2 Sebab Sabar dalam Menjauhi Maksiat Menurut (Ibnu Qayyim). Di antara tingkatan sabar tidak hanya terbatas pada sabar terhadap musibah, tetapi juga sabar dalam ketaatan dan menjauhi maksiat.
Menurut Ibnu Qayyim Al Jauziyyah, dalam kitab Madarij As Salikin Baina Manazil Iyyaka Na’budu wa Iyyaka Nasta’in menjelaskan, ada dua alasan seorang Muslim untuk bersabar terhadap kemaksiatan yakni pertama, takut akan ancaman hukuman ketika bermaksiat. Karena dengan rasa takut berarti akan menambah keimanan yang kuat di hatinya. Dalam hadits disebutkan sebagai berikut:
Dari Abu Hurairah RA berkata, "Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda, "Tidaklah seorang pezina saat berzina dsebut sebagai mukmin, dan tidaklah seorang pencuri saatmencuri dusebut mukmin, dan tidaklah seorang yang menimum khamar saat meminumnya disebut mukmin. Sedangkan pintu taubat akan selalu terbuka."
Kedua, adanya rasa malu. Karena ada rasa malu dari Allah SWT berarti menunjukkan ketaatan dan kehadiran hati bersamanya. Dan karena di dalamnya ada pemuliaan dan penghormatan baginya yang tidak ditakuti.
Rasa malu juga akan membangkitkan kekuatan mawas diri, dan menyaksikan keagagunan nama dan sifat Allah. Namun, yang lebih baik dari alasan itu semua adalah hendaknya pendorong menjauhi maksiat adalah alasan cinta. Sebab kecintaan kepada Allah SWT, maka seseorang meninggalkan maksiat.
Terdapat beberapa faktor yang dapat membantu seorang hamba untuk dapat melaksanakan kesabaran jenis kedua (yaitu bersabar ketika disakiti orang lain, ed). (Di antaranya adalah sebagai berikut:)
Pertama, hendaknya dia mengakui bahwa Allah ta’ala adalah Zat yang menciptakan segala perbuatan hamba, baik itu gerakan, diam dan keinginannya. Maka segala sesuatu yang dikehendaki Allah untuk terjadi, pasti akan terjadi. Dan segala sesuatu yang tidak dikehendaki Allah untuk terjadi, maka pasti tidak akan terjadi. Sehingga, tidak ada satupun benda meski seberat dzarrah (semut kecil, ed) yang bergerak di alam ini melainkan dengan izin dan kehendak Allah. Oleh karenanya, hamba adalah ‘alat’. Lihatlah kepada Zat yang menjadikan pihak lain menzalimimu dan janganlah anda melihat tindakannya terhadapmu. (Apabila anda melakukan hal itu), maka anda akan terbebas dari segala kedongkolan dan kegelisahan.
Kedua, hendaknya seorang mengakui akan segala dosa yang telah diperbuatnya dan mengakui bahwasanya tatkala Allah menjadikan pihak lain menzalimi (dirinya), maka itu semua dikarenakan dosa-dosa yang telah dia perbuat sebagaimana firman Allah ta’ala,
“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu, maka itu adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (QS. Asy Syuura: 30).
Apabila seorang hamba mengakui bahwa segala musibah yang menimpanya dikarenakan dosa-dosanya yang telah lalu, maka dirinya akan sibuk untuk bertaubat dan memohon ampun kepada Allah atas dosa-dosanya yang menjadi sebab Allah menurunkan musibah tersebut. Dia justru sibuk melakukan hal itu dan tidak menyibukkan diri mencela dan mengolok-olok berbagai pihak yang telah menzaliminya.
(Oleh karena itu), apabila anda melihat seorang yang mencela manusia yang telah menyakitinya dan justru tidak mengoreksi diri dengan mencela dirinya sendiri dan beristighfar kepada Allah, maka ketahuilah (pada kondisi demikian) musibah yang dia alami justru adalah musibah yang hakiki. (Sebaliknya) apabila dirinya bertaubat, beristighfar dan mengucapkan, “Musibah ini dikarenakan dosa-dosaku yang telah saya perbuat.” Maka (pada kondisi demikian, musibah yang dirasakannya) justru berubah menjadi kenikmatan.
Ali bin Abi Thalib radliallahu ‘anhu pernah mengatakan sebuah kalimat yang indah,
“Hendaknya seorang hamba hanya berharap kepada Rabb-nya dan hendaknya dia takut terhadap akibat yang akan diterima dari dosa-dosa yang telah diperbuatnya.”
Dan terdapat sebuah atsar yang diriwayatkan dari Ali bin Abi Tholib dan selainnya, beliau mengatakan,
“Musibah turun disebabkan dosa dan diangkat dengan sebab taubat.”
Ketiga, hendaknya seorang mengetahui pahala yang disediakan oleh Allah ta’ala bagi orang yang memaafkan dan bersabar (terhadap tindakan orang lain yang menyakitinya). Hal ini dinyatakan dalam firman-Nya,
“Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, maka barang siapa memaafkan dan berbuat baik, maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang zalim.” (QS. Asy Syuura: 40).
Ditinjau dari segi penunaian balasan, manusia terbagi ke dalam tiga golongan, yaitu
[1] golongan yang zalim karena melakukan pembalasan yang melampaui batas,
[2] golongan yang moderat yang hanya membalas sesuai haknya dan
[3] golongan yang muhsin (berbuat baik) karena memaafkan pihak yang menzalimi dan justru meniggalkan haknya untuk membalas. Allah ta’ala menyebutkan ketiga golongan ini dalam ayat di atas, bagian pertama bagi mereka yang moderat, bagian kedua diperuntukkan bagi mereka yang berbuat baik dan bagian akhir diperuntukkan bagi mereka yang telah berbuat zalim dalam melakukan pembalasan (yang melampaui batas).
(Hendaknya dia juga) mengetahui panggilan malaikat di hari kiamat kelak yang akan berkata,
أَلاَ لِيَقُمْ مَنْ وَجَبَ أَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ
“Perhatikanlah! Hendaknya berdiri orang-orang yang memperoleh balasan yang wajib ditunaikan oleh Allah!”
(Ketika panggilan ini selesai dikumandangkan), tidak ada orang yang berdiri melainkan mereka yang (sewaktu di dunia termasuk golongan) yang (senantiasa) memaafkan dan bersabar (terhadap gangguan orang lain kepada dirinya).
Apabila hal ini diiringi dengan pengetahuan bahwa segala pahala tersebut akan hilang jika dirinya menuntut dan melakukan balas dendam, maka tentulah dia akan mudah untuk bersabar dan memaafkan (setiap pihak yang telah menzaliminya).
Keempat, hendaknya dia mengetahui bahwa apabila dia memaafkan dan berbuat baik, maka hal itu akan menyebabkan hatinya selamat dari (berbagai kedengkian dan kebencian kepada saudaranya) serta hatinya akan terbebas dari keinginan untuk melakukan balas dendam dan berbuat jahat (kepada pihak yang menzaliminya). (Sehingga) dia memperoleh kenikmatan memaafkan yang justru akan menambah kelezatan dan manfaat yang berlipat-lipat, baik manfaat itu dirasakan sekarang atau nanti.
Manfaat di atas tentu tidak sebanding dengan “kenikmatan dan manfaat” yang dirasakannya ketika melakukan pembalasan. Oleh karenanya, (dengan perbuatan di atas), dia (dapat) tercakup dalam firman Allah ta’ala,
وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
“Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (QS. Ali Imran: 134).
(Dengan melaksanakan perbuatan di atas), dirinya pun menjadi pribadi yang dicintai Allah. Kondisi yang dialaminya layaknya seorang yang kecurian satu dinar, namun dia malah menerima ganti puluhan ribu dinar. (Dengan demikian), dia akan merasa sangat gembira atas karunia Allah yang diberikan kepadanya melebihi kegembiraan yang pernah dirasakannya.
Kelima, hendaknya dia mengetahui bahwa seorang yang melampiaskan dendam semata-mata untuk kepentingan nafsunya, maka hal itu hanya akan mewariskan kehinaan di dalam dirinya. Apabila dia memaafkan, maka Allah justru akan memberikan kemuliaan kepadanya. Keutamaan ini telah diberitakan oleh rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melalui sabdanya,
“Kemuliaan hanya akan ditambahkan oleh Allah kepada seorang hamba yang bersikap pemaaf.”
(Berdasarkan hadits di atas) kemuliaan yang diperoleh dari sikap memaafkan itu (tentu) lebih disukai dan lebih bermanfaat bagi dirinya daripada kemuliaan yang diperoleh dari tindakan pelampiasan dendam. Kemuliaan yang diperoleh dari pelampiasan dendam adalah kemuliaan lahiriah semata, namun mewariskan kehinaan batin. (Sedangkan) sikap memaafkan (terkadang) merupakan kehinaan di dalam batin, namun mewariskan kemuliaan lahir dan batin.
Keenam, -dan hal ini merupakan salah satu faktor yang paling bermanfaat-, yaitu hendaknya dia mengetahui bahwa setiap balasan itu sesuai dengan amalan yang dikerjakan. (Hendaknya dia menyadari) bahwa dirinya adalah seorang yang zalim lagi pendosa. Begitupula hendaknya dia mengetahui bahwa setiap orang yang memaafkan kesalahan manusia terhadap dirinya, maka Allah pun akan memaafkan dosa-dosanya. Dan orang yang memohonkan ampun setiap manusia yang berbuat salah kepada dirinya, maka Allah pun akan mengampuninya. Apabila dia mengetahui pemaafan dan perbuatan baik yang dilakukannya kepada berbagai pihak yang menzalimi merupakan sebab yang akan mendatangkan pahala bagi dirinya, maka tentulah (dia akan mudah) memaafkan dan berbuat kebajikan dalam rangka (menebus) dosa-dosanya. Manfaat ini tentu sangat mencukupi seorang yang berakal (agar tidak melampiaskan dendamnya).
Ketujuh, hendaknya dia mengetahui bahwa apabila dirinya disibukkan dengan urusan pelampiasan dendam, maka waktunya akan terbuang sia-sia dan hatinya pun akan terpecah (tidak dapat berkonsentrasi untuk urusan yang lain-pent). Berbagai manfaat justru akan luput dari genggamannya. Dan kemungkinan hal ini lebih berbahaya daripada musibah yang ditimbulkan oleh berbagai pihak yang menzhaliminya. Apabila dia memaafkan, maka hati dan fisiknya akan merasa “fresh” untuk mencapai berbagai manfaat yang tentu lebih penting bagi dirinya daripada sekedar mengurusi perkara pelampiasan dendam.
Kedelapan, sesungguhnya pelampiasan dendam yang dilakukannya merupakan bentuk pembelaan diri yang dilandasi oleh keinginan melampiaskan hawa nafsu.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah melakukan pembalasan yang didasari keinginan pribadi, padahal menyakiti beliau termasuk tindakan menyakiti Allah ta’ala dan menyakiti beliau termasuk di antara perkara yang di dalamnya berlaku ketentuan ganti rugi.
Jiwa beliau adalah jiwa yang termulia, tersuci dan terbaik. Jiwa yang paling jauh dari berbagai akhlak yang tercela dan paling berhak terhadap berbagai akhlak yang terpuji. Meskipun demikian, beliau tidak pernah melakukan pembalasan yang didasari keinginan pribadi (jiwanya) (terhadap berbagai pihak yang telah menyakitinya).
Maka bagaimana bisa salah seorang diantara kita melakukan pembalasan dan pembelaan untuk diri sendiri, padahal dia tahu kondisi jiwanya sendiri serta kejelekan dan aib yang terdapat di dalamnya? Bahkan, seorang yang arif tentu (menyadari bahwa) jiwanya tidaklah pantas untuk menuntut balas (karena aib dan kejelekan yang dimilikinya) dan (dia juga mengetahui bahwa jiwanya) tidaklah memiliki kadar kedudukan yang berarti sehingga patut untuk dibela.
Kesembilan, apabila seorang disakiti atas tindakan yang dia peruntukkan kepada Allah (ibadah-pent), atau dia disakiti karena melakukan ketaatan yang diperintahkan atau karena dia meninggalkan kemaksiatan yang terlarang, maka (pada kondisi demikian), dia wajib bersabar dan tidak boleh melakukan pembalasan. Hal ini dikarenakan dirinya telah disakiti (ketika melakukan ketaatan) di jalan Allah, sehingga balasannya menjadi tanggungan Allah.
Oleh karenanya, ketika para mujahid yang berjihad di jalan Allah kehilangan nyawa dan harta, mereka tidak memperoleh ganti rugi karena Allah telah membeli nyawa dan harta mereka.
Dengan demikian, ganti rugi menjadi tanggungan Allah, bukan di tangan makhluk. Barangsiapa yang menuntut ganti rugi kepada makhluk (yang telah menyakitinya), tentu dia tidak lagi memperoleh ganti rugi dari Allah. Sesungguhnya, seorang yang mengalami kerugian (karena disakiti) ketika beribadah di jalan Allah, maka Allah berkewajiban memberikan gantinya.
Apabila dia tersakiti akibat musibah yang menimpanya, maka hendaknya dia menyibukkan diri dengan mencela dirinya sendiri. Karena dengan demikian, dirinya tersibukkan (untuk mengoreksi diri dan itu lebih baik daripada) dia mencela berbagai pihak yang telah menyakitinya.
Apabila dia tersakiti karena harta, maka hendaknya dia berusaha menyabarkan jiwanya, karena mendapatkan harta tanpa dibarengi dengan kesabaran merupakan perkara yang lebih pahit daripada kesabaran itu sendiri.
Setiap orang yang tidak mampu bersabar terhadap panas terik di siang hari, terpaan hujan dan salju serta rintangan perjalanan dan gangguan perampok, maka tentu dia tidak usah berdagang.
Realita ini diketahui oleh manusia, bahwa setiap orang yang memang jujur (dan bersungguh-sungguh) dalam mencari sesuatu, maka dia akan dianugerahi kesabaran dalam mencari sesuatu itu sekadar kejujuran (dan kesungguhan) yang dimilikinya.
Kesepuluh, hendaknya dia mengetahui kebersamaan, kecintaan Allah dan ridla-Nya kepada dirinya apabila dia bersabar. Apabila Allah membersamai seorang, maka segala bentuk gangguan dan bahaya -yang tidak satupun makhluk yang mampu menolaknya- akan tertolak darinya. Allah ta’ala berfirman,
وَاللَّهُ يُحِبُّ الصَّابِرِينَ
“Allah menyukai orang-orang yang bersabar.” (QS. Ali ‘Imran: 146).
Kesebelas, hendaknya dia mengetahui bahwa kesabaran merupakan sebagian daripada iman. Oleh karena itu, sebaiknya dia tidak mengganti sebagian iman tersebut dengan pelampiasan dendam. Apabila dia bersabar, maka dia telah memelihara dan menjaga keimanannya dari aib (kekurangan). Dan Allah-lah yang akan membela orang-orang yang beriman.
Kedua belas, hendaknya dia mengetahui bahwa kesabaran yang dia laksanakan merupakan hukuman dan pengekangan terhadap hawa nafsunya. Maka tatkala hawa nafsu terkalahkan, tentu nafsu tidak mampu memperbudak dan menawan dirinya serta menjerumuskan dirinya ke dalam berbagai kebinasaan.
Tatkala dirinya tunduk dan mendengar hawa nafsu serta terkalahkan olehnya, maka hawa nafsu akan senantiasa mengiringinya hingga nafsu tersebut membinasakannya kecuali dia memperoleh rahmat dari Rabb-nya.
Kesabaran mengandung pengekangan terhadap hawa nafsu berikut setan yang (menyusup masuk di dalam diri). Oleh karenanya, (ketika kesabaran dijalankan), maka kerajaan hati akan menang dan bala tentaranya akan kokoh dan menguat sehingga segenap musuh akan terusir.
Ketiga belas, hendaknya dia mengetahui bahwa tatkala dia bersabar , maka tentu Allah-lah yang menjadi penolongnya. Maka Allah adalah penolong bagi setiap orang yang bersabar dan memasrahkan setiap pihak yang menzaliminya kepada Allah.
Barangsiapa yang membela hawa nafsunya (dengan melakukan pembalasan), maka Allah akan menyerahkan dirinya kepada hawa nafsunya sendiri sehingga dia pun menjadi penolongnya.
Jika demikian, apakah akan sama kondisi antara seorang yang ditolong Allah, sebaik-baik penolong dengan seorang yang ditolong oleh hawa nafsunya yang merupakan penolong yang paling lemah?
Keempat belas, kesabaran yang dilakukan oleh seorang akan melahirkan penghentian kezhaliman dan penyesalan pada diri musuh serta akan menimbulkan celaan manusia kepada pihak yang menzalimi. Dengan demikian, setelah menyakiti dirinya, pihak yang zhalim akan kembali dalam keadaan malu terhadap pihak yang telah dizaliminya. Demikian pula dia akan menyesali perbuatannya, bahkan bisa jadi pihak yang zalim akan berubah menjadi sahabat karib bagi pihak yang dizhalimi. Inilah makna firman Allah ta’ala,
“Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia. Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keuntungan yang besar.” (QS. Fushshilaat: 34-35).
Kelima belas, terkadang pembalasan dendam malah menjadi sebab yang akan menambah kejahatan sang musuh terhadap dirinya. Hal ini juga justru akan memperkuat dorongan hawa nafsu serta menyibukkan pikiran untuk memikirkan berbagai bentuk pembalasan yang akan dilancarkan sebagaimana hal ini sering terjadi.
Apabila dirinya bersabar dan memaafkan pihak yang menzhaliminya, maka dia akan terhindar dari berbagai bentuk keburukan di atas. Seorang yang berakal, tentu tidak akan memilih perkara yang lebih berbahaya.
Betapa banyak pembalasan dendam justru menimbulkan berbagai keburukan yang sulit untuk dibendung oleh pelakunya. Dan betapa banyak jiwa, harta dan kemuliaan yang tetap langgeng ketika pihak yang dizalimi menempuh jalan memaafkan.
Keenam belas, sesungguhnya seorang yang terbiasa membalas dendam dan tidak bersabar mesti akan terjerumus ke dalam kezaliman. Karena hawa nafsu tidak akan mampu melakukan pembalasan dendam dengan adil, baik ditinjau dari segi pengetahuan (maksudnya hawa nafsu tidak memiliki parameter yang pasti yang akan menunjukkan kepada dirinya bahwa pembalasan dendam yang dilakukannya telah sesuai dengan kezaliman yang menimpanya, pent-) dan kehendak (maksudnya ditinjau dari segi kehendak, hawa nafsu tentu akan melakukan pembalasan yang lebih, pent-).
Terkadang, hawa nafsu tidak mampu membatasi diri dalam melakukan pembalasan dendam sesuai dengan kadar yang dibenarkan, karena kemarahan (ketika melakukan pembalasan dendam) akan berjalan bersama pemiliknya menuju batas yang tidak dapat ditentukan (melampaui batas, pent-). Sehingga dengan demikian, posisi dirinya yang semula menjadi pihak yang dizalimi, yang menunggu pertolongan dan kemuliaan, justru berubah menjadi pihak yang zalim, yang akan menerima kehancuran dan siksaan.
Ketujuh belas, kezaliman yang diderita akan menjadi sebab yang akan menghapuskan berbagai dosa atau mengangkat derajatnya. Oleh karena itu, apabila dia membalas dendam dan tidak bersabar, maka kezaliman tersebut tidak akan menghapuskan dosa dan tidakpula mengangkat derajatnya.
Kedelapan belas, kesabaran dan pemaafan yang dilakukannya merupakan pasukan terkuat yang akan membantunya dalam menghadapi sang musuh.
Sesungguhnya setiap orang yang bersabar dan memaafkan pihak yang telah menzaliminya, maka sikapnya tersebut akan melahirkan kehinaan pada diri sang musuh dan menimbulkan ketakutan terhadap dirinya dan manusia. Hal ini dikarenakan manusia tidak akan tinggal diam terhadap kezaliman yang dilakukannya tersebut, meskipun pihak yang dizalimi mendiamkannya. Apabila pihak yang dizalimi membalas dendam, seluruh keutamaan itu akan terluput darinya.
Oleh karena itu, anda dapat menjumpai sebagian manusia, apabila dia menghina atau menyakiti pihak lain, dia akan menuntut penghalalan dari pihak yang telah dizaliminya. Apabila pihak yang dizalimi mengabulkannya, maka dirinya akan merasa lega dan beban yang dahulu dirasakan akan hilang.
Kesembilan belas, apabila pihak yang dizalimi memaafkan sang musuh, maka hati sang musuh akan tersadar bahwa kedudukan pihak yang dizalimi berada di atasnya dan dirinya telah menuai keuntungan dari kezaliman yang telah dilakukannya. Dengan demikian, sang musuh akan senantiasa memandang bahwa kedudukan dirinya berada di bawah kedudukan pihak yang telah dizaliminya. Maka tentu hal ini cukup menjadi keutamaan dan kemuliaan dari sikap memaafkan.
Kedua puluh, apabila seorang memaafkan, maka sikapnya tersebut merupakan suatu kebaikan yang akan melahirkan berbagai kebaikan yang lain, sehingga kebaikannya akan senantiasa bertambah.
Sesungguhnya balasan bagi setiap kebaikan adalah kontinuitas kebaikan (kebaikan yang berlanjut), sebagaimana balasan bagi setiap keburukan adalah kontinuitas keburukan (keburukan yang terus berlanjut). Dan terkadang hal ini menjadi sebab keselamatan dan kesuksesan abadi. Apabila dirinya melakukan pembalasan dendam, seluruh hal itu justru akan terluput darinya.
“Dari Ummu Al-Ala’, dia berkata :”Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjenguk-ku tatkala aku sedang sakit, lalu beliau berkata. ‘Gembirakanlah wahai Ummu Al-Ala’. Sesungguhnya sakitnya orang Muslim itu membuat Allah menghilangkan kesalahan-kesalahan, sebagaimana api yang menghilangkan kotoran emas dan perak“.
Sudah barang tentu engkau akan menghadapi cobaan di dalam kehidupan dunia ini. Boleh jadi cobaan itu menimpa langsung pada dirimu atau suamimu atau anakmu ataupun anggota keluarga yang lain. Tetapi justru disitulah akan tampak kadar imanmu. Allah menurunkan cobaan kepadamu, agar Dia bisa menguji imanmu, apakah engkau akan sabar ataukah engkau akan marah-marah, dan adakah engkau ridha terhadap takdir Allah Swt.
Wasiat yang ada dihadapanmu ini disampaikan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tatkala menasihati Ummu Al-Ala’ Radhiyallahu anha, seraya menjelaskan kepadanya bahwa orang mukmin itu diuji Rabb-nya agar Dia bisa menghapus kesalahan dan dosa-dosanya.
Selagi engkau memperhatikan kandungan Kitab Allah, tentu engkau akan mendapatkan bahwa yang bisa mengambil manfaat dari ayat-ayat dan mengambil nasihat darinya adalah orang-orang yang sabar, sebagaimana firman Allah.
“Dan, di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah kapal-kapal (yang berlayar) di laut seperti gunung-gunung. Jikalau Dia menghendaki, Dia akan menenangkan angin, maka jadilah kapal-kapal itu terhenti di permukaan laut. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan) -Nya bagi setiap orang yang bersabar dan banyak bersyukur”. [Asy-Syura/42 : 32-33]
Engkau juga akan mendapatkan bahwa Allah memuji orang-orang yang sabar dan menyanjung mereka. Firman-Nya.
“Dan, orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan, mereka itulah orang-orang yang benar (imannya), dan mereka itulah orang-orang yang bertaqwa“. [Al-Baqarah/2 : 177]
Engkau juga akan tahu bahwa orang yang sabar adalah orang-orang yang dicintai Allah, sebagaimana firman-Nya.
وَاللَّهُ يُحِبُّ الصَّابِرِينَ
“Dan, Allah mencintai orang-orang yang sabar“. [Ali Imran/3 : 146]
Engkau juga akan mendapatkan bahwa Allah memberi balasan kepada orang-orang yang sabar dengan balasan yang lebih baik daripada amalnya dan melipat gandakannya tanpa terhitung. Firman-Nya.
“Dan, sesungguhnya Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang sabar dengan pahala yang lebih baik dari apa yang mereka kerjakan“. [An-Nahl/16 : 96]
“Sedang para malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu, (sambil mengucapkan) :’Salamun ‘alaikum bima shabartum’. Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu” [Ar-Ra’d/13 : 23-24]
Benar. Semua ini merupakan balasan bagi orang-orang yang sabar dalam menghadapi cobaan. Lalu kenapa tidak ? Sedangkan orang mukmin selalu dalam keadaan yang baik ?.
Dari Shuhaib Radhiyallahu anhu, sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda. “Sungguh menakjubkan urusan orang mukmin. Sesungguhnya semua urusannya adalah baik. Apabila mendapat kelapangan, maka dia bersyukur dan itu kebaikan baginya. Dan, bila ditimpa kesempitan, maka dia bersabar, dan itu kebaikan baginya”. Engkau harus tahu bahwa Allah mengujimu menurut bobot iman yang engkau miliki. Apabila bobot imanmu berat, Allah akan memberikan cobaan yang lebih keras. Apabila ada kelemahan dalam agamamu, maka cobaan yang diberikan kepadamu juga lebih ringan.
“Dari Sa’id bin Abi Waqqash Radhiyallahu anhu, dia berkata. ‘Aku pernah bertanya : Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling keras cobaannya ?. Beliau menjawab. Para nabi, kemudian orang pilihan dan orang pilihan lagi. Maka seseorang akan diuji menurut agamanya. Apabila agamanya merupakan (agama) yang kuat, maka cobaannya juga berat. Dan, apabila di dalam agamanya ada kelemahan, maka dia akan diuji menurut agamanya. Tidaklah cobaan menyusahkan seorang hamba sehingga ia meninggalkannya berjalan di atas bumi dan tidak ada satu kesalahan pun pada dirinya”.
“Dari Abu Sa’id Al-Khudry Radhiyallahu anhu, dia berkata. ‘Aku memasuki tempat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan beliau sedang demam. Lalu kuletakkan tanganku di badan beliau. Maka aku merasakan panas ditanganku di atas selimut. Lalu aku berkata.’Wahai Rasulullah, alangkah kerasnya sakit ini pada dirimi’. Beliau berkata :’Begitulah kami (para nabi). Cobaan dilipatkan kepada kami dan pahala juga ditingkatkan bagi kami’. Aku bertanya.’Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling berat cobaannya ?. Beliau menjawab. ‘Para nabi. Aku bertanya. ‘Wahai Rasulullah, kemudian siapa lagi?. Beliau menjawab.’Kemudian orang-orang shalih. Apabila salah seorang di antara mereka diuji dengan kemiskinan, sampai-sampai salah seorang diantara mereka tidak mendapatkan kecuali (tambalan) mantel yang dia himpun. Dan, apabila salah seorang diantara mereka sungguh merasa senang karena cobaan, sebagaimana salah seorang diantara kamu yang senang karena kemewahan”.
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ia berkata. “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Cobaan tetap akan menimpa atas diri orang mukmin dan mukminah, anak dan juga hartanya, sehingga dia bersua Allah dan pada dirinya tidak ada lagi satu kesalahanpun”. Selagi engkau bertanya :”Mengapa orang mukmin tidak menjadi terbebas karena keutamaannya di sisi Rabb.?”.
Dapat kami jawab :”Sebab Rabb kita hendak membersihkan orang Mukmin dari segala maksiat dan dosa-dosanya. Kebaikan-kebaikannya tidak akan tercipta kecuali dengan cara ini. Maka Dia mengujinya sehingga dapat membersihkannya. Inilah yang diterangkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap Ummul ‘Ala dan Abdullah bin Mas’ud. Abdullah bin Mas’ud pernah berkata.”Aku memasuki tempat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan beliau sedang demam, lalu aku berkata.’Wahai Rasulullah, sesungguhnya engkau sungguh menderita demam yang sangat keras’.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata.”Benar. Sesungguhnya aku demam layaknya dua orang diantara kamu yang sedang demam”.
Abdullah bin Mas’ud berkata.”Dengan begitu berarti ada dua pahala bagi engkau ?” Beliau menjawab. “Benar”. Kemudian beliau berkata.”Tidaklah seorang muslim menderita sakit karena suatu penyakit dan juga lainnya, melainkan Allah menggugurkan kesalahan-kesalahannya dengan penyakit itu, sebagaimana pohon yang menggugurkan daun-daunnya”.
Dari Abi Sa’id Al-Khudry dan Abu Hurairah Radhiyallahu anhuma, keduanya pernah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda. “Tidaklah seorang Mukmin ditimpa sakit, letih, demam, sedih hingga kekhawatiran yang mengusiknya, melainkan Allah mengampuni kesalahan-kesalahannya”.
Sabar menghadapi sakit, menguasai diri karena kekhawatiran dan emosi, menahan lidahnya agar tidak mengeluh, merupakan bekal bagi orang mukmin dalam perjalanan hidupnya di dunia. Maka dari itu sabar termasuk dari sebagian iman, sama seperti kedudukan kepala bagi badan. Tidak ada iman bagi orang yang tidak sabar, sebagaimana badan yang tidak ada artinya tanpa kepala. Maka Umar bin Al-Khaththab Radhiyallahu anhu berkata. “Kehidupan yang paling baik ialah apabila kita mengetahuinya dengan berbekal kesabaran”. Maka andaikata engkau mengetahui tentang pahala dan berbagai cobaan yang telah dijanjikan Allah bagimu, tentu engkau bisa bersabar dalam menghadapi sakit. Perhatikanlah riwayat berikut ini.
“Dari Atha’ bin Abu Rabbah, dia berkata. “Ibnu Abbas pernah berkata kepadaku. ‘Maukah kutunjukkan kepadamu seorang wanita penghuni sorga .?. Aku menjawab. ‘Ya’. Dia (Ibnu Abbas) berkata. “Wanita berkulit hitam itu pernah mendatangi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, seraya berkata.’Sesungguhnya aku sakit ayan dan (auratku) terbuka. Maka berdoalah bagi diriku. Beliau berkata.’Apabila engkau menghendaki, maka engkau bisa bersabar dan bagimu adalah sorga. Dan, apabila engkau menghendaki bisa berdo’a sendiri kepada Allah hingga Dia memberimu afiat’. Lalu wanita itu berkata. ‘Aku akan bersabar. Wanita itu berkata lagi. ‘Sesungguhnya (auratku) terbuka. Maka berdo’alah kepada Allah bagi diriku agar (auratku) tidak terbuka’. Maka beliau pun berdoa bagi wanita tersebut”.
Perhatikanlah, ternyata wanita itu memilih untuk bersabar menghadapi penyakitnya dan dia pun masuk sorga. Begitulah yang mestinya engka ketahui, bahwa sabar menghadapi cobaan dunia akan mewariskan sorga. Diantara jenis kesabaran menghadapi cobaan ialah kesabaran wanita muslimah karena diuji kebutaan oleh Rabb-nya. Disini pahalanya jauh lebih besar.
Dari Anas bin Malik, dia berkata.”Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda. “Sesungguhnya Allah berfirman.’Apabila Aku menguji hamba-Ku dengan kebutaan) pada kedua matanya lalu dia bersabar, maka Aku akan mengganti kedua matanya itu dengan sorga” [9]
Maka engkau harus mampu menahan diri tatkala sakit dan menyembunyikan cobaan yang menimpamu. Al-Fudhail bin Iyadh pernah mendengar seseorang mengadukan cobaan yang menimpanya. Maka dia berkata kepadanya.”Bagaimana mungkin engkau mengadukan yang merahmatimu kepada orang yang tidak memberikan rahmat kepadamu .?”
Sebagian orang Salaf yang shalih berkata :”Barangsiapa yang mengadukan musibah yang menimpanya, seakan-akan dia mengadukan Rabb-nya”.
Yang dimaksud mengadukan di sini bukan membeberkan penyakit kepada dokter yang mengobatinya. Tetapi pengaduan itu merupakan gambaran penyesalan dan penderitaan karena mendapat cobaan dari Allah, yang dilontarkan kepada orang yang tidak mampu mengobati, seperti kepada teman atau tetangga.
Orang-orang Salaf yang shalih dari umat kita pernah berkata. “Empat hal termasuk simpanan sorga, yaitu menyembunyikan musibah, menyembunyikan merahasiakan) shadaqah, menyembunyikan kelebihan dan menyembunyikan sakit”.
Selanjutnya perhatikan perkataan Ibnu Abdi Rabbah Al-Andalusy : “Asy-Syaibany pernah berkata.’Temanku pernah memberitahukan kepadaku seraya berkata.’Syuraih mendengar tatkala aku mengeluhkan kesedihanku kepada seorang teman. Maka dia memegang tanganku seraya berkata.’Wahai anak saudaraku, janganlah engkau mengeluh kepada selain Allah. Karena orang yang engkau keluhi itu tidak lepas dari kedudukannya sebagai teman atau lawan.
Kalau dia seorang teman, berarti engkau berduka dan tidak bisa memberimu manfaat. Kalau dia seorang lawan, maka dia akan bergembira karena deritamu. Lihatlah salah satu mataku ini,’sambil menunjuk ke arah matanya’, demi Allah, dengan mata ini aku tidak pernah bisa melihat seorangpun, tidak pula teman sejak lima tahun yang lalu. Namun aku tidak pernah memberitahukannya kepada seseorang hingga detik ini. Tidakkah engkau mendengar perkataan seorang hamba yang shalih (Yusuf) :”Sesungguhnya hanya kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku”. Maka jadikanlah Allah sebagai tempatmu mengadu tatkala ada musibah yang menimpamu. Sesungguhnya Dia adalah penanggung jawab yang paling mulia dan yang paling dekat untuk dimintai do’a”. [Al-Aqdud-Farid, 2/282]
Abud-Darda’ Radhiyallahu anhu berkata. “Apabila Allah telah menetapkan suatu taqdir,maka yang paling dicintai-Nya adalah meridhai taqdir-Nya”. [Az-Zuhd, Ibnul Mubarak, hal. 125]
Perbaharuilah imanmu dengan lafazh La ilaha illallah dan carilah pahala di sisi Allah karena cobaan yang menimpamu. Janganlah sekali-kali engkau katakan :”Andaikan saja hal ini tidak terjadi”, tatkala menghadapi taqdir Allah. Sesungguhnya tidak ada taufik kecuali dari sisi Allah Swt.
Tidak Perlu Khawatir dengan Rezeki/Uang. Rezeki kita sudah diatur dan sudah ditentukan. Kita tetap berikhtiar. Namun tetap ketentuan rezeki kita sudah ada yang mengatur. So, tak perlu khawatir akan rezeki. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, sbb ini ;
“Allah telah mencatat takdir setiap makhluk sebelum 50.000 tahun sebelum penciptaan langit dan bumi.” (HR. Muslim no. 2653, dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash)
“Sesungguhnya awal yang Allah ciptakan (setelah ‘arsy, air dan angin) adalah qalam (pena), kemudian Allah berfirman, “Tulislah”. Pena berkata, “Apa yang harus aku tulis”. Allah berfirman, “Tulislah takdir berbagai kejadian dan yang terjadi selamanya.” (HR. Tirmidzi no. 2155. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Ibnul Qayyim berkata, “Fokuskanlah pikiranmu untuk memikirkan apapun yang diperintahkan Allah kepadamu. Jangan menyibukkannya dengan rezeki yang sudah dijamin untukmu. Karena rezeki dan ajal adalah dua hal yang sudah dijamin, selama masih ada sisa ajal, rezeki pasti datang. Jika Allah -dengan hikmahNya- berkehendak menutup salah satu jalan rezekimu, Dia pasti –dengan rahmatNya- membukan jalan lain yang lebih bermanfaat bagimu.
Renungkanlah keadaan janin, makanan datang kepadanya, berupa darah dari satu jalan, yaitu pusar.
Lalu ketika dia keluar dari perut ibunya dan terputus jalan rezeki itu, Allah membuka untuknya DUA JALAN REZEKI yang lain [yakni dua puting susu ibunya], dan Allah mengalirkan untuknya di dua jalan itu; rezeki yang lebih baik dan lebih lezat dari rezeki yang pertama, itulah rezeki susu murni yang lezat.
Lalu ketika masa menyusui habis, dan terputus dua jalan rezeki itu dengan sapihan, Allah membuka EMPAT JALAN REZEKI lain yang lebih sempurna dari yang sebelumnya; yaitu dua makanan dan dua minuman. Dua makanan = dari hewan dan tumbuhan. Dan dua minuman = dari air dan susu serta segala manfaat dan kelezatan yang ditambahkan kepadanya.
Lalu ketika dia meninggal, terputuslah empat jalan rezeki ini, Namun Allah –Ta’ala- membuka baginya -jika dia hamba yang beruntung- DELAPAN JALAN REZEKI, itulah pintu-pintu surga yang berjumlah delapan, dia boleh masuk surga dari mana saja dia kehendaki.
Dan begitulah Allah Ta’ala, Dia tidak menghalangi hamba-Nya untuk mendapatkan sesuatu, kecuali Dia berikan sesuatu yang lebih afdhol dan lebih bermanfaat baginya. Dan itu tidak diberikan kepada selain orang mukmin, karenanya Dia menghalanginya dari bagian yang rendahan dan murah, dan Dia tidak rela hal tersebut untuknya, untuk memberinya bagian yang mulia dan berharga.” (Al Fawaid, hal. 94, terbitan Maktabah Ar Rusyd, tahqiq: Salim bin ‘Ied Al Hilali)
Masihkah kita khawatir dengan rezeki?
Ingatlah, rezeki selain sudah diatur, juga sudah dibagi dengan adil.
“Dan jikalau Allah melapangkan rezki kepada hamba-hamba-Nya tentulah mereka akan melampaui batas di muka bumi, tetapi Allah menurunkan apa yang dikehendaki-Nya dengan ukuran. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui (keadaan) hamba-hamba-Nya lagi Maha Melihat.” (QS. Asy Syuraa: 27)
Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan, “Allah memberi rizki pada mereka sesuai dengan pilihan-Nya dan Allah selalu melihat manakah yang maslahat untuk mereka. Allah tentu yang lebih mengetahui manakah yang terbaik untuk mereka. Allah-lah yang memberikan kekayaan bagi mereka yang Dia nilai pantas menerimanya. Dan Allah-lah yang memberikan kefakiran bagi mereka yang Dia nilai pantas menerimanya.” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 6: 553)
Dalam hidup, setiap manusia pernah melakukan dosa entah itu kecil ataupun besar. Oleh karenanya, dalam Islam, bertaubat dari dosa merupakan salah satu perbuatan yang sangat dicintai Allah Swt. Dalam salah satu ceramahnya, Ustadz Adi Hidayat menyampaikan bahwa tanda-tanda seseorang sudah diampuni Allah SWT adalah tidak akan mengulangi perbuatan yang sama. Selain itu, Allah SWT akan menjaga dan melindungi orang tersebut agar tidak berbuat maksiat yang serupa dan maksiat lainnya.
"Kata para ulama ciri orang yang diampuni dosanya oleh Allah, dia akan dijaga tidak akan pernah berbuat maksiat yang serupa atau maksiat yang lainnya dalam hidup ini," tuturnya" Jadi kalau teman-teman pernah bertaubat dari dosa ciri ampunannya itu tidak akan terulang lagi dan akan berganti dengan amal shaleh," katanya melanjutkan. Ustadz Adi Hidayat menambahkan bahwa perbuatan salah tidak akan pernah beringingan dan perbuatan shaleh.
Dan apabila perbuatan salah sudah hilang maka di saat itulah perbuatan shaleh akan muncul untuk menggantikannya. "Shaleh lawannya salah. Jadi kalau yang salah sudah hilang yang shaleh akan muncul," ujaranya. Lebih lanjut, Ustadz Adi Hidayat menyampaikan tentang keutamaan bertaubat dengan memperbanyak istighfar. Menurutnya, dengan memperbanyak istighfar maka Allah akan mengampuni dosa-dosa yang telah diperbuat dan memberikan rasa cinta-Nya.
Apabila Allah sudah cinta terhadap satu hamba, maka hamba tersebut tidak akan pernah mengalami kesusahan. Bahkan saat susah pun, hamba itu akan tetap merasakan ketenangan dan kenyamanan serta terhindar dari hati yang gelisah. "Kalau Anda sudah mendekat menjadi hamba yang dicintai oleh Allah Anda tidak akan susah dalam kehidupan dunia, dan salah satu cara mendekatkan diri pada Allah adalah dengan Istighfar," ungkapnya.
Ustadz Adi Hidayat menambahkan jika Allah SWT sudah mencintai hamba-Nya maka bukan hanya terlepas dari kesusahan hidup. Segala harapan dan permintaan yang belum diucapkan saja akan langsung diberikan Allah SWT ketika dunia. Selain itu, Allah SWT pun telah menyiapkan kenikmatan yang kekal kelak di akhirat yaitu surga. "Kalau Anda sudah dicintai Allah jangankan kemudahan hidup doa Anda seketika sebelum meminta sudah Allah kabulkan," pungkasnya. Sosok Ustadz Adi Hidayat mengungkap tentang tanda-tanda seseorang sudah mendapatkan ampunan Allah.
Dalam hidup, setiap manusia pernah melakukan dosa entah itu kecil ataupun besar. Oleh karenanya, dalam Islam, bertaubat dari dosa merupakan salah satu perbuatan yang sangat dicintai Allah. Dalam salah satu ceramahnya, Ustadz Adi Hidayat menyampaikan bahwa tanda-tanda seseorang sudah diampuni Allah SWT adalah tidak akan mengulangi perbuatan yang sama. Selain itu, Allah SWT akan menjaga dan melindungi orang tersebut agar tidak berbuat maksiat yang serupa dan maksiat lainnya.
"Kata para ulama ciri orang yang diampuni dosanya oleh Allah, dia akan dijaga tidak akan pernah berbuat maksiat yang serupa atau maksiat yang lainnya dalam hidup ini," tuturnya. "Jadi kalau teman-teman pernah bertaubat dari dosa ciri ampunannya itu tidak akan terulang lagi dan akan berganti dengan amal shaleh," katanya melanjutkan. Ustadz Adi Hidayat menambahkan bahwa perbuatan salah tidak akan pernah beringingan dan perbuatan shaleh. Dan apabila perbuatan salah sudah hilang maka di saat itulah perbuatan shaleh akan muncul untuk menggantikannya.
"Shaleh lawannya salah. Jadi kalau yang salah sudah hilang yang shaleh akan muncul," ujaranya. Lebih lanjut, Ustadz Adi Hidayat menyampaikan tentang keutamaan bertaubat dengan memperbanyak istighfar. Menurutnya, dengan memperbanyak istighfar maka Allah akan mengampuni dosa-dosa yang telah diperbuat dan memberikan rasa cinta-Nya. Apabila Allah sudah cinta terhadap satu hamba, maka hamba tersebut tidak akan pernah mengalami kesusahan.
Bahkan saat susah pun, hamba itu akan tetap merasakan ketenangan dan kenyamanan serta terhindar dari hati yang gelisah. "Kalau Anda sudah mendekat menjadi hamba yang dicintai oleh Allah Anda tidak akan susah dalam kehidupan dunia, dan salah satu cara mendekatkan diri pada Allah adalah dengan Istighfar," ungkapnya. Ustadz Adi Hidayat menambahkan jika Allah SWT sudah mencintai hamba-Nya maka bukan hanya terlepas dari kesusahan hidup.
Segala harapan dan permintaan yang belum diucapkan saja akan langsung diberikan Allah SWT ketika dunia. Selain itu, Allah SWT pun telah menyiapkan kenikmatan yang kekal kelak di akhirat yaitu surga. "Kalau Anda sudah dicintai Allah jangankan kemudahan hidup doa Anda seketika sebelum meminta sudah Allah kabulkan," pungkasnya.
Tanda-tanda Dosa Sudah Diampuni Allah Swt ketika Selesai Bertaubat, Akan Dijaga Allah Swt (Ustadz Adi Hidayat). Sosok Ustadz Adi Hidayat mengungkap tentang tanda-tanda seseorang sudah mendapatkan ampunan Allah. Dalam hidup, setiap manusia pernah melakukan dosa entah itu kecil ataupun besar. Oleh karenanya, dalam Islam, bertaubat dari dosa merupakan salah satu perbuatan yang sangat dicintai Allah.Dalam salah satu ceramahnya, Ustadz Adi Hidayat menyampaikan bahwa tanda-tanda seseorang sudah diampuni Allah SWT adalah tidak akan mengulangi perbuatan yang sama.
Selain itu, Allah SWT akan menjaga dan melindungi orang tersebut agar tidak berbuat maksiat yang serupa dan maksiat lainnya. "Kata para ulama ciri orang yang diampuni dosanya oleh Allah, dia akan dijaga tidak akan pernah berbuat maksiat yang serupa atau maksiat yang lainnya dalam hidup ini," tuturnya "Jadi kalau teman-teman pernah bertaubat dari dosa ciri ampunannya itu tidak akan terulang lagi dan akan berganti dengan amal shaleh," katanya melanjutkan.
Ustadz Adi Hidayat menambahkan bahwa perbuatan salah tidak akan pernah beringingan dan perbuatan shaleh. Dan apabila perbuatan salah sudah hilang maka di saat itulah perbuatan shaleh akan muncul untuk menggantikannya. "Shaleh lawannya salah. Jadi kalau yang salah sudah hilang yang shaleh akan muncul," ujaranya. Lebih lanjut, Ustadz Adi Hidayat menyampaikan tentang keutamaan bertaubat dengan memperbanyak istighfar.
Menurutnya, dengan memperbanyak istighfar maka Allah akan mengampuni dosa-dosa yang telah diperbuat dan memberikan rasa cinta-Nya. Apabila Allah sudah cinta terhadap satu hamba, maka hamba tersebut tidak akan pernah mengalami kesusahan. Bahkan saat susah pun, hamba itu akan tetap merasakan ketenangan dan kenyamanan serta terhindar dari hati yang gelisah. "Kalau Anda sudah mendekat menjadi hamba yang dicintai oleh Allah Anda tidak akan susah dalam kehidupan dunia, dan salah satu cara mendekatkan diri pada Allah adalah dengan Istighfar," ungkapnya.
Ustadz Adi Hidayat menambahkan jika Allah SWT sudah mencintai hamba-Nya maka bukan hanya terlepas dari kesusahan hidup. Segala harapan dan permintaan yang belum diucapkan saja akan langsung diberikan Allah SWT ketika dunia. Selain itu, Allah SWT pun telah menyiapkan kenikmatan yang kekal kelak di akhirat yaitu surga. "Kalau Anda sudah dicintai Allah jangankan kemudahan hidup doa Anda seketika sebelum meminta sudah Allah kabulkan," pungkasnya. Kandungan Surat Az-Zumar Ayat 53, Salah Satunya Pengingat Dosa dan Taubat. Salah satu ayat dalam Alquran yang popular adalah surat Az-Zumar ayat 53. Ini karena ayat ini menunjukkan kasih sayang Allah SWT yang begitu luas, bahkan bagi orang yang berdosa.
Surat Az-Zumar (الزمر) sendiri termasuk dalam surat makkiyah. Nama Az-Zumar berasal dari bahasa Arab yang berarti rombongan-rombongan, diambil dari kata yang terdapat pada ayat 71 dan 73 surat ini. Selain Az-Zumar, surat ini juga dinamakan dengan surat Al-Ghuraf, yang diambil dari kata pada ayat ke-20. Kandungan utama surat ini adalah penjelasan tauhid dan bukti bahwa Allah SWT Maha Pemurah. Berikut ini adalah bacaan, tulisan latin, dan arti dari Surat Az-Zumar Ayat 53:
Artinya: Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS Az-Zumar: 53)
Dirangkum dari berbagai sumber, tafsir dari Surat Az-Zumar ayat 53 ini secara umum mengandung hal-hal yang berkaitan dengan keimanan dan juga meningkatkan rasa optimis akan adanya ampunan dari Allah SWT.
Beberapa di antaranya yakni:
1. Jangan Putus Asa dari Rahmat Allah SWT
Ibnu Katsir menjelaskan, ayat ini merupakan seruan kepada orang-orang yang pendurhaka serta orang kafir, agar bertaubat dan kembali kepada Allah SWT.
Ayat ini menunjukkan betapa besarnya rahmat Allah SWT kepada hamba-Nya. Meskipun durhaka dan melampaui batas, Allah SWT teta* menyeru dengan panggilan yang sangat lembut: ‘ibaadii (hamba-hambaKu).
Meskipun telah melakukan hal yang melampaui batas, durhaka, banyak berbuat dosa, namun saat dipanggil dengan kata “’ibaadii’, Allah SWT menyeru untuk tidak berputus asa dari rahmat-Nya.
Sayyid Qutb dalam Tafsir Fi Zilalil Quran menjelaskan, ayat ini menyeru kepada harapan, optimisme, cita-cita, dan kepercayaan akan ampunan Allah.
Oleh karena itu, tidak berlebihan jika Ibnu Mas’ud menyebut ayat ini adalah ayat Alquran yang paling menggembirakan.
2. Allah SWT Akan Mengampuni Dosa
Pengampunan dosa menjadi poin penting lainnya dari tafsir Surat Az Zumar ayat 53 ini. Ibnu Katsir menjelaskan bahwa artinya Allah SWT mengampuni semua dosa tanpa peduli betapapun banyaknya.
Asal bertaubat, maka Allah SWT akan mengampuninya. Sebagaimana tercantum dalam surat yang lain:
(A lam ya'lamū annallāha huwa yaqbalut-taubata 'an 'ibādihī …)
Artinya: “Tidakkah mereka mengetahui bahwa Allah menerima taubat dari hamba-hambaNya,” (QS At-Taubah: 104).
Dosa tersebut juga termasuk dosa syirik yang benar-benar dosa besar, akan diampuni asalkan benar-benar bertaubat. Sebab, syirik yang tidak akan diampuni Allah SWT adalah syirik yang dibawa mati.
3. Allah SWT Maha Pengampun dan Maha Penyayang
Buya Hamka menjelaskan, ayat menunjukkan luasnya rahmat Allah SWT. Sehingga, bagaimana pun besarnya dosa dan maksiat, akan terlihat seperti sebutir pasir yang akan hilang oleh ampunan-Nya.
4. Janji Allah SWT kepada Nabi Adam AS
Dalam sebuah hadis Qudsi, telah disebutkan bahwa ayat ini merupakan janji Allah SWT kepada Nabi Adam as setelah diturunkan ke dunia.
Nabi Adam berkata: “Wahai Tuhanku, sesungguhnya engkau telah membuat Iblis mampu menguasaiku dan keturunanku, dan aku tidak sanggup membendungnya kecuali atas izin-Mu.”
Allah SWT berfirman: “Wahai Adam, sesungguhnya setiap keturunanmu yang lahir akan ditemani oleh malaikat penjaga.”
Nabi Adam menjawab: “Wahai Tuhanku, tambahkanlah lagi.”
Allah SWT berfirman: “Pintu taubat akan senantiasa terbuka bagi keturunanmu, pintu itu tidak akan tertutup hingga hari kiamat.”
Nabi Adam menjawab: “Wahai Tuhanku, tambahkanlah lagi.”
Allah SWT berfirman: “Setiap kebaikan yang dilakukan keturunanmu akan dibalas sebanyak sepuluh kali lipat, sedangkan keburukan atau kejahatan hanya dibalas setimpal.”
Nabi Adam menjawab: “Wahai Tuhanku, tambahkanlah lagi.”
Allah SWT berfirman: “Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri! Janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah…”
5. Mengutamakan Kasih Sayang
Dari Surat Az-Zumar Ayat 53 ini juga terdapat psikologi dakwah Islam dalam perspektif Alquran, yakni mendahulukan cinta dan kasih serta kelembutan di atas segalanya.
Pada aspek tertentu, seseorang memang harus berlaku keras dan tegas. Namun di sisi lain, ketegasan tersebut jangan sampai membuat lupa bahwa agama Islam adalah agama yang mengutamakan cinta, kedamaian, dan kesejahteraan.
Menurut studi yang dipublikasikan Digital Library UIN Sunan Ampel Surabaya, putus asa merupakan godaan dari setan untuk mempengaruhi keimanan, supaya tidak merasa yakin dengan keimanan dan keikhlasan dalam berkeyakinan.
Dan ayat ini benar-benar menjelaskan hal tersebut. Oleh karena itu, berikut ini adalah beberapa isi kandungan Surat Az-Zumar ayat 53:
Allah SWT melarang berputus asa betapapun banyaknya dosa yang telah diperbuat
Memberikan harapan dan membangun sikap optimis terhadap ampunan Allah SWT
Ampunan Allah sangat luas, sehingga akan mengampuni semua dosa asalkan benar-benar bertaubat
Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang
Janji Allah SWT kepada Nabi Adam AS
Mengutamakan kelembutan serta kasih sayang
Inilah pejelasan mengenai Surat Az Zumar ayat 53. Semoga dapat bermanfaat, menjauhkan diri dari rasa putus asa, dan menanamkan rasa optimis akan ampunan dari Allah SWT.
Kandungan Surat Az-Zumar Ayat 53, Salah Satunya Pengingat Dosa dan Taubat. Salah satu ayat dalam Alquran yang popular adalah surat Az-Zumar ayat 53. Ini karena ayat ini menunjukkan kasih sayang Allah SWT yang begitu luas, bahkan bagi orang yang berdosa. Surat Az-Zumar (الزمر) sendiri termasuk dalam surat makkiyah. Nama Az-Zumar berasal dari bahasa Arab yang berarti rombongan-rombongan, diambil dari kata yang terdapat pada ayat 71 dan 73 surat ini.
Selain Az-Zumar, surat ini juga dinamakan dengan surat Al-Ghuraf, yang diambil dari kata pada ayat ke-20. Kandungan utama surat ini adalah penjelasan tauhid dan bukti bahwa Allah SWT Maha Pemurah. Berikut ini adalah bacaan, tulisan latin, dan arti dari Surat Az-Zumar Ayat 53:
Artinya: Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS Az-Zumar: 53)
Dirangkum dari berbagai sumber, tafsir dari Surat Az-Zumar ayat 53 ini secara umum mengandung hal-hal yang berkaitan dengan keimanan dan juga meningkatkan rasa optimis akan adanya ampunan dari Allah SWT.
Beberapa di antaranya yakni:
1. Jangan Putus Asa dari Rahmat Allah SWT
Ibnu Katsir menjelaskan, ayat ini merupakan seruan kepada orang-orang yang pendurhaka serta orang kafir, agar bertaubat dan kembali kepada Allah SWT.
Ayat ini menunjukkan betapa besarnya rahmat Allah SWT kepada hamba-Nya. Meskipun durhaka dan melampaui batas, Allah SWT teta* menyeru dengan panggilan yang sangat lembut: ‘ibaadii (hamba-hambaKu).
Meskipun telah melakukan hal yang melampaui batas, durhaka, banyak berbuat dosa, namun saat dipanggil dengan kata “’ibaadii’, Allah SWT menyeru untuk tidak berputus asa dari rahmat-Nya.
Sayyid Qutb dalam Tafsir Fi Zilalil Quran menjelaskan, ayat ini menyeru kepada harapan, optimisme, cita-cita, dan kepercayaan akan ampunan Allah.
Oleh karena itu, tidak berlebihan jika Ibnu Mas’ud menyebut ayat ini adalah ayat Alquran yang paling menggembirakan.
2. Allah SWT Akan Mengampuni Dosa
Pengampunan dosa menjadi poin penting lainnya dari tafsir Surat Az Zumar ayat 53 ini. Ibnu Katsir menjelaskan bahwa artinya Allah SWT mengampuni semua dosa tanpa peduli betapapun banyaknya.
Asal bertaubat, maka Allah SWT akan mengampuninya. Sebagaimana tercantum dalam surat yang lain:
(A lam ya'lamū annallāha huwa yaqbalut-taubata 'an 'ibādihī …)
Artinya: “Tidakkah mereka mengetahui bahwa Allah menerima taubat dari hamba-hambaNya,” (QS At-Taubah: 104).
Dosa tersebut juga termasuk dosa syirik yang benar-benar dosa besar, akan diampuni asalkan benar-benar bertaubat. Sebab, syirik yang tidak akan diampuni Allah SWT adalah syirik yang dibawa mati.
3. Allah SWT Maha Pengampun dan Maha Penyayang
Buya Hamka menjelaskan, ayat menunjukkan luasnya rahmat Allah SWT. Sehingga, bagaimana pun besarnya dosa dan maksiat, akan terlihat seperti sebutir pasir yang akan hilang oleh ampunan-Nya.
4. Janji Allah SWT kepada Nabi Adam AS
Dalam sebuah hadis Qudsi, telah disebutkan bahwa ayat ini merupakan janji Allah SWT kepada Nabi Adam as setelah diturunkan ke dunia.
Nabi Adam berkata: “Wahai Tuhanku, sesungguhnya engkau telah membuat Iblis mampu menguasaiku dan keturunanku, dan aku tidak sanggup membendungnya kecuali atas izin-Mu.”
Allah SWT berfirman: “Wahai Adam, sesungguhnya setiap keturunanmu yang lahir akan ditemani oleh malaikat penjaga.”
Nabi Adam menjawab: “Wahai Tuhanku, tambahkanlah lagi.”
Allah SWT berfirman: “Pintu taubat akan senantiasa terbuka bagi keturunanmu, pintu itu tidak akan tertutup hingga hari kiamat.”
Nabi Adam menjawab: “Wahai Tuhanku, tambahkanlah lagi.”
Allah SWT berfirman: “Setiap kebaikan yang dilakukan keturunanmu akan dibalas sebanyak sepuluh kali lipat, sedangkan keburukan atau kejahatan hanya dibalas setimpal.”
Nabi Adam menjawab: “Wahai Tuhanku, tambahkanlah lagi.”
Allah SWT berfirman: “Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri! Janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah…”
5. Mengutamakan Kasih Sayang
Dari Surat Az-Zumar Ayat 53 ini juga terdapat psikologi dakwah Islam dalam perspektif Alquran, yakni mendahulukan cinta dan kasih serta kelembutan di atas segalanya.
Pada aspek tertentu, seseorang memang harus berlaku keras dan tegas. Namun di sisi lain, ketegasan tersebut jangan sampai membuat lupa bahwa agama Islam adalah agama yang mengutamakan cinta, kedamaian, dan kesejahteraan.
Menurut studi yang dipublikasikan Digital Library UIN Sunan Ampel Surabaya, putus asa merupakan godaan dari setan untuk mempengaruhi keimanan, supaya tidak merasa yakin dengan keimanan dan keikhlasan dalam berkeyakinan.
Dan ayat ini benar-benar menjelaskan hal tersebut. Oleh karena itu, berikut ini adalah beberapa isi kandungan Surat Az-Zumar ayat 53:
Allah SWT melarang berputus asa betapapun banyaknya dosa yang telah diperbuat
Memberikan harapan dan membangun sikap optimis terhadap ampunan Allah SWT
Ampunan Allah sangat luas, sehingga akan mengampuni semua dosa asalkan benar-benar bertaubat
Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang
Janji Allah SWT kepada Nabi Adam AS
Mengutamakan kelembutan serta kasih sayang
Inilah pejelasan mengenai Surat Az Zumar ayat 53. Semoga dapat bermanfaat, menjauhkan diri dari rasa putus asa, dan menanamkan rasa optimis akan ampunan dari Allah SWT.
Kandungan Surat Az Zumar Ayat 53, Perintah untuk Bertaubat dan Optimistis
Manusia adalah tempatnya salah dan dosa. Namun, Allah SWT telah memerintahkan hamba-Nya untuk terus optimis dan tidak berputus asa.
Allah SWT berfirman dalam Q.S Az Zumar ayat 53 sebagai berikut:
Artinya: "Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."
ayat ini menjelaskan tentang sifat Allah SWT Yang Maha Pengasih lagi Maha Pengampun bagi hamba-hambaNya yang berbuat dosa. Dia memiliki rahmat dan kasih sayang yang sangat luas kepada hambaNya yang beriman.
Segala dosa yang diperbuat seperti meninggalkan apa yang menjadi perintah-Nya dan mengerjakan larangan-Nya akan diampuni oleh Allah SWT apabila benar-benar bertaubat dari kesalahan yang telah dilakukan.
Terkadang manusia berputus asa terlebih dahulu sebelum mencoba untuk mengharapkan ridho dan ampunan-Nya. Banyak orang yang mengira Allah SWT tidak akan mengampuni dosa yang begitu banyaknya.
Bahkan hati seolah sudah tertutup karena kedurhakaan dan perbuatan kelamnya. Tapi Allah SWT, akan mengampuni dan menerima taubat hamba-Nya.
Diriwayatkan oleh Ahmad, dari 'Amr bin 'Anbasah bahwa telah datang menemui Nabi SAW seorang yang telah tua bangka dan berkata kepada beliau, "Hai Rasulullah, saya banyak mengerjakan kesalahan dan maksiat. Apakah mungkin kesalahan itu diampuni?"
Nabi SAW menjawab, "Apakah engkau telah mengakui bahwa tiada Tuhan selain Allah?" Orang tua itu menjawab, "Benar, bahkan aku mengakui bahwa engkau utusan Allah, "Rasulullah SAW menegaskan, Allah mengampuni semua kesalahan dan maksiat yang telah engkau lakukan itu." (HR. Ahmad)
Ibnu Katsir dalam tafsirnya menjelaskan, Allah SWT menurunkan ayat ini sebagai seruan kepada orang-orang yang durhaka termasuk orang kafir untuk bertaubat kepada Allah SWT. Manusia juga diseru untuk tidak berputus asa dari rahmat-Nya.
Itu tadi isi kandungan yang terdapat dalam surat Az Zumar ayat 53. Tetap optimis apalagi jika ingin bertaubat di bulan Ramadhan dan jangan berputus asa dari rahmat Allah SWT.
Kandungan Surat Az Zumar Ayat 53, Perintah untuk Bertaubat dan Optimistis. Manusia adalah tempatnya salah dan dosa. Namun, Allah SWT telah memerintahkan hamba-Nya untuk terus optimis dan tidak berputus asa. Allah SWT berfirman dalam Q.S Az Zumar ayat 53 sebagai berikut:
Artinya: "Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."
ayat ini menjelaskan tentang sifat Allah SWT Yang Maha Pengasih lagi Maha Pengampun bagi hamba-hambaNya yang berbuat dosa. Dia memiliki rahmat dan kasih sayang yang sangat luas kepada hambaNya yang beriman.
Segala dosa yang diperbuat seperti meninggalkan apa yang menjadi perintah-Nya dan mengerjakan larangan-Nya akan diampuni oleh Allah SWT apabila benar-benar bertaubat dari kesalahan yang telah dilakukan.
Terkadang manusia berputus asa terlebih dahulu sebelum mencoba untuk mengharapkan ridho dan ampunan-Nya. Banyak orang yang mengira Allah SWT tidak akan mengampuni dosa yang begitu banyaknya.
Bahkan hati seolah sudah tertutup karena kedurhakaan dan perbuatan kelamnya. Tapi Allah SWT, akan mengampuni dan menerima taubat hamba-Nya.
Diriwayatkan oleh Ahmad, dari 'Amr bin 'Anbasah bahwa telah datang menemui Nabi SAW seorang yang telah tua bangka dan berkata kepada beliau, "Hai Rasulullah, saya banyak mengerjakan kesalahan dan maksiat. Apakah mungkin kesalahan itu diampuni?"
Nabi SAW menjawab, "Apakah engkau telah mengakui bahwa tiada Tuhan selain Allah?" Orang tua itu menjawab, "Benar, bahkan aku mengakui bahwa engkau utusan Allah, "Rasulullah SAW menegaskan, Allah mengampuni semua kesalahan dan maksiat yang telah engkau lakukan itu." (HR. Ahmad)
Ibnu Katsir dalam tafsirnya menjelaskan, Allah SWT menurunkan ayat ini sebagai seruan kepada orang-orang yang durhaka termasuk orang kafir untuk bertaubat kepada Allah SWT. Manusia juga diseru untuk tidak berputus asa dari rahmat-Nya.
Itu tadi isi kandungan yang terdapat dalam surat Az Zumar ayat 53. Tetap optimis apalagi jika ingin bertaubat di bulan Ramadhan dan jangan berputus asa dari rahmat Allah SWT.
Katakanlah:"Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS Az-Zumar : 53)
Ayat di atas ialah sebuah panggilan mesra bagi hamba Allah yang banyak berbuat dosa dan sangat keterlaluan dalam bermaksiat pada-Nya. Termasuk buat para pembunuh, pezina, pengguna narkoba, pencuri dan perbuatan keji dan jahat lain agar tidak berputus asa atas terhadap rahmat-Nya akibat sudah terlalu banyak dosa dan noda yang dikerjakan. Ayat ini menegaskan bahwa rahmat dan kasih sayang-Nya sangat luas dan kemurahan-Nya sangat besar.
Ibnu Umar berkata, "Kami pernah menganggap bahwa tobat seseorang yang menyeleweng dari Islam, bahkan meninggalkannya dengan penuh kesadaran, tidak akan diterima. Ketika Rasulullah tiba di Madinah turunlah ayat ini (Az-zumar : 53), yang menegaskan bahwa Allah akan Mengampuni dosa-dosa Hamba-hamba-Nya walaupun telah melampaui batas.
Ibnu Taimiyah berkata mengenai ayat ini, "Maksud ayat dari surat az-Zumar tersebut adalah larangan berputus asa dari rahmat Allah, meski dosa-dosa yang dilakukannya besar. Tidak diperbolehkan bagi siapapun untuk berputus asa dari rahmat Allah."
Sedangkan Ibnu Abbas mengatakan, "Barangsiapa yang membuat seorang hamba berputus asa dari taubat setelah turunnya ayat ini, maka ia berarti telah menentang Kitabullah 'azza wa jalla. Akan tetapi seorang hamba tidak mampu untuk bertaubat sampai Allah memberi taufik padanya untuk bertaubat."
Allah akan mengampuni semua dosa dan memaafkan segala kesalahan orang yang bertaubat dan menyesali kesalahannya itu. Bahkan Allah gembira menyambut 'kepulangannya'. Nabi bersabda, "Sesungguhnya Allah SWT sangat gembira dengan taubat hambaNya melebihi kegembiraan salah seorang di antara kamu yang kehilangan untanya di padang pasir kemudian menemukannya kembali". (HR Muslim). Bahkan Allah akan ganti segala keburukan-keterpurukan dahulu dengan kebaikan perbaikan. Rintih tangis pentaubat lebih Allah cinta daripada tasbih si taat.
Seandainya taubat bukan hal yang paling disukai Allah, niscaya Dia tidak akan menguji manusia, makhluk yang paling mulia (Nabi Adam 'alaihissalam) dengan kesalahan. Bukankah episode awal kemanusiaan diwarnai dengan kesalahan Nabi Adam memakan buah terlarang? Kemudian Adam pun berdoa memohon ampun dan melanjutkan kepemimpinan di bumi. Bahkan Nabi Muhammad Saw sendiri pernah bersabda: "Demi jiwaku yang ada di tangan-Nya, jika kamu tidak pernah berbuat dosa, maka Allah akan mematikan kamu dan menggantikannya dengan suatu kaum yang berbuat dosa kemudian mereka meminta ampun kepada-Nya, kemudian Allah akan mengampuni mereka."
Dalam hadist Qudsy, Allah berfirman: "Wahai para hamba-Ku, sesungguhnya kamu membuat kesalahan pada waktu malam dan siang dan Aku mengampuni dosa-dosa semuanya, maka memohon ampunlah kamu kepada-Ku, niscaya Aku mengampunimu.". Dalam hadist Qudsi lain, Allah berfirman: "Wahai anak adam, walaupun dosa kamu mencapai setinggi langit, kemudian kamu beristighfar memohon ampun kepada-Ku, maka niscaya Aku ampuni kamu dan Aku tidak peduli."
Oleh karena itu, kita tidak layak berputus asa seperti Iblis yang putus asa, sehingga terjuluki "Ar-Rojim". Namun teruslah berbaik sangka dan bertaubat seperti Nabi Adam as.
Bukankah Rasulullah Saw juga bersabda, "Setiap anak Adam pasti sering melakukan dosa dan kesalahan dan sebaik-baik orang yang berdosa adalah orang yang rajin bertaubat"
Ampunan Allah senantiasa melimpah ruah sebanyak apapun dosa sang hamba. Allah Maha Menerima Taubat, Karunia, bahkan Menutup Aib. Seyogyanya kita bergembira dengan ayat ini, maka hendaklah berbaik sangka pada Allah, tidak berputus asa terhadap rahmat Allah betapapun besar dosa dan maksiat yang telah dilakukan. Hendaklah kita bertaubat dan kembali serta memohon ampunan pada Pencipta.
Pantaslah orang bertaubat mendapat nikmat, layaklah orang yang kembali mendapat damai dan karunia agung ini. Betapa gembira orang yang mendengar seruan Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Betapa bahagia menerima kemurahan Sang Maha Pengampun. Inilah ayat al-Quran paling diharapkan oleh kebanyakan ummat manusia.
Ingat-ingatlah kembali kisah pemuda pembunuh 99 orang plus satu ahli ibadah. Ketika ia bertemu dengan ulama yang menyemangatinya untuk bertaubat dan hijrah, kemudian ia bergegas untuk berpindah. Namun, ia bertemu jadwal ajalnya padahal ia masih berada di tengah perjalanan. Belum sampai ke tempat yang dituju. Malaikat rahmat dan azab saling bertengkar memperebutkan. Lantas apa akhir kisah itu? Dia mendapat maghfirah, rahmah dan jannah. Setelah diukur jarak antara masa lalu dan tempat yang dituju ternyata kebaikannya menang SATU LANGKAH. Begitulah kasih sayang Allah kepada hamba-Nya.
Oleh sebab itu, tatkala kita yang terjerembab dalam kemaksiatan, janganlah tertanam dalam diri, "Ah, sepertinya Aku dah bernasib sebagai pendosa, sepertinya sulit diampuni, kuteruskanlah...dsb" itulah ciri keputusasaan. Ibnu Athaillah berkata "Manakala anda terjerumus dalam dosa, janganlah kenyataan itu membuatmu putus asa dalam meraih Istiqomahmu dengan Tuhanmu. Siapa tahu itulah akhir dosa yang ditakdirkan oleh Allah padamu."
Begitupula tatkala kita melihat saudara kita terjerembab nista, jangan pula kita langsung memvonis, "Ia ahli neraka" "Tidak terampuni lagi tuh", "Berani-beraninya kita durhaka pada Allah". Ibnu Mas'ud ra mengajarkan kepada kita, "Jika kalian melihat salah seorang saudara kalian melakukan dosa, maka janganlah kalian membantu syetan untuk mengalahkan dirinya, dengan berkata, 'Ya Allah, hinakanlah dia, ya Allah, kutuklah dia'. Tapi mohonkanlah ampunan baginya.
Sesungguhnya kami para shahabat Rasululah shalallahu 'alaihi wa sallam tidak pernah membicarakan sesuatu pada diri seseorang, sehingga kami mengetahui bagaimana keadaannya saat meninggal dunia. Jika dia meninggal dalam keadaan baik, maka kami tahu bahwa memang dia mendapat kebaikan. Jika dia meninggal dalam keadaan buruk, maka kami pun merasa khawatir terhadap keadaannya nanti."
Rasulullah Saw senantiasa mengharapkan taubat bagi pendosa, seperti kisah beliau dengan Wahsyi, pembunuh Hamzah, paman Nabi di Perang Uhud. Nabi dan Wahsyi, mereka terus berbalas surat hingga akhirnya beliau mencantumkan ayat ini. Dan Wahsyi pun masuk Islam dan menjadi salah seorang pejuang Islam pembunuh Musailamah si Nabi palsu di masa Abu Bakar.
Manusia tidak pernah lepas dari kesalahan dan dosa. Allah SWT Maha Mengampun. Dia akan mengampuni seluruh dosa hamba-Nya yang memohon ampunan pada-Nya. Oleh karena itu, jangan berputus asa dengan rahmat Allah yang Luas.