This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences. Now replace these with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences. Now replace these with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences. Now replace these with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences. Now replace these with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences. Now replace these with your own descriptions.

Senin, 25 Juli 2022

Bacaan Istighfar untuk Taubat dan Keutamaannya

Bacaan Istighfar untuk Taubat dan Keutamaannya, Manfaat Istighfar bagi Umat Islam Beserta Bacaan dan Artinya

Manfaat istighfar bagi umat Islam sangatlah besar. Pasalnya, mengucapkan istighfar memiliki makna bahwa seorang muslim memohon ampun kepada Allah SWT. Istighfar juga berarti sebagai permintaan maaf dengan setulus hati kepada Allah SWT.

Istighfar atau dikenal juga dengan kalimat Astaghfirullah al-azim ini biasanya dilantunkan saat seorang muslim berzikir. Artinya adalah saya mohon ampun kepada Allah SWT yang Maha Besar.Kalimat ini diucapkan sebagai permohonan ampun.

Manfaat istighfar memang sangatlah besar, hal ini terbukti dengan Rasullullah yang melakukannya berkali-kali. Dalam sebuah riwayat dikatakan bahwa Rasulullah SAW beristighfar sebanyak seratus kali dalam sehari. Sementara, di hadis lainnya dikatakan bahwa Rasulullah beristighfar sebanyak 70 kali dalam sehari.

Sebelum mengenali manfaat istighfar bagi seorang muslim, kamu perlu mengenali beberapa jenis bacaan istighfar terlebih dahulu. Berikut bacaan istighfar yang perlu kamu ketahui:

Istigfar Pendek

Astaghfirullah

Artinya: “Aku memohon ampun kepada Allah.”

Istigfar Nabi Sebelum Wafat

Subhanallahi wabihamdih, astaghfirullaha wa atuubu ilaih

Artinya: “Maha Suci Allah dan segala puji bagi-Nya. Aku memohon ampun kepada Allah dan bertaubat kepada-Nya.”

Istigfar Penghapus Dosa Besar

Astaghfirullah, alladzi la ilaha illa huwal hayyul qayyumu wa atuubu ilaih.

Artinya: “Aku memohon ampun kepada Allah, Dzat yang tidak ada sesembahan kecuali Dia. Yang Mahahidup lagi Maha Berdiri Sendiri. Dan aku bertaubat kepada-Nya.”

Istigfar Nabi Adam

Robbana dholamna anfusana, wa illam taghfir lana wa tarhamna, lanakuunanna minal khasirin

Artinya: "Wahai Pemelihara kami, sesungguhnya kami telah berbuat zhalim terhadap diri-diri kami. Jika Engkau tidak mengampuni dan merahmati kami, sungguh kami termasuk golongan orang-orang yang rugi."

Rintihan Syair Abu Nawas

Sebuah lagu memang salah satu kunci mujarab pembuka ingatan masa lalu. Ketika dalam sebuah perjalanan, tidak sengaja dalam radio terdengar lagu nasyid lirih dengan munsyid yang menyanyikan lirik “Wahai Tuhanku… Aku sebenarnya tak layak masuk surgaMU, tapi aku juga tak sanggup menahan amuk nerakaMU”.

Sekejap lirik lagu tersebut membawaku melayang mengembara waktu kepada tahun-tahun dahulu, ya tepatnya di sebuah suasana langgar (mushola) yang cukup besar. Terbuat dari kayu-kayu yang berderit bunyi jika dia terinjak. Langgar tersebut berada sedikit di atas rumah-rumah penduduk desa sekitarnya, dengan begitu terlihat ladang hijau di sekitarnya.

Lalu bersama angin sejuk yang memeluk, ba’da jumatan terdengar suara para santri yang menyanyikan lagu tersebut. Ya, syair Abu Nawas yang mengajak kita untuk merenung sejenak. Mungkin hari jum’at ini adalah salah satu hari jum’at terbaik yang pernah saya alami.

Renunganku membawa kepada apa yang telah ku lakukan sehari-hari. Sudahkah semua dilakukan ikhlas karena mencari ridho Allah SWT?, ataukah sering kali niat-niat lain menggeser tujuan mula, lalu cara-cara yang tidak sepatutnya mulai ditoleransi.

Astaghfirullah jika seperti itu yang terjadi, mestilah aturan Allah dilanggar. Sedikit demi sedikit bagai butiran pasir namun semakin lama semakin menggunung. Persis seperti bait syair Abu Nawas yang menyatakan “Dosa-dosaku bagaikan bilangan butir pasir. Maka berilah ampunan oh.. Tuhanku Yang Maha Agung. Setiap hari umurku terus berkurang, sedangkan dosaku terus menggunung. Bagaimana aku menanggungnya?”.

Karenanya teringat sebuah hadits Diriwayatkan dari Sahl bin Sa'id r.a, dia berkata, Rasulullah saw. bersabda, "Berhati-hatilah terhadap dosa yang dianggap remeh. Sebagaimana suatu kaum yang singgah di sebuah lembah, lalu datanglah seseorang membawa sebatang ranting kayu bakar dan datanglah seorang yang lain membawa sebatang ranting kayu bakar juga, hingga dengan kayu-kayu itu mereka bisa memasak roti mereka. Sesungguhnya dosa-dosa yang dianggap remeh itu jika pelakunya dihisab atas dosanya niscaya akan membinasakan," (HR. Ahmad)

Dari Ibnu Mas’ud, “Orang mukmin melihat dosanya seperti melihat gunung yang takut akan roboh dan menimpanya, sedangkan orang munafik melihat dosanya seperti lalat yang hinggap di hidungnya, lalu disingkirkannya, begini, begini (yakni disingkirkan dengan menggerakkan tangannya).

Petir menggelegar menghenyak lamunanku, belum tampak akan hujan walaupun awan gelap di sudut langit sudah Nampak. Kembali aku ke dalam langgar, sambil bersujud aku berdoa “Ya Allah, jauhkan antara aku dan kesalahan-kesalahanku, sebagaimana Engkau menjauhkan antara timur dan barat. Ya Allah, bersihkanlah aku dan kesalahan-kesalahanku, sebagaimana baju putih dibersihkan dari kotoran. Ya Allah, cucilah aku dari kesalahan-kesalahanku dengan es, air dan salju”. — (HR. Bukhari dan Muslim)

Seakan Allah SWT membalas doaku dengan mengingatkanku akan ayat Quran Surat Al Ahqaaf ayat 13 yang Artinya “Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan kami ialah Allah", kemudian mereka tetap istiqamah maka mereka tidak merasa takut dan tiada (pula) bersedih.”

Juga teringat hadits Rasulullah SAW dari Anas bin Malik ra. Ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah Muhammad SAW bersabda, Allah ‘Azza WaJalla berfirman, Hai anak Adam! Sesungguhnya selama engkau berdoa dan berhadap hanya kepadaKU, niscaya AKU mengampuni dosa-dosa yang telah engkau lakukan dan AKU tidak peduli. Wahai anak Adam! Seandainya dosa-dosamu setinggi langit, kemudian engkau minta ampunan kepadaKU, niscaya AKU mengampunimu dan AKU tidak peduli. Wahai anak Adam! Jika engkau datang kepadaKU dengan membawa dosa-dosa yang hampir memenuhi bumi kemudian engkau bertemu denganKU dalam keadaan tidak mempersekutukanKU dengan sesuatu pun, niscaya AKU datang kepadamu dengan memberikan ampunan sepenuh bumi”. (HR. Tirmidzi)

Subhanallah walhamdulillah, sambil bergegas akupun bersenandung lirih melantunkan syair Abu Nawas; “Wahai Tuhanku… aku sebenarnya tak layak masuk surgamuMU, tapi aku juga tak sanggup menahan amuk nerakamu, Karena itu mohon terimalah taubatku ampunkan dosaku, Sesungguhnya Engkaulah Maha Pengampun dosa-dosa besar.

Dosa-dosaku bagaikan bilangan butir pasir, Maka berilah ampunan oh.. Tuhanku Yang MahaAgung. Setiap hari  umurku terus berkurang, Sedangkan dosaku terus menggunung. Bagaimana aku menanggungnya.

Wahai Tuhan, hambaMU yang pendosa ini, Datang bersimpuhkehadapanMU. Mengakui segala dosaku, Mengadu dan memohon kepadaMU, Kalau Engkau ampuni itu karena, Engkau sajalah yang bisa mengampuni. Tapi kalau engkau tolak, kepada siapa lagi kami memohon Ampun selain kepada Engkau.”

Tidaklah lebih baik dari yang menulis ataupun yang membaca, karena yang lebih baik di sisi ALLAH adalah yang mengamalkannya.

Bacaan Istighfar untuk Taubat dan Keutamaannya, Bacaan istighfar atau astagfirullah adalah bacaan doa meminta maaf dan memohon ampun kepada Allah SWT bagi umat Islam.

Istighfar perlu dihafal karena setiap manusia pasti tidak luput dari dosa, baik yang disengaja maupun tidak. Ketika seseorang melakukan perbuatan dosa, biasanya hatinya tidak tenang karena dibayangi ketakutan dan perasaan bersalah.

Oleh sebab itu, jika seseorang merasa berdosa, hendaknya ia segera bertaubat kepada Allah SWT dan berjanji untuk tidak mengulanginya. Salah satu bentuk ikhtiar untuk memohon ampunan Allah adalah dengan membaca istighfar.

Lantas, apa pengertian istighfar dan bagaimana hukumnya? Simak pembahasannya berikut!

Pengertian Istighfar dan Hukumnya

Di antara Asmaul Husna atau nama-nama Allah yang paling mulia, ada Al Ghaffar dan Al Ghafur. Maknanya Allah adalah Dzat yang menutupi aib hamba-hamba Nya dan maha mengampuni dosa. 

Oleh sebab itu setiap Muslim hendaknya memohon ampunan kepada-Sang Pencipta, meskipun merasa dosa yang diperbuat teramat banyak. Bahkan Nabi Muhammad SAW beristighfar sebanyak 70 hingga 100 kali dalam sehari. 

Rasulullah SAW bersabda, "Aku adalah orang yang paling bertakwa dan paling mengetahui tentang Allah. Namun, aku beristighfar kepada Allah sehari semalam lebih dari tujuh puluh kali." 

Dalam riwayat lain disebutkan, "Hatiku bisa berkabut dan aku beristighfar kepada Allah seratus kali dalam sehari."

Terkait hukumnya, hukum awal istighfar adalah dianjurkan. Namun hukumnya bisa menjadi wajib, misalnya istighfar untuk maksiat tertentu. 

Atau bahkan bisa menjadi haram, misalnya istighfar untuk orang kafir. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat At Taubah ayat 113 yang artinya:

“Tidak pantas bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memohonkan ampunan (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, sekalipun orang-orang itu kaum kerabat(nya), setelah jelas bagi mereka, bahwa orang-orang musyrik itu penghuni neraka Jahanam.”

Bacaan Istighfar yang Diajarkan Rasulullah SAW

Sebagai uswatun hasanah atau teladan yang baik, Rasulullah mengajarkan sejumlah bacaan istighfar supaya diamalkan oleh umatnya. 

Berikut adalah beberapa lafal istighfar untuk memohon ampunan Allah mengutip buku Koleksi Doa & Dzikir Sepanjang Masa oleh Ustadz Ali Amrin al-Qurawy (2018) dan buku Ya Allah Mudahkan Rezeki dan Jodohku karya Ustadz Ahmad Sobiriyanto (2018):

1. Istighfar Pendek 

Astaghfirullah

Artinya: “Aku memohon ampun kepada Allah”

Atau bisa juga mengucapkan:

اَسْتَغْفِرُاللهَ الْعَظِيْمَ

Astaghfirullah hal adzim

Artinya: "Aku mohon ampun kepada Allah Yang Maha Agung"

2. Istighfar Penghapus Dosa 

أستغفر الله الذي لا إله إلا هو الحي القيوم و أتوب إليه

Astaghfirullah, alladzi la ilaha illa huwal hayyul qayyumu wa atuubu ilaih.

“Aku memohon ampun kepada Allah, Dzat yang tidak ada sesembahan kecuali Dia. Yang Maha Hidup lagi Maha Berdiri Sendiri. Dan aku bertaubat kepada-Nya.”

3. Istighfar Rasulullah di Akhir Masa Hidupnya

Dalam Shahih Bukhari dan Muslim, disebutkan lafazh istighfar yang banyak dibaca Rasulullah SAW pada akhir masa hidupnya, yaitu:

Subhaanallaahu wa bihamdihi, astaghfirullaaha wa atuubu ilaih.

Artinya: "Maha Suci Allah, dan dengan memuji-Nya. Aku memohon ampun kepada Allah dan bertaubat kepada-Nya." (HR. Bukhari dan Muslim).

4. Istighfar Memohon Ampunan

Allahumma maghfiratuka awsa'u min dzunuubi wa rahmatuka arjuu min 'amalii

Artinya: “Wahai Tuhanku, ampunan- Mu sesungguhnya lebih luas dari dosa-dosaku dan rahmat-Mu lebih kuharapkan dari amalku sendiri.”

5. Istighfar Untuk Taubat

Rabbighfirlii wa tub 'alayya innaka antat tawwaabur rahiim

Artinya: “Wahai Tuhanku, ampunilah kiranya aku dan terimalah taubatku, sesungguhnya Engkaulah Tuhan Yang Maha Menerima Taubat lagi Maha Pengasih.”

6. Doa istighfar kaffaratul majlis

Subhanaka, allahumma wa bihamdika, asyhadu allaa ilaaha illaa anta, astaghfiruka, wa atuubu ilaika.

Artinya: "Maha Suci Engkau ya Allah, dan dengan memuji- Mu, aku bersaksi bahwa tiada Tuhan yang berhak dübadahi dengan benar selain Engkau. Aku memohon ampun dan bertaubat kepada-Mu." (HR. Abu Dawud, Nasa'i, Thabrani, dan Hakım).

7. Doa Istighfar Saat Sholat

Abu Bakar ra berkata kepada Rasulullah SAW, “Ajarkanlah kepadaku doa untuk aku baca di dalam sholatku”. Nabi Muhammad SAW menjawab:

Allaahumma innii zhalamtu nafsii zhulman katsiiran wa laa yaghfirudz dzunuuba illaa anta faghfirlii maghfiratan min 'indika warhamnii innaka antal ghafuurur rahiimu.

Artinya: "Ya Allah, sesungguhnya aku telah menganiaya diriku dengan kezhaliman yang banyak, sedangkan tidak ada yang mengampuni kecuali Engkau, maka ampunilah aku dengan pengampunan-Mu dan kasihanilah aku. Sesungguhnya, Engkau adalah Maha Pengampun dan Maha Pemberi rahmat." (HR. Bukhari dan Muslim).

8. Doa Sayyidul Istighfar

Terdapat istighfar pamungkas yakni sayyid al-istighfar yang sangat dianjurkan Rasulullah. Berikut adalah bacaannya seperti yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim: 

اللَّهُمَّ أَنْتَ رَبِّي لاَ إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ، خَلَقْتَنِي وَأَنَا عَبْدُكَ، وَأَنَا عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَا اسْتَطَعْتُ، أَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا صَنَعْتُ، أَبُوءُ لَكَ بِنِعْمَتِكَ عَلَيَّ، وَأَبُوءُ لَكَ بِذَنْبِي فَاغْفِرْ لِي، فَإِنَّهُ لاَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا أَنْتَ

Allahumma anta Rabbi, La Ilaha illa anta, Khalaqtani wa ana abduka, wa ana ‘ala ahdika wa wa’dika, mas tatha’tu, audzu bika min syarri ma shana’tu, abu’u laka bi ni’matika wa abu’u laka bi dzanbi, faghfir li , fainnahu la yaghfirudz dzunuba illa anta. 

Artinya: “Ya Allah, Engkaulah Pemeliharaku. Tiada sesembahan kecuali Engkau. Engkau ciptakan aku dan aku adalah hamba-Mu. Dan aku berada pada kesepakatan dan perjanjian dengan-Mu, semampuku. Aku berlindung kepada Engkau dari keburukan yang aku perbuat. Aku bertaubat kepada-Mu dengan karunia-Mu dan aku bertaubat kepada-Mu dengan dosaku. Maka, ampunilah aku karena tiada yang mampu mengampuni dosa kecuali Engkau.”

Bacaan Istighfar Para Nabi

1. Istighfar Nabi Adam AS

Rabbanaa zhalamnaa anfusanaa wa illam taghfir lanaa wa tarhamnaa lanakuunanna minal khaasiriin.

Artinya: "...Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri; dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi." (QS. al-A'raaf [7]:23).

2. Istighfar Nabi Nuh AS

Rabbi innii a'uudzubika an as-alaka maa laisa lii bihii 'ilmun wa illaa taghfirlii wa tarhamnii akun minalkhaasiriin.

Artinya: "Ya Tuhanku, sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari memohon kepada Engkau sesuatu yang aku tiada mengetahui (hakikat)nya. Dan sekiranya Engkau tidak memberi ampun kepadaku, dan (tidak) menaruh belas kasihan kepadaku, niscaya aku akan termasuk orang-orang yang merugi." (QS. Huud [11]: 47).

Bisa pula dengan membaca, Rabbighfirlii wa liwaalidayya wa liman dakhala baitii mu'minan wa lil mu'minaati wa laa tazidizh zhaalimiina illaa tabaara.

Artinya: "Ya Tuhanku, ampunilah aku, kedua orang tuaku, orang yang masuk ke rumahku dengan beriman dan semua orang yang beriman, laki-laki dan perempuan; dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang bagi orang-orang yang zalim itu selain kebinasaan".

3. Istighfar Nabi Ibrahim AS

Rabbanaa waj'alnaa muslimaini laka wa min dzurriyyatinaa ummatan muslimatan laka wa arinaa manaasikanaa watub 'alainaa innaka antat tawwaabur rahiim.

Artinya: "Ya Tuhan kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau dan (jadikanlah) di antara anak cucu kami umat yang tunduk patuh kepada Engkau dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan tempat-tempat ibadah haji kami, dan terimalah taubat kami. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang." (QS. al-Baqarah [2]: 128).

4. Istighfar Nabi Musa AS

Rabbighfirlii waliakhii wa adkhilnaa fii rahmatika wa anta arhamur raahimiin.

Artinya: "Ya Tuhanku, ampunilah aku dan saudaraku dan masukkanlah kami ke dalam rahmat Engkau, dan Engkau adalah Maha Penyayang di antara para penyayang." (QS. al-A'raaf [7]: 151).

5. Istighfar Nabi Yunus AS

Laa ilaaha illaa anta subhaanaka innii kuntu minazh zhaalimiin.

Artinya: "Tidak ada Tuhan selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang zhalim." (QS. al-Anbiyaa' [21]: 87).

6. Doa Istighfar Nabi Muhammad AS

Rabbanaa laa tuaakhidznaa in nasiinaa aw akhtha'na.  Rabbanaa wa laa tahmil 'alainaa ishran kamaa hamaltahuu 'alal ladziina min qablinaa.  Rabbanaa wa laa tuhammilnaa maa laa thaaqata lanaa bihi wa'fu 'annaa waghfirlanaa warhamnaa anta maulaanaa fanshurnaa 'alal qaumil kaafiriina.

Artinya:"Ya Tuhan kami, janganlah engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah engkau bebankan kepada kami sesuatu yang tak sanggup kami terimanya. Beri maaflah kami, ampunilah kami, dan rahmatilah kami. Engkaulah penolong kami tolonglah kami terhadap kaum yang kafir.” (QS. Al-Baqarah [2]: 286).

Keutamaan Istighfar

Mengutip buku Nikmatnya Istighfar oleh Mahmud Asy-Syafrowi (2010), istighfar memiliki sejumlah keutamaan yang luar biasa, di antaranya:

1. Dosa akan Diampuni

Seseorang yang kerap membaca istighfar dengan niat hati memperoleh pengampunan dari Allah niscaya dosa-dosanya akan dihapuskan. Riwayat ini disampaikan oleh Imam al-Baihaqi dan Ibn Abi ad-Dunya dari Anas bin Malik RA.  Tidaklah seorang hamba beristighfar 70 kali sehari, kecuali Allah akan ampuni 700 jenis dosa (kecil), sebab tiap harinya seseorang itu sejatinya melakukan lebih dari 700 jenis dosa kecil.”

Terdapat perbedaan pandangan tentang berapa kali Rasulullah membaca istighfar dalam sehari. Riwayat Imam Muslim, Ahmad, dan at-Thabrani mengabarkan bahwa Nabi Muhammad beristighfar 100 kali. 

2. Memberikan Ketenangan Hati

Selain memperoleh pengampunan, Allah juga akan memberikan ketenangan hati dan pikiran pada hamba-Nya yang taubat dengan mengucap istighfar. Dalam Hadist Riwayat Ahmad dari Ibnu Abbas, Nabi Muhammad SAW bersabda:

"Barang siapa memperbanyak istighfar, niscaya Allah memberikan jalan keluar bagi setiap kesedihannya, kelapangan untuk setiap kesempitannya, dan rizki dari arah yang tidak disangka-sangka."

3. Dicintai Allah SWT

Orang yang tidak pernah meninggalkan istighfar juga menjadi golongan yang dicintai Allah SWT. Rasulullah SAW bersabda,  "Jika kalian mampu untuk memperbanyak istighfar maka lakukanlah. Sesungguhnya tidak ada sesuatu yang lebih mensukseskan di sisi Allah Ta'ala dan lebih dicintai-Nya daripadanya." (HR. Hakim at-Tirmidzi)

4. Mendapat Nikmat Allah SWT

Dalam beberapa hadits, diterangkan istighfar dapat mendatangkan rezeki. "Barangsiapa merasa diperlambat atau tersendat-sendat rejekinya, hendaknya ia beristighfar kepada Allah." (HR. Baihaqi dan Ar-Rabi'i) Sungguh dahsyat manfaat dari istighfar. Sebagai Muslim yang taat, sudah sepatutnya istighfar menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari kita.

Referensi sebagai berikut ini ;















Kekuatan Istighfar

Kekuatan Istighfar, Iringi Istighfar dengan perbuatan baik. Istighfar berasal dari kata gafr yang berarti tutupan atau ampunan. Seorang yang beristighfar berarti memohon kepada Allah SWT agar dosa-dosanya yang telah lalu diampuni dan ditutupi Allah. Pakar leksikografi Islam dan ilmu kalam, Ali bin Muhammad as-Sayyid as-Sarif Jurjani, mengatakan, maghfirah berarti penutupan atau pengampunan yang dilakukan oleh Yang Mahakuasa terhadap kejahatan yang timbul dari seseorang yang berada di bawah kekuasaan-Nya.

Rasulullah SAW sendiri sangat banyak menganjurkan untuk memohon ampunan Allah SWT di samping Rasul sendiri senantiasa memberikan teladan dengan banyak beristighfar. Ibnu Qayyim Jauziah mengisyaratkan, makna ampunan itu amat luas, bukan hanya sekadar untuk menghapuskan dosa, melainkan juga sebagai pemelihara manusia dari dosa. Hal ini merujuk pada hadis yang menjelaskan Rasulullah beristighfar 70 kali dalam riwayat Bukhari. Sementara, dalam riwayat Muslim 100 kali, meski pribadi Rasulullah maksum dari dosa.

Bertolak dari pandangan di atas, Ibnu Qayyim Jauziah ketika membicarakan masalah tobat, mengisyaratkan maghfirah bukan hanya mempunyai satu bentuk, melainkan memiliki beberapa bentuk dan tingkatan, di antaranya adalah: (1) maghfirah sebagai pengampunan dosa; (2) maghfirah sebagai sarana untuk mendapatkan pahala dan rahmat Allah SWT; (3) maghfirah sebagai sarana untuk mendapatkan ridha Allah SWT; dan (4) maghfirah sebagai bukti ketaatan kepada Allah SWT.

Memohon ampun

Jika kita telanjur melakukan perbuatan dosa besar, ada empat hal yang harus dilakukan dalam pertobatan. Pertama, meninggalkan perbuatan maksiat. Kedua, menyesali dosa yang telah dilakukan.

Ketiga, berniat tidak akan kembali melakukan maksiat pada masa yang akan datang untuk selama-lamanya. Keempat, jika dosa besar yang dilakukan seseorang terkait dengan hak-hak manusia (huquq Adam), ia harus mengembalikan hak orang lain tersebut.

Jika dalam perbuatan dosanya terdapat hak-hak Allah SWT (huquq Allah), ia harus menunaikan hak-hak tersebut sesuai dengan ketentuan Islam.

Misalnya, seseorang yang melakukan dosa zina, ia harus menjalani hukuman, yakni didera sebanyak seratus kali. Dan jika pelaku zina itu orang yang sudah menikah, ia harus menerima hukuman rajam. Dengan terlaksananya hukuman tersebut, barulah dosanya akan diampuni Allah SWT.

Di dalam hadis yang diriwayatkan Imran bin Husain disebutkan, “Bahwa seorang perempuan dari suku Juhainah yang sedang hamil karena berzina telah datang kepada Nabi Muhammad SAW sembari berkata, 'Hai Nabi Allah, saya harus menjalani hukuman (karena zina), maka lakukanlah hukuman itu atasku.'

Rasulullah SAW mengimbau walinya sambil berkata, 'Berlaku baiklah kepadanya. Apabila dia telah melahirkan, bawalah dia kepadaku.' Kemudian, Rasulullah SAW memerintahkan agar pakaiannya diperketat, lalu beliau memerintahkan merajamnya, dan beliau melakukan salat jenazah atas (mayat)-nya.

Umar bin Khattab bertanya, 'Mengapa engkau melakukan salat jenazah atasnya Hai Rasulullah, bukankah ia telah berzina?' Rasulullah SAW menjawab, 'Dia telah bertobat dengan suatu tobat, yang seandainya dibagikan kepada tujuh puluh orang penduduk Madinah, niscaya mereka akan diliputinya. Dan, apakah engkau mendapatkan yang lebih baik daripada orang yang menyerahkan dirinya untuk Allah?’' (HR Muslim).

Dalam mengomentari hadis ini, Muhammad bin Isma'il Kahlani as-San'ani mengatakan, hadis ini menjadi dalil bahwa tobat tidak menghilangkan kewajiban menerima hukuman. Inilah pendapat yang paling kuat di antara dua pendapat dalam Mazhab Syafii’i dan ini pula pendapat jumhur ulama.

Berkenaan dengan cara meminta ampun bagi pelaku dosa kecil, orang yang lalai dalam mematuhi perintah Allah SWT atau orang yang tidak peduli terhadap amal-amal utama tidak berbeda dengan cara meminta ampun bagi pelaku dosa besar.

Hanya saja, pelaku dosa kecil tidak sampai mendapatkan hukuman berat seperti pelaku dosa besar. Di samping itu, ia juga harus melakukan perbuatan-perbuatan baik dan mengamalkan ajaran-ajaran Islam yang lain sesuai dengan petunjuk Alquran dan hadis.

Seperti yang dianjurkan Rasulullah SAW dalam hadis riwayat Tirmizi. "Iringilah kejahatan dengan kebaikan, niscaya ia (kebaikan) akan menghapuskannya (kejahatan).”

Permohonan maghfirah yang dilakukan sebagai sarana untuk mencapai ridha Allah SWT atau sebagai bukti ketaatan kepada-Nya ialah dengan cara senantiasa beristighfar sekalipun merasa tidak melakukan dosa.

Sebagai manusia biasa, tentunya kita tidak akan lepas dari yang namanya dosa. Baik itu dosa besar atau kecil yang disadari atau tidak hal itu merupakan sesuatu yang tidak diridhoi oleh Allah SWT. Jika tidak bertaubat, dosa tersebut akan terus menumpuk dan memberatkan kita di akhirat nanti. Allah SWT memberikan begitu banyak jalan untuk mengikis dosa yang ada pada Hamba-Hamba-Nya.

Bukan hanya amalan-amalan berat, dengan amalan ringan pun Allah senantiasa akan mengampuni dosa-dosa Hamba-Nya.

Bahkan dengan sakit yang diderita pun, jika kita dengan tabah menjalaninya maka Allah akan mengampuni dosa kita.

Kendati demikian, melakukan amalan baik merupakan jalan terbaik bagi umat muslim untuk bisa mengurangi dosa yang telah dilakukan.

Bertaubat pada Allah, beristighfar dan melakukan amalan baik lainnya hendaknya kita lakukan sebagai pengganti kesalahan atau dosa yang pernah kita lakukan.

Kenapa kita perlu beristiqfar sesudah salat? Beristighfar ini harus selalu kita lakukan sebagai wujud kesadaran kita. Jangan sampai dalam shalat kita berniat salah. Iblis ada dimana-mana yang bisa menggangu konsentarasi saat salat. Ketika kita selesai salat, kita istiqfar. Kita beristiqfar karena amalan ini mengingatkan kita agar segera mendapat ampunan Allah Swt.

Sehingga kita mendapatkan surga yang dijanjikan hanya kepada kaum muktakim. Ada-ada saja kelakuan kita yang tidak wajar, tidak sesuai yang kita lakukan, sehingga kita harus meminta maaf. Karena tidak semua dosa diampuni tanpa meminta maaf. Ada dosa yang diampuni hanya dengan taubat setelah itu berkomitmen tidak akan melakukannya lagi dan taat dan beriman kepada allah.

Kalau takut berbuat dosa kepada allah maka bersihkanlah diri dengan meminta ampun kepada Allah, namun jika mempunyai dosa kepada sesama maka meminta maaflah kepadanya. Jika ingin meminta maaf kepada sesama, minta maaflah dengan memberitahukannya apa yang telah diperbuat baru meminta maaf.

Pasti sudah sering mendengar kata taubat dan istighfar. Jika kita melihat sepintas, maka kita akan menyimpulkan bahwa taubat dan istighar adalah sama. Yaitu sama-sama memohon ampun pada Allah. Namun benarkah demikian?

Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz  rahimahullah menjelaskan bahwa taubat berarti,  Menyesali (dosa) yang telah lalu, kembali melakukan ketaatan dan bertekad untuk tidak mengulangi dosa tersebut lagi.

Sedangkan istighfar bisa jadi terdapat taubat di dalamnya dan bisa jadi hanya sekedar ucapan di lisan. Ucapan istighfar seperti “Allahummaghfirlii”  (Ya Allah, ampunilah aku) atau “Astaghfirullah” (Ya Allah, aku memohon ampun pada-Mu).

Adapun taubat itu sendiri dilakukan dengan menyesali dosa, berhenti dari maksiat dan bertekad tidak akan mengulanginya. Ini disebut taubat, kadang pula disebut istighfar. Istighfar yang bermanfaat adalah yang diiringi dengan penyesalan, berhenti dari dosa dan bertekad tidak akan mengulangi dosa tersebut lagi. Inilah yang kadang disebut istighfar dan kadang pula disebut taubat.

Sebagaimana hal ini diisyaratkan dalam firman Allah Swt, “Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun (beristighfar) terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain daripada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui. Mereka itu balasannya ialah ampunan dari Tuhan mereka dan surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah sebaik-baik pahala orang-orang yang beramal,” (QS. Ali Imran: 135-136).

Yang dimaksud istighfar pada ayat di atas adalah menyesal dan tidak terus menerus berbuat dosa. Ia mengucapkan ‘Allahummaghfirlli, astaghfirullah’ (Ya Allah, ampunilah aku. Ya Allah, aku memohon ampun pada-Mu), lalu disertai dengan menyesali dosa dan Allah mengetahui hal itu dari hatinya tanpa terus menerus berbuat dosa bahkan disertai tekad untuk meninggalkan dosa tersebut. Jadi, jika seseorang ‘astaghfir’ atau ‘Allahummaghfir lii’ dan dimaksudkan untuk taubat yaitu disertai penyesalan, kembali taat dan bertekad tidak akan mengulangi dosa lagi, inilah taubat yang benar.

Kita selalu butuh akan ampunan Allah karena kita adalah hamba yang tidak bisa lepas dari dosa. Dosa ini bisa gugur dengan taubat dan ucapan istighfar. Terlihat kedua amalan ini sama. Namun ada sedikit perbedaan mendasar yang perlu dipahami. Taubat lebih sempurna dan di dalamnya terdapat istighfar. Namun istighfar yang sempurna adalah jika diiringi dengan taubat.

Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz rahimahullah menjelaskan,

Taubat berarti,

الندم على الماضي والإقلاع منه والعزيمة أن لا يعود فيه

“Menyesali (dosa) yang telah lalu, kembali melakukan ketaatan dan bertekad untuk tidak mengulangi dosa tersebut lagi.” Inilah yang disebut taubat.

Sedangkan istighfar bisa jadi terdapat taubat di dalamnya dan bisa jadi hanya sekedar ucapan di lisan. Ucapan istighfar seperti “Allahummaghfirlii” (Ya Allah, ampunilah aku) atau “Astaghfirullah” (Ya Allah, aku memohon ampun pada-Mu).

Adapun taubat itu sendiri dilakukan dengan menyesali dosa, berhenti dari maksiat dan bertekad tidak akan mengulanginya. Ini disebut taubat, kadang pula disebut istighfar. Istighfar yang bermanfaat adalah yang diiringi dengan penyesalan, berhenti dari dosa dan bertekad tidak akan  mengulangi dosa tersebut lagi. Inilah yang kadang disebut istighfar dan kadang pula disebut taubat. Sebagaimana hal ini diisyaratkan dalam firman Allah Ta’ala,

وَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللَّهَ فَاسْتَغْفَرُوا لِذُنُوبِهِمْ وَمَنْ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا اللَّهُ وَلَمْ يُصِرُّوا عَلَى مَا فَعَلُوا وَهُمْ يَعْلَمُونَ , أُولَئِكَ جَزَاؤُهُمْ مَغْفِرَةٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَجَنَّاتٌ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا وَنِعْمَ أَجْرُ الْعَامِلِينَ

“Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun (beristighfar) terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain daripada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui. Mereka itu balasannya ialah ampunan dari Tuhan mereka dan surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah sebaik-baik pahala orang-orang yang beramal.” (QS. Ali Imran: 135-136).

Yang dimaksud istighfar pada ayat di atas adalah menyesal dan tidak terus menerus berbuat dosa. Ia mengucapkan ‘Allahummaghfirlli, astaghfirullah’ (Ya Allah, ampunilah aku. Ya Allah, aku memohon ampun pada-Mu), lalu disertai dengan menyesali dosa dan Allah mengetahui hal itu dari hatinya tanpa terus menerus berbuat dosa bahkan disertai tekad untuk meninggalkan dosa tersebut. Jadi, jika seseorang ‘astaghfir’ atau ‘Allahummaghfir lii’ dan dimaksudkan untuk taubat yaitu disertai penyesalan, kembali taat dan bertekad tidak akan mengulangi dosa lagi, inilah taubat yang benar. (Sumber Mawqi’ Syaikh Ibnu Baz)

Ya Allah, terimalah taubat kami dan tutupilah setiap dosa kami dengan istighfar. Istigfar biasanya mempunyai kaitan dengan tobat atau pertobatan. Hal ini bisa disimak dari firman Allah, ''Maka mengapa mereka tidak bertobat kepada Allah dan memohon ampunan kepada-Nya'' (QS Al-Maidah 5: 74). Lalu apakah dengan demikian istigfar sama dengan bertobat? Dalam hal ini tobat mempunyai kedudukan yang lebih tinggi. Dalam bertobat, seseorang terikat untuk melaksanakan syarat-syarat pertobatan, bila ia melanggarnya maka tobatnya dengan sendirinya menjadi tertolak. Syarat-syarat itu antara lain: menyesali dosa-dosanya, tidak akan mengulangi kesalahan yang sama pada masa mendatang, memperbanyak melakukan kebaikan, amal ibadah ataupun ketaatan, menjauhi perbuatan buruk dan beberapa yang lain lagi.

Salah satu dari sekian tuntutan bagi orang yang bertobat ialah mengucapkan istigfar. Artinya, istigfar merupakan bagian dari tobat atau pertobatan. Meski demikian, istigfar memiliki nilai yang tinggi diantara amalan-amalan ibadah, khususnya dalam kelompok ibadah dan zikir. Rasulullah SAW bersabda, ''Yang terbaik diantara kamu ialah orang yang sering tergoda, tetapi sering bertobat (sering kembali kepada Allah) dengan perasaan menyesal atas dosa yang diperbuatnya dengan jalan memperbanyak istigfar.'' Di sini jelas hubungannya tobat dengan istigfar merupakan cara untuk menuju pertobatan.

Dengan membiasakan istigfar, maka bukan hanya dosa-dosa masa lalu dan masa kini, tetapi dosa-dosa masa mendatang pun telah mendapat jaminan diampuni Allah bahkan beristigfar dapat mendatangkan kesempurnaan nikmat (karunia) Allah. Firman-Nya, ''Supaya Allah memberi ampunan kepadamu terhadap dosamu yang lalu dan yang akan datang serta menyempurnakan nikmat-Nya atasmu.'' (QS Al-Fath 48: 2).

Sebagai manusia biasa, tentunya kita tidak akan lepas dari yang namanya dosa. Baik itu dosa besar atau kecil yang disadari atau tidak hal itu merupakan sesuatu yang tidak diridhoi oleh Allah SWT. Jika tidak bertaubat, dosa tersebut akan terus menumpuk dan memberatkan kita di akhirat nanti.

Allah SWT memberikan begitu banyak jalan untuk mengikis dosa yang ada pada Hamba-Hamba-Nya. Bukan hanya amalan-amalan berat, dengan amalan ringan pun Allah senantiasa akan mengampuni dosa-dosa Hamba-Nya. Bahkan dengan sakit yang diderita pun, jika kita dengan tabah menjalaninya maka Allah akan mengampuni dosa kita.

Kendati demikian, melakukan amalan baik merupakan jalan terbaik bagi umat muslim untuk bisa mengurangi dosa yang telah dilakukan. Bertaubat pada Allah, beristighfar dan melakukan amalan baik lainnya hendaknya kita lakukan sebagai pengganti kesalahan atau dosa yang pernah kita lakukan. Syekh Ali jaber pun menjelaskan bahwa terdapat suatu bacaan istighfar yang dapat mengampuni dosa.

Bukan hanya dosa kecil, bacaan istighfar ini bahkan dapat mengampuni dosa yang besar pula. “Astaghfirullah wa’atuubu ilaihi,” kata Syekh Ali Jaber. Syekh Ali Jaber pun mengungkapkan bahwa bacaan istighfar ini cukup dibaca 3 kali saja dalam sehari dan dosa besar pun bisa terampuni.

“Kata Rasulullah SAW barang siapa yang membaca ini istighfar 3 kali satu hari, maka diampuni dosanya walaupun dosa itu dosa besar,” ungkap Syekh Ali.Maka dari itu, sebagai seorang muslim yang tak luput dari dosa yang disengaja atau tidak disengaja sebaiknya kita dapat mengamalkan bacaan istighfar di atas. Bacaan istighfar tersebut tentunya sudah dihafal hampir seluruh orang muslim yang ada, maka tidak ada salahnya jika kita mengamalkannya agar dosa kita pun dapat diampuni oleh Allah SWT.

Referensi sebagai berikut ini ;









Efek Luar Biasanya Dapat Menghapus Dosa Besar (Syekh Ali Jaber)

Efek Luar Biasanya Dapat Menghapus Dosa Besar (Syekh Ali Jaber). Sebagai manusia biasa, tentunya kita tidak akan lepas dari yang namanya dosa. Baik itu dosa besar atau kecil yang disadari atau tidak hal itu merupakan sesuatu yang tidak diridhoi oleh Allah SWT. Jika tidak bertaubat, dosa tersebut akan terus menumpuk dan memberatkan kita di akhirat nanti. Allah SWT memberikan begitu banyak jalan untuk mengikis dosa yang ada pada Hamba-Hamba-Nya.

Bukan hanya amalan-amalan berat, dengan amalan ringan pun Allah senantiasa akan mengampuni dosa-dosa Hamba-Nya. Bahkan dengan sakit yang diderita pun, jika kita dengan tabah menjalaninya maka Allah akan mengampuni dosa kita. Kendati demikian, melakukan amalan baik merupakan jalan terbaik bagi umat muslim untuk bisa mengurangi dosa yang telah dilakukan.

Bertaubat pada Allah, beristighfar dan melakukan amalan baik lainnya hendaknya kita lakukan sebagai pengganti kesalahan atau dosa yang pernah kita lakukan. Kenapa kita perlu beristiqfar sesudah salat? Beristighfar ini harus selalu kita lakukan sebagai wujud kesadaran kita. Jangan sampai dalam shalat kita berniat salah. Iblis ada dimana-mana yang bisa menggangu konsentarasi saat salat. Ketika kita selesai salat, kita istiqfar. Kita beristiqfar karena amalan ini mengingatkan kita agar segera mendapat ampunan Allah Swt.

Sehingga kita mendapatkan surga yang dijanjikan hanya kepada kaum muktakim. Ada-ada saja kelakuan kita yang tidak wajar, tidak sesuai yang kita lakukan, sehingga kita harus meminta maaf. Karena tidak semua dosa diampuni tanpa meminta maaf. Ada dosa yang diampuni hanya dengan taubat setelah itu berkomitmen tidak akan melakukannya lagi dan taat dan beriman kepada allah.

Kalau takut berbuat dosa kepada allah maka bersihkanlah diri dengan meminta ampun kepada Allah, namun jika mempunyai dosa kepada sesama maka meminta maaflah kepadanya. Jika ingin meminta maaf kepada sesama, minta maaflah dengan memberitahukannya apa yang telah diperbuat baru meminta maaf.

Pasti sudah sering mendengar kata taubat dan istighfar. Jika kita melihat sepintas, maka kita akan menyimpulkan bahwa taubat dan istighar adalah sama. Yaitu sama-sama memohon ampun pada Allah. Namun benarkah demikian?

Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz  rahimahullah menjelaskan bahwa taubat berarti,  Menyesali (dosa) yang telah lalu, kembali melakukan ketaatan dan bertekad untuk tidak mengulangi dosa tersebut lagi.

Sedangkan istighfar bisa jadi terdapat taubat di dalamnya dan bisa jadi hanya sekedar ucapan di lisan. Ucapan istighfar seperti “Allahummaghfirlii”  (Ya Allah, ampunilah aku) atau “Astaghfirullah” (Ya Allah, aku memohon ampun pada-Mu).

Adapun taubat itu sendiri dilakukan dengan menyesali dosa, berhenti dari maksiat dan bertekad tidak akan mengulanginya. Ini disebut taubat, kadang pula disebut istighfar. Istighfar yang bermanfaat adalah yang diiringi dengan penyesalan, berhenti dari dosa dan bertekad tidak akan mengulangi dosa tersebut lagi. Inilah yang kadang disebut istighfar dan kadang pula disebut taubat.

Sebagaimana hal ini diisyaratkan dalam firman Allah Swt, “Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun (beristighfar) terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain daripada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui. Mereka itu balasannya ialah ampunan dari Tuhan mereka dan surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah sebaik-baik pahala orang-orang yang beramal,” (QS. Ali Imran: 135-136).

Yang dimaksud istighfar pada ayat di atas adalah menyesal dan tidak terus menerus berbuat dosa. Ia mengucapkan ‘Allahummaghfirlli, astaghfirullah’ (Ya Allah, ampunilah aku. Ya Allah, aku memohon ampun pada-Mu), lalu disertai dengan menyesali dosa dan Allah mengetahui hal itu dari hatinya tanpa terus menerus berbuat dosa bahkan disertai tekad untuk meninggalkan dosa tersebut. Jadi, jika seseorang ‘astaghfir’ atau ‘Allahummaghfir lii’ dan dimaksudkan untuk taubat yaitu disertai penyesalan, kembali taat dan bertekad tidak akan mengulangi dosa lagi, inilah taubat yang benar.

Kita selalu butuh akan ampunan Allah karena kita adalah hamba yang tidak bisa lepas dari dosa. Dosa ini bisa gugur dengan taubat dan ucapan istighfar. Terlihat kedua amalan ini sama. Namun ada sedikit perbedaan mendasar yang perlu dipahami. Taubat lebih sempurna dan di dalamnya terdapat istighfar. Namun istighfar yang sempurna adalah jika diiringi dengan taubat.

Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz rahimahullah menjelaskan,

Taubat berarti,

الندم على الماضي والإقلاع منه والعزيمة أن لا يعود فيه

“Menyesali (dosa) yang telah lalu, kembali melakukan ketaatan dan bertekad untuk tidak mengulangi dosa tersebut lagi.” Inilah yang disebut taubat.

Sedangkan istighfar bisa jadi terdapat taubat di dalamnya dan bisa jadi hanya sekedar ucapan di lisan. Ucapan istighfar seperti “Allahummaghfirlii” (Ya Allah, ampunilah aku) atau “Astaghfirullah” (Ya Allah, aku memohon ampun pada-Mu).

Adapun taubat itu sendiri dilakukan dengan menyesali dosa, berhenti dari maksiat dan bertekad tidak akan mengulanginya. Ini disebut taubat, kadang pula disebut istighfar. Istighfar yang bermanfaat adalah yang diiringi dengan penyesalan, berhenti dari dosa dan bertekad tidak akan  mengulangi dosa tersebut lagi. Inilah yang kadang disebut istighfar dan kadang pula disebut taubat. Sebagaimana hal ini diisyaratkan dalam firman Allah Ta’ala,

وَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللَّهَ فَاسْتَغْفَرُوا لِذُنُوبِهِمْ وَمَنْ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا اللَّهُ وَلَمْ يُصِرُّوا عَلَى مَا فَعَلُوا وَهُمْ يَعْلَمُونَ , أُولَئِكَ جَزَاؤُهُمْ مَغْفِرَةٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَجَنَّاتٌ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا وَنِعْمَ أَجْرُ الْعَامِلِينَ

“Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun (beristighfar) terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain daripada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui. Mereka itu balasannya ialah ampunan dari Tuhan mereka dan surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah sebaik-baik pahala orang-orang yang beramal.” (QS. Ali Imran: 135-136).

Yang dimaksud istighfar pada ayat di atas adalah menyesal dan tidak terus menerus berbuat dosa. Ia mengucapkan ‘Allahummaghfirlli, astaghfirullah’ (Ya Allah, ampunilah aku. Ya Allah, aku memohon ampun pada-Mu), lalu disertai dengan menyesali dosa dan Allah mengetahui hal itu dari hatinya tanpa terus menerus berbuat dosa bahkan disertai tekad untuk meninggalkan dosa tersebut. Jadi, jika seseorang ‘astaghfir’ atau ‘Allahummaghfir lii’ dan dimaksudkan untuk taubat yaitu disertai penyesalan, kembali taat dan bertekad tidak akan mengulangi dosa lagi, inilah taubat yang benar. (Sumber Mawqi’ Syaikh Ibnu Baz)

Ya Allah, terimalah taubat kami dan tutupilah setiap dosa kami dengan istighfar. Istigfar biasanya mempunyai kaitan dengan tobat atau pertobatan. Hal ini bisa disimak dari firman Allah, ''Maka mengapa mereka tidak bertobat kepada Allah dan memohon ampunan kepada-Nya'' (QS Al-Maidah 5: 74). Lalu apakah dengan demikian istigfar sama dengan bertobat? Dalam hal ini tobat mempunyai kedudukan yang lebih tinggi. Dalam bertobat, seseorang terikat untuk melaksanakan syarat-syarat pertobatan, bila ia melanggarnya maka tobatnya dengan sendirinya menjadi tertolak. Syarat-syarat itu antara lain: menyesali dosa-dosanya, tidak akan mengulangi kesalahan yang sama pada masa mendatang, memperbanyak melakukan kebaikan, amal ibadah ataupun ketaatan, menjauhi perbuatan buruk dan beberapa yang lain lagi.

Salah satu dari sekian tuntutan bagi orang yang bertobat ialah mengucapkan istigfar. Artinya, istigfar merupakan bagian dari tobat atau pertobatan. Meski demikian, istigfar memiliki nilai yang tinggi diantara amalan-amalan ibadah, khususnya dalam kelompok ibadah dan zikir. Rasulullah SAW bersabda, ''Yang terbaik diantara kamu ialah orang yang sering tergoda, tetapi sering bertobat (sering kembali kepada Allah) dengan perasaan menyesal atas dosa yang diperbuatnya dengan jalan memperbanyak istigfar.'' Di sini jelas hubungannya tobat dengan istigfar merupakan cara untuk menuju pertobatan.

Dengan membiasakan istigfar, maka bukan hanya dosa-dosa masa lalu dan masa kini, tetapi dosa-dosa masa mendatang pun telah mendapat jaminan diampuni Allah bahkan beristigfar dapat mendatangkan kesempurnaan nikmat (karunia) Allah. Firman-Nya, ''Supaya Allah memberi ampunan kepadamu terhadap dosamu yang lalu dan yang akan datang serta menyempurnakan nikmat-Nya atasmu.'' (QS Al-Fath 48: 2).

Sebagai manusia biasa, tentunya kita tidak akan lepas dari yang namanya dosa. Baik itu dosa besar atau kecil yang disadari atau tidak hal itu merupakan sesuatu yang tidak diridhoi oleh Allah SWT. ika tidak bertaubat, dosa tersebut akan terus menumpuk dan memberatkan kita di akhirat nanti. Allah SWT memberikan begitu banyak jalan untuk mengikis dosa yang ada pada Hamba-Hamba-Nya.

Bukan hanya amalan-amalan berat, dengan amalan ringan pun Allah senantiasa akan mengampuni dosa-dosa Hamba-Nya. Bahkan dengan sakit yang diderita pun, jika kita dengan tabah menjalaninya maka Allah akan mengampuni dosa kita. Kendati demikian, melakukan amalan baik merupakan jalan terbaik bagi umat muslim untuk bisa mengurangi dosa yang telah dilakukan. Bertaubat pada Allah, beristighfar dan melakukan amalan baik lainnya hendaknya kita lakukan sebagai pengganti kesalahan atau dosa yang pernah kita lakukan.

Syekh Ali jaber pun menjelaskan bahwa terdapat suatu bacaan istighfar yang dapat mengampuni dosa. Bukan hanya dosa kecil, bacaan istighfar ini bahkan dapat mengampuni dosa yang besar pula. “Astaghfirullah wa’atuubu ilaihi,” kata Syekh Ali Jaber. Syekh Ali Jaber pun mengungkapkan bahwa bacaan istighfar ini cukup dibaca 3 kali saja dalam sehari dan dosa besar pun bisa terampuni. “Kata Rasulullah SAW barang siapa yang membaca ini istighfar 3 kali satu hari, maka diampuni dosanya walaupun dosa itu dosa besar,” ungkap Syekh Ali.

Maka dari itu, sebagai seorang muslim yang tak luput dari dosa yang disengaja atau tidak disengaja sebaiknya kita dapat mengamalkan bacaan istighfar di atas. Bacaan istighfar tersebut tentunya sudah dihafal hampir seluruh orang muslim yang ada, maka tidak ada salahnya jika kita mengamalkannya agar dosa kita pun dapat diampuni oleh Allah SWT.

Referensi sebagai berikut ini ;












Pentingnya Beristigfar Setelah Salat

Kenapa kita perlu beristiqfar sesudah salat? Beristighfar ini harus selalu kita lakukan sebagai wujud kesadaran kita. Jangan sampai dalam shalat kita berniat salah. Iblis ada dimana-mana yang bisa menggangu konsentarasi saat salat. Ketika kita selesai salat, kita istiqfar. Kita beristiqfar karena amalan ini mengingatkan kita agar segera mendapat ampunan Allah Swt.

Sehingga kita mendapatkan surga yang dijanjikan hanya kepada kaum muktakim. Ada-ada saja kelakuan kita yang tidak wajar, tidak sesuai yang kita lakukan, sehingga kita harus meminta maaf. Karena tidak semua dosa diampuni tanpa meminta maaf. Ada dosa yang diampuni hanya dengan taubat setelah itu berkomitmen tidak akan melakukannya lagi dan taat dan beriman kepada allah.

Kalau takut berbuat dosa kepada allah maka bersihkanlah diri dengan meminta ampun kepada Allah, namun jika mempunyai dosa kepada sesama maka meminta maaflah kepadanya. Jika ingin meminta maaf kepada sesama, minta maaflah dengan memberitahukannya apa yang telah diperbuat baru meminta maaf.

Pasti sudah sering mendengar kata taubat dan istighfar. Jika kita melihat sepintas, maka kita akan menyimpulkan bahwa taubat dan istighar adalah sama. Yaitu sama-sama memohon ampun pada Allah. Namun benarkah demikian?

Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz  rahimahullah menjelaskan bahwa taubat berarti,  Menyesali (dosa) yang telah lalu, kembali melakukan ketaatan dan bertekad untuk tidak mengulangi dosa tersebut lagi.

Sedangkan istighfar bisa jadi terdapat taubat di dalamnya dan bisa jadi hanya sekedar ucapan di lisan. Ucapan istighfar seperti “Allahummaghfirlii”  (Ya Allah, ampunilah aku) atau “Astaghfirullah” (Ya Allah, aku memohon ampun pada-Mu).

Adapun taubat itu sendiri dilakukan dengan menyesali dosa, berhenti dari maksiat dan bertekad tidak akan mengulanginya. Ini disebut taubat, kadang pula disebut istighfar. Istighfar yang bermanfaat adalah yang diiringi dengan penyesalan, berhenti dari dosa dan bertekad tidak akan mengulangi dosa tersebut lagi. Inilah yang kadang disebut istighfar dan kadang pula disebut taubat.

Sebagaimana hal ini diisyaratkan dalam firman Allah Swt, “Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun (beristighfar) terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain daripada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui. Mereka itu balasannya ialah ampunan dari Tuhan mereka dan surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah sebaik-baik pahala orang-orang yang beramal,” (QS. Ali Imran: 135-136).

Yang dimaksud istighfar pada ayat di atas adalah menyesal dan tidak terus menerus berbuat dosa. Ia mengucapkan ‘Allahummaghfirlli, astaghfirullah’ (Ya Allah, ampunilah aku. Ya Allah, aku memohon ampun pada-Mu), lalu disertai dengan menyesali dosa dan Allah mengetahui hal itu dari hatinya tanpa terus menerus berbuat dosa bahkan disertai tekad untuk meninggalkan dosa tersebut. Jadi, jika seseorang ‘astaghfir’ atau ‘Allahummaghfir lii’ dan dimaksudkan untuk taubat yaitu disertai penyesalan, kembali taat dan bertekad tidak akan mengulangi dosa lagi, inilah taubat yang benar.

Kita selalu butuh akan ampunan Allah karena kita adalah hamba yang tidak bisa lepas dari dosa. Dosa ini bisa gugur dengan taubat dan ucapan istighfar. Terlihat kedua amalan ini sama. Namun ada sedikit perbedaan mendasar yang perlu dipahami. Taubat lebih sempurna dan di dalamnya terdapat istighfar. Namun istighfar yang sempurna adalah jika diiringi dengan taubat.

Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz rahimahullah menjelaskan,

Taubat berarti,

الندم على الماضي والإقلاع منه والعزيمة أن لا يعود فيه

“Menyesali (dosa) yang telah lalu, kembali melakukan ketaatan dan bertekad untuk tidak mengulangi dosa tersebut lagi.” Inilah yang disebut taubat.

Sedangkan istighfar bisa jadi terdapat taubat di dalamnya dan bisa jadi hanya sekedar ucapan di lisan. Ucapan istighfar seperti “Allahummaghfirlii” (Ya Allah, ampunilah aku) atau “Astaghfirullah” (Ya Allah, aku memohon ampun pada-Mu).

Adapun taubat itu sendiri dilakukan dengan menyesali dosa, berhenti dari maksiat dan bertekad tidak akan mengulanginya. Ini disebut taubat, kadang pula disebut istighfar. Istighfar yang bermanfaat adalah yang diiringi dengan penyesalan, berhenti dari dosa dan bertekad tidak akan  mengulangi dosa tersebut lagi. Inilah yang kadang disebut istighfar dan kadang pula disebut taubat. Sebagaimana hal ini diisyaratkan dalam firman Allah Ta’ala,

وَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللَّهَ فَاسْتَغْفَرُوا لِذُنُوبِهِمْ وَمَنْ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا اللَّهُ وَلَمْ يُصِرُّوا عَلَى مَا فَعَلُوا وَهُمْ يَعْلَمُونَ , أُولَئِكَ جَزَاؤُهُمْ مَغْفِرَةٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَجَنَّاتٌ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا وَنِعْمَ أَجْرُ الْعَامِلِينَ

“Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun (beristighfar) terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain daripada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui. Mereka itu balasannya ialah ampunan dari Tuhan mereka dan surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah sebaik-baik pahala orang-orang yang beramal.” (QS. Ali Imran: 135-136).

Yang dimaksud istighfar pada ayat di atas adalah menyesal dan tidak terus menerus berbuat dosa. Ia mengucapkan ‘Allahummaghfirlli, astaghfirullah’ (Ya Allah, ampunilah aku. Ya Allah, aku memohon ampun pada-Mu), lalu disertai dengan menyesali dosa dan Allah mengetahui hal itu dari hatinya tanpa terus menerus berbuat dosa bahkan disertai tekad untuk meninggalkan dosa tersebut. Jadi, jika seseorang ‘astaghfir’ atau ‘Allahummaghfir lii’ dan dimaksudkan untuk taubat yaitu disertai penyesalan, kembali taat dan bertekad tidak akan mengulangi dosa lagi, inilah taubat yang benar. (Sumber Mawqi’ Syaikh Ibnu Baz)

Ya Allah, terimalah taubat kami dan tutupilah setiap dosa kami dengan istighfar. Istigfar biasanya mempunyai kaitan dengan tobat atau pertobatan. Hal ini bisa disimak dari firman Allah, ''Maka mengapa mereka tidak bertobat kepada Allah dan memohon ampunan kepada-Nya'' (QS Al-Maidah 5: 74). Lalu apakah dengan demikian istigfar sama dengan bertobat? Dalam hal ini tobat mempunyai kedudukan yang lebih tinggi. Dalam bertobat, seseorang terikat untuk melaksanakan syarat-syarat pertobatan, bila ia melanggarnya maka tobatnya dengan sendirinya menjadi tertolak. Syarat-syarat itu antara lain: menyesali dosa-dosanya, tidak akan mengulangi kesalahan yang sama pada masa mendatang, memperbanyak melakukan kebaikan, amal ibadah ataupun ketaatan, menjauhi perbuatan buruk dan beberapa yang lain lagi.

Salah satu dari sekian tuntutan bagi orang yang bertobat ialah mengucapkan istigfar. Artinya, istigfar merupakan bagian dari tobat atau pertobatan. Meski demikian, istigfar memiliki nilai yang tinggi diantara amalan-amalan ibadah, khususnya dalam kelompok ibadah dan zikir. Rasulullah SAW bersabda, ''Yang terbaik diantara kamu ialah orang yang sering tergoda, tetapi sering bertobat (sering kembali kepada Allah) dengan perasaan menyesal atas dosa yang diperbuatnya dengan jalan memperbanyak istigfar.'' Di sini jelas hubungannya tobat dengan istigfar merupakan cara untuk menuju pertobatan.

Dengan membiasakan istigfar, maka bukan hanya dosa-dosa masa lalu dan masa kini, tetapi dosa-dosa masa mendatang pun telah mendapat jaminan diampuni Allah bahkan beristigfar dapat mendatangkan kesempurnaan nikmat (karunia) Allah. Firman-Nya, ''Supaya Allah memberi ampunan kepadamu terhadap dosamu yang lalu dan yang akan datang serta menyempurnakan nikmat-Nya atasmu.'' (QS Al-Fath 48: 2).

Referensi sebagai berikut ini ;

















Berapa Kali Rasulullah Baca Istighfar dalam Sehari & Perbanyak Istighfar

Hadits pendek kali ini tentang kebiasaan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam yang dalam satu hari membaca istighfar dan bertaubat kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala lebih dari 70 kali. Padahal sang kekasih Allah ini sudah diampuni semua salah dan dosanya.

Dari Abu Hurairah RA beliau berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Demi Allah, sesunguhnya aku beristighfar (memohon ampun) kepada Allah dan bertaubat kepada-Nya lebih dari tujuh puluh kali dalam sehari." (Hadits Riwayat al-Bukhari)

Dalam hadits lain diriwayatkan dari Abu Hamzah Anas bin Malik al-Anshari, Rasulullah bersabda: "Wahai manusia, bertaubatlah kepada Allah dan beristighfarlah (memohon) ampun kepada-Nya, Karena sesungguhnya aku bertaubat sebanyak seratus kali dalam satu hari."

Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Muslim seperti dikutip dari Kitab Riyadhus Shalihin karya Imam An Nawawi. Dalam kitabnya, Imam An Nawawi mengutip para ulama yang menyebutkan bahwa, taubat itu wajib dilakukan dari setiap dosa. Baik dosa kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala maupun ke sesama manusia. 

Kita selalu butuh akan ampunan Allah Swt karena kita adalah hamba yang tidak bisa lepas dari dosa. Dosa ini bisa gugur dengan taubat dan ucapan istighfar. Terlihat kedua amalan ini sama. Namun ada sedikit perbedaan mendasar yang perlu dipahami. Taubat lebih sempurna dan di dalamnya terdapat istighfar. Namun istighfar yang sempurna adalah jika diiringi dengan taubat.

Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz –rahimahullah– menjelaskan,

Taubat berarti,

الندم على الماضي والإقلاع منه والعزيمة أن لا يعود فيه

“Menyesali (dosa) yang telah lalu, kembali melakukan ketaatan dan bertekad untuk tidak mengulangi dosa tersebut lagi.” Inilah yang disebut taubat.

Sedangkan istighfar bisa jadi terdapat taubat di dalamnya dan bisa jadi hanya sekedar ucapan di lisan. Ucapan istighfar seperti “Allahummaghfirlii” (Ya Allah, ampunilah aku) atau “Astaghfirullah” (Ya Allah, aku memohon ampun pada-Mu).

Adapun taubat itu sendiri dilakukan dengan menyesali dosa, berhenti dari maksiat dan bertekad tidak akan mengulanginya. Ini disebut taubat, kadang pula disebut istighfar. Istighfar yang bermanfaat adalah yang diiringi dengan penyesalan, berhenti dari dosa dan bertekad tidak akan  mengulangi dosa tersebut lagi. Inilah yang kadang disebut istighfar dan kadang pula disebut taubat. Sebagaimana hal ini diisyaratkan dalam firman Allah Ta’ala,

وَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللَّهَ فَاسْتَغْفَرُوا لِذُنُوبِهِمْ وَمَنْ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا اللَّهُ وَلَمْ يُصِرُّوا عَلَى مَا فَعَلُوا وَهُمْ يَعْلَمُونَ , أُولَئِكَ جَزَاؤُهُمْ مَغْفِرَةٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَجَنَّاتٌ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا وَنِعْمَ أَجْرُ الْعَامِلِينَ

“Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun (beristighfar) terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain daripada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui. Mereka itu balasannya ialah ampunan dari Tuhan mereka dan surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah sebaik-baik pahala orang-orang yang beramal.” (QS. Ali Imran: 135-136).

Yang dimaksud istighfar pada ayat di atas adalah menyesal dan tidak terus menerus berbuat dosa. Ia mengucapkan ‘Allahummaghfirlli, astaghfirullah’ (Ya Allah, ampunilah aku. Ya Allah, aku memohon ampun pada-Mu), lalu disertai dengan menyesali dosa dan Allah mengetahui hal itu dari hatinya tanpa terus menerus berbuat dosa bahkan disertai tekad untuk meninggalkan dosa tersebut. Jadi, jika seseorang ‘astaghfir’ atau ‘Allahummaghfir lii’ dan dimaksudkan untuk taubat yaitu disertai penyesalan, kembali taat dan bertekad tidak akan mengulangi dosa lagi, inilah taubat yang benar. (Sumber Mawqi’ Syaikh Ibnu Baz). Ya Allah, terimalah taubat kami dan tutupilah setiap dosa kami dengan istighfar.

Istigfar biasanya mempunyai kaitan dengan tobat atau pertobatan. Hal ini bisa disimak dari firman Allah, ''Maka mengapa mereka tidak bertobat kepada Allah dan memohon ampunan kepada-Nya'' (QS Al-Maidah 5: 74). Lalu apakah dengan demikian istigfar sama dengan bertobat? Dalam hal ini tobat mempunyai kedudukan yang lebih tinggi. Dalam bertobat, seseorang terikat untuk melaksanakan syarat-syarat pertobatan, bila ia melanggarnya maka tobatnya dengan sendirinya menjadi tertolak. Syarat-syarat itu antara lain: menyesali dosa-dosanya, tidak akan mengulangi kesalahan yang sama pada masa mendatang, memperbanyak melakukan kebaikan, amal ibadah ataupun ketaatan, menjauhi perbuatan buruk dan beberapa yang lain lagi.

Salah satu dari sekian tuntutan bagi orang yang bertobat ialah mengucapkan istigfar. Artinya, istigfar merupakan bagian dari tobat atau pertobatan. Meski demikian, istigfar memiliki nilai yang tinggi diantara amalan-amalan ibadah, khususnya dalam kelompok ibadah dan zikir. Rasulullah SAW bersabda, ''Yang terbaik diantara kamu ialah orang yang sering tergoda, tetapi sering bertobat (sering kembali kepada Allah) dengan perasaan menyesal atas dosa yang diperbuatnya dengan jalan memperbanyak istigfar.'' Di sini jelas hubungannya tobat dengan istigfar merupakan cara untuk menuju pertobatan.

Dengan membiasakan istigfar, maka bukan hanya dosa-dosa masa lalu dan masa kini, tetapi dosa-dosa masa mendatang pun telah mendapat jaminan diampuni Allah bahkan beristigfar dapat mendatangkan kesempurnaan nikmat (karunia) Allah. Firman-Nya, ''Supaya Allah memberi ampunan kepadamu terhadap dosamu yang lalu dan yang akan datang serta menyempurnakan nikmat-Nya atasmu.'' (QS Al-Fath 48: 2).

Referensi sebagai berikut ini ;














Maka mengapa mereka tidak bertobat kepada Allah dan memohon ampunan kepada-Nya (QS Al-Maidah 5: 74)

Istigfar biasanya mempunyai kaitan dengan tobat atau pertobatan. Hal ini bisa disimak dari firman Allah, ''Maka mengapa mereka tidak bertobat kepada Allah dan memohon ampunan kepada-Nya'' (QS Al-Maidah 5: 74). Lalu apakah dengan demikian istigfar sama dengan bertobat? Dalam hal ini tobat mempunyai kedudukan yang lebih tinggi. Dalam bertobat, seseorang terikat untuk melaksanakan syarat-syarat pertobatan, bila ia melanggarnya maka tobatnya dengan sendirinya menjadi tertolak. Syarat-syarat itu antara lain: menyesali dosa-dosanya, tidak akan mengulangi kesalahan yang sama pada masa mendatang, memperbanyak melakukan kebaikan, amal ibadah ataupun ketaatan, menjauhi perbuatan buruk dan beberapa yang lain lagi.

Salah satu dari sekian tuntutan bagi orang yang bertobat ialah mengucapkan istigfar. Artinya, istigfar merupakan bagian dari tobat atau pertobatan. Meski demikian, istigfar memiliki nilai yang tinggi diantara amalan-amalan ibadah, khususnya dalam kelompok ibadah dan zikir. Rasulullah SAW bersabda, ''Yang terbaik diantara kamu ialah orang yang sering tergoda, tetapi sering bertobat (sering kembali kepada Allah) dengan perasaan menyesal atas dosa yang diperbuatnya dengan jalan memperbanyak istigfar.'' Di sini jelas hubungannya tobat dengan istigfar merupakan cara untuk menuju pertobatan.

Dengan membiasakan istigfar, maka bukan hanya dosa-dosa masa lalu dan masa kini, tetapi dosa-dosa masa mendatang pun telah mendapat jaminan diampuni Allah bahkan beristigfar dapat mendatangkan kesempurnaan nikmat (karunia) Allah. Firman-Nya, ''Supaya Allah memberi ampunan kepadamu terhadap dosamu yang lalu dan yang akan datang serta menyempurnakan nikmat-Nya atasmu.'' (QS Al-Fath 48: 2).


Referensi sebagai berikut ini ;

















Hakikat dari Istighfar Dan Taubat

Diantara sebab terpenting diturunkannya rizki adalah itsighfar (memohon ampun) dan taubat kepada Allah Yang Maha Pengampun dan Maha Menutupi (kesalahan). Untuk itu, pembahasan mengenai pasal ini kami bagi menjadi dua pembahasan. Hakikat Istighfar dan Taubat

Hakikat dari Istighfar Dan Taubat

Sebagian besar orang menyangka bahwa istighfar dan taubat hanyalah cukup dengan lisan semata. Sebagian mereka mengucapkan.

أَسْتَغْفِرُ اللّّهَ وَ أَتُوْبُ إِلَيْهِ

“Aku mohon ampun kepada Allah dan bertaubat kepada-Nya“.

Tetapi kalimat-kalimat diatas tidak membekas di dalam hati, juga tidak berpengaruh dalam perbuatan anggota badan. Sesungguhnya istighfar dan taubat jenis ini adalah perbuatan orang-orang dusta.

Para ulama -semoga Allah memberi balasan yang sebaik-baiknya kepada mereka- telah menjelaskan hakikat istighfar dan taubat.

Imam Ar-Raghib Al-Ashfahani menerangkan : “Dalam istilah syara’, taubat adalah meninggalkan dosa karena keburukannya, menyesali dosa yang telah dilakukan, berkeinginan kuat untuk tidak mengulanginya dan berusaha melakukan apa yang bisa diulangi (diganti). Jika keempat hal itu telah terpenuhi berarti syarat taubatnya telah sempurna”

Imam An-Nawawi dengan redaksionalnya sendiri menjelaskan : “Para ulama berkata, ‘Bertaubat dari setiap dosa hukumnya adalah wajib. Jika maksiat (dosa) itu antara hamba dengan Allah, yang tidak ada sangkut pautnya dengan hak manusia maka syaratnya ada tiga. Pertama, hendaknya ia menjauhi maksiat tersebut. Kedua, ia harus menyesali perbuatan (maksiat)nya. Ketiga, ia harus berkeinginan untuk tidak mengulanginya lagi. Jika salah satunya hilang, maka taubatnya tidak sah.

Jika taubatnya itu berkaitan dengan hak manusia maka syaratnya ada empat. Ketiga syarat di atas dan Keempat, hendaknya ia membebaskan diri (memenuhi) hak orang tersebut. Jika berbentuk harta benda atau sejenisnya maka ia harus mengembalikannya. Jika berupa had (hukuman) tuduhan atau sejenisnya maka ia harus memberinya kesempatan untuk membalasnya atau meminta ma’af kepadanya. Jika berupa ghibah (menggunjing), maka ia harus meminta maaf.

Adapun istighfar, sebagaimana diterangkan Imam Ar-Raghib Al-Asfahani adalah ” Meminta (ampunan) dengan ucapan dan perbuatan. Dan firman Allah.

فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا

“Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia Maha Pengampun” [Nuh/71 : 10]

Tidaklah berarti bahwa mereka diperintahkan meminta ampun hanya dengan lisan semata, tetapi dengan lisan dan perbuatan. Bahkan hingga dikatakan, memohon ampun (istighfar) hanya dengan lisan saja tanpa disertai perbuatan adalah pekerjaan para pendusta”

DALIL SYAR’I BAHWA ISTIGHFAR DAN TAUBAT TERMASUK KUNCI RIZKI

Beberapa nash (teks) Al-Qur’an dan Al-Hadits menunjukkan bahwa istighfar dan taubat termasuk sebab-sebab rizki dengan karunia Allah Ta’ala. Dibawah ini beberapa nash dimaksud :

1. Apa Yang Disebutkan Allah Subhana Wa Ta’ala Tentang Nuh Alaihis Salam Yang Berkata Kepada Kaumnya.

فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا﴿١٠﴾يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا﴿١١﴾وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَلْ لَكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَلْ لَكُمْ أَنْهَارًا

“Maka aku katakan kepada mereka, ‘Mohonlah ampun kepada Tuhanmu’, sesunguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakan harta dan anak-anakmu dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai”. [Nuh/71 : 10-12]

Ayat-ayat di atas menerangkan cara mendapatkan hal-hal berikut ini dengan istighfar.

Ampunan Allah terhadap dosa-dosanya. Berdasarkan firman-Nya :

إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا

“Sesungghuhnya Dia adalah Maha Pengampun“.

Diturunkannya hujan yang lebat oleh Allah. Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma berkata (مِدْرَارًا) adalah (hujan) yang turun dengan deras.

Allah akan membanyakan harta dan anak-anak, Dalam menafsirkan ayat (وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ ) Atha’ berkata : Niscaya Allah akan membanyakkan harta dan anak-anak kalian”

Allah akan menjadikan untuknya kebun-kebun.

Allah akan menjadikan untuknya sungai-sungai.

Imam Al-Qurthubi berkata : “Dalam ayat ini, juga yang disebutkan dalam (Hud/11 : 3) وَأَنِ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ “Dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Tuhamnu dan bertaubat kepada-Nya) adalah dalil yang menunjukkan bahwa istighfar merupakan salah satu sarana meminta diturunkannya rizki dan hujan”

Al-Hafizh Ibnu Katsir dalam tafsirnya berkata :” Maknanya, jika kalian bertaubat kepada Allah, meminta ampun kepadaNya dan kalian senantiasa menta’atiNya, niscaya Ia akan membanyakkan rizki kalian menurunkan air hujan serta keberkahan dari langit, mengeluarkan untuk kalian berkah dari bumi, menumbuhkan tumbuh-tumbuhan untuk kalian, melimpahkan air susu perahan untuk kalian, membanyakan harta dan anak-anak untuk kalian, menjadikan kebun-kebun yang di dalamnya bermacam-macam buah-buahan untuk kalian serta mengalirkan sungai-sungai diantara kebun-kebun itu (untuk kalian)”

Demikianlah, dan Amirul Mukminin Umar bin Khaththab Radhiyallahu ‘anhu juga berpegang dengan apa yang terkandung dalam ayat-ayat ini ketika beliau memohon hujan dari Allah Ta’ala.

Mutharif meriwayatkan dari Asy-Sya’bi : “Bahwasanya Umar Radhiyallahu ‘anhu keluar untuk memohon hujan bersama orang banyak. Dan beliau tidak lebih dari mengucapkan istighfar (memohon ampun kepada Allah) lalu beliau pulang. Maka seseorang bertanya kepadanya, ‘Aku tidak mendengar Anda memohon hujan’. Maka ia menjawab, ‘Aku memohon diturunkannya hujan dengan majadih langit yang dengannya diharapkan bakal turun hujan. Lalu beliau membaca ayat.

اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا﴿١٠﴾يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا

“Mohonlah ampun kepada Tuhamu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat“.[Nuh/71 : 10-11]

Imam Al-Hasan Al-Bashri juga menganjurkan istighfar (memohon ampun) kepada setiap orang yang mengadukan kepadanya tentang kegersangan, kefakiran, sedikitnya keturunan dan kekeringan kebun-kebun.

Imam Al-Qurthubi menyebutkan dari Ibnu Shabih, bahwasanya ia berkata :”Ada seorang laki-laki mengadu kepada Al-Hasan Al-Bashri tentang kegersangan (bumi) maka beliau berkata kepadanya, ‘Ber-istighfar-lah kepada Allah!. Yang lain mengadu kepadanya tentang kemiskinan maka beliau berkata kepadanya, ‘Ber-istighfar-lah kepada Allah!. Yang lain lagi berkata kepadanya, ‘Do’akanlah (aku) kepada Allah, agar Ia memberiku anak!, maka beliau mengatakan kepadanya, ‘Ber-istighfar-lah kepada Allah!. Dan yang lain lagi mengadu kepadanya tentang kekeringan kebunnya maka beliau mengatakan (pula) kepadanya, ‘Ber-istighfar-lah kepada Allah!”.

Dan kami menganjurkan demikian kepada orang yang mengalami hal yang sama. Dalam riwayat lain disebutkan :”Maka Ar-Rabi’ bin Shabih berkata kepadanya, ‘Banyak orang yang mengadukan macam-macam (perkara) dan Anda memerintahkan mereka semua untuk ber-istighfar. Maka Al-Hasan Al-Bashri menjawab, ‘Aku tidak mengatakan hal itu dari diriku sendiri. Tetapi sungguh Allah telah berfirman dalam surat Nuh.

اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا﴿١٠﴾يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا﴿١١﴾وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَلْ لَكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَلْ لَكُمْ أَنْهَارًا

“Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai- sungai“. [Nuh /71: 10-12]

Allahu Akbar ! Betapa agung, besar dan banyak buah dari istighfar ! Ya Allah, jadikanlah kami termasuk hamba-hamba-Mu yang pandai ber-istighfar. Dan karuniakanlah kepada kami buahnya, di dunia maupun di akhirat. Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar dan Maha Mengabulkan. Amin, wahai Yang Mahahidup dan terus menerus mengurus mahluk-Nya.

2. Ayat Lain Adalah Firman Allah Yang Menceritakan Tentang Seruan Hud Alaihis Shalatu Was Sallam Kepada Kaumnya Agar Ber-istighfar.

وَيَا قَوْمِ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا وَيَزِدْكُمْ قُوَّةً إِلَىٰ قُوَّتِكُمْ وَلَا تَتَوَلَّوْا مُجْرِمِينَ

“Dan (Hud berkata), Hai kaumku, mohonlah ampun kepada Tuhanmu lalu bertaubatlah kepada-Nya, niscaya Dia menurunkan hujan yang sangat lebat atasmu dan Dia akan menambahkan kekuatan kepada kekuatanmu dan janganlah kamu berpaling dengan berbuat dosa“. [Hud /11: 52]

Al-Hafiz Ibnu Katsir dalam menafsirkan ayat yang mulia di atas menyatakan : “Kemudian Hud Alaihis salam memerintahkan kaumnya untuk ber-istighfar yang dengannya dosa-dosa yang lalu dapat dihapuskan, kemudian memerintahkan mereka bertaubat untuk masa yang akan mereka hadapi. Barangsiapa memiliki sifat seperti ini, niscaya Allah akan memudahkan rizkinya, melancarkan urusannya dan menjaga keadaannya. Karena itu Allah berfirman.

يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا

“Niscaya Dia menurunkan hujan yang sangat lebat atasmu“

Ya Allah, jadikanlah kami termasuk orang-orang yang memiliki sifat taubat dan istighfar, dan mudahkanlah rizki-rizki kami, lancarkanlah urusan-urusan kami serta jagalah keadan-keadaan kami. Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha mengabulkan do’a. Amin, whai Dzat Yang Memiliki keagungan dan kemuliaan.

3. Ayat Lain Adalah firman Allah.

وَأَنِ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ يُمَتِّعْكُمْ مَتَاعًا حَسَنًا إِلَىٰ أَجَلٍ مُسَمًّى وَيُؤْتِ كُلَّ ذِي فَضْلٍ فَضْلَهُ ۖ وَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنِّي أَخَافُ عَلَيْكُمْ عَذَابَ يَوْمٍ كَبِيرٍ

“Dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Tuhanmu dan bertaubat kepadaNya. (Jika kamu mengerjakan yang demikian), niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik (terus-menerus) kepadamu sampai kepada waktu yang telah ditentukan, dan Dia akan memberi kepada tiap-tiap orang yang mempunyai keutamaan (balasan) keutamaannya. Jika kamu berpaling, maka sesungguhnya aku takut kamu akan ditimpa siksa hari Kiamat“. [Hud/11 : 3]

Pada ayat yang mulia di atas, terdapat janji-janji dari Allah Yang Mahakuasa dan Maha Menentukan berupa kenikmatan yang baik kepada orang yang ber-istighfar dan bertaubat. Dan maksud dari firmanNya.

يُمَتِّعْكُمْ مَتَاعًا حَسَنًا

“Niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik (terus menerus) kepadamu“.

Sebagaimana dikatakan oleh Abdullah bin Abbas Radhiyallahu ‘anhuma adalah. ‘Ia akan menganugrahi rizki dan kelapangan kepada kalian’.

Sedangkan Imam Al-Qurthubi dalam tafsirnya mengatakan :”Inilah buah istighfar dan taubat. Yakni Allah akan memberikan kenikmatan kepada kalian dengan berbagai manfaat berupa kelapangan rizki dan kemakmuran hidup serta Ia tidak akan menyiksa kalian sebagaimana yang dilakukanNya terhadap orang-orang yang dibinasakan sebelum kalian”

Dan janji Tuhan Yang Mahamulia itu diutarakan dalam bentuk pemberian balasan sesuai dengan syaratnya. Syaikh Muhammad Al-Amin Asy-Syinqithi berkata :”Ayat yang mulia tersebut menunjukkan bahwa ber-istighfar dan bertaubat kepada Allah dari dosa-dosa adalah sebab sehingga Allah menganugrahkan kenikmatan yang baik kepada orang yang melakukannya sampai pada waktu yang ditentukan. Allah memberikan balasan (yang baik) atas istighfar dan taubat itu dengan balasan berdasarkan syarat yang ditetapkan”

4. Dalil Lain Bahwa Istighfar Dan Taubat Adalah Diantara Kunci-Kunci Rizki

Yaitu hadits yang diriwayatkan Imam Ahmad, Abu Daud, An-Nasa’i, Ibnu Majah dan Al-Hakim dari Abdullah bin Abbas Radhiyallahu ‘anhuma ia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

مَنْ أَكْشَرَ الْاِسْتِغْفَارَ جَعَلَ اللَّهُ لَهُ مِنْ كُلِّ هَمٍّ فَرَجَا، وَمِنْ كُلِّ ضِيْقٍ مَخْرَ جًَا وَرَزَقَهُ مِنْ حَيْشُ لاَ يَحْتَسِبُ

“Barangsiapa memperbanyak istighfar (mohon ampun kepada Allah) niscaya Allah menjadikan untuk setiap kesedihannya jalan keluar dan untuk setiap kesempitannya kelapangan dan Allah akan memberinya rizki (yang halal) dari arah yang tidak disangka-sangka“

Dalam hadits yang mulia ini, Nabi yang jujur dan terpercaya, yang berbicara berdasarkan wahyu, Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan tentang tiga hasil yang dapat dipetik oleh orang yang memperbanyak istighfar. Salah satunya yaitu, bahwa Allah Yang Maha Memberi rizki, Yang Memiliki kekuatan akan memberikan rizki dari arah yang tidak disangka-sangka dan tidak diharapkan serta tidak pernah terdetik dalam hatinya.

Karena itu, kepada orang yang mengharapkan rizki hendaklah dia bersegera untuk memperbanyak istighfar (memohon ampun), baik dengan ucapan maupun dengan perbuatan. Dan hendaknya setiap muslim waspada!, sekali lagi hendaknya waspada! dari melakukan istighfar hanya sebatas dengan lisan tanpa perbuatan. Sebab ia adalah pekerjaan para pendusta.

Referensi Sebagai berikut ini ;
















Perbedaan Istighfar Dan Taubat kepada Allah Swt

Perbedaan Istighfar Dan Taubat, Adakah perbedaan antara istighfar dan taubat? Apakah saat seroang beristighfar serta merta bisa dikatakan bertaubat?

Dua istilah yang tampak sama ini, ternyata pada hakikatnya terdapat perbedaan. Berikut perbedaannya :

Pertama : Taubat ada batas waktunya, sementara istighfar tidak ada batas waktunya.

Oleh karenanya sampai orang yang sudah meninggal masih bisa dimohonkan ampunan. Adapun taubat tak diterima ketika nyawa seorang sampai pada kerongkongan. Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda :

bahwasanya Nabi shallallahu’alaihi wasallam bersabda:

إِنَّ اللهَ يَقْبَلُ تَوْبَةَ الْعَبْدِ مَا لَمْ يُغَرْغِرْ.

“Sesungguhnya Allah menerima taubat seorang hamba, selama (ruh) belum sampai di tenggorokan” (HR. Tirmidzi, dari Ibnu Umar Radhiyallahu’anhuma).

Oleh karenanya seorang yang telah meninggal dunia tidak ditaubatkan, namun mungkin baginya untuk dimohonkan ampunan atau didoakan istighfar. Sebagaimana firman Allah ‘azza wa jalla,

وَالَّذِينَ جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ

“Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshor), mereka berdoa: “Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang” (QS. Al-Hashr :10).

Kedua : Taubat hanya bisa dilakukan oleh pelaku dosa itu sendiri, adapaun istighfar bisa dilakukan oleh pelaku dosa dan juga orang lain untuknya.

Oleh karenanya seorang anak bisa mendoakan isighfar untuk ayahnya, atau seorang sahabat kepada sahabatnya yang lain, namun tidak bisa dikatakan seorang anak men-taubatkan bapaknya atau seorang rekan men-taubatkan kawannya.

Ketiga : Taubat memiliki syarat harus berhenti dari dosa yang ditaubati. Adapun istighfar tidak disyaratkan demikian.

Oleh karenanya ada suatu masalah penting yang dikaji oleh para ulama berkaitan hal ini, yakni apakah istighfar bermanfaat tanpa taubat?

Maksudanya apabila seorang beristighfar sementara ia masih terus melakukan maksiat, apakah istighfar itu bermanfat? Misalnya seorang merokok dan ia mengakui bahwa rokok itu haram, kemudian beristighfar, namun tidak berhenti dari merokok, apajah istighfarnya tersebut dapat menghapus dosa merokok yang ia lakkan? Mengingat salahsatu syarat taubat adalah berlepas diri dari dosa yang ditaubati.

Para ulama berselisih pendapat dalam hal ini :

Pendapat pertama: istighfar tidak bermanfaat tanpa taubat. Karena istighfar adalah jalan menuju taubat. Sehingga apabila maksud tidak tercapai maka istighfar yang dilakukan menjadi sia-sia. Maka menurut ulama yang memegang pendapat ini, istighfar yang dilakukan oleh perokok pada kasus di atas tidak bermanfaat.

Pendapat kedua: istighfar bermanfaat meski pelaku belum bertaubat. Karena dalam hadis-hadis Nabi Shallallahu alaihi wa sallam dibedakan antara istighfar dan taubat. Seperti hadis berikut,

وَاللَّهِ إِنِّي لَأَسْتَغْفِرُ اللَّهَ وَأَتُوبُ إِلَيْهِ فِي الْيَوْمِ أَكْثَرَ مِنْ سَبْعِينَ مَرَّةً

“Demi Allah, sungguh diriku beristighfar dan bertaubat dalam sehari lebih dari 70 kali” (Muttafaqun’alaih).

Dalam riwayat Muslim disebutkan, “… 100 kali“.

Pada hadis di atas istighfar dan taubat disebutkan secara terpisah. Menunjukkan bahwa istighfar dapat bermanfaat dengan sendirinya, meski tidak diiringi taubat.

Maka, menurut para ulama yang memegang pendapat ini, istighfar yang dilakukan oleh perokok pada kasus di atas bermanfaat. Boleh jadi Allah mengijabahi permohonan ampunnya meskipun ia belum bertaubat.

Namun ada kesimpulan yang sangat baik dari guru kami; Syaikh Sulaiman Ar Ruhaili -hafidzohullah- ketika mengkompromikan dua pendapat di atas. Beliau menjelaskan bahwa istighfar ada dua keadaan :

Pertama : Istighfar / permohonan ampun untuk pelaku dosa yang dilakukan oleh orang lain.

Seperti istighfarnya Malaikat untuk orang yang duduk di tempat sholat selama wudhunya tidak batal, para Malaikat mendoakannya,

اللهم اغفرله اللهم ارحمه

“Ya Allah ampunilah dan rahmatilah dia..” (HR. Bukhori dan Muslim, dari Abu Hurairah –radhiyallahu’anhu-).

Atau istighfar anak untuk orang tuanya,

رب اغفر لي ولوالدي وارحمهما كما ربياني صغيرا

“Ya Tuhanku ampunilah aku dan kedua orangtuaku, sayangilah keduanya sebagaimana mereka telah menyayangiku di waktu kecil“.

Nabi juga pernah memerintahkan para sahabat beliau ketika raja Najasi meninggal dunia, untuk mendoakan ampunan untuknya,

استغفروا لأخيكم

“Doakanlah istighfar untuk saudara kalian..” (HR. Bukhori dan Muslim).

Beliau juga bersabda sesuai menguburkan salah seorang sahabat beliau,

استغفروا لأخيكم واسلوا له التثبيت فإنه الآن يسأل

“Doakan istighfar untuk saudara kalian. Dan mohonkan untuknya ketetapan hati, karena dia sekarang sedang ditanya” (HR. Abu Dawud, dishahihkan oleh Al Hakim).

Maka Nabi shallallahu’alaihi wasallam memerintahkan istighfar untuk mayit bukan taubat untuk mayit. Mengingat perbuatan ini diperintahkan oleh syariat, menunjukkan bahwa istighfar untuk mayit dapat bermanfaat. Karena Allah tidaklah memerintahkan sesuatu kecuali perbuatan yang bermanfaat. Ini adalah kaidah yang sangat penting dalam agama kita.

Kedua : Istighfar pelaku dosa untuk darinya sendiri.

Yang tepat, istighfar seperti ini dapat bermanfat untuk pelakunya mesti ia belum bertaubat, namun, dengan syarat, istighfar tersebut muncul karena rasa takutnya kepada Allah ‘azza wa jalla yang sebenarnya dan jujur. Maka orang seperti ini berada pada dua situasi : antara takut kepada Allah dan kalah oleh hawa nafsu. Saat rasa takut muncul ia beristighfar dan saat ia dikalahkan oleh syahwatnya ia terjerumus dalam dosa, dan ia memyadari bahwa yang dilakukan adalah dosa. Istighfar untuk orang seperti ini kita katakana bermanfaat untuknya.

Adapun istighfar yang hanya di lisan, bukan karena takut kepada Allah, maka ini istighfar yang dusta. Seorang mengatakan astaghfirullah, akantetapi dalam hatinya tidak ada rasa bersalah, takut kepada Allah dan kesadaran bahwa yang dilakukan adalah dosa. Maka istighfar seperti ini tidak bermanfaat sama sekali.

Oleh karenanya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah –rahimahullah– ketika menjawab permohonan Abul Qosim al Maghribi –rahimahullah-, untuk menuliskan wasiat untuknya yang kemudian tulisan tersebut dikenal dengan Al Wasiyyah As Sughro, menyatakan,

فإن الله قد يغفر له إجابة عن دعائه، وإن لم يتب، فإذا اجتمعت الاستغفار و التوبة فهو الكمال

“Allah bisa jadi mengampuninya sebagai pengabulan atas doanya, meski ia belum bertaubat. Namun bila berkumpul antara istighfar dan taubat maka itulah yang sempurna” (Al Wasiyyah As Sughro, hal. 31. Tahqiq Sobri bin Salamah Sāhin).

Bila seorang dapat mengumpulkan istighfar dan taubat, maka itulah yang sempurna dan diharapkan. Sebagaimana Allah mengumpulkan kedua hal ini dalam firmanNya,

وَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللَّهَ فَاسْتَغْفَرُوا لِذُنُوبِهِمْ وَمَنْ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا اللَّهُ وَلَمْ يُصِرُّوا عَلَىٰ مَا فَعَلُوا وَهُمْ يَعْلَمُونَ

“Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat Allah. Lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka (beristighfar), siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah?! Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu (bertaubat), sedang mereka mengetahui” (QS. Ali Imron : 135).

Seperti yang dilakukan Nabi kita shallallahu’alaihi wasallam, “Demi Allah, sungguh diriku beristighfar dan bertaubat dalam sehari lebih dari 70 kali” (Muttafaqun’alaih).

Referensi Sebagai berikut ini ;