Tidak mau membuka pintu rumah atau kamarnya untuk suami Terkadang, istri yang marah akan bertindak semena-mena dan menunjukkan amarahnya dengan mengunci suaminya di luar rumah atau kamar. Ternyata, tindakan ini termasuk sebagai dosa karena melawan suami.  Menolak keinginan suami untuk menggaulinya Salah satu kewajiban istri ialah mengutamakan keinginan suaminya, termasuk untuk urusan nafkah batin yakni berhubungan suami istri. Apabila istri menolak keinginan suami untuk menggaulinya, maka ia telah melakukan tindakan melawan suami. Namun, hal ini tidak berlaku jika alasan menolaknya adalah karena suami atau istri sedang sakit.  Selingkuh atau berhubungan dengan laki-laki lain Istri yang selingkuh atau berhubungan dengan laki-laki lain tanpa sepengetahuan suaminya juga dianggap sebagai tindakan melawan suami. Sebab, tindakan ini dinilai melanggar janji suci ikatan pernikahan. Selain itu, perbuatan ini pun mampu menjadi aib, tak hanya bagi dirinya sendiri namun juga bagi suaminya.  3. Waktu dibolehkannya istri menolak perintah suami Meski termasuk dosa dan perbuatan yang haram, ternyata ada beberapa waktu yang diperbolehkan bagi istri menolak perintah suaminya. Hal ini berlaku saat suami mengajak istri kepada kemaksiatan, sebagaimana dijelaskan hadis berikut:  Rasulullah SAW mengisyaratkan ada beberapa hal saat istri tidak perlu mentaati suami:  “Tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam hal kemaksiatan kepada Allah Azza wa Jalla," (HR Ahmad, no. 1098)  Berikut beberapa waktu dibolehkannya istri menolak perintah suami, antara lain:  Suami menyuruh istri berbuat syirik atau kufur, Suami menyuruh istri memutuskan hubungan silaturahim dengan keluarga atau orang lain tanpa alasan yang jelas, Suami menyuruh istri untuk membuka auratnya di muka umum, Suami meminta istri berhubungan intim dalam keadaan haid atau lewat dubur, Suami menyuruh istri bekerja keras, sedangkan dirinya hanya bermalas-malasan, Suami mengambil harta-harta istri tanpa hak serta tanpa ridha istri. Itulah hukum istri melawan suami menurut ajaran Islam. Semoga bisa dipahami dan diamalkan.  Referensi : Hukum Istri Melawan Suami Menurut Islam Hukum Istri Melawan Suami Menurut Islam
Hukum Istri Melawan Suami Menurut Islam. Ajaran Islam selalu menegaskan bahwa pernikahan adalah sesuatu yang mulia, serta harus dijalankan sesuai syariat agama. Selain itu, dijelaskan pula bahwa pasangan suami dan istri harus selalu menghargai satu sama lain, demi terciptanya rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan warahmah.

Sudah bukan rahasia lagi bila dalam pernikahan, suami adalah pemimpin dan istri memiliki kewajiban untuk menuruti suaminya. Meski demikian, tak bisa dipungkiri bahwa kadang kala pasangan suami istri akan bertengkar, serta istri akan melawan suaminya.

Lantas, bagaimanakah hukum istri melawan suami menurut Islam? Apakah seorang istri benar-benar tidak boleh melawan suami sekalipun dengan tujuan membela dirinya sendiri? Simak pembahasannya berikut.

1. Hukum istri melawan suami dalam Islam adalah haram

Ini Hukum Istri Melawan Suami Menurut Islamfreepik.com/freepik

Dalam Islam, istri yang tidak patuh, tidak peduli, bahkan sampai berani melawan suami disebut dengan nusyuz. Jika istri melakukan perbuatan nusyuz, maka suami berhak untuk menghukumnya, sebagaimana dijelaskan dalam ayat berikut:

Allah SWT berfirman:

“... Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.” (QS An-Nisaa: 34).

Suami adalah pemimpin rumah tangga yang hasil kerjanya akan dipertanggungjawabkan langsung di hadapan Allah SWT. Saat suami memberikan jalan kebaikan namun sang istri malah melawannya, maka ada hukuman syari yang dilandasi oleh Alquran.

Oleh karena itu, hukum istri melawan suami menurut adalah haram. Sehingga, harus dihindari para istri agar tidak mendapat hukuman baik dari suami maupun dari Allah SWT.

2. Tindakan-tindakan istri yang termasuk melawan suami

Untuk menghindari diri melakukan dosa akibat melawan suami, sebaiknya kamu ketahui jenis tindakan-tindakan yang termasuk melawan suami. Berikut beberapa di antaranya:

  • Keluar rumah tanpa izin suami

Apabila hendak keluar rumah, sesungguhnya istri wajib izin kepada suami sebagai kepala rumah tangga. Sehingga, keluar rumah tanpa izin suami adalah tindakan yang termasuk melawan suami.

Namun, hal ini tidak berlaku jika istri keluar rumah untuk kebaikan bersama, seperti mencari nafkah saat suami sakit, atau mencari ilmu agama saat suaminya tidak memiliki cukup ilmu.

  • Tidak mau mengikuti suami

Kehidupan rumah tangga sejatinya akan diisi dengan suka dan duka. Meski demikian, suami dan istri haruslah selalu bersama-sama melewatinya. Jadi, jika istri tidak mau mengikuti suami, terutama dalam keadaan duka, sesungguhnya istri telah melawan suaminya.

  • Tidak mau membuka pintu rumah atau kamarnya untuk suami

Terkadang, istri yang marah akan bertindak semena-mena dan menunjukkan amarahnya dengan mengunci suaminya di luar rumah atau kamar. Ternyata, tindakan ini termasuk sebagai dosa karena melawan suami.

  • Menolak keinginan suami untuk menggaulinya

Salah satu kewajiban istri ialah mengutamakan keinginan suaminya, termasuk untuk urusan nafkah batin yakni berhubungan suami istri. Apabila istri menolak keinginan suami untuk menggaulinya, maka ia telah melakukan tindakan melawan suami. Namun, hal ini tidak berlaku jika alasan menolaknya adalah karena suami atau istri sedang sakit.

  • Selingkuh atau berhubungan dengan laki-laki lain

Istri yang selingkuh atau berhubungan dengan laki-laki lain tanpa sepengetahuan suaminya juga dianggap sebagai tindakan melawan suami. Sebab, tindakan ini dinilai melanggar janji suci ikatan pernikahan. Selain itu, perbuatan ini pun mampu menjadi aib, tak hanya bagi dirinya sendiri namun juga bagi suaminya.

3. Waktu dibolehkannya istri menolak perintah suami

Meski termasuk dosa dan perbuatan yang haram, ternyata ada beberapa waktu yang diperbolehkan bagi istri menolak perintah suaminya. Hal ini berlaku saat suami mengajak istri kepada kemaksiatan, sebagaimana dijelaskan hadis berikut:

Rasulullah SAW mengisyaratkan ada beberapa hal saat istri tidak perlu mentaati suami:

“Tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam hal kemaksiatan kepada Allah Azza wa Jalla," (HR Ahmad, no. 1098)

Berikut beberapa waktu dibolehkannya istri menolak perintah suami, antara lain:

  • Suami menyuruh istri berbuat syirik atau kufur,
  • Suami menyuruh istri memutuskan hubungan silaturahim dengan keluarga atau orang lain tanpa alasan yang jelas,
  • Suami menyuruh istri untuk membuka auratnya di muka umum,
  • Suami meminta istri berhubungan intim dalam keadaan haid atau lewat dubur,
  • Suami menyuruh istri bekerja keras, sedangkan dirinya hanya bermalas-malasan,
  • Suami mengambil harta-harta istri tanpa hak serta tanpa ridha istri.

Itulah hukum istri melawan suami menurut ajaran Islam. Semoga bisa dipahami dan diamalkan.

Referensi : Hukum Istri Melawan Suami Menurut Islam



Adab Orang Tua Pada Anak, Lebih Banyak Memaafkan

Adab Orang Tua Pada Anak, Lebih Banyak Memaafkan Adab Orang Tua Pada Anak, Lebih Banyak Memaafkan. Dalam Islam, setiap anak harus berbhakti dan menunjukkan adab yang baik kepada orang tuanya. Akan tetapi orang tua juga dituntut untuk bersikap yang baik terhadap anaknya. Dalam Kitab An-Nahsihud Diniyyah yang ditulis Sayyid Abdullah Ba’alawi Al-Haddad, seperti dilansir NU online, dijelaskan bahwa para orang tua hendaknya, membantu anak mereka dalam berbakti kepadanya. Orang tua meski memiliki hak yang besar dianjurkan untuk lebih banyak memaafkan dan memberikan kemudahan bagi anak mereka agar anak-anak mereka tetap tergolong sebagai manusia yang berbakti kepada orang tuanya.  Artinya, orang tua dianjurkan untuk membantu anak-anak mereka dalam berbakti kepada mereka dengan pemaafan, tidak membuat anak-anak cemas dengan menuntut kewajiban, dan menjauhi penyelidikan dalam masalah tersebut. "Terlebih di zaman ini di mana sedikit sekali kebaktian dan anak-anak yang berkati kepada orang tua dan kedurhakaan mewabah, dan banyak orang-orang berbuat durhaka kepada orang tuanya,"ungkap Sayyid Abdullah Ba’alawi Al-Haddad. Seorang anak memang tidak selalu dapat memenuhi keinginan orang tuanya di samping anak juga memiliki hak individu yang berbeda pandangan dan sikap dengan pandangan serta sikap orang tua. Bahkan banyak manusia mengecewakan dan menyakiti hati orang tuanya. Tetapi orang tua yang bijak dan pemaaf akan mendapat ganjaran besar dari Allah SWT. Dengan kebijaksanaan dan sikap pemaaf, mereka dapat menyelamatkan anaknya dari dosa durhaka.  فإذا فعل ذلك وسامح أولاده سلمهم وخلصهم من اثم العقوق مما يترتب عليه من عقوبات الدنيا والآخرة وحصل له من ثواب الله وكريم جزائه ما هو أفضل وأكمل وخير وأبقى من بر الأولاد وقد قال عليه الصلاة والسلام رحم الله والدا أعان ولده على بره   Artinya, "Jika orang tua melakukan itu dan memberikan lebih banyak pemaafan kepada anak-anaknya, niscaya ia telah menyelamatkan dan membebaskan mereka dari dosa durhaka yang berdampak pada siksa dunia dan akhirat. Ia berhak mendapat pahala dan kemurahan ganjaran Allah yang lebih utama, sempurna, baik, dan lestari dibandingkan tindakan berbakti anak-anaknya. Rasulullah SAW bersabda, ‘Semoga Allah menurunkan rahmat-Nya kepada orang tua yang membantu anaknya berbuat bakti kepada orang tua,’"(Al-Haddad, tanpa tahun: hal 62).  Sayyid Abdullah Ba’alawi Al-Haddad berpesan kepada orang tua agar selalu mendoakan yang terbaik baik anaknya karena doa itu akan memberikan manfaat baginya dan bagi anak-anaknya. Selain itu, orang tua harus menahan diri dari mendoakan keburukan bagi anaknya karena hal itu hanya akan menambah durhaka dan mudharat di dunia bagi anak dan bagi dirinya sendiri. Sementara doa orang tua adalah doa mustajabah.  Referensi : Adab Orang Tua Pada Anak Lebih Banyak Memaafkan Adab Orang Tua Pada Anak, Lebih Banyak Memaafkan

Adab Orang Tua Pada Anak, Lebih Banyak Memaafkan. Dalam Islam, setiap anak harus berbhakti dan menunjukkan adab yang baik kepada orang tuanya. Akan tetapi orang tua juga dituntut untuk bersikap yang baik terhadap anaknya. Dalam Kitab An-Nahsihud Diniyyah yang ditulis Sayyid Abdullah Ba’alawi Al-Haddad, seperti dilansir NU online, dijelaskan bahwa para orang tua hendaknya, membantu anak mereka dalam berbakti kepadanya. Orang tua meski memiliki hak yang besar dianjurkan untuk lebih banyak memaafkan dan memberikan kemudahan bagi anak mereka agar anak-anak mereka tetap tergolong sebagai manusia yang berbakti kepada orang tuanya.

Artinya, orang tua dianjurkan untuk membantu anak-anak mereka dalam berbakti kepada mereka dengan pemaafan, tidak membuat anak-anak cemas dengan menuntut kewajiban, dan menjauhi penyelidikan dalam masalah tersebut. "Terlebih di zaman ini di mana sedikit sekali kebaktian dan anak-anak yang berkati kepada orang tua dan kedurhakaan mewabah, dan banyak orang-orang berbuat durhaka kepada orang tuanya,"ungkap Sayyid Abdullah Ba’alawi Al-Haddad. Seorang anak memang tidak selalu dapat memenuhi keinginan orang tuanya di samping anak juga memiliki hak individu yang berbeda pandangan dan sikap dengan pandangan serta sikap orang tua. Bahkan banyak manusia mengecewakan dan menyakiti hati orang tuanya. Tetapi orang tua yang bijak dan pemaaf akan mendapat ganjaran besar dari Allah SWT. Dengan kebijaksanaan dan sikap pemaaf, mereka dapat menyelamatkan anaknya dari dosa durhaka.

فإذا فعل ذلك وسامح أولاده سلمهم وخلصهم من اثم العقوق مما يترتب عليه من عقوبات الدنيا والآخرة وحصل له من ثواب الله وكريم جزائه ما هو أفضل وأكمل وخير وأبقى من بر الأولاد وقد قال عليه الصلاة والسلام رحم الله والدا أعان ولده على بره 

Artinya, "Jika orang tua melakukan itu dan memberikan lebih banyak pemaafan kepada anak-anaknya, niscaya ia telah menyelamatkan dan membebaskan mereka dari dosa durhaka yang berdampak pada siksa dunia dan akhirat. Ia berhak mendapat pahala dan kemurahan ganjaran Allah yang lebih utama, sempurna, baik, dan lestari dibandingkan tindakan berbakti anak-anaknya. Rasulullah SAW bersabda, ‘Semoga Allah menurunkan rahmat-Nya kepada orang tua yang membantu anaknya berbuat bakti kepada orang tua,’"(Al-Haddad, tanpa tahun: hal 62).

Sayyid Abdullah Ba’alawi Al-Haddad berpesan kepada orang tua agar selalu mendoakan yang terbaik baik anaknya karena doa itu akan memberikan manfaat baginya dan bagi anak-anaknya. Selain itu, orang tua harus menahan diri dari mendoakan keburukan bagi anaknya karena hal itu hanya akan menambah durhaka dan mudharat di dunia bagi anak dan bagi dirinya sendiri. Sementara doa orang tua adalah doa mustajabah.

Referensi : Adab Orang Tua Pada Anak Lebih Banyak Memaafkan



Hukum orangtua menyakiti hati anak dalam ajaran agama Islam

Hukum orangtua menyakiti hati anak dalam ajaran agama Islam Hukum orangtua menyakiti hati anak dalam ajaran agama Islam. Orangtua memiliki tanggung jawab sangat besar sekali terhadap anak-anaknya. Seperti merawat sejak dalam kandungan hingga lahir ke dunia, mengajari, membiayai, serta menyekolahkan dan mendidik anak agar tumbuh menjadi orang yang baik dan bermanfaat bagi orang-orang di sekitarnya saat anak sudah tumbuh menjadi orang dewasa nanti.  Mereka harus menyiapkan anak-anaknya agar siap hidup bersosial dan bermasyarakat serta menjadi generasi penerus keluarganya kelak. Dalam Islam, seorang anak wajib menghormati kedua orangtuanya atau birrul walidain. Birrul walidain memiliki arti berbakti kepada orangtua.  Oleh karena itu bagi seorang anak, berbuat baik dan berbakti kepada orangtua bukan sekadar memenuhi tuntunan norma susila dan norma kesopanan, namun yang utama adalah dalam rangka menaati perintah Allah Ta'ala dan Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam.  Dalam ajaran agama Islam, setiap anak diwajibkan untuk selalu berbakti kepada kedua orangtua. Berbakti kepada kedua orangtua artinya tidak menyakiti hati orangtua dan senantiasa mematuhi perintahnya. Dirangkum brilio.net dari berbagai sumber pada Kamis (11/6), untuk membuat orangtua menjadi bahagia, anak harus berbakti kepada keduanya. Hal tersebut terdapat dalam firman Allah pada Alquran surat Al Israa ayat 23.    Wa qadaa rabbuka allaa ta'buduu illaa iyyaahu wa bil waalidaini ihsaanaa, immaa yabluganna 'indakal kibara ahaduhumaa au kilaahumaa fa laa taqul lahumaa uffiw wa laa tan-har-humaa wa qul lahumaa qaulang kariimaa  Artinya:  "Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia."  Islam memang mewajibkan seorang anak untuk selalu berbakti kepada orangtua dengan selalu taat akan perintahnya, berbuat baik dan tidak menyakiti hati orangtua. Namun, tak hanya anak saja yang harus menjaga perasaan dan hati orangtua, anak juga berhak dijaga perasaannya oleh kedua orangtuanya.  Dalam Alquran surat At Tahrim ayat 6, Allah berfirman:  Yaa ayyuhallaziina aamanu quu anfusakum wa ahliikum naaraw wa quduhan-naasu wal-hijaaratu 'alaihaa malaa'ikatun gilaazun syidaadul laa ya'sunallaaha maa amarahum wa yaf'aluna maa yu'marun  Artinya:  "Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan."  Ayat tersebut menjelaskan bahwa Allah memerintahkan manusia untuk menjaga dirinya sendiri serta keluarganya dari api neraka. Menjaga keluarganya berarti menjaga anak-anaknya juga agar terhindar dari keburukan. Maka para orangtua memiliki kewajiban untuk mengasihi anak dengan penuh kasih sayang.  - Hukum orangtua yang menyakiti hati anaknya  Terdapat sebuah riwayat yang menceritakan tentang seorang yang durhaka pada anaknya. Seorang yang menemui Umar bin Khathab untuk menceritakan sikap anak durhaka dalam Islam yang dilakukan anaknya dan kemudian Umar memanggil anak tersebut kemudian menegur apa yang sudah dilakukan anak tersebut.  Anak itu kemudian bertanya, "Wahai Amirul Mukminin, bukankah anak memiliki hak atas orangtuanya?" dan Umar membenarkan perkataan anak tersebut sembari menjelaskan jika haknya adalah memilihkan calon ibu yang baik untuknya, memberi nama baik dan mengajari tentang Al Quran.  Kemudian anak tersebut berkata, "Wahai Amirul Mukminin, ayahku tidak melakukan satu pun dari apa yang tuan sebutkan itu. Ibuku wanita berkulit hitam bekas budak beragama Majusi. Ia menamakanku Ju'lan (tikus atau curut), dan dia tidak mengajariku satu huruf pun dari Alquran.  Umar lalu memandangi orangtua tersebut sembari berkata, "Engkau datang mengadukan kedurhakaan anakmu, padahal engkau telah durhaka kepadanya sebelum ia mendurhakaimu. Engkau telah berbuat buruk kepadanya sebelum ia berbuat buruk kepadamu."  Orangtua yang menyakiti hati anak ditambah dengan menelantarkan anaknya tersebut mengartikan jika orangtua baik ayah atau ibu sudah berdosa pada anak anaknya.  Rasulullah SAW bersabda, "seseorang dikatakan telah cukup berbuat dosa bilamana menelantarkan orang-orang yang menjadi tanggungannya. (H.R. Abu Daud dan Nasa'i). Sebagai orangtua, tidak boleh beranggapan dapat memperlakukan anak seenaknya, sebab orangtua memiliki tanggung jawab tidak hanya dalam urusan melahirkan, namun berbagai penyebab lainnya di dunia. Segala kebutuhan dan hak seorang anak juga harus terpenuhi mulai dari kasih sayang, makanan, pakaian, tempat bernaung dan juga pendidikan anak dalam Islam yang menjadi kewajiban orangtua terhadap anaknya.  - Sifat orantua yang tidak disukai oleh Rasulullah  Nabi Muhammad SAW mencontohkan pada para orangtua untuk mengajarkan ilmu agama dan kebaikan pada anak-anaknya. Beliau melarang keras orangtua berbuat kasar pada anak. Hal ini karena baik buruknya anak sangat bergantung pada pola asuh orangtua. Berikut ini sifat orangtua yang tidak disukai oleh Rasulullah:  1. Bersikap kasar dan memaki anak  Sebagai orangtua yang baik, tidak boleh memaki anak karena perilaku nakalnya. Jika anak nakal, nasehatilah dengan lembut dan tetap penuh kasih sayang, bukan malah memaki anaknya atau bahkan menyumpahi anak.  Rasulullah SAW sangat menekankan agar kita memberi nama yang baik kepada anak-anak kita. Abu Darda’ meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda,  "Sesungguhnya kalian akan dipanggil pada hari kiamat dengan nama-nama kalian dan nama ayah kalian, maka perbaikilah nama kalian." (HR. Abu Dawud dalam Kitab Adab, hadits nomor 4297).  Jadi, memaki anak dengan sebutan yang tidak pantas dan bermakna menghinakan anaknya merupakan sebuah bentuk kejahatan.  2. Orangtua yang pilih kasih  Nu'man bin Basyir bercerita, "Ayahku menginfakkan sebagian hartanya untukku. Ibuku Amrah binti Rawahah kemudian berkata, "Saya tidak suka engkau melakukan hal itu sehingga menemui Rasulullah." Ayahku kemudian berangkat menemui Rasulullah SAW. sebagai saksi atas sedekah yang diberikan kepadaku.  Rasulullah saw. berkata kepadanya, "Apakah engkau melakukan hal ini kepada seluruh anak-anakmu?" Ia berkata, "Tidak." Rasulullah saw. berkata, "Bertakwalah kepada Allah dan berlaku adillah kepada anak-anakmu." Ayahku kemudian kembali dan menarik lagi sedekah itu." (HR. Muslim dalam Kitab Al-Hibaat, hadits nomor 3055).  Orangtua yang memiliki anak lebih dari satu, dilarang untuk pilih kasih kepada anak-anaknya. Memberi lebih kepada anak kesayangan dan mengabaikan anak yang lain adalah bentuk kejahatan orangtua kepada anaknya, karena sikap pilih kasih adalah salah satu faktor pemicu putusnya hubungan silaturrahmi anak kepada orangtuanya dan pangkal dari permusuhan antar saudara.  3. Tidak memberikan pendidikan kepada anak  Bentuk perhatian yang tertinggi orangtua kepada anaknya adalah memberikan pendidikan yang baik. Tidak memberikan pendidikan yang baik dan maksimal adalah sikap orangtua yang sangat buruk.  Pendidikan ini maksudnya mengajarkan anak pendidikan agama, budi pekerti, sopan santun, bukan hanya menyekolahkan anak saja.    Referensi : Hukum orangtua menyakiti hati anak dalam ajaran agama Islam. Hukum orangtua menyakiti hati anak dalam ajaran agama Islam
Hukum orangtua menyakiti hati anak dalam ajaran agama Islam. Orangtua memiliki tanggung jawab sangat besar sekali terhadap anak-anaknya. Seperti merawat sejak dalam kandungan hingga lahir ke dunia, mengajari, membiayai, serta menyekolahkan dan mendidik anak agar tumbuh menjadi orang yang baik dan bermanfaat bagi orang-orang di sekitarnya saat anak sudah tumbuh menjadi orang dewasa nanti.

Mereka harus menyiapkan anak-anaknya agar siap hidup bersosial dan bermasyarakat serta menjadi generasi penerus keluarganya kelak. Dalam Islam, seorang anak wajib menghormati kedua orangtuanya atau birrul walidain. Birrul walidain memiliki arti berbakti kepada orangtua.

Oleh karena itu bagi seorang anak, berbuat baik dan berbakti kepada orangtua bukan sekadar memenuhi tuntunan norma susila dan norma kesopanan, namun yang utama adalah dalam rangka menaati perintah Allah Ta'ala dan Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam.

Dalam ajaran agama Islam, setiap anak diwajibkan untuk selalu berbakti kepada kedua orangtua. Berbakti kepada kedua orangtua artinya tidak menyakiti hati orangtua dan senantiasa mematuhi perintahnya. Dirangkum brilio.net dari berbagai sumber pada Kamis (11/6), untuk membuat orangtua menjadi bahagia, anak harus berbakti kepada keduanya. Hal tersebut terdapat dalam firman Allah pada Alquran surat Al Israa ayat 23.


Wa qadaa rabbuka allaa ta'buduu illaa iyyaahu wa bil waalidaini ihsaanaa, immaa yabluganna 'indakal kibara ahaduhumaa au kilaahumaa fa laa taqul lahumaa uffiw wa laa tan-har-humaa wa qul lahumaa qaulang kariimaa

Artinya:

"Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia."

Islam memang mewajibkan seorang anak untuk selalu berbakti kepada orangtua dengan selalu taat akan perintahnya, berbuat baik dan tidak menyakiti hati orangtua. Namun, tak hanya anak saja yang harus menjaga perasaan dan hati orangtua, anak juga berhak dijaga perasaannya oleh kedua orangtuanya.

Dalam Alquran surat At Tahrim ayat 6, Allah berfirman:

Yaa ayyuhallaziina aamanu quu anfusakum wa ahliikum naaraw wa quduhan-naasu wal-hijaaratu 'alaihaa malaa'ikatun gilaazun syidaadul laa ya'sunallaaha maa amarahum wa yaf'aluna maa yu'marun

Artinya:

"Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan."

Ayat tersebut menjelaskan bahwa Allah memerintahkan manusia untuk menjaga dirinya sendiri serta keluarganya dari api neraka. Menjaga keluarganya berarti menjaga anak-anaknya juga agar terhindar dari keburukan. Maka para orangtua memiliki kewajiban untuk mengasihi anak dengan penuh kasih sayang.

- Hukum orangtua yang menyakiti hati anaknya

Terdapat sebuah riwayat yang menceritakan tentang seorang yang durhaka pada anaknya. Seorang yang menemui Umar bin Khathab untuk menceritakan sikap anak durhaka dalam Islam yang dilakukan anaknya dan kemudian Umar memanggil anak tersebut kemudian menegur apa yang sudah dilakukan anak tersebut.

Anak itu kemudian bertanya, "Wahai Amirul Mukminin, bukankah anak memiliki hak atas orangtuanya?" dan Umar membenarkan perkataan anak tersebut sembari menjelaskan jika haknya adalah memilihkan calon ibu yang baik untuknya, memberi nama baik dan mengajari tentang Al Quran.

Kemudian anak tersebut berkata, "Wahai Amirul Mukminin, ayahku tidak melakukan satu pun dari apa yang tuan sebutkan itu. Ibuku wanita berkulit hitam bekas budak beragama Majusi. Ia menamakanku Ju'lan (tikus atau curut), dan dia tidak mengajariku satu huruf pun dari Alquran.

Umar lalu memandangi orangtua tersebut sembari berkata, "Engkau datang mengadukan kedurhakaan anakmu, padahal engkau telah durhaka kepadanya sebelum ia mendurhakaimu. Engkau telah berbuat buruk kepadanya sebelum ia berbuat buruk kepadamu."

Orangtua yang menyakiti hati anak ditambah dengan menelantarkan anaknya tersebut mengartikan jika orangtua baik ayah atau ibu sudah berdosa pada anak anaknya.

Rasulullah SAW bersabda, "seseorang dikatakan telah cukup berbuat dosa bilamana menelantarkan orang-orang yang menjadi tanggungannya. (H.R. Abu Daud dan Nasa'i). Sebagai orangtua, tidak boleh beranggapan dapat memperlakukan anak seenaknya, sebab orangtua memiliki tanggung jawab tidak hanya dalam urusan melahirkan, namun berbagai penyebab lainnya di dunia. Segala kebutuhan dan hak seorang anak juga harus terpenuhi mulai dari kasih sayang, makanan, pakaian, tempat bernaung dan juga pendidikan anak dalam Islam yang menjadi kewajiban orangtua terhadap anaknya.

- Sifat orantua yang tidak disukai oleh Rasulullah

Nabi Muhammad SAW mencontohkan pada para orangtua untuk mengajarkan ilmu agama dan kebaikan pada anak-anaknya. Beliau melarang keras orangtua berbuat kasar pada anak. Hal ini karena baik buruknya anak sangat bergantung pada pola asuh orangtua. Berikut ini sifat orangtua yang tidak disukai oleh Rasulullah:

1. Bersikap kasar dan memaki anak

Sebagai orangtua yang baik, tidak boleh memaki anak karena perilaku nakalnya. Jika anak nakal, nasehatilah dengan lembut dan tetap penuh kasih sayang, bukan malah memaki anaknya atau bahkan menyumpahi anak.

Rasulullah SAW sangat menekankan agar kita memberi nama yang baik kepada anak-anak kita. Abu Darda’ meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda,

"Sesungguhnya kalian akan dipanggil pada hari kiamat dengan nama-nama kalian dan nama ayah kalian, maka perbaikilah nama kalian." (HR. Abu Dawud dalam Kitab Adab, hadits nomor 4297).

Jadi, memaki anak dengan sebutan yang tidak pantas dan bermakna menghinakan anaknya merupakan sebuah bentuk kejahatan.

2. Orangtua yang pilih kasih

Nu'man bin Basyir bercerita, "Ayahku menginfakkan sebagian hartanya untukku. Ibuku Amrah binti Rawahah kemudian berkata, "Saya tidak suka engkau melakukan hal itu sehingga menemui Rasulullah." Ayahku kemudian berangkat menemui Rasulullah SAW. sebagai saksi atas sedekah yang diberikan kepadaku.

Rasulullah saw. berkata kepadanya, "Apakah engkau melakukan hal ini kepada seluruh anak-anakmu?" Ia berkata, "Tidak." Rasulullah saw. berkata, "Bertakwalah kepada Allah dan berlaku adillah kepada anak-anakmu." Ayahku kemudian kembali dan menarik lagi sedekah itu." (HR. Muslim dalam Kitab Al-Hibaat, hadits nomor 3055).

Orangtua yang memiliki anak lebih dari satu, dilarang untuk pilih kasih kepada anak-anaknya. Memberi lebih kepada anak kesayangan dan mengabaikan anak yang lain adalah bentuk kejahatan orangtua kepada anaknya, karena sikap pilih kasih adalah salah satu faktor pemicu putusnya hubungan silaturrahmi anak kepada orangtuanya dan pangkal dari permusuhan antar saudara.

3. Tidak memberikan pendidikan kepada anak

Bentuk perhatian yang tertinggi orangtua kepada anaknya adalah memberikan pendidikan yang baik. Tidak memberikan pendidikan yang baik dan maksimal adalah sikap orangtua yang sangat buruk.

Pendidikan ini maksudnya mengajarkan anak pendidikan agama, budi pekerti, sopan santun, bukan hanya menyekolahkan anak saja.


Referensi : Hukum orangtua menyakiti hati anak dalam ajaran agama Islam


Istri atau Ibu, Mana yang Harus Didahulukan Seorang Laki-laki

Bagi seorang laki-laki ketika sudah menikah, maka ia memiliki tanggung jawab untuk menafkahi dan mendidik istrinya. Di lain sisi, sebagai anak laki-laki dirinya pun masih memiliki tanggung jawab terhadap orang tuanya.  Saat itu ada dua wanita spesial yang ada dalam hidupnya. Ibunya yang melahirkan dan membesarkan dan juga seorang istri yang akan menemani hidupnya sampai tua dan meninggal.  Dalam Islam, seorang anak laki-laki harus mendahulukan untuk berbakti kepada ibunya. Seperti yang tertuang dalam hadits berikut ini.  Dari Abu Hurairah radliallahu ‘anhu dia berkata; “Seorang laki-laki datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sambil berkata; “Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling berhak aku berbakti kepadanya?” beliau menjawab: “Ibumu.” Dia bertanya lagi; “Kemudian siapa?” beliau menjawab: “Ibumu.” Dia bertanya lagi; “kemudian siapa lagi?” beliau menjawab: “Ibumu.” Dia bertanya lagi; “Kemudian siapa?” dia menjawab: “Kemudian ayahmu.” (HR. Bukhari no.5971 dan Muslim no.2548).  Referensi : Istri atau Ibu (Mana yang Harus Didahulukan Seorang Laki-laki)  Untuk itu, jangan pernah ada perbandingan antara istri dan ibu, karena keduanya tidak untuk diperbandingkan.  Ustadz Muhammad Nur Maulana mengatakan sebaiknya seorang istri jangan sampai mengeluarkan kata-kata 'Pilih ibu atau saya?'.  "Istri hendaknya menjadi penguat untuk bisa berbakti kepada orang tua, khususnya ibu," katanya di salah satu acara dakwah stasiun televisi swasta.  Menjadi suami juga harus menjadi imam bagi istri. Dalam hal ini untuk membimbing istri bahwa berbakti kepada orang tua merupakan ibadah yang mulia.  "Didiklah istri, bimbinglah istri, tuntunlah istri untuk bisa sama-sama bergandengan masuk ke dalam surga. Salah satu caranya adalah untuk membantu suami memenuhi kewajiban terhadap kedua orangtuanya, tidak menghalangi dan jangan membuat suami durhaka." kata Ustadz Maulana.  Implementasi hal ini sebaiknya diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, terkhusus bagi kalian para suami yang masih memiliki ibu kandung.  Misal di saat yang bersamaan harus antar siapa? Jemput anak dan istri dari atau jemput ibu terlebih dahulu?  Menjadi istri yang baik, harus membantu suami, berikan keyakinan kata-kata untuk memantapkan bahwa tidak ada masalah jika suami mendahulukan ibunya.  "Istri kasih pernyataan: Ayah, udah jemput Mamah? Jemput Mamah dulu baru saya ya!" kata Ustadz Maulana.  "Kerudungnya kalau ada dua istri yang baik akan bilang, kasih Mamah dulu suruh milih ya Ayah, baru nanti kasih saya."  Nanti juga sebaliknya begitu, istri harus didik anak laki-lakinya agar nanti mendahulukan ibunya jika sudah besar dan menikah nanti, sebagaimana yang dilakukan suami terhadap ibu kandungnya.  Kewajiban menafkahi istri Adapun kewajiban suami terhadap istri yang didahulukan adalah kewajiban menafkahi. Sebab hukum menafkahi istri adalah wajib, sedangkan menafkahi orang tua hukumnya sunah.  Jadi jika ada gaji yang didapat oleh suami, maka dahulukan istri dan anak-anak terlebih dahulu.  Menafkahi orang tua hukumnya baru akan berubah menjadi wajib, manakala mencakup dua syarat, yakni:  1. Orang tua yang miskin dan membutuhkan bantuan, 2. Anak yang kaya dan memiliki kelebihan nafkah setelah nafkah yang bisa ia berikan kepada istri dan anaknya.  Kedua syarat ini telah disepakati oleh para Ulama (Hasyiyah Ibnu Abidin 2/678; Minahul Jalîl, 2/448; Mughnil Muhtar, 3/446; al-Inshâf, 9/392).  Jika kedua syarat sudah mencukupi tapi suami tidak menafkahi orang tuanya yang membutuhkan, maka anak laki-laki tersebut akan berdosa.
Bagi seorang laki-laki ketika sudah menikah, maka ia memiliki tanggung jawab untuk menafkahi dan mendidik istrinya. Di lain sisi, sebagai anak laki-laki dirinya pun masih memiliki tanggung jawab terhadap orang tuanya.

Saat itu ada dua wanita spesial yang ada dalam hidupnya. Ibunya yang melahirkan dan membesarkan dan juga seorang istri yang akan menemani hidupnya sampai tua dan meninggal.

Dalam Islam, seorang anak laki-laki harus mendahulukan untuk berbakti kepada ibunya. Seperti yang tertuang dalam hadits berikut ini.

Dari Abu Hurairah radliallahu ‘anhu dia berkata; “Seorang laki-laki datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sambil berkata; “Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling berhak aku berbakti kepadanya?” beliau menjawab: “Ibumu.” Dia bertanya lagi; “Kemudian siapa?” beliau menjawab: “Ibumu.” Dia bertanya lagi; “kemudian siapa lagi?” beliau menjawab: “Ibumu.” Dia bertanya lagi; “Kemudian siapa?” dia menjawab: “Kemudian ayahmu.” (HR. Bukhari no.5971 dan Muslim no.2548).

Referensi : Istri atau Ibu (Mana yang Harus Didahulukan Seorang Laki-laki)

Untuk itu, jangan pernah ada perbandingan antara istri dan ibu, karena keduanya tidak untuk diperbandingkan.

Ustadz Muhammad Nur Maulana mengatakan sebaiknya seorang istri jangan sampai mengeluarkan kata-kata 'Pilih ibu atau saya?'.

"Istri hendaknya menjadi penguat untuk bisa berbakti kepada orang tua, khususnya ibu," katanya di salah satu acara dakwah stasiun televisi swasta.

Menjadi suami juga harus menjadi imam bagi istri. Dalam hal ini untuk membimbing istri bahwa berbakti kepada orang tua merupakan ibadah yang mulia.

"Didiklah istri, bimbinglah istri, tuntunlah istri untuk bisa sama-sama bergandengan masuk ke dalam surga. Salah satu caranya adalah untuk membantu suami memenuhi kewajiban terhadap kedua orangtuanya, tidak menghalangi dan jangan membuat suami durhaka." kata Ustadz Maulana.

Implementasi hal ini sebaiknya diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, terkhusus bagi kalian para suami yang masih memiliki ibu kandung.

Misal di saat yang bersamaan harus antar siapa? Jemput anak dan istri dari atau jemput ibu terlebih dahulu?

Menjadi istri yang baik, harus membantu suami, berikan keyakinan kata-kata untuk memantapkan bahwa tidak ada masalah jika suami mendahulukan ibunya.

"Istri kasih pernyataan: Ayah, udah jemput Mamah? Jemput Mamah dulu baru saya ya!" kata Ustadz Maulana.

"Kerudungnya kalau ada dua istri yang baik akan bilang, kasih Mamah dulu suruh milih ya Ayah, baru nanti kasih saya."

Nanti juga sebaliknya begitu, istri harus didik anak laki-lakinya agar nanti mendahulukan ibunya jika sudah besar dan menikah nanti, sebagaimana yang dilakukan suami terhadap ibu kandungnya.

Kewajiban menafkahi istri
Adapun kewajiban suami terhadap istri yang didahulukan adalah kewajiban menafkahi. Sebab hukum menafkahi istri adalah wajib, sedangkan menafkahi orang tua hukumnya sunah.

Jadi jika ada gaji yang didapat oleh suami, maka dahulukan istri dan anak-anak terlebih dahulu.

Menafkahi orang tua hukumnya baru akan berubah menjadi wajib, manakala mencakup dua syarat, yakni:

1. Orang tua yang miskin dan membutuhkan bantuan,
2. Anak yang kaya dan memiliki kelebihan nafkah setelah nafkah yang bisa ia berikan kepada istri dan anaknya.

Kedua syarat ini telah disepakati oleh para Ulama (Hasyiyah Ibnu Abidin 2/678; Minahul Jalîl, 2/448; Mughnil Muhtar, 3/446; al-Inshâf, 9/392).

Jika kedua syarat sudah mencukupi tapi suami tidak menafkahi orang tuanya yang membutuhkan, maka anak laki-laki tersebut akan berdosa.



Tiga Azab Istri Durhaka pada Suami di Dunia Sesuai Sabda Rasulullah SAW

Tiga Azab Istri Durhaka pada Suami di Dunia Sesuai Sabda Rasulullah SAW Tiga Azab Istri Durhaka pada Suami di Dunia Sesuai Sabda Rasulullah SAW. Salah satu tujuan pernikahan adalah untuk menciptakan ketenangan, kasih sayang, dan menyalurkan rasa cinta di antara pasangan suami istri. Itu mengapa banyak orang ingin mendapatkan pasangan sholeh atau sholihah agar bisa membimbing menuju yang benar.   Saat keinginan berumah tangga sudah tercapai, ada banyak hal yang harus diperhatikan. Untuk wanita yang telah menjadi istri, mereka harus menjadikan suaminya sebagai seorang pemimpin. Bisa dilakukan dengan berbakti atau tidak berbuat durhaka kepada suami apapun alasannya. Allah sangat membenci dan mengancam istri yang durhaka kepada suaminya. Bahkan, Rasulullah menyebutkan bahwa istri yang durhaka kepada suami akan mendapatkan azab yang sangat pedih di akhirat. Hal ini ditegaskan dalam hadits berikut: “Lihatlah bagaimana keberadaanmu dalam bergaulmu dengan suami, karena suamimu adalah surga dan nerakamu.” (HR. Ahmad). Seperti apakah azab istri durhaka pada suami di dunia yang akan diberikan Allah? Simak jawabannya di bawah ini.  Azab Allah Bagi Istri yang Durhaka Pada Suami di Dunia Afifah Soraya menjelaskan dalam bukunya yang berjudul Kitab Bahagia Ibu Rumah Tangga La Tahzan, ada beberapa azab yang akan diberikan Allah SWT bagi istri yang durhaka kepada suaminya, yaitu: Allah tidak mau melihatnya di akhirat kelak Bagi istri yang durhaka kepada suami, Allah tidak akan pernah mau melihat atau memandang wajahnya di akhirat kelak. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah SAW berikut: "Allah tidak akan pernah mau melihat seorang istri yang tidak mau berterima kasih atas kebaikan suaminya padahal ia selalu butuh kepada suaminya." (HR. An-Nasa'i). Tipe istri seperti ini sering berkeluh kesah serta tidak puas dengan penghasilan suaminya. Padahal, sang suami bekerja membanting tulang demi memenuhi kebutuhannya dan anak-anaknya. Parahnya lagi, mereka selalu membanding-bandingkan suaminya dengan orang lain, sehingga hal tersebut menjadi beban bagi suaminya. Dengan demikian, tidak heran apabila neraka dipenuhi dengan wanita-wanita yang seperti ini. Amal ibadahnya bernilai sia-sia Segala amal ibadah istri yang durhaka menjadi sia-sia dan tidak mendapatkan pahala. Sehingga, apabila ia mengerjakan sholat, maka itu hanya bernilai melaksanakan kewajiban di hadapan Allah dan tidak akan bernilai pahala. Rasulullah bersabda, “Dua golongan yang salatnya tidak bermanfaat bagi dirinya, yaitu hamba yang melarikan diri dari rumah tuannya sampai dia pulang dan istri- istri yang melarikan diri dari rumah suaminya sampai dia kembali." (HR.Hakim dan Ibnu Umar). Dilaknat malaikat Para malaikat melaknat istri yang menolak ajakan suaminya untuk berhubungan. Rasulullah bersabda: "Apabila seorang suami mengajak istrinya (berjimak) ke tempat tidur, lalu sang istri enggan dan suami bermalam dalam keadaan marah kepadanya, maka para malaikat akan melaknat sang istri sampai pagi." (HR. Bukhari dan Muslim).  Referensi : Tiga Azab Istri Durhaka pada Suami di Dunia Sesuai Sabda Rasulullah SAW Tiga Azab Istri Durhaka pada Suami di Dunia Sesuai Sabda Rasulullah SAW
Tiga Azab Istri Durhaka pada Suami di Dunia Sesuai Sabda Rasulullah SAW. Salah satu tujuan pernikahan adalah untuk menciptakan ketenangan, kasih sayang, dan menyalurkan rasa cinta di antara pasangan suami istri. Itu mengapa banyak orang ingin mendapatkan pasangan sholeh atau sholihah agar bisa membimbing menuju yang benar.

Saat keinginan berumah tangga sudah tercapai, ada banyak hal yang harus diperhatikan. Untuk wanita yang telah menjadi istri, mereka harus menjadikan suaminya sebagai seorang pemimpin. Bisa dilakukan dengan berbakti atau tidak berbuat durhaka kepada suami apapun alasannya.
Allah sangat membenci dan mengancam istri yang durhaka kepada suaminya. Bahkan, Rasulullah menyebutkan bahwa istri yang durhaka kepada suami akan mendapatkan azab yang sangat pedih di akhirat. Hal ini ditegaskan dalam hadits berikut: “Lihatlah bagaimana keberadaanmu dalam bergaulmu dengan suami, karena suamimu adalah surga dan nerakamu.” (HR. Ahmad).
Seperti apakah azab istri durhaka pada suami di dunia yang akan diberikan Allah? Simak jawabannya di bawah ini.

Azab Allah Bagi Istri yang Durhaka Pada Suami di Dunia

Afifah Soraya menjelaskan dalam bukunya yang berjudul Kitab Bahagia Ibu Rumah Tangga La Tahzan, ada beberapa azab yang akan diberikan Allah SWT bagi istri yang durhaka kepada suaminya, yaitu:
  • Allah tidak mau melihatnya di akhirat kelak
Bagi istri yang durhaka kepada suami, Allah tidak akan pernah mau melihat atau memandang wajahnya di akhirat kelak. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah SAW berikut: "Allah tidak akan pernah mau melihat seorang istri yang tidak mau berterima kasih atas kebaikan suaminya padahal ia selalu butuh kepada suaminya." (HR. An-Nasa'i).
Tipe istri seperti ini sering berkeluh kesah serta tidak puas dengan penghasilan suaminya. Padahal, sang suami bekerja membanting tulang demi memenuhi kebutuhannya dan anak-anaknya.
Parahnya lagi, mereka selalu membanding-bandingkan suaminya dengan orang lain, sehingga hal tersebut menjadi beban bagi suaminya. Dengan demikian, tidak heran apabila neraka dipenuhi dengan wanita-wanita yang seperti ini.
  • Amal ibadahnya bernilai sia-sia
Segala amal ibadah istri yang durhaka menjadi sia-sia dan tidak mendapatkan pahala. Sehingga, apabila ia mengerjakan sholat, maka itu hanya bernilai melaksanakan kewajiban di hadapan Allah dan tidak akan bernilai pahala.
Rasulullah bersabda, “Dua golongan yang salatnya tidak bermanfaat bagi dirinya, yaitu hamba yang melarikan diri dari rumah tuannya sampai dia pulang dan istri- istri yang melarikan diri dari rumah suaminya sampai dia kembali." (HR.Hakim dan Ibnu Umar).
  • Dilaknat malaikat
Para malaikat melaknat istri yang menolak ajakan suaminya untuk berhubungan. Rasulullah bersabda: "Apabila seorang suami mengajak istrinya (berjimak) ke tempat tidur, lalu sang istri enggan dan suami bermalam dalam keadaan marah kepadanya, maka para malaikat akan melaknat sang istri sampai pagi." (HR. Bukhari dan Muslim).

Referensi : Tiga Azab Istri Durhaka pada Suami di Dunia Sesuai Sabda Rasulullah SAW