Ghulul, Dosa Besar yang Diremehkan.DI antara dosa besar yang dianggap sepele oleh sebagian besar masyarakat adalah al-ghulûl . Al-Ghulul maksudnya mengambil sesuatu yang bukan miliknya dari harta bersama, atau memanfaatkan barang-barang inventaris kantor untuk kepentingan pribadi atau keluarganya bukan untuk kepentingan umum.
Perilaku seperti ini termasuk perbuatan zalim yang berat bisa menyeret masyarakat pada kerusakan, terutama pelakunya. Pelaku tindak kezaliman ini terancam hukuman yang keras di dunia dan juga di akhirat.
"Tidak mungkin seorang nabi berkhianat dalam urusan harta rampasan perang. Barang siapa yang berkhianat dalam urusan rampasan perang itu, pada hari kiamat, ia akan datang membawa apa yang dikhianatinya itu, kemudian tiap-tiap diri akan diberi pembalasan tentang apa yang ia kerjakan dengan (pembalasan) setimpal sedangkan mereka tidak dianiaya." (QS Ali Imran 3: 161).
Dalam ayat di atas, makna ghulul adalah mengambil sesuatu dari harta rampasan perang yang tidak boleh dimanfaatkan sebelum pembagian. Ghulul masuk kategori pengkhianatan dan dosa besar.
Kemudian, istilah ghulul dipakai untuk pengkhianatan dalam masalah harta sebagaimana yang dijelaskan Rasulullah saw, hadiah yang diterima oleh seorang pejabat atau pemimpin karena jabatannya itu termasuk ghulul yang diharamkan Allah SWT. Rasulullah saw bersabda, "Hadiah untuk pekerja (pegawai) itu adalah ghulul (khianat)." (HR. Ahmad, dan disahihkan oleh Syekh Albani).
Dalam riwayat lain Rasulullah saw bersabda, "Hadiah untuk pemimpin itu adalah ghulul (khianat)." (HR Thabrani dan Baihaqi). Dari Abu Humaid as-Sa’idi Radhiyallahu anhu mengatakan bahwa Rasulullah SAW pernah mempekerjakan seseorang dari kabilah al-Azdi yang bernama Ibnu al-Lutbiyyah untuk mengurus zakat .
Setelah bekerja ia datang menghadap Rasulullah seraya berkata, “Ini untuk Anda dan yang ini untukku, aku diberi hadiahkan. Mendengar ini, Rasulullah berdiri di atas mimbar seraya bersabda: ‘Ada apa dengan seorang pengurus zakat yang kami utus, lalu ia datang dengan mengatakan, ‘Ini untukmu dan ini hadiah untukku!’ Cobalah ia duduk saja di rumah ayahnya atau rumah ibunya, dan melihat, apakah ia diberi hadiah ataukah tidak? Demi Allah, tidaklah seseorang datang dengan mengambil sesuatu dari yang tidak benar melainkan ia akan datang dengannya pada hari Kiamat , lalu dia akan memikulnya di lehernya. (Jika yang ia ambil adalah) unta, maka akan keluar suara unta. Jika sapi, maka akan keluar suara sapi; Jika kambing, maka akan keluar suara kambing. Kemudian beliau mengangkat kedua tangannya sehingga kami bisa melihat putih kedua ketiak beliau SAW dan mengatakan, ‘Wahai Allâh! Aku telah menyampaikannya?’ (HR al-Bukhâri dan Muslim)
Dalam kitab Fathul Bari, Ibnu Hajar (773 H- 852 H) menjelaskan, Nabi saw menerangkan pekerjaan yang dia lakukan (sebagai pemungut zakat) itulah yang menjadi penyebab orang lain memberi hadiah kepadanya. Dan jika dia hanya berdiam diri di rumahnya, orang tidak akan memberi hadiah kepadanya. Karena itu, dia tidak boleh menghalalkan pemberian itu hanya karena merupakan hadiah dari orang lain. Imam Nawawi (631 H-676 H), dalam kitab Syarah Muslim menjelaskan, hadis ini merupakan penegasan hadiah bagi pejabat adalah haram. Ia juga mengatakan kaum Muslimin bersepakat atas beratnya keharaman ghulul dan merupakan dosa besar. Mereka juga sepakat, wajib bagi yang menerimanya untuk mengembalikannya.
Dari Buraidah Radhiyallahu anhu, dia mengatakan bahwa Rasulullah SAW barsabda, “Barangsiapa yang telah kami ambil untuk melakukan suatu tugas dan kami telah menetapkan rezeki (gaji atau upah), maka harta yang dia ambil selain gaji dari kami adalah ghulul (pengkhianatan, korupsi atau penipuan)’. (HR. Abu Daud)
Syaikh Shalih bin Muhammad Alu Thalib menjelaskan permasalahannya bukan pada banyak atau sedikitnya barang yang diambil, akan tetapi ini merupakan asas atau sendi, juga merupakan aturan agama yang mereka anut, serta akhlak yang menghiasi diri mereka serta amanah yang wajib mereka tunaikan. Jika virus ghulul (korupsi) dibiarkan, menurutnya, maka dia akan membesar.
Orang yang sudah terbiasa mengambil suatu yang kecil, suatu ketika dia akan berani mengambil sesuatu yang lebih besar. Jika ghulul sudah menjadi hal jamak atau lumrah pada sebuah masyarakat, dimana si pelaku tanpa rasa sungkan dan malu mengambil harta yang bukan haknya, itu artinya akhlak yang hina ini telah tersebar di kalangan mereka. Padahal setiap akhlak tercela itu menyeret pelakunya pada prilaku yang lebih buruk sehingga terjebak dalam sebuah rangkaian perbuatan maksiat yang terus-menerus merusak hati dan menghancurkan moral serta membangkitkan egois.
Semua ini akan menyeret seseorang untuk berbuat zalim, menyulut rasa dengki dan mengakibatkan perpecahan. Kerusakan pada managemen kantor dan keuangan bisa juga memberikan dampak negatif pada masyarakat, keterpurukan akhlak, kemiskinan serta kerusakan agama mereka, juga membuka peluang untuk berbuat korup dan merebaknya budaya sogok.
Sehingga sering terdengar, banyak orang yang tidak bisa mendapatkan hak kecuali dengan sogok. Kalau amanah sudah ditinggalkan maka banyak hak yang terabaikan, keadilan akan melemah, kezaliman merajalela, rasa aman hilang dan masyarakat dilanda ketakutan. Rasulullah SAW bersabda dalam hadis riwayat Abu Hurairah Radhiyallahu anhu: Apabila amanah telah disia-siakan maka tunggulah hari Kiamat’. Dan Ibn Mas’ûd Radhiyallahu anhu berkata, “Yang pertama kali hilang dari agamamu adalah amanah.” Wallahu'alam.
Pertanyaan : Aku mengajukan hutang kepada salah satu bank sejak 6 tahun lalu. Dan aku tidak mengetahui hukum riba saat itu. Lalu aku mendapatkan hutang tersebut dan sedikit demi sedikit aku membayarnya dengan mencicil. Kemudian setelah itu, aku telah menerima uang hutang secara lengkap ditambah bunga yang berkembang. Lalu aku safar ke luar negeri, membeli rumah dan menikah. Sejak saat itu, aku tidak membayar cicilanku.
Sekarang, setelah aku mengetahui bahwa hal itu haram, aku siap mengembalikan harta tersebut ke bank, akan tetapi aku takut akan diinterogasi karena kepergian aku selama enam tahun. Boleh jadi aku akan dipenjara karena itu. Apakah boleh aku mengeluarkan harta tersebut dengan jalan memberikannya kepada kaum fakir atau orang membutuhkan sebagai ganti dari mengembalikannya ke bank?
Teks Jawaban : Alhamdulillah. Pertama: Diharamkan meminjam dengan cara riba. Siapa yang sudah terlanjur berbuat seperti itu, hendaknya dia bertaubat kepada Allah Ta'ala. Dia hanya diwajibkan mengembalikan uang pokoknya saja. Adapun bunganya tidak diwajibkan kepadanya. Dia dapat berupaya untuk menggugurkannya atau tidak membayarnya selama tidak menimbulkan bahaya baginya.
Kedua: Anda harus mengembalikan hutang tersebut ke bank yang bersangkutan dengan cara apapun. Hal itu tidak dapat diganti dengan sadaqah harta anda. Karena cara bersedekah seperti itu dilakukan apabila tidak mengetahui orang yang berhak, atau tidak mungkin sampai kepadanya. Maka saat itu seseorang boleh bersedekah dengan uang tersebut. Tapi kapan saja dia temukan kembali orang tersebut, dia harus memberikan pilihan kepada orang tersebut antara menerima sedekah itu atau mengambil hutangnya.
Dalam masalah ini, bank adalah pemilik hak dan dia ada. Maka diwajibkan bagi anda mengembalikan hartanya. Anda harus mencari cara yang dapat menyelamatkan anda dari hukuman.
Marilah kita bersyukur kepada Alloh SWT dalam setiap urusan, dengan mengawali setiap urusan yang baik dengan bismillah dan menyudahi dengan mengucapkan Alhamdulillah.
Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wasallam dengan ucapan allohummasholli a’la Muhammad waala a’li Muhammad.semoga atas selawat itu terlimpah syafaat Rasulullah di hari kiamat.
Gemar bersedekah dan membantu adalah perbuatan mulia, tetapi jika asal harta yang disedekahkan dan diberikan bantuan dari yang haram, bukan jadi pahala tetapi menimbulkan murka Alloh SWT, tidak hanya bagi yang bersedekah tetapi juga bagi penerimanya.
Kaum muslimin rahimakumullah
PERINTAH ALLOH SWT UNTUK MEMBERI SEDEKAH DAN BANTUAN UNTUK DIMAKAN DENGAN YANG BAIK-BAIK
Tahukah kita, bahwa Alloh SWT saja tidak menerima suatu yang buruk, tetapi hanya menerima yang baik-baik, dan menyuruh manusia memakan yang baik-baik, sebagaimana firman Alloh swt:
Artinya: “Wahai para Rasul! Makanlah makanan yang baik-baik (halal) dan kerjakanlah amal shalih. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan” (QS. Al Mu’minun: 51).
Artinya : “Wahai Ka’ab bin ‘Ujroh, sesungguhnya daging badan yang tumbuh berkembang dari sesuatu yang haram akan berhak dibakar dalam api neraka.” (HR. Tirmidzi).
IBARAT ATAS SEDEKAH DARI USAHA YANG HALAL
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Tidaklah seseorang bersedekah dengan sebutir kurma dari hasil kerjanya yang halal melainkan Allah akan mengambil sedekah tersebut dengan tangan kanan-Nya lalu Dia membesarkannya sebagaimana ia membesarkan anak kuda atau anak unta betinanya hingga sampai semisal gunung atau lebih besar dari itu” (HR. Muslim ).
DOA ORANG YANG MEMAKAN YANG HARAM AKAN TERTOLAK
Suatu kisah dari Abu Hurairah menceritakan tentang seorang laki-laki yang telah menempuh perjalanan jauh, sehingga rambutnya kusut, masai dan berdebu. Orang itu mengangkat tangannya ke langit seraya berdo’a,
“Wahai Rabbku, wahai Rabbku.” Padahal, makanannya dari barang yang haram, minumannya dari yang haram, pakaiannya dari yang haram dan diberi makan dari yang haram, maka bagaimanakah Allah akan memperkenankan do’anya?“ (HR. Muslim).
ALLOH SWT MENOLAK SEDEKAH DAN BANTUAN DARI HARTA HARAM
Sering orang lupa, mau jadi dermawan dan mau bersedekah, tetapi sedekah dan bantuan diambilkan dari harta haram atau dengan cara mengatas namakan diri sendiri, padahal harta orang lain atau harta umat bahkan harta Negara, maka sedekah dan bantuan itu akan menjadi mengundang murka Alloh SWT, JANGANLAH DEMIKIAN DALAM BERSEDEKAH DAN MEMBANTU ORANG DENGAN HARTA HARAM, SEBAB AKAN MENIMBULKAN DOSA KEPADA PENERIMANYA.
“Tidaklah diterima shalat tanpa bersuci, tidak pula sedekah dari ghulul (harta haram)” (HR. Muslim).
Ghulul itu adalah harta yang tidak halal untuk diri, tetapi masih hak orang lain, seperti harta curian, harta korupsi, harta Negara diberikan bantuan atas nama pribadi, harta dari suap dan hasil sogokan serta hasil pemerasan.
SEDEKAH ADALAH PINJAMAN TERBAIK DISISI ALLOH SWT, TERMASUK MEMBERI UTANG
“Siapakah yang memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan melipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezeki) dan kepada-Nya kamu dikembalikan” (Surat Al-Baqarah ayat 245).
JIKA MENERIMA SEDEKAH ATAU BANTUAN/HIBAH DARI YANG TIDAK JELAS ASAL USUL HARTANYA, MAKA BACALAH ASMA ALLOH KETIKA MENERIMA DAN MEMAKANNYA, DENGAN DEMIKIAN TELAH MENJADI HAQ UNTUK PENERIMA. TETAPI JIKA DIKETAHUI HARAMNYA, MAKA TIDAK AKAN HALAL DENGAN DIBACAKAN ASMA ALLOH SWT.
Disebutkan dalam hadis yang shahih dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha,
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya mengenai suatu kaum yang diberi daging namun tidak diketahui apakah hewan tersebut disebut nama Allah ketika disembelih ataukah tidak. Beliau pun bersabda, “Sebutlah nama Allah (ucapkanlah bismillah) lalu makanlah.” (HR. Ibnu Majah dan ad-Darimi).
Maka ketika menerima bantuan atau sedekah pada saat ditimpa musibah sebab jika ada musibah banyak donator dan dermawan yang mengumpulkan dan menyalurkan bantuan, bahkan bantuan dari orang lain yang tidak kita kenal, maka jika bantuan tersebut berasal dari harta haram sebaiknya JANGAN DISEDEKAHKAN ATAU DIBERIKAN BANTUAN, dan jika penerima tidak tahu asal usul bantuan, maka halalkanlah dengan membaca asma Alloh SWT ketika meenrima dan memakannya, atau jika masih ragu jangan digunakan untuk dimakan atau diminum, gunakan buat hal kebendaan seperti pasilitas umum.
TAUBATNYA PELAKU RIBA DENGAN CARA BERHENTI MELAKUKAN RIBA BUKAN DENGAN CARA BERSEDEKAH DENGAN HARTA HARAM
Sebagaimana Alloh SWT berfirman:
Orang-orang yang makan (mengambil) riba, tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu disebabkan mereka berkata (berpendapat) bahwa sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba. Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.
ORANG-ORANG YANG TELAH SAMPAI KEPADANYA LARANGAN DARI TUHANNYA, LALU TERUS BERHENTI (DARI MENGAMBIL RIBA), MAKA BAGINYA APA YANG TELAH DIAMBILNYA DAHULU (SEBELUM DATANG LARANGAN); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.” (QS. Al Baqarah [2]: 275).
Maka bertaubatnya orang yang memiliki HASIL/HARTA DARI USAHA HARAM ADALAH DIA BERHENTI MENGUSAHAKAN ATAU BERHENTI DARI PEKERJAAN USAHA HARAM TERSEBUT KE USAHA HALAL.
Jadi dengan berbuat baik, dan bersedekah tidak menghalalkan harta haram.
BANGUNAN DAN HARTA BENDA DARI USAHA HARAM AKAN DIMUSNAHKAN OLEH ALLOH SWT
Bangunan yang dibangun dengan harta haram, akan dimusnahkan oleh Alloh dengan cara Alloh SWT seperti dibelikan mobil dan motor akan membahayakan kepada penggunanya, sehingga pastikan hak kebendaan yang dimiliki sekarang jelas asal usulnya dari harta haram atau halal? Jika dari harta halal maka bertaubatlah dari usaha haram, itulah cara membersihkan harta haram.
Contoh nyata dimusnahkan harta haram adalah dalam alquran:
Banyak harta tetapi tidak membayar zakat dan tidak bersedekah (tidak menolong saudara dan tetangga dengan hartanya)
Sebagaimana kisah qorun.
”Maka Kami benamkanlah Qarun beserta rumahnya ke dalam bumi. Maka tidak ada baginya suatu golongan pun yang menolongnya terhadap azab Allah. Dan tiadalah ia termasuk orang-orang (yang dapat) membela (dirinya). (QS 28:81).
”Maka masing-masing (mereka itu) Kami siksa disebabkan dosanya, maka di antara mereka ada yang Kami timpakan kepadanya hujan batu kerikil dan di antara mereka ada yang ditimpa suara keras yang mengguntur, dan di antara mereka ada yang Kami benamkan ke dalam bumi, dan di antara mereka ada yang Kami tenggelamkan, dan Allah sekali-kali tidak hendak menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri.” (QS Al-Ankabut [29]: 40).
Berpakaian dengan berlebihan dan mengulurkan ke tanah karena sombong.
Rasulullah SAW bersabda : ”Tatkala seseorang mengulurkan kainnya ke bawah (karena sombong), tiba-tiba ia terbenam ke dalam tanah dan terperosok ke dalam perut bumi hingga hari kiamat.” (HR Bukhari).
Demikianlah akibat dari memberi bantuan dengan harta haram, yaitu mendatang kemurkaan Alloh di atas langit dan bumi, karenanya setiap yang akan membantu orang lain atas musibah ataupun memberi utang janganlah memberikan dari harta haram.
Mohon pencerahannya ustadz, dulu di masa lampu ana pernah berbuat dosa/salah yaitu mendapatkan harta dengan cara yang bathil/salah.Ana ingin mengembalikan harta tersebut, namun kondisi sangat tidak memungkinkan dikarenakan ana tidak tahu lagi keberadaan orang tersebut dan ana pun lupa berapa nominal (jumlah persisnya) terkait harta yang ana dapatkan dahulu.Apa yang harus ana lakukan ustadz,mohon penjelasannya.Sukron ana ucapkan atas penjelesannya ustadz.
جَزَاك اللهُ خَيْرًا
(Dari Sahabat BiAS Anggota Grup WA Bimbingan Islam G-06)
Jawaban :
وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته
Sesungguhnya Allah Ta’ala Maha Pengampun dan Maha Penyayang, maka semua taubat akan diterima oleh Allah apabila memenuhi persyaratannya, yaitu: menyesali perbutan dosanya, meninggalkan dosa tersebut, berniat kuat untuk tidak mengulanginya kembali, mengembaikan hak orang lain apabila dosa tersebut berkaitan dengannya. Syeikh Al Utsaimin menambahkan dua syarat lagi yaitu: harus ikhlas ketika bertaubat dan bertaubat di waktu diterimanya taubat (sebelum nyawa di kerongkongan dan sebelum terbitnya matahari dari barat). Kembaikanlah hak tersebut kepada pemiliknya, jika sudah berusaha dengan sungguh-sungguh untuk menemui orang tersebut namun tidak mendapatinya maka bersedekahlah dengan sejumlah hak orang tersebut. Jika anda lupa dengan jumlah harta tersebut maka keluarkanlah dengan jumlah yang anda merasa tenang telah melunasi haknya. Jika harta yang anda keluarkan lebih dari kewajiban anda maka Allah akan memberikan pahala kepada anda -insya Allah-.
Syeikh Al Utsaimin ketika ditanya masalah seperti ini maka beliau menjawab: “Apabila ada dosa diantara engkau dengan orang lain dan berkaitan dengan hartanya, maka engkau harus mengembalikan kepadanya. Dan taubat tidak akan diterima kecuali dengan mengembalikannta, seperti engkau pernah mencuri harta seseorang dan engakau bertaubat darinya, maka harta yang engkau curi harus engkau kembalikan kepadanya. Atau engkau mengambil hak seseorang, seperti engkau telah mengingkari hutang yang pernah engkau ambil, dan engkau ingin bertaubat darinya. Maka engkau wajib dating kepadanya, mengakui kesalahan, sehingga ia mengambil kembali haknya. Apabila ia telah meninggal dunia, maka anda mengembalikannya kepada ahli warisnya. Jika engkau tidak mengetahuinya, atau orangnya sudah tidak ketahuan keberadaannya, maka bersedekahlah dengan harta tersebut diniatkan untuknya agar engkau terlepas dari kewajiban tersebut, dan Allah Maha Mengetahui dan akan memberikan pahala harta tersebut kepadanya.”
Sedekah dan Bantuan dengan Harta Haram akan Mengundang Murka Allah SWT. Marilah kita bersyukur kepada Alloh SWT dalam setiap urusan, dengan mengawali setiap urusan yang baik dengan bismillah dan menyudahi dengan mengucapkan Alhamdulillah. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wasallam dengan ucapan allohummasholli a’la Muhammad waala a’li Muhammad.semoga atas selawat itu terlimpah syafaat Rasulullah di hari kiamat.
Gemar bersedekah dan membantu adalah perbuatan mulia, tetapi jika asal harta yang disedekahkan dan diberikan bantuan dari yang haram, bukan jadi pahala tetapi menimbulkan murka Alloh SWT, tidak hanya bagi yang bersedekah tetapi juga bagi penerimanya. Kaum muslimin rahimakumullah
PERINTAH ALLOH SWT UNTUK MEMBERI SEDEKAH DAN BANTUAN UNTUK DIMAKAN DENGAN YANG BAIK-BAIK
Tahukah kita, bahwa Alloh SWT saja tidak menerima suatu yang buruk, tetapi hanya menerima yang baik-baik, dan menyuruh manusia memakan yang baik-baik, sebagaimana firman Alloh swt:
Artinya: “Wahai para Rasul! Makanlah makanan yang baik-baik (halal) dan kerjakanlah amal shalih. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan” (QS. Al Mu’minun: 51).
Artinya : “Wahai Ka’ab bin ‘Ujroh, sesungguhnya daging badan yang tumbuh berkembang dari sesuatu yang haram akan berhak dibakar dalam api neraka.” (HR. Tirmidzi).
IBARAT ATAS SEDEKAH DARI USAHA YANG HALAL
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Tidaklah seseorang bersedekah dengan sebutir kurma dari hasil kerjanya yang halal melainkan Allah akan mengambil sedekah tersebut dengan tangan kanan-Nya lalu Dia membesarkannya sebagaimana ia membesarkan anak kuda atau anak unta betinanya hingga sampai semisal gunung atau lebih besar dari itu” (HR. Muslim ).
DOA ORANG YANG MEMAKAN YANG HARAM AKAN TERTOLAK
Suatu kisah dari Abu Hurairah menceritakan tentang seorang laki-laki yang telah menempuh perjalanan jauh, sehingga rambutnya kusut, masai dan berdebu. Orang itu mengangkat tangannya ke langit seraya berdo’a,
“Wahai Rabbku, wahai Rabbku.” Padahal, makanannya dari barang yang haram, minumannya dari yang haram, pakaiannya dari yang haram dan diberi makan dari yang haram, maka bagaimanakah Allah akan memperkenankan do’anya?“ (HR. Muslim).
ALLOH SWT MENOLAK SEDEKAH DAN BANTUAN DARI HARTA HARAM
Sering orang lupa, mau jadi dermawan dan mau bersedekah, tetapi sedekah dan bantuan diambilkan dari harta haram atau dengan cara mengatas namakan diri sendiri, padahal harta orang lain atau harta umat bahkan harta Negara, maka sedekah dan bantuan itu akan menjadi mengundang murka Alloh SWT, JANGANLAH DEMIKIAN DALAM BERSEDEKAH DAN MEMBANTU ORANG DENGAN HARTA HARAM, SEBAB AKAN MENIMBULKAN DOSA KEPADA PENERIMANYA.
“Tidaklah diterima shalat tanpa bersuci, tidak pula sedekah dari ghulul (harta haram)” (HR. Muslim).
Ghulul itu adalah harta yang tidak halal untuk diri, tetapi masih hak orang lain, seperti harta curian, harta korupsi, harta Negara diberikan bantuan atas nama pribadi, harta dari suap dan hasil sogokan serta hasil pemerasan.
SEDEKAH ADALAH PINJAMAN TERBAIK DISISI ALLOH SWT, TERMASUK MEMBERI UTANG
“Siapakah yang memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan melipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezeki) dan kepada-Nya kamu dikembalikan” (Surat Al-Baqarah ayat 245).
JIKA MENERIMA SEDEKAH ATAU BANTUAN/HIBAH DARI YANG TIDAK JELAS ASAL USUL HARTANYA, MAKA BACALAH ASMA ALLOH KETIKA MENERIMA DAN MEMAKANNYA, DENGAN DEMIKIAN TELAH MENJADI HAQ UNTUK PENERIMA. TETAPI JIKA DIKETAHUI HARAMNYA, MAKA TIDAK AKAN HALAL DENGAN DIBACAKAN ASMA ALLOH SWT.
Disebutkan dalam hadis yang shahih dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha,
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya mengenai suatu kaum yang diberi daging namun tidak diketahui apakah hewan tersebut disebut nama Allah ketika disembelih ataukah tidak. Beliau pun bersabda, “Sebutlah nama Allah (ucapkanlah bismillah) lalu makanlah.” (HR. Ibnu Majah dan ad-Darimi).
Maka ketika menerima bantuan atau sedekah pada saat ditimpa musibah sebab jika ada musibah banyak donator dan dermawan yang mengumpulkan dan menyalurkan bantuan, bahkan bantuan dari orang lain yang tidak kita kenal, maka jika bantuan tersebut berasal dari harta haram sebaiknya JANGAN DISEDEKAHKAN ATAU DIBERIKAN BANTUAN, dan jika penerima tidak tahu asal usul bantuan, maka halalkanlah dengan membaca asma Alloh SWT ketika meenrima dan memakannya, atau jika masih ragu jangan digunakan untuk dimakan atau diminum, gunakan buat hal kebendaan seperti pasilitas umum.
TAUBATNYA PELAKU RIBA DENGAN CARA BERHENTI MELAKUKAN RIBA BUKAN DENGAN CARA BERSEDEKAH DENGAN HARTA HARAM
Sebagaimana Alloh SWT berfirman:
Orang-orang yang makan (mengambil) riba, tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu disebabkan mereka berkata (berpendapat) bahwa sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba. Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.
ORANG-ORANG YANG TELAH SAMPAI KEPADANYA LARANGAN DARI TUHANNYA, LALU TERUS BERHENTI (DARI MENGAMBIL RIBA), MAKA BAGINYA APA YANG TELAH DIAMBILNYA DAHULU (SEBELUM DATANG LARANGAN); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.” (QS. Al Baqarah [2]: 275).
Maka bertaubatnya orang yang memiliki HASIL/HARTA DARI USAHA HARAM ADALAH DIA BERHENTI MENGUSAHAKAN ATAU BERHENTI DARI PEKERJAAN USAHA HARAM TERSEBUT KE USAHA HALAL.
Jadi dengan berbuat baik, dan bersedekah tidak menghalalkan harta haram.
BANGUNAN DAN HARTA BENDA DARI USAHA HARAM AKAN DIMUSNAHKAN OLEH ALLOH SWT
Bangunan yang dibangun dengan harta haram, akan dimusnahkan oleh Alloh dengan cara Alloh SWT seperti dibelikan mobil dan motor akan membahayakan kepada penggunanya, sehingga pastikan hak kebendaan yang dimiliki sekarang jelas asal usulnya dari harta haram atau halal? Jika dari harta halal maka bertaubatlah dari usaha haram, itulah cara membersihkan harta haram.
Contoh nyata dimusnahkan harta haram adalah dalam alquran:
Banyak harta tetapi tidak membayar zakat dan tidak bersedekah (tidak menolong saudara dan tetangga dengan hartanya)
Sebagaimana kisah qorun.
”Maka Kami benamkanlah Qarun beserta rumahnya ke dalam bumi. Maka tidak ada baginya suatu golongan pun yang menolongnya terhadap azab Allah. Dan tiadalah ia termasuk orang-orang (yang dapat) membela (dirinya). (QS 28:81).
”Maka masing-masing (mereka itu) Kami siksa disebabkan dosanya, maka di antara mereka ada yang Kami timpakan kepadanya hujan batu kerikil dan di antara mereka ada yang ditimpa suara keras yang mengguntur, dan di antara mereka ada yang Kami benamkan ke dalam bumi, dan di antara mereka ada yang Kami tenggelamkan, dan Allah sekali-kali tidak hendak menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri.” (QS Al-Ankabut [29]: 40).
Berpakaian dengan berlebihan dan mengulurkan ke tanah karena sombong. Rasulullah SAW bersabda : ”Tatkala seseorang mengulurkan kainnya ke bawah (karena sombong), tiba-tiba ia terbenam ke dalam tanah dan terperosok ke dalam perut bumi hingga hari kiamat.” (HR Bukhari).
Demikianlah akibat dari memberi bantuan dengan harta haram, yaitu mendatang kemurkaan Alloh di atas langit dan bumi, karenanya setiap yang akan membantu orang lain atas musibah ataupun memberi utang janganlah memberikan dari harta haram
Pernah merasa kalau doa yang Anda ulang setiap hari kok masih tidak kunjung terkabul? Jangankan terkabul, terlihat tanda-tandanya pun tidak. Jika Anda merasakan hal ini, bisa jadi ada suatu penghalang yang menjadikan doa yang Anda panjatkan jadi sulit terkabul. Namun sebelum itu, ada baiknya kita melihat ke hadits arbain kesepuluh terlebih dahulu, yang berbunyi: Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Sesungguhnya Allah Ta’ala itu baik (thayyib), tidak menerima kecuali yang baik (thayyib). Dan sesungguhnya Allah memerintahkan kepada kaum mukminin seperti apa yang diperintahkan kepada para Rasul. Allah Ta’ala berfirman, ‘Wahai para rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal shalih.’ (QS. Al-Mu’minun: 51)
Dan Allah Ta’ala berfirman,
‘Wahai orang-orang yang beriman! Makanlah dari rezeki yang baik yang Kami berikan kepadamu.’ (QS. Al-Baqarah: 172). Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan seseorang yang lama bepergian; rambutnya kusut, berdebu, dan menengadahkan kedua tangannya ke langit, lantas berkata, ‘Wahai Rabbku, wahai Rabbku.’ Padahal makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dan ia dikenyangkan dari yang haram, bagaimana mungkin doanya bisa terkabul.” (HR. Muslim, no. 1015).
Hadits ini memiliki banyak pesan di dalamnya. Salah satunya adalah penegasan bahwa Allah adalah Dzat yang thayyib, sempurna, dan terlepas dari segala sifat kekurangan. Karena itu, sudah semestinya sebagai seorang hamba, kita senantiasa memberikan yang terbaik kepada Allah, termasuk dalam berdoa kepada-Nya.
Dari hadits ini pula, kita bisa mengetahui, bahwa ada sebab utama mengapa doa yang kita panjatkan masih tidak kunjung terkabul. Beberapa di antaranya adalah:
1. Mengonsumsi makanan dan minuman yang haram atau syubhat
Mengonsumsi makanan dan minuman yang halal adalah salah satu sebab terkabulnya doa. Ada banyak hadits yang menyatakan bagaimana makanan dan minuman mempengaruhi doa yang dipanjatkan. Apakah akan dikabulkan atau justru terhalang untuk dikabulkan.
Yusuf bin Asbath pernah berkata, “Telah sampai pada kami bahwa doa seorang hamba tertahan di langit karena sebab makanan jelek (haram) yang ia konsumsi.”
Kemudian, Dari Sahl bin ‘Abdillah, ia berkata, “Barangsiapa memakan makanan halal selama 40 hari, maka doanya akan mudah dikabulkan.”
Sa’ad bin Abi Waqqosh juga pernah ditanya oleh seseorang, “Apa yang membuat doamu mudah dikabulkan dibanding para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lainnya?” Kemudian Sa’ad bin Abi Waqqosh menjawab, “Saya tidaklah memasukkan satu suapan ke dalam mulutku melainkan saya mengetahui dari manakah datangnya dan dari mana akan keluar.”
2. Menggunakan pakaian yang haram atau syubhat
Menjaga diri dari makanan dan minuman haram, juga pakaian yang haram bukan hanya sekedar menjaga diri dari apa yang dikonsumsi dan dikenakan. Lebih dari itu, hal ini menunjukan bagaimana ketaatan yang dimiliki oleh seorang hamba. Ketaatan inilah yang menjadi jalan agar doa yang dipanjatkan bisa lebih mudah diijabah oleh Allah.
3. Harta yang dimiliki berasal dari sesuatu yang haram atau syubhat
Harta yang haram memiliki banyak makna. Yang pertama adalah haram secara zatnya, seperti miras, babi, benda najis, dan lain sebagainya. Kedua, harta yang haram karena merupakan hak orang lain. Contohnya adalah barang curian. Dan yang ketiga, harta yang haram karena pekerjaannya. Seperti harta riba, harta hasil penjualan barang haram, dan lain sebagainya.
Harta yang tergolong harta haram ini bukan hanya menjadi penghalang terkabulnya doa, tapi juga tidak akan diterima pahalanya jika disedekahkan kepada orang yang membutuhkan.
Dengan mengetahui hal ini, maka kita bisa mengevaluasi diri sendiri, apakah selama ini kita sudah hidup dengan segala hal yang halal, atau masih adakah sesuatu yang syubhat atau haram yang kita konsumsi? Karena bisa jadi, perkara-perkara haram tersebut telah menjadi penghalang dari doa-doa yang kita panjatkan selama ini.
Jika memang ada sesuatu yang syubhat atau haram, maka saat inilah waktu yang tepat untuk berlepas diri dari perkara haram tersebut menuju yang halal. Kemudian bertaubat dan meminta pengampunan dari Allah. Dan jika tidak ada sesuatu pun yang haram dalam hidup kita, bisa jadi Allah hanya menunda doa hingga waktu yang tepat atau menggantinya dengan sesuatu yang lebih baik. Wallahua’lam.
Salah satu ibadah yang diperintahkan Allah Ta'ala dan sangat dianjurkan oleh Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam, adalah sedekah. Ada banyak pahala dan keutamaan dari sedekah tersebut. Seperti dijanjikan Allah Ta'ala dalam salah satu firman-Nya:
"Orang orang yang menafkahkan hartanya di malam dan siang hari, secara sembunyi sembunyi dan terang terangan, maka mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati." (QS. Al Baqarah: 274).
Selain itu, sedekah bukan hanya soal memenuhi perintah Allah dan Rasul-Nya, melainkan juga melaksanakan kewajiban untuk membantu orang-orang terdekat , mulai dari keluarga, kerabat dekat, tetangga, hingga saudara yang membutuhkan. Banyak ayat dan hadis menerangkan keutamaan bersedekah, salah satunya janji Allah akan melipatgandakan harta yang dikeluarkannya.
Allah Ta'ala berfirman:
"Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, niscaya DIA akan menggantinya." (QS Saba': 39)
Syeikh Ahmad Al-Mishry , ulama Mesir yang saat ini berdakwah di Jakarta menjelaskan orang yang berinfak dan bersedekah tidak perlu takut miskin, karena dia sedang berkomunikasi dengan Allah Ta'ala. Banyak keutamaan bersedekah ini, di antaranya adalah sebagai berikut:
1. Sedekah menghapuskan dosa.
2. Mendapatkan naungan Allah di Hari Akhir.
3. Memberi keberkahan kepada harta.
4. Menjadi bukti keimanan seseorang.
5. Membebaskan diri dari siksa kubur.
6. Menjauhkan diri dari api neraka.
Hadis-Hadis keutamaan bersedekah:
1. Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda:
"Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu), sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, atau doa anak yang saleh." (HR Muslim)
2. Rasulullah SAW bersabda:
"Sedekah itu akan memadamkan dosa sebagaimana air dapat memadamkan api. Hasad akan memakan kebaikan sebagaimana api melahap kayu bakar." (HR. Al-Baihaqi)
3. Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda:
"Harta tidak akan berkurang dengan sedekah." (HR Muslim)
Hati-hati Bersedekah dengan Harta Haram
Walau demikian sedekah hendaknya dilakukan dengan harta yang halal serta baik sumbernya. Pasalnya, masih banyak orang yang salah kaprah. Mereka menyisihkan sebagian harta yang didapat dengan cara haram untuk bersedekah. Mereka berpikir bahwa sedekah mampu menghapus dosa dari hasil harta haram tersebut. Padahal Allah hanya akan menerima sesuatu yang halal dan baik. Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
"Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Allah itu thoyyib (baik). Allah itu tidak akan menerima sesuatu melainkan dari yang thoyyib (baik)." (HR. Muslim).
Yang dimaksud thayyib dijelaskan pada hadis berikut:
Dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda,
"Tidaklah seseorang bersedakah dengan sebutir kurma dari hasil kerjanya yang halal melainkan Allah akan mengambil sedekah tersebut dengan tangan kanan-Nya, lalu Dia membesarkannya sebagaimana ia membesarkan anak kuda atau anak unta betinanya hingga sampai semisal gunung atau lebih besar daripada itu." (HR. Muslim).
Sedekah dengan harta haram jelas tidak dianjurkan. Bahwa Rasulullah menyebut bahwa tidak diterima sebuah sedekah menggunakan harta haram. Beliau bersabda,
"Tidaklah diterima shalat tanpa bersuci, tidak pula sedekah dari ghulul (harta haram)." (HR. Muslim).
Pentingnya kehalalan sebuah harta untuk digunakan sedekah sangatlah penting. Pasalnya, dalam sebuah hadis, Allah enggan memperkenankan doa seorang hamba yang hidup dari harta-harta haram. Apalagi jika harta haram tersebut digunakan untuk sedekah.
" Padahal, makanannya dari barang yang haram, minumannya dari yang haram, pakaiannya dari yang haram dan diberi makan dari yang haram, maka bagaimanakah Allah akan memperkenankan doanya?" (HR. Muslim).
Lantas, apa saja yang termasuk harta haram? Dirangkum dari berbagai sumber, ada tiga macam harta haram, yakni pertama, harta yang haram secara zatnya, termasuk di antanya khamr, babi, dan benda najis. Sedekah dengan harta ini tidak diterima dan wajib mengembalikan harta tersebut kepada pemiliknya atau dimusnahkan.
Kedua, harta yang haram karena berkaitan dengan hak orang lain, termasuk di antaranya barang curian. Sedekah dengan harta ini tidak diterima dan wajib dikembalikan kepada pemilik sebenarnya. Ketiga, harta yang haram karena pekerjaannya, termasuk harta riba dan harta hasil dari dagangan barang haram. Sedekah dengan harta ini tidak diterima dan wajib membersihkan hartanya.
Pada akhirnya, sama seperti ibadah lain yang punya aturan, begitu pula dengan sedekah. Jangan hanya fokus pada kebermanfaatan harta kita di jalan Allah. Melainkan juga sumber harta tersebut. Terlebih lagi harta itu akan digunakan untuk bersedekah.
Syekh Ahmad bin Ruslan dalam kitab Zubad berkata, "Ibadah dari orang yang memakan harta haram, seperti mereka membuat bangunan di atas ombak." Maksudnya, ketika seseorang bermaksud membangun fondasi, tetapi bangunan di atasnya tidaklah akan berdiri dalam waktu yang panjang.
Sayyidina Umar bin Khattab Radhiyallahu anhu berkata, "Siapa yang tidak peduli kehalalan sumber perolehan hartanya, maka Allah juga tidak peduli dari pintu mana saja ia akan menjebloskan orang itu ke neraka."
Wallahu A'lam.
Kaum Muslimin sangat perlu mengetahui tentang halal-haram. Hal itu agar kaum Muslimin terhindar dari segala yang haram.
“Kaum Muslimin perlu mengenal haram, baik dari bendanya maupun cara mendapatkannya,” kata Guru Besar IPB University dan Universitas Ibnu Khaldun (UIKA) Bogor, Prof Dr KH Didin Hafidhuddin MS saat mengisi pengajian guru dan tenaga kependidikan Sekolah Bosowa Bina Insani (SBBI) di Masjid Al Ikhlas Bosowa Bina Insani, Bogor, Jawa Barat, Jumat (1/11).
Kiai Didin menyebutkan beberapa contoh yang diharamkan bendanya, antara lain bangkai, darah, daging babi dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah.
Hal itu ditegaskan oleh Allah di dalam Alquran, antara lain, “Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang ia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Baqarah [2]: 173).
Di ayat yang lain, Allah juga menegaskan, “Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala.” (QS. Al-Maidah [5]: 3).
“Ayat tersebut mengharamkan juga binatang-binatang yang mati tidak dengan cara yang syar’i,” ujar Kiai Didin dalam rilis yang diterima Republika.co.id.
Di ayat yang lain, Allah juga menegaskan, “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan (90) Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu) (91).” (QS. Al-Maidah [5]: 90-91).
“Ayat tersebut di atas mengharamkan minuman keras, judi, permainan, dan mengundi nasib pada berhala-berhala,” kata Kiai Didin.
Larangan meminum khamar juga ditegaskan oleh Rasulullah SAW dalam salah satu hadisnya. “Khamr adalah induk dari kekejian dan dosa yang paling besar, barangsiapa meminumnya, ia bisa berzina dengan ibunya, saudari ibunya, dan saudari ayahnya.”
“Hadis ini menjelaskan tentang dampak negatif dari minuman keras. Hilang akal dan kesadaran sampai berani melakukan perbuatan yang sangat tercela,” ujarnya.
Kiai Didin juga mengemukakan beberapa contoh yang diharamkan cara mendapatkannya atau cara mengusahakannya.
Ia mengutip QS. Al-Baqarah [2] ayat 188, “Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.”
Kemudian, Firman Allah dalam QS. An-Nisa [4] ayat 29. “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” (QS. An-Nisa’ [4]: 29).
“Kedua ayat tersebut melarang mengambil harta dengan cara yang bathil (tidak sesuai dengan aturan syari’ah dan juga tidak sesuai dengan aturan perundang-undangan, seperti risywah/suap, mempermainkan kwalitas dan lainl-lain),” tegas Kiai Didin.
Kemudian, ia pun mengutip firman Allah dalam QS. Al-Baqarah [2] ayat 278 dan 279. “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman (278) Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya (279).”
“Ayat ini secara tegas mengharamkan riba sekecil apapun (seperti 1 persen, 2 persen, atau yang lainnya),” ujarnya.
Berikutnya, firman Allah dalam QS. Al-Muthoffifin [83] ayat 1-4, “Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang (1) (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi (2) Dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi (3) Tidakkah orang-orang itu yakin, bahwa sesungguhnya mereka akan dibangkitkan (4).”
Rasulullah saw bersabda yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, “Dari Tsaubân, dia berkata, “Rasûlullâh dan melaknat pemberi suap, penerima suap, dan perantaranya, yaitu orang yang menghubungkan keduanya.”
“Ayat-ayat Alquran maupun hadis-hadis Rasulullah SAW yang disebutkan di atas seluruhnya menegaskan, bahwa kaum Muslimin harus menghindari segala hal yang haram, baik haram karena bendanya memang haram maupun cara mendapatkannya,” ujar Prof Didin Hafidhuddin.
Banyak Keutamaan Bersedekah, Namun Hati-hati Jika Melakukannya dengan Harta Haram. Salah satu ibadah yang diperintahkan Allah Ta'ala dan sangat dianjurkan oleh Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam, adalah sedekah. Ada banyak pahala dan keutamaan dari sedekah tersebut. Seperti dijanjikan Allah Ta'ala dalam salah satu firman-Nya:
"Orang orang yang menafkahkan hartanya di malam dan siang hari, secara sembunyi sembunyi dan terang terangan, maka mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati." (QS. Al Baqarah: 274).
Selain itu, sedekah bukan hanya soal memenuhi perintah Allah dan Rasul-Nya, melainkan juga melaksanakan kewajiban untuk membantu orang-orang terdekat , mulai dari keluarga, kerabat dekat, tetangga, hingga saudara yang membutuhkan. Banyak ayat dan hadis menerangkan keutamaan bersedekah, salah satunya janji Allah akan melipatgandakan harta yang dikeluarkannya.
Allah Ta'ala berfirman:
"Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, niscaya DIA akan menggantinya." (QS Saba': 39)
Syeikh Ahmad Al-Mishry , ulama Mesir yang saat ini berdakwah di Jakarta menjelaskan orang yang berinfak dan bersedekah tidak perlu takut miskin, karena dia sedang berkomunikasi dengan Allah Ta'ala. Banyak keutamaan bersedekah ini, di antaranya adalah sebagai berikut:
1. Sedekah menghapuskan dosa.
2. Mendapatkan naungan Allah di Hari Akhir.
3. Memberi keberkahan kepada harta.
4. Menjadi bukti keimanan seseorang.
5. Membebaskan diri dari siksa kubur.
6. Menjauhkan diri dari api neraka.
Hadis-Hadis keutamaan bersedekah:
1. Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda:
"Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu), sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, atau doa anak yang saleh." (HR Muslim)
2. Rasulullah SAW bersabda:
"Sedekah itu akan memadamkan dosa sebagaimana air dapat memadamkan api. Hasad akan memakan kebaikan sebagaimana api melahap kayu bakar." (HR. Al-Baihaqi)
3. Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda:
"Harta tidak akan berkurang dengan sedekah." (HR Muslim)
Hati-hati Bersedekah dengan Harta Haram
Walau demikian sedekah hendaknya dilakukan dengan harta yang halal serta baik sumbernya. Pasalnya, masih banyak orang yang salah kaprah. Mereka menyisihkan sebagian harta yang didapat dengan cara haram untuk bersedekah. Mereka berpikir bahwa sedekah mampu menghapus dosa dari hasil harta haram tersebut. Padahal Allah hanya akan menerima sesuatu yang halal dan baik. Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
"Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Allah itu thoyyib (baik). Allah itu tidak akan menerima sesuatu melainkan dari yang thoyyib (baik)." (HR. Muslim).
Yang dimaksud thayyib dijelaskan pada hadis berikut:
Dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda,
"Tidaklah seseorang bersedakah dengan sebutir kurma dari hasil kerjanya yang halal melainkan Allah akan mengambil sedekah tersebut dengan tangan kanan-Nya, lalu Dia membesarkannya sebagaimana ia membesarkan anak kuda atau anak unta betinanya hingga sampai semisal gunung atau lebih besar daripada itu." (HR. Muslim).
Sedekah dengan harta haram jelas tidak dianjurkan. Bahwa Rasulullah menyebut bahwa tidak diterima sebuah sedekah menggunakan harta haram. Beliau bersabda,
"Tidaklah diterima shalat tanpa bersuci, tidak pula sedekah dari ghulul (harta haram)." (HR. Muslim).
Pentingnya kehalalan sebuah harta untuk digunakan sedekah sangatlah penting. Pasalnya, dalam sebuah hadis, Allah enggan memperkenankan doa seorang hamba yang hidup dari harta-harta haram. Apalagi jika harta haram tersebut digunakan untuk sedekah.
" Padahal, makanannya dari barang yang haram, minumannya dari yang haram, pakaiannya dari yang haram dan diberi makan dari yang haram, maka bagaimanakah Allah akan memperkenankan doanya?" (HR. Muslim).
Lantas, apa saja yang termasuk harta haram? Dirangkum dari berbagai sumber, ada tiga macam harta haram, yakni pertama, harta yang haram secara zatnya, termasuk di antanya khamr, babi, dan benda najis. Sedekah dengan harta ini tidak diterima dan wajib mengembalikan harta tersebut kepada pemiliknya atau dimusnahkan.
Kedua, harta yang haram karena berkaitan dengan hak orang lain, termasuk di antaranya barang curian. Sedekah dengan harta ini tidak diterima dan wajib dikembalikan kepada pemilik sebenarnya. Ketiga, harta yang haram karena pekerjaannya, termasuk harta riba dan harta hasil dari dagangan barang haram. Sedekah dengan harta ini tidak diterima dan wajib membersihkan hartanya.
Pada akhirnya, sama seperti ibadah lain yang punya aturan, begitu pula dengan sedekah. Jangan hanya fokus pada kebermanfaatan harta kita di jalan Allah. Melainkan juga sumber harta tersebut. Terlebih lagi harta itu akan digunakan untuk bersedekah.
Syekh Ahmad bin Ruslan dalam kitab Zubad berkata, "Ibadah dari orang yang memakan harta haram, seperti mereka membuat bangunan di atas ombak." Maksudnya, ketika seseorang bermaksud membangun fondasi, tetapi bangunan di atasnya tidaklah akan berdiri dalam waktu yang panjang.
Sayyidina Umar bin Khattab Radhiyallahu anhu berkata, "Siapa yang tidak peduli kehalalan sumber perolehan hartanya, maka Allah juga tidak peduli dari pintu mana saja ia akan menjebloskan orang itu ke neraka." Wallahu A'lam.
Kaum Muslimin harus menghindari segala hal yang haram, Mengetahui/Mengenal Haram dari Benda dan Cara Mendapatkannya. “Yaitu Allah menetapkan sebab-sebab tertawa dan menangis. Berkata Atha’ bin Abi Muslim, “Allah membuat gembira dan membuat sedih, karena kebahagiaan bisa membuat tertawa dan kesedihan bisa membuat menangis.”
Ada begitu banyak alasan yang mendasari tangisan seseorang. Tangisan itu bermacam-macam. Ibnul Qayyim sendiri membagi tangisan menjadi 10 macam dalam bukunya, Za’adul Ma’ad. Tangisan seseorang menyimpan berjuta makna, dan diantara tangisan itu ada tangisan yang mengantarkan seseorang menuju surga.
“Tidak akan masuk Neraka seseorang yang menangis karena takut kepada Allah, hingga air susu dapat kembali kepada kambingnya (kantong kelenjar susu binatang ternak), dan tidak akan berkumpul antara debu medan jihad fii sabiilillaah dengan asap Neraka Jahannam.” (HR Tirmidzi, dishahihkan oleh Al-Albani)
Mata orang-orang yang menangis karena takut kepada Allah akan dijauhkan dari api neraka.
“Dua mata yang tidak akan disentuh api Neraka, yakni mata yang menangis karena takut kepada Allah dan mata yang terjaga karena siaga (saat berjihad) di jalan Allah.” (HR. Tirmidzi dan dishahihkan oleh al-Albani)
Air mata yang membasahi pipi seorang hamba karena takut kepada penciptaNya merupakan air mata yang mulia. Ia bermakna tinggi dihadapan Allah, ia akan mendapatkan kasih sayang Allah.
“Tidak ada sesuatu yang lebih dicintai Allah selain dua tetesan dan dua bekas. Yaitu, tetesan air mata karena takut kepada Allah dan tetesan darah yang mengalir (saat jihad) di jalan Allah. Adapun dua bekas, yaitu bekas dari berjihad di jalan Allah dan bekas dari menunaikan salah satu kewajiban yang telah Allah tetapkan.” (HR. Tirmidzi dan dishahihkan oleh al-Albani)
Jadi, tangisan yang mengantarkan seseorang kepada surga dan menjauhkan seseorang dari api neraka adalah tangisan karena takut kepada Allah. Air mata tersebut merupakan lambang ketakutan karena takut akan dosa-dosa yang telah ia perbuat, atau takut membayangkan kehidupan akhirat, takut karena kerasnya hati, dsb.
Air mata itu merupakan tameng bagi dirinya dari api neraka. Karena dengannya, ia akan sadar atas hakikat kehidupan. Pemilik air mata itu akan selalu berusaha menjalankan segala perintah Allah dan menjauhi segala larangan Allah.
Begitu juga dengan teladan-teladan kita pada zaman dahulu. Hati mereka begitu lembut hingga mudah menumpahkan air mata karena ketakutan-ketakutan atas azab Allah. Ketundukan dan ketakutan yang dalam kepada Allah menjadikan mereka tak enggan bercucuran air mata. Yang mereka tangisi bukanlah tendensi dunia dan materi, melainkan tangisan yang lebih hanya terfokus pada kehidupan setelah kematian.
Dan yang paling banyak menangis adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dari Ubaidullah bin Umair rahimahullah, suatu saat dia pernah bertanya kepada Aisyah radhiallahu ’anha, “Kabarkanlah kepada kami tentang sesuatu yang pernah engkau lihat yang paling membuatmu kagum pada diri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?”. Maka ‘Asiyah pun terdiam lalu mengatakan, “Pada suatu malam, beliau (Nabi) berkata,
ياعائشة ذريني أتعبد الليلة لربي
‘Wahai Aisyah, biarkanlah malam ini aku sendirian untuk beribadah kepada Rabbku.’
Kata Aisyah,” Aku sampaikan, ‘Demi Allah, sesungguhnya saya sangat senang dekat dengan anda. Namun saya juga merasa senang apa yang membuat anda senang. ’Aisyah menceritakan, ‘Kemudian beliau bangkit lalu bersuci dan kemudian mengerjakan shalat. ’Aisyah berkata, ‘Beliau terus menerus menangis sampai-sampai basahlah bagian depan pakaian beliau!’. Aisyah mengatakan, ‘Ketika beliau duduk [dalam shalat] maka beliau masih terus menangis sampai-sampai jenggotnya pun basah oleh air mata!’.
Aisyah melanjutkan, ‘Kemudian beliau terus menangis sampai-sampai tanah [tempat beliau shalat] pun menjadi ikut basah [karena tetesan air mata]!”. Lalu datanglah Bilal untuk mengumandangkan adzan shalat (Subuh). Ketika dia melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menangis, Bilal pun berkata, ‘Wahai Rasulullah, anda menangis? Padahal Allah telah mengampuni dosa anda yang telah berlalu maupun yang akan datang?!’.
Lalu Nabi pun menjawab,
أفلا أكون عبدا شكورا لقد نزلت علي الليلة آية ويل لمن قرأها ولم يتفكرفيها { إن في خلق السموات والأرض }
‘Apakah aku tidak ingin menjadi hamba yang pandai bersyukur?! Sesungguhnya tadi malam telah turun sebuah ayat kepadaku, sungguh celaka orang yang tidak membacanya dan tidak merenungi kandungannya! Yaitu ayat (yang artinya), “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi….dst sampai selesai” (QS. Ali Imran : 190).” (HR. Ibnu Hiban dan selainnya. Dishahihkan oleh Al-Albani).
Dalam Al Quran, Allah juga mengisahkan kondisi orang-orang shalih yang menangis karenaNya.
“Mereka itulah orang yang telah diberi nikmat oleh Allah, yaitu dari (golongan) para nabi dari keturunan Adam, dan dari orang yang Kami bawa (dalam kapal) bersama Nuh, dan dari keturunan Ibrahim dan Israil (Yakub), dan dari orang yang telah Kami beri petunjuk dan Kami pilih. Apabila dibacakan ayat-ayat Allah Yang Maha Pengasih kepada mereka, maka mereka tunduk sujud dan menangis.” (QS Maryam 19:58)
Begitu pula dengan Abu Hurairah radhiallahu anhu yang tiba-tiba saja menangis pada saat sakitnya menjelang sakaratul maut. Kemudian ada yang bertanya kepada beliau, “Apa yang membuatmu menangis?”. Beliau pun menjawab, “Aku bukan menangis karena dunia yang akan aku tinggalkan ini. Tapi aku menangis karena jauhnya perjalanan yang akan aku lalui sedangkan bekalku teramat sedikit, sementara bisa jadi nanti sore aku harus mendaki jalan ke surga atau neraka, dan aku tidak tahu akan kemana kah digiring diriku nanti?”.
Bagaimana dengan orang-orang zaman sekarang? Bagaimana dengan kita, wahai saudariku? Menangis memang bukanlah suatu kewajiban, tetapi menangis karena takut kepada Allah menjadi tolok ukur kelembutan hati seorang hamba. Menjadi indikator penyeselan seorang hamba atas dosa-dosa yang telah ia perbuat.
Begitu keraskah hati kita hingga tidak dapat menyesali perbuatan dosa yang telah kita lakukan? Begitu keraskah hati kita hingga tak mampu menyadari bahwa azab Allah sangat mengerikan? Begitu keraskah hati kita hingga tak mampu menghadirkan secuil saja rasa takut karena Allah di dalamnya?
Saudariku, sungguh hendaknya kita selalu memohon ampun kepada Allah. Mintalah pertolongan Allah dimanapun dan kapanpun, termasuk pertolongan agar dijauhkan dari kerasnya hati.
Menangislah…. Menangislah, saudariku…
Menangislah dengan syahdu.
Tangisi segala noktah-noktah hitam yang telah kita torehkan dalam dada ini. Tangisi begitu besar dosa yang telah kita timbun sementara kantung pahala kita belumlah terisi. Tangisi akan kehidupan akhirat kita yang telah menanti, keselamatan ataukah kejerumusan yang akan menghampiri.
Menangislah karena takut kepada Allah…
Jangan pernah sekalipun membiarkan mata ini berhenti menangis. Sesungguhnya dalam jasad ini terdapat banyak dosa. Dan anggota tubuh ini berhak untuk mendapatkan hukuman atas kesalahan yang telah ia lakukan.
Sesuai dengan makna dasarnya, qalb (hati) adalah sesuatu yang bolak-balik. Ia tidak berpendirian tetap, tetapi selalu berubah-ubah. Pagi dalam keadaan taat, sore kembali berbuat maksiat. Kemarin sudah bertaubat, hari ini kembali berdosa.
Dan, akhirnya bukanlah hal yang aneh, jika kemudian hati menjadi gelisah. Tanda kegelisahan hati adalah hidup yang terasa hambar. Segala sesuatu dijalani dengan hampa. Makan tidak enak, tidur pun tidak nyenyak. Oleh karena itu, saatnya kita kenali, mengapa hati selalu gelisah.
Pertama, karena banyaknya dosa. Disadari atau tidak, ketika seorang mukmin berbuat dosa, maka akan diliputi oleh rasa bersalah. Dengan demikian, hati pun menjadi gelisah. Hidupnya dalam keterasingan. Ibnu Qayyim berkata, ''Jika kamu menemukan keterasingan karena perbuatan dosa, maka segera tinggalkan dan jauhi dosa dan maksiat. Hati tidak akan tenang dengan perbuatan dosa.''
Kedua, kurang bersyukur. Padahal, Allah menciptakan segala sesuatu, termasuk semua yang ada di langit dan yang ada di bumi, dengan penuh kasih sayang dan hanya untuk manusia. ''Dan tidak ada binatang melata pun yang hidup di muka bumi ini melainkan Allah yang memberinya rezeki ...'' (QS Hud [11]: 6).
Ketiga, banyak menuntut. Bisa dipastikan hati akan selalu gelisah jika seseorang berpikir harus memiliki segala sesuatu, sementara ia tidak mempunyai kemampuan dan daya tunjang yang memadai untuk meraihnya.
Keempat, cinta dunia. Rasulullah SAW mengkhawatirkan umatnya yang mencintai dunia secara berlebihan. ''Yang paling aku takutkan dari umat sepeninggalanku adalah jika kesenangan dunia dan hiasannya dibuka untuk kalian.'' (Muttafaq 'Alaih).
Kelima, terlalu berharap pada manusia. Seseorang yang bergantung pada selain Allah, hanya akan kecewa.
Keenam, berbuat zalim. Menzalimi orang, itu artinya meninggalkan perasaan tidak enak. Karena itu, segeralah meminta maaf. Karena, meminta maaf dekat dengan ketakwaan yang pada akhirnya menimbulkan ketenangan. (QS Al-Baqarah [2]: 237).
Ketujuh, lemah iman. Seseorang yang lemah iman akan mudah mengeluh dan menyalahkan keadaan. Bahkan, orang yang lemah iman tidak yakin dengan kemahakuasaan Allah. Padahal, hidup dan mati, rezeki dan jodoh manusia, semua sudah diatur dan ada dalam kekuasaan Allah SWT.
Kedelapan, tidak sungguh-sungguh menaati syariat Allah, malas beribadah, dan enggan bertaubat kepada-Nya. Itu tampak pada banyaknya tindakan maksiat yang dikerjakan setiap harinya.
Bahagia itu ada di hati. Ada yang beranggapan kalau memiliki rumah mewah, pakaian indah, kendaraan serba “wah”, wah cantiknya, wah mahalnya, wah enaknya, maka hidupnya pasti bahagia. Tetapi tidak! Ternyata semuanya itu hanya fatamorgana. Semuanya hanyalah kebahagiaan semu. Karena, orang yang selalu mengejar dan menghimpun harta dunia, sejatinya adalah orang yang miskin jiwanya dan sengsara hatinya. Kebahagian yang dia damba, ternyata jauh panggang dari api. Bahagia itu tidak terletak pada harta, tetapi terletak di hati dan jiwa setiap manusia. Bahkan, kekayaan yang sebenarnya adalah kekayaan jiwa. INNAMAL GHINA, GHINAN NAFS.
Dalam sejarah ummat manusia, dikenal seorang kaya bernama Abu Lahab, harta kekayaannya dibelanjakan untuk menghambat laju dakwah yang diserukan oleh Nabi Muhammad SAW. Ternyata, hartanya tidak sanggup mengantarkannya pada kebahagian hidup, tidak di dunia apalagi di akhirat. Dia menderita dengan setumpukan hartanya. Dia mendulang dosa dan murka Allah SWT, justeru dengan fasilitas harta yang sudah didapatkannya. Bahagia itu, ketika harta dan segala fasilitas kemudahan hidup yang sudah didapat, dibelanjakan di jalan kebaikan yang mengundang cinta dan ridha dari Allah SWT.
Keluarga teladan selalu mendidik semua anggotanya termasuk dirinya untuk meletakkan status harta, jabatan, anak-anak, isteri, suami, dan segala fasilitas kemudahan hidup duniawi, termasuk kemudahan bejalan-jalan, baik di dunia nyata maupun di dunia maya, sebagai fasilitas pinjaman semata dari Allah SWT.
Statusnya tidak lebih sebagai alat uji. Kemudian, apakah keluarga tersebut teruji sebagai keluarga yang bersyukur dengan nikmat yang sudah didapat. Mereka berjalan di dunia nyata maupun dunia maya dengan mengundang ridha Allah SWT. Bisa jadi, justeru mereka menjadi keluarga yang gagal ujian, karena menjadi keluarga yang kufur atas segala nikmat yang sudah diperoleh. Mereka berjalan di dunia nyata maupun dunia maya dengan menentang Allah SWT dan para pendakwah-Nya, bahkan bersekutu dengan orang-orang yang selalu menentang Allah SWT dan para juru dakwah-Nya.
Alkisah, ada seorang pemuda yang mendapati warisan harta melimpah-ruah, peninggalan kedua orang tuanya. Dia berfoya-foya dengan hartanya sampai habis semuanya. Sekarang, dia menjadi orang miskin dan dijauhi teman-temannya. Pemuda tersebut mendatangi Nasrudin yang bijaksana. “Tuan tolong ramalkan nasib saya kedepannya seperti apa?” “Baiklah, kamu tidak perlu cemas akan nasibmu, karena tidak lama lagi kamu akan mendapatkan kebahagian melebihi dari yang sudah pernah kamu dapati,” jawab sang bijak. “Apakah saya akan menjadi orang kaya dalam waktu dekat?” tanya pemuda penasaran. “Tidak begitu, tetapi kamu akan bahagia dan terbiasa menjadi orang miskin serta jauh dari teman-teman, dengan syarat kamu menerima keadaanmu dengan hati yang lapang. Karena, kebahagian itu letaknya di hati, bukan pada harta benda duniawi.”
Menangis Hingga Dosa ini Terkikis. Segala puji bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah menciptakan segala nikmat kepada setiap makhlukNya. Shalawat dan salam senantiasa tercurahkan untuk Nabi kita, Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam sebagai pembawa risalah kepada seluruh umat agar dapat mengelola setiap nikmat yang telah Allah beri.
Salah satu nikmat yang Allah Subhanahu wa Ta’ala berikan kepada manusia dibanding dengan hewan maupun tumbuhan adalah kemampuan manusia untuk merasa dan mengungkapkan perasaan. Manusia begitu bebas berekspresi dalam menggambarkan suasana hati yang tengah mereka rasakan.
Misalnya saja, seorang anak yang melompat-lompat kegirangan karena mendapatkan hadiah dari kedua orangtuanya, seorang bayi yang sedang rewel karena kehausan, seseorang yang tertawa karena suatu hal yang lucu, seorang pedagang keliling yang kecewa karena hingga larut malam dagangannya belum juga habis, dan masih banyak lagi yang lain.
Tak sedikit pula yang mengungkapkan suatu perasaan dengan menangis. Menangis adalah respon fisiologis yang terkait dengan emosi. Seseorang dapat menangis ketika ia sedang sedih, bahagia, atau bahkan untuk sekedar tangisan pura-pura.
Menangis bukanlah sebuah aktivitas yang tidak boleh dilakukan, karena tak dapat dipungkiri bahwa menangis adalah fitrah setiap manusia.
وَأَنَّهُ هُوَأَضْحَكَ وَأَبْكَى
“dan sesungguhnya Dialah yang menjadikan orang tertawa dan menangis”. (QS. An Najm: 43)
Dalam menafsirkan ayat tersebut, Imam Al Qurthubi berkata,
“Yaitu Allah menetapkan sebab-sebab tertawa dan menangis. Berkata Atha’ bin Abi Muslim, “Allah membuat gembira dan membuat sedih, karena kebahagiaan bisa membuat tertawa dan kesedihan bisa membuat menangis.”
Ada begitu banyak alasan yang mendasari tangisan seseorang. Tangisan itu bermacam-macam. Ibnul Qayyim sendiri membagi tangisan menjadi 10 macam dalam bukunya, Za’adul Ma’ad. Tangisan seseorang menyimpan berjuta makna, dan diantara tangisan itu ada tangisan yang mengantarkan seseorang menuju surga.
“Tidak akan masuk Neraka seseorang yang menangis karena takut kepada Allah, hingga air susu dapat kembali kepada kambingnya (kantong kelenjar susu binatang ternak), dan tidak akan berkumpul antara debu medan jihad fii sabiilillaah dengan asap Neraka Jahannam.” (HR Tirmidzi, dishahihkan oleh Al-Albani)
Mata orang-orang yang menangis karena takut kepada Allah akan dijauhkan dari api neraka.
“Dua mata yang tidak akan disentuh api Neraka, yakni mata yang menangis karena takut kepada Allah dan mata yang terjaga karena siaga (saat berjihad) di jalan Allah.” (HR. Tirmidzi dan dishahihkan oleh al-Albani)
Air mata yang membasahi pipi seorang hamba karena takut kepada penciptaNya merupakan air mata yang mulia. Ia bermakna tinggi dihadapan Allah, ia akan mendapatkan kasih sayang Allah.
“Tidak ada sesuatu yang lebih dicintai Allah selain dua tetesan dan dua bekas. Yaitu, tetesan air mata karena takut kepada Allah dan tetesan darah yang mengalir (saat jihad) di jalan Allah. Adapun dua bekas, yaitu bekas dari berjihad di jalan Allah dan bekas dari menunaikan salah satu kewajiban yang telah Allah tetapkan.” (HR. Tirmidzi dan dishahihkan oleh al-Albani)
Jadi, tangisan yang mengantarkan seseorang kepada surga dan menjauhkan seseorang dari api neraka adalah tangisan karena takut kepada Allah. Air mata tersebut merupakan lambang ketakutan karena takut akan dosa-dosa yang telah ia perbuat, atau takut membayangkan kehidupan akhirat, takut karena kerasnya hati, dsb.
Air mata itu merupakan tameng bagi dirinya dari api neraka. Karena dengannya, ia akan sadar atas hakikat kehidupan. Pemilik air mata itu akan selalu berusaha menjalankan segala perintah Allah dan menjauhi segala larangan Allah.
Begitu juga dengan teladan-teladan kita pada zaman dahulu. Hati mereka begitu lembut hingga mudah menumpahkan air mata karena ketakutan-ketakutan atas azab Allah. Ketundukan dan ketakutan yang dalam kepada Allah menjadikan mereka tak enggan bercucuran air mata. Yang mereka tangisi bukanlah tendensi dunia dan materi, melainkan tangisan yang lebih hanya terfokus pada kehidupan setelah kematian.
Dan yang paling banyak menangis adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dari Ubaidullah bin Umair rahimahullah, suatu saat dia pernah bertanya kepada Aisyah radhiallahu ’anha, “Kabarkanlah kepada kami tentang sesuatu yang pernah engkau lihat yang paling membuatmu kagum pada diri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?”. Maka ‘Asiyah pun terdiam lalu mengatakan, “Pada suatu malam, beliau (Nabi) berkata,
ياعائشة ذريني أتعبد الليلة لربي
‘Wahai Aisyah, biarkanlah malam ini aku sendirian untuk beribadah kepada Rabbku.’
Kata Aisyah,” Aku sampaikan, ‘Demi Allah, sesungguhnya saya sangat senang dekat dengan anda. Namun saya juga merasa senang apa yang membuat anda senang. ’Aisyah menceritakan, ‘Kemudian beliau bangkit lalu bersuci dan kemudian mengerjakan shalat. ’Aisyah berkata, ‘Beliau terus menerus menangis sampai-sampai basahlah bagian depan pakaian beliau!’. Aisyah mengatakan, ‘Ketika beliau duduk [dalam shalat] maka beliau masih terus menangis sampai-sampai jenggotnya pun basah oleh air mata!’.
Aisyah melanjutkan, ‘Kemudian beliau terus menangis sampai-sampai tanah [tempat beliau shalat] pun menjadi ikut basah [karena tetesan air mata]!”. Lalu datanglah Bilal untuk mengumandangkan adzan shalat (Subuh). Ketika dia melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menangis, Bilal pun berkata, ‘Wahai Rasulullah, anda menangis? Padahal Allah telah mengampuni dosa anda yang telah berlalu maupun yang akan datang?!’.
Lalu Nabi pun menjawab,
أفلا أكون عبدا شكورا لقد نزلت علي الليلة آية ويل لمن قرأها ولم يتفكرفيها { إن في خلق السموات والأرض }
‘Apakah aku tidak ingin menjadi hamba yang pandai bersyukur?! Sesungguhnya tadi malam telah turun sebuah ayat kepadaku, sungguh celaka orang yang tidak membacanya dan tidak merenungi kandungannya! Yaitu ayat (yang artinya), “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi….dst sampai selesai” (QS. Ali Imran : 190).” (HR. Ibnu Hiban dan selainnya. Dishahihkan oleh Al-Albani).
Dalam Al Quran, Allah juga mengisahkan kondisi orang-orang shalih yang menangis karenaNya.
“Mereka itulah orang yang telah diberi nikmat oleh Allah, yaitu dari (golongan) para nabi dari keturunan Adam, dan dari orang yang Kami bawa (dalam kapal) bersama Nuh, dan dari keturunan Ibrahim dan Israil (Yakub), dan dari orang yang telah Kami beri petunjuk dan Kami pilih. Apabila dibacakan ayat-ayat Allah Yang Maha Pengasih kepada mereka, maka mereka tunduk sujud dan menangis.” (QS Maryam 19:58)
Begitu pula dengan Abu Hurairah radhiallahu anhu yang tiba-tiba saja menangis pada saat sakitnya menjelang sakaratul maut. Kemudian ada yang bertanya kepada beliau, “Apa yang membuatmu menangis?”. Beliau pun menjawab, “Aku bukan menangis karena dunia yang akan aku tinggalkan ini. Tapi aku menangis karena jauhnya perjalanan yang akan aku lalui sedangkan bekalku teramat sedikit, sementara bisa jadi nanti sore aku harus mendaki jalan ke surga atau neraka, dan aku tidak tahu akan kemana kah digiring diriku nanti?”.
Bagaimana dengan orang-orang zaman sekarang? Bagaimana dengan kita, wahai saudariku? Menangis memang bukanlah suatu kewajiban, tetapi menangis karena takut kepada Allah menjadi tolok ukur kelembutan hati seorang hamba. Menjadi indikator penyeselan seorang hamba atas dosa-dosa yang telah ia perbuat.
Begitu keraskah hati kita hingga tidak dapat menyesali perbuatan dosa yang telah kita lakukan? Begitu keraskah hati kita hingga tak mampu menyadari bahwa azab Allah sangat mengerikan? Begitu keraskah hati kita hingga tak mampu menghadirkan secuil saja rasa takut karena Allah di dalamnya?
Saudariku, sungguh hendaknya kita selalu memohon ampun kepada Allah. Mintalah pertolongan Allah dimanapun dan kapanpun, termasuk pertolongan agar dijauhkan dari kerasnya hati.
Menangislah…. Menangislah, saudariku…
Menangislah dengan syahdu.
Tangisi segala noktah-noktah hitam yang telah kita torehkan dalam dada ini. Tangisi begitu besar dosa yang telah kita timbun sementara kantung pahala kita belumlah terisi. Tangisi akan kehidupan akhirat kita yang telah menanti, keselamatan ataukah kejerumusan yang akan menghampiri.
Menangislah karena takut kepada Allah…
Jangan pernah sekalipun membiarkan mata ini berhenti menangis. Sesungguhnya dalam jasad ini terdapat banyak dosa. Dan anggota tubuh ini berhak untuk mendapatkan hukuman atas kesalahan yang telah ia lakukan.
Sesuai dengan makna dasarnya, qalb (hati) adalah sesuatu yang bolak-balik. Ia tidak berpendirian tetap, tetapi selalu berubah-ubah. Pagi dalam keadaan taat, sore kembali berbuat maksiat. Kemarin sudah bertaubat, hari ini kembali berdosa.
Dan, akhirnya bukanlah hal yang aneh, jika kemudian hati menjadi gelisah. Tanda kegelisahan hati adalah hidup yang terasa hambar. Segala sesuatu dijalani dengan hampa. Makan tidak enak, tidur pun tidak nyenyak. Oleh karena itu, saatnya kita kenali, mengapa hati selalu gelisah.
Pertama, karena banyaknya dosa. Disadari atau tidak, ketika seorang mukmin berbuat dosa, maka akan diliputi oleh rasa bersalah. Dengan demikian, hati pun menjadi gelisah. Hidupnya dalam keterasingan. Ibnu Qayyim berkata, ''Jika kamu menemukan keterasingan karena perbuatan dosa, maka segera tinggalkan dan jauhi dosa dan maksiat. Hati tidak akan tenang dengan perbuatan dosa.''
Kedua, kurang bersyukur. Padahal, Allah menciptakan segala sesuatu, termasuk semua yang ada di langit dan yang ada di bumi, dengan penuh kasih sayang dan hanya untuk manusia. ''Dan tidak ada binatang melata pun yang hidup di muka bumi ini melainkan Allah yang memberinya rezeki ...'' (QS Hud 11: 6).
Ketiga, banyak menuntut. Bisa dipastikan hati akan selalu gelisah jika seseorang berpikir harus memiliki segala sesuatu, sementara ia tidak mempunyai kemampuan dan daya tunjang yang memadai untuk meraihnya.
Keempat, cinta dunia. Rasulullah SAW mengkhawatirkan umatnya yang mencintai dunia secara berlebihan. ''Yang paling aku takutkan dari umat sepeninggalanku adalah jika kesenangan dunia dan hiasannya dibuka untuk kalian.'' (Muttafaq 'Alaih).
Kelima, terlalu berharap pada manusia. Seseorang yang bergantung pada selain Allah, hanya akan kecewa.
Keenam, berbuat zalim. Menzalimi orang, itu artinya meninggalkan perasaan tidak enak. Karena itu, segeralah meminta maaf. Karena, meminta maaf dekat dengan ketakwaan yang pada akhirnya menimbulkan ketenangan. (QS Al-Baqarah [2]: 237).
Ketujuh, lemah iman. Seseorang yang lemah iman akan mudah mengeluh dan menyalahkan keadaan. Bahkan, orang yang lemah iman tidak yakin dengan kemahakuasaan Allah. Padahal, hidup dan mati, rezeki dan jodoh manusia, semua sudah diatur dan ada dalam kekuasaan Allah SWT.
Kedelapan, tidak sungguh-sungguh menaati syariat Allah, malas beribadah, dan enggan bertaubat kepada-Nya. Itu tampak pada banyaknya tindakan maksiat yang dikerjakan setiap harinya.
Bahagia itu ada di hati. Ada yang beranggapan kalau memiliki rumah mewah, pakaian indah, kendaraan serba “wah”, wah cantiknya, wah mahalnya, wah enaknya, maka hidupnya pasti bahagia. Tetapi tidak! Ternyata semuanya itu hanya fatamorgana. Semuanya hanyalah kebahagiaan semu. Karena, orang yang selalu mengejar dan menghimpun harta dunia, sejatinya adalah orang yang miskin jiwanya dan sengsara hatinya. Kebahagian yang dia damba, ternyata jauh panggang dari api. Bahagia itu tidak terletak pada harta, tetapi terletak di hati dan jiwa setiap manusia. Bahkan, kekayaan yang sebenarnya adalah kekayaan jiwa. INNAMAL GHINA, GHINAN NAFS.
Dalam sejarah ummat manusia, dikenal seorang kaya bernama Abu Lahab, harta kekayaannya dibelanjakan untuk menghambat laju dakwah yang diserukan oleh Nabi Muhammad SAW. Ternyata, hartanya tidak sanggup mengantarkannya pada kebahagian hidup, tidak di dunia apalagi di akhirat. Dia menderita dengan setumpukan hartanya. Dia mendulang dosa dan murka Allah SWT, justeru dengan fasilitas harta yang sudah didapatkannya. Bahagia itu, ketika harta dan segala fasilitas kemudahan hidup yang sudah didapat, dibelanjakan di jalan kebaikan yang mengundang cinta dan ridha dari Allah SWT.
Keluarga teladan selalu mendidik semua anggotanya termasuk dirinya untuk meletakkan status harta, jabatan, anak-anak, isteri, suami, dan segala fasilitas kemudahan hidup duniawi, termasuk kemudahan bejalan-jalan, baik di dunia nyata maupun di dunia maya, sebagai fasilitas pinjaman semata dari Allah SWT.
Statusnya tidak lebih sebagai alat uji. Kemudian, apakah keluarga tersebut teruji sebagai keluarga yang bersyukur dengan nikmat yang sudah didapat. Mereka berjalan di dunia nyata maupun dunia maya dengan mengundang ridha Allah SWT. Bisa jadi, justeru mereka menjadi keluarga yang gagal ujian, karena menjadi keluarga yang kufur atas segala nikmat yang sudah diperoleh. Mereka berjalan di dunia nyata maupun dunia maya dengan menentang Allah SWT dan para pendakwah-Nya, bahkan bersekutu dengan orang-orang yang selalu menentang Allah SWT dan para juru dakwah-Nya.
Alkisah, ada seorang pemuda yang mendapati warisan harta melimpah-ruah, peninggalan kedua orang tuanya. Dia berfoya-foya dengan hartanya sampai habis semuanya. Sekarang, dia menjadi orang miskin dan dijauhi teman-temannya. Pemuda tersebut mendatangi Nasrudin yang bijaksana. “Tuan tolong ramalkan nasib saya kedepannya seperti apa?” “Baiklah, kamu tidak perlu cemas akan nasibmu, karena tidak lama lagi kamu akan mendapatkan kebahagian melebihi dari yang sudah pernah kamu dapati,” jawab sang bijak. “Apakah saya akan menjadi orang kaya dalam waktu dekat?” tanya pemuda penasaran. “Tidak begitu, tetapi kamu akan bahagia dan terbiasa menjadi orang miskin serta jauh dari teman-teman, dengan syarat kamu menerima keadaanmu dengan hati yang lapang. Karena, kebahagian itu letaknya di hati, bukan pada harta benda duniawi.”