This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences. Now replace these with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences. Now replace these with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences. Now replace these with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences. Now replace these with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences. Now replace these with your own descriptions.

Sabtu, 23 Juli 2022

Bukan Besarnya Dosa tetapi Kepada Siapa Bermaksiat

Bukan Besarnya Dosa tetapi Kepada Siapa Bermaksiat, Terkadang setan membisikkan kepada kita agar meremehkan dosa walaupun kecil. Kita merasa tidak apa-apa melakukan dosa ini, karena itu “hanya” dosa kecil dan bukan merupakan dosa besar. Hendaknya kita perhatikan nasehat ulama bahwa bukan besar-kecilnya dosa yang menjadi masalah, akan tetapi kita bermaksiat kepada Allah pencipta kita. Kita buat permisalan, kepada atasan/bos saja, kita hati-hati sekali, jangan sampai melakukan kesalahan walaupun kecil. Kita sangat hati-hati ketika melakukan tugas dari atasan/bos. Tentu kita harus sangat-sangat hati-hati jika bermaksiat kepada Allah, Rabb Penguasa semesta alam yang telah menciptakan alam semesta ini.

Bilal bin Sa’ad berkata,

لا تنظر إلي صغر المعصية, و لكن انظر من عصيت

“Janganlah engkau melihat kecilnya maksiat tetapi lihatlah kepada siapa engkau bermaksiat.” [Ad-Daa’ wad Dawaa’ hal. 82]

Dosa kecil sangat berbahaya jika diremehkan. Dosa yang kecil yang terus-menerus dilakukan akan menjadi dosa besar yang berbahaya, terlebih hatinya meremehkan dosa tersebut. Terdapat ungkapan dari sebagian ulama kita:

لاَ صَغِيْرَةَ مَعَ الْاِسْتِمْرَارَ وَلاَ كَبِيْرَةَ مَعَ الْاِسْتِغْفَارِ

“Tidak ada dosa kecil apabila dilakukan terus-menerus, tidak ada dosa besar apabila diiringi dengan istighfar.”

Bagaimanapun juga, dosa yang kita lakukan besar atau kecil tetap akan membuat hati kita menjadi sakit bahkan mati.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

ﺇِﻥَّ ﺍﻟْﻤُﺆْﻣِﻦَ ﺇِﺫَﺍ ﺃَﺫْﻧَﺐَ ﺫَﻧْﺒًﺎ ﻧُﻜِﺖَ ﻓِﻲ ﻗَﻠْﺒِﻪِ ﻧُﻜْﺘَﺔٌ ﺳَﻮْﺩَﺍﺀُ ﻓَﺈِﻥْ ﺗَﺎﺏَ ﻭَﻧَﺰَﻉَ ﻭَﺍﺳْﺘَﻐْﻔَﺮَ ﺻُﻘِﻞَ ﻗَﻠْﺒُﻪُ ﻭَﺇِﻥْ ﺯَﺍﺩَ ﺯَﺍﺩَﺕْ ﺣَﺘَّﻰ ﺗَﻌْﻠُﻮَ ﻗَﻠْﺒَﻪُ ﻓَﺬَﻟِﻚَ ﺍﻟﺮَّﺍﻥُ ﺍﻟَّﺬِﻱ ﺫَﻛَﺮَ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﺰَّ ﻭَﺟَﻞَّ ﻓِﻲ ﺍﻟْﻘُﺮْﺁﻥِ : ﻛَﻠَّﺎ ﺑَﻞْ ﺭَﺍﻥَ ﻋَﻠَﻰ ﻗُﻠُﻮﺑِﻬِﻢْ ﻣَﺎ ﻛَﺎﻧُﻮﺍ ﻳَﻜْﺴِﺒُﻮﻥَ

”Sesungguhnya seorang mukmin, jika melakukan satu perbuatan dosa, maka ditorehkan di hatinya satu titik hitam. Jika ia bertaubat, berhenti dan minta ampun, maka hatinya akan dibuat mengkilat (lagi). Jika semakin sering berbuat dosa, maka titik-titik itu akan bertambah sampai menutupi hatinya. Itulah ‘raan‘ yang disebutkan Allah ta’ala, sekali-kali tidak akan tetapi itulah ‘raan‘ yang disebutkan Allah dalam Al-Qur’an”. (HR. Ahmad, hasan)

Terkait dengan melakukan dosa juga, ada hal penting yang kita ketahui agar kita semua benar-benar takut ketika akan melakukan sebuah maksiat yang tentu merugikan diri sendiri dan bisa jadi orang lain, yaitu bahwa maksiat ini akan mendatangkan maksiat selanjutnya, akan menyebabkan kita cenderung melakukan maksiat selanjutnya.

Inilah yang dimaksudkan bahwa suatu keburukan akan membawa keburukan selanjutnya. Allah berfirman,

ﻭَﺟَﺰَﺍﺀُ ﺳَﻴِّﺌَﺔٍ ﺳَﻴِّﺌَﺔٌ ﻣِﺜْﻠُﻬَﺎ

“Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa.” (QS. Asy-Syura: 40)

Demikian juga Ibnu Abbas menjelaskan bahwa jangan pernah merasa aman ketika telah melakukan maksiat karena bisa jadi akan melakukan maksiat selanjutnya yang lebih besar. Beliau berkata,

ﻳﺎ ﺻﺎﺣﺐ ﺍﻟﺬﻧﺐ، ﻻ ﺗﺄﻣﻦ ﻣﻦ ﺳﻮﺀ ﻋﺎﻗﺒﺘﻪ، ﻭﻟﻤﺎ ﻳﺘﺒﻊ ﺍﻟﺬﻧﺐ ﺃﻋﻈﻢ ﻣﻦ ﺍﻟﺬﻧﺐ ﺇﺫﺍ ﻋﻤﻠﺘﻪ

“Wahai pelaku dosa, janganlah merasa aman dari jeleknya akibat dosa, karena dosa yang lebih besar bisa jadi mengiringinya/mengikutinya, lebih besar dari dosa yang telah engkau lakukan (sekarang).” (Hilyatul Auliya’ no. 1180)

Semoga kita dijauhkan dari berbagai dosa baik dosa besar maupun dosa kecil, karena maksiat yang kita lakukan ini menjadi sebab kesusahan, musibah dan bencana yang turun kepada kita.

Allah Ta’ala berfirman,

وَمَآأَصَابَكُم مِّن مُّصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُوا عَن كَثِيرٍ

“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (QS. Asy-Syuraa :30)


Pengaruh Dosa dan Maksiat :

Pengaruh dosa terhadap hati seperti bahayanya racun bagi tubuh. Tidak ada suatu kejelekan di dunia dan di akhirat kecuali sebabnya adalah dosa dan maksiat.

Apa yang menyebabkan Adam dan Hawa dikeluarkan dari surga—tempat yang penuh kelezatan dan kenikmatan—menuju negeri yang terdapat berbagai penderitaan (dunia)?!

Apa pula yang menyebabkan Iblis diusir dari kerajaan yang ada di langit dan mendapat kutukan Allah azza wa jalla?!

Dengan sebab apa kaum Nabi Nuh alaihis salam yang kufur ditenggelamkan oleh banjir, kaum Ad dibinasakan oleh angin, serta berbagai siksaan di dunia yang menimpa umat-umat terdahulu sehingga ada yang diubah tubuhnya menjadi kera dan babi?!

Itu semua adalah akibat dari dosa yang mereka lakukan.

Hendaklah peristiwa yang telah berlalu cukup menjadi pelajaran yang berharga bagi orang-orang yang setelahnya. Sebab, orang yang baik adalah yang mampu mengambil pelajaran dari orang lain, bukan menjadi pelajaran yang jelek bagi generasi setelahnya. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

فَكُلًّا أَخَذۡنَا بِذَنۢبِهِۦۖ فَمِنۡهُم مَّنۡ أَرۡسَلۡنَا عَلَيۡهِ حَاصِبًا وَمِنۡهُم مَّنۡ أَخَذَتۡهُ ٱلصَّيۡحَةُ وَمِنۡهُم مَّنۡ خَسَفۡنَا بِهِ ٱلۡأَرۡضَ وَمِنۡهُم مَّنۡ أَغۡرَقۡنَاۚ وَمَا كَانَ ٱللَّهُ لِيَظۡلِمَهُمۡ وَلَٰكِن كَانُوٓاْ أَنفُسَهُمۡ يَظۡلِمُونَ

“Masing-masing (mereka itu) Kami siksa sebab dosanya. Di antara mereka ada yang Kami timpakan kepadanya hujan batu kerikil, di antara mereka ada yang ditimpa suara keras yang mengguntur, di antara mereka ada yang Kami benamkan ke dalam bumi, dan di antara mereka ada yang Kami tenggelamkan. Dan Allah sekali-kali tidak hendak menganiaya mereka, tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri.” (al-Ankabut: 40)

Dosa menghalangi seorang dari memperoleh ilmu yang bermanfaat.

Sebab, ilmu merupakan cahaya yang Allah subhanahu wa ta’ala letakkan pada hati seseorang, sedangkan maksiat yang akan meredupkan cahaya tersebut. Tatkala Imam asy-Syafii rahimahullah duduk di hadapan gurunya, Imam Malik rahimahullah, sang guru melihat kesempurnaan pemahaman asy-Syafii rahimahullah.

Imam Malik pun berpesan kepadanya, “Sungguh, aku memandang Allah subhanahu wa ta’ala telah meletakkan pada hatimu cahaya. Janganlah kau padamkan dengan gelapnya kemaksiatan.”

Maksiat menyebabkan seorang terhalang dari rezeki, sebagaimana sebaliknya, yaitu takwa kepada Allah subhanahu wa ta’ala akan mendatangkan rezeki.

Adanya kegersangan pada hati orang yang berbuat maksiat dan munculnya jarak antara dia dan Allah subhanahu wa ta’ala.

Disulitkan urusannya. Tidaklah ia menuju kepada suatu perkara kecuali ia mendapatinya tertutup.

Kegelapan yang ia dapatkan pada hatinya.

Ibnu Abbas radhiallahu anhuma berkata, “Sesungguhnya kebaikan mendatangkan sinar pada wajah, cahaya di hati, luasnya rezeki, kuatnya badan, dan dicintai oleh makhluk. Adapun kejelekan (kemaksiatan) akan menimbulkan hitamnya wajah, gelapnya hati, lemahnya badan, berkurangnya rezeki, dan kebencian hati para makhluk.”

Kemaksiatan melenyapkan barakah umur serta memendekkannya.

Sebab, sebagaimana kebaikan menambahkan umur, (sebaliknya) kedurhakaan memendekkan umur.

Tabiat dari kemaksiatan adalah melahirkan kemaksiatan yang lainnya.

Lihatlah hasad yang ada pada saudara-saudara Nabi Yusuf alaihis salam. Hasad telah menyeret mereka melakukan tindakan memisahkan antara bapak dan anaknya sehingga menimbulkan kesedihan pada orang lain, memutuskan hubungan kekerabatan, berucap dengan kedustaan, membodohi orang, dan yang sejenisnya.

Kemaksiatan menjadikan seorang hamba hina di mata Allah subhanahu wa ta’ala.

Al-Hasan al-Bashri rahimahullah berkata,

“Mereka (pelaku maksiat) rendah di hadapan Allah subhanahu wa ta’ala sehingga mereka bermaksiat kepada-Nya. Seandainya mereka orang yang mulia di hadapan Allah subhanahu wa ta’ala, niscaya Allah azza wa jalla akan menjaga mereka dari dosa. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

وَمَن يُهِنِ ٱللَّهُ فَمَا لَهُۥ مِن مُّكۡرِمٍۚ

“Barang siapa yang dihinakan oleh Allah, tidak seorang pun yang memuliakannya.” (al-Hajj: 18)

Kemaksiatan mengundang kehinaan dan merusak akal.

Jika dosa telah banyak, pelakunya akan ditutup hatinya sehingga digolongkan sebagai orang-orang yang lalai.

Dosa memunculkan berbagai kerusakan di muka bumi, pada air, udara, tanaman, buah-buahan, dan tempat tinggal.

Kemaksiatan menghilangkan sifat malu yang merupakan pokok segala kebaikan serta melemahkan hati pelakunya.

Kemaksiatan menyebabkan hilangnya nikmat dan mendatangkan azab.

Ali bin Abi Thalib radhiallahu anhu berkata,

“Tidaklah turun suatu bencana kecuali karena dosa dan tidaklah dicegah suatu bencana kecuali dengan tobat. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

وَمَآ أَصَٰبَكُم مِّن مُّصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتۡ أَيۡدِيكُمۡ وَيَعۡفُواْ عَن كَثِيرٍ

“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (asy-Syura: 30) (Lihat al-Jawabul Kafi hlm. 113—208, Taujihul Muslimin hlm. 58—61)

Pelajaran dan Nasihat

Tatkala Allah subhanahu wa ta’ala menciptakan Adam alaihis salam dengan Tangan-Nya, Dia memuliakannya di hadapan para malaikat dengan memerintah mereka sujud kepadanya. Allah subhanahu wa ta’ala mengajarinya nama-nama segala sesuatu serta menempatkannya bersama istrinya, Hawa, di dalam surga, tempat berhuninya beragam nikmat. Allah subhanahu wa ta’ala juga memperingatkan keduanya dari bahaya godaan Iblis dan melarang keduanya memakan buah pohon di surga, sebagai ujian.

Akan tetapi, Iblis yang terkutuk selalu menggoda dengan bujuk rayunya yang manis hingga Adam dan Hawa memakan dari pohon yang terlarang tersebut. Keduanya pun bermaksiat kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Dengan serta-merta, lepaslah baju keduanya sehingga tampak auratnya. Kemudian keduanya dikeluarkan dari surga ke bumi, tempat yang penuh dengan kekeruhan dan keletihan. Namun, Allah subhanahu wa ta’ala masih sayang kepada mereka berdua di mana keduanya sadar akan kesalahannya dan bertobat sehingga Allah subhanahu wa ta’ala mengampuninya.

Perhatikan peristiwa yang menimpa Adam dan Hawa! Sebelumnya, mereka menempati surga dengan keindahannya dan dihormati oleh malaikat. Namun, dengan satu kemaksiatan, kemuliaan dicabut. Baju pun menjadi lepas sehingga tersingkap auratnya. Mereka pun harus menjalani kehidupan yang sengsara di dunia padahal sebelumnya hidup sentosa di surga.

Demikian pula yang terjadi saat Perang Uhud pada tahun 3 Hijriah. Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam menempatkan pasukan pemanah di atas bukit. Nabi shallallahu alaihi wa sallam berpesan kepada mereka agar tidak meninggalkan posisi mereka, baik muslimin kalah maupun menang. Pada awalnya muslimin mampu memukul mundur pasukan musyrikin ingga tiba saatnya mereka memunguti harta rampasan perang.

Para pemanah menyangka bahwa perang telah usai. Mereka mengira, tidak ada manfaatnya lagi mereka tetap di atas bukit. Sebagian mereka ingin turun, tetapi ditegur oleh sebagian yang lain dengan pesan dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam agar mereka tidak turun. Namun, sebagian pasukan nekat turun dan bermaksiat terhadap perintah Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Ketika itulah sebagian musyrikin melihat benteng pertahanan muslimin di atas bukit telah bisa ditembus. Dari belakang bukit, mereka menyerang sisa-sisa pasukan pemanah hingga terbunuh.

Mereka pun menyerang muslimin dari belakang dalam keadaan pedang-pedang telah dimasukkan ke dalam sarungnya. Lalu datang pula serangan dari arah depan hingga mereka terjepit. Gugurlah sekian sahabat Nabi shallallahu alaihi wa sallam sebagai syuhada dan sebagian lagi terluka, sampai-sampai Nabi shallallahu alaihi wa sallam pun terluka dan terperosok ke dalam lubang yang dibuat oleh musyrikin. Kaum muslimin pulang ke Madinah dengan kekalahan, kaki terseok-seok, serta tubuh yang penuh luka. Itu semua disebabkan kemaksiatan sebagian pasukan muslimin.

Cobalah perhatikan! Dengan satu kemaksiatan, kemenangan yang sudah di depan mata hilang. Pahitnya kekalahan dirasakan oleh seluruh pasukan, padahal di dalamnya ada Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan para sahabat yang mulia. Tentu bisa dibayangkan, bagaimana keadaan orang-orang yang setiap saat melanggar perintah Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Tidak takutkah mereka terhadap azab yang akan ditimpakan?!

Tidak Mengentengkan Dosa

Terkadang seseorang menganggap enteng suatu dosa, terlebih jika itu adalah dosa kecil. Karena itu, dia terus-menerus melakukannya dan kurang memedulikannya. Nabi shallallahu alaihi wa sallam telah memperingatkan akan hal ini dengan sabdanya,

إِيَّاكُمْ وَمُحَقَّرَاتِ الذُّنُوبِ فَإِنَّمَا مَثَلُ مُحَقَّرَاتِ الذُّنُوبِ كَمَثَلِ قَوْمٍ نَزَلُوا بَطْنَ وَادٍ، فَجَاءَ ذَا بِعُوْدٍ وَجَاءَ ذَا بِعُودٍ، حَتَّى حَمَلُوا مَا انْضَجُّوا بِهِ خُبْزَهُمْ وَإِنَّ مُحَقَّرَاتِ الذُّنُوبِ مَتَى يُؤْخَذْ بِهَا صَاحِبُهَا تُهْلِكْهُ

“Berhati-hatilah kalian dari dosa-dosa kecil. Perumpamaan dosa kecil seperti suatu kaum yang singgah pada suatu lembah. Lalu datang seseorang membawa satu dahan (kayu bakar), yang lain juga membawa satu dahan, hingga mereka telah mengumpulkan sesuatu yang bisa menjadikan roti mereka matang. Sesungguhnya dosa-dosa kecil, ketika pelakunya diazab dengannya, itu akan membinasakannya.” (HR. Ahmad, ath-Thabarani, dan lain-lain dari jalan Sahl bin Sa’d radhiallahu anhu dan dinilai sahih oleh Syaikh al-Albani rahimahullah dalam Shahih al-Jami’ no. 2686)

Waspadalah dari dosa! Jangan tertipu dengan kecil atau sedikitnya. Lihatlah bagaimana dahulu Nabi shallallahu alaihi wa sallam memotong tangan seorang pencuri karena mencuri (hanya) tiga dirham. (Lihat Shahih al-Bukhari no. 6795).

Seorang wanita masuk neraka gara-gara kucing yang dikurungnya. Dia tidak memberinya makan, tidak pula melepasnya agar bisa memakan serangga bumi sehingga kucing itu kurus dan mati. (Lihat Shahih Muslim no. 2619)

Demikian pula dahulu pada zaman Nabi shallallahu alaihi wa sallam ada seorang yang terbunuh di jalan Allah subhanahu wa ta’ala sehingga para sahabat memberikan ucapan selamat kepadanya. Akan tetapi, Nabi shallallahu alaihi wa sallam mengatakan, “Tidak. Sesungguhnya pakaian yang dia curi dari harta rampasan Perang Khaibar yang belum dibagi-bagi akan menyala atasnya api neraka.” (Lihat Shahih Muslim no. 115, “Kitabul Iman”)

Menjauhi Tempat Maksiat

Pelaku maksiat membawa kesialan bagi dirinya dan orang lain. Sebab, dikhawatirkan akan turun kepadanya azab yang menyebar kepada yang lainnya, terkhusus bagi yang tidak mengingkari kemaksiatannya. Jadi, menjauh dari pelaku maksiat adalah suatu keharusan. Sebab, jika kejahatan telah merajalela, manusia akan binasa secara umum.

Demikian pula tempat-tempat orang yang bermaksiat dan tempat diazabnya pelaku maksiat harus dijauhi karena dikhawatirkan turunnya azab. Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda kepada sahabatnya tatkala melewati daerah kaum Tsamud yang diazab Allah subhanahu wa ta’ala,

لَا تَدْخُلُوا عَلَى الْقَوْمِ الْمُعَذَّبِينَ، إِلَّا أَنْ تَكُونُوا بَاكِينَ، أَنْ يُصِيبَكُمْ مَا أَصَابَهُمْ

“Janganlah kalian masuk kepada mereka yang diazab kecuali dengan menangis. Sebab, dikhawatirkan akan menimpa kalian apa yang telah menimpa mereka.” (HR. Ahmad, lihat ash-Shahihah no. 19)

Demikian pula kisah seorang dari Bani Israil yang telah membunuh seratus nyawa lalu ia ingin bertobat. Dia  bertanya kepada seorang alim, apakah masih ada tobat baginya? Si alim tersebut menjawab, ”Ya.” Lantas dia menyarankan orang itu untuk pergi dari kampungnya yang jahat ke kampung yang baik.

Dari penjelasan di atas, jelas bahwa menjauhi tempat-tempat maksiat dan pelaku maksiat termasuk perkara yang diperintahkan. Ibrahim bin Adham rahimahullah mengatakan,

“Barang siapa ingin bertobat, hendaklah ia keluar dari tempat-tempat kezaliman serta meninggalkan bergaul dengan orang yang dahulu ia bergaul dengannya (dalam hal maksiat). Jika hal ini tidak dilakukan, dia tidak mendapatkan yang diharapkan.”

Waspadailah dosa karena ia adalah kesialan! Akibatnya sangat tercela, hukumannya pedih, hati yang menyukainya berpenyakit. Terbebas dari dosa adalah suatu keberuntungan. Selamat dari dosa merupakan hal tak ternilaikan. Sementara itu, terfitnah (diuji) dengan dosa, terlebih setelah rambut beruban, adalah musibah besar. (Lihat Qala Ibnu Rajab hlm. 53—55)

Segera Kembali ke Jalan Allah

Wahai orang yang tenggelam dalam dosa dan perbuatan nista, kembalilah kepada Allah subhanahu wa ta’ala!

Sadarlah bahwa engkau akan menghadap Allah subhanahu wa ta’ala untuk mempertanggungjawabkan segala amal perbuatanmu di dunia ini! Belumkah tiba saatnya engkau berhenti dari diperbudak setan, yang ujungnya engkau menjadi temannya di neraka yang menyala-nyala?!

Lepaskanlah belenggu setan yang melilit dirimu! Larilah menuju ar-Rahman (Allah subhanahu wa ta’ala) dengan bersimpuh di hadapan-Nya, niscaya kamu diberi jaminan keamanan dan kebahagiaan. Lembaran hitam kelammu akan diganti dengan yang putih lagi bersih. Akan dibentangkan di hadapanmu jalan yang terang.

Bersegeralah sebelum segala sesuatunya terlambat. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

وَتُوبُوٓاْ إِلَى ٱللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَ ٱلۡمُؤۡمِنُونَ لَعَلَّكُمۡ تُفۡلِحُونَ

“Dan bertobatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.” (an-Nur: 31)

Referensi sebagai berikut ini ; 








Pengaruh Dosa dan Maksiat

Pengaruh dosa terhadap hati seperti bahayanya racun bagi tubuh. Tidak ada suatu kejelekan di dunia dan di akhirat kecuali sebabnya adalah dosa dan maksiat. Apa yang menyebabkan Adam dan Hawa dikeluarkan dari surga—tempat yang penuh kelezatan dan kenikmatan menuju negeri yang terdapat berbagai penderitaan (dunia). Apa pula yang menyebabkan Iblis diusir dari kerajaan yang ada di langit dan mendapat kutukan Allah Swt.

Dengan sebab apa kaum Nabi Nuh alaihis salam yang kufur ditenggelamkan oleh banjir, kaum Ad dibinasakan oleh angin, serta berbagai siksaan di dunia yang menimpa umat-umat terdahulu sehingga ada yang diubah tubuhnya menjadi kera dan babi. Itu semua adalah akibat dari dosa yang mereka lakukan.

Hendaklah peristiwa yang telah berlalu cukup menjadi pelajaran yang berharga bagi orang-orang yang setelahnya. Sebab, orang yang baik adalah yang mampu mengambil pelajaran dari orang lain, bukan menjadi pelajaran yang jelek bagi generasi setelahnya. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

فَكُلًّا أَخَذۡنَا بِذَنۢبِهِۦۖ فَمِنۡهُم مَّنۡ أَرۡسَلۡنَا عَلَيۡهِ حَاصِبًا وَمِنۡهُم مَّنۡ أَخَذَتۡهُ ٱلصَّيۡحَةُ وَمِنۡهُم مَّنۡ خَسَفۡنَا بِهِ ٱلۡأَرۡضَ وَمِنۡهُم مَّنۡ أَغۡرَقۡنَاۚ وَمَا كَانَ ٱللَّهُ لِيَظۡلِمَهُمۡ وَلَٰكِن كَانُوٓاْ أَنفُسَهُمۡ يَظۡلِمُونَ

“Masing-masing (mereka itu) Kami siksa sebab dosanya. Di antara mereka ada yang Kami timpakan kepadanya hujan batu kerikil, di antara mereka ada yang ditimpa suara keras yang mengguntur, di antara mereka ada yang Kami benamkan ke dalam bumi, dan di antara mereka ada yang Kami tenggelamkan. Dan Allah sekali-kali tidak hendak menganiaya mereka, tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri.” (al-Ankabut: 40)

Dosa menghalangi seorang dari memperoleh ilmu yang bermanfaat.

Sebab, ilmu merupakan cahaya yang Allah subhanahu wa ta’ala letakkan pada hati seseorang, sedangkan maksiat yang akan meredupkan cahaya tersebut. Tatkala Imam asy-Syafii rahimahullah duduk di hadapan gurunya, Imam Malik rahimahullah, sang guru melihat kesempurnaan pemahaman asy-Syafii rahimahullah.

Imam Malik pun berpesan kepadanya, “Sungguh, aku memandang Allah subhanahu wa ta’ala telah meletakkan pada hatimu cahaya. Janganlah kau padamkan dengan gelapnya kemaksiatan.”

Maksiat menyebabkan seorang terhalang dari rezeki, sebagaimana sebaliknya, yaitu takwa kepada Allah subhanahu wa ta’ala akan mendatangkan rezeki.

Adanya kegersangan pada hati orang yang berbuat maksiat dan munculnya jarak antara dia dan Allah subhanahu wa ta’ala.

Disulitkan urusannya. Tidaklah ia menuju kepada suatu perkara kecuali ia mendapatinya tertutup.

Kegelapan yang ia dapatkan pada hatinya.

Ibnu Abbas radhiallahu anhuma berkata, “Sesungguhnya kebaikan mendatangkan sinar pada wajah, cahaya di hati, luasnya rezeki, kuatnya badan, dan dicintai oleh makhluk. Adapun kejelekan (kemaksiatan) akan menimbulkan hitamnya wajah, gelapnya hati, lemahnya badan, berkurangnya rezeki, dan kebencian hati para makhluk.”

Kemaksiatan melenyapkan barakah umur serta memendekkannya.

Sebab, sebagaimana kebaikan menambahkan umur, (sebaliknya) kedurhakaan memendekkan umur.

Tabiat dari kemaksiatan adalah melahirkan kemaksiatan yang lainnya.

Lihatlah hasad yang ada pada saudara-saudara Nabi Yusuf alaihis salam. Hasad telah menyeret mereka melakukan tindakan memisahkan antara bapak dan anaknya sehingga menimbulkan kesedihan pada orang lain, memutuskan hubungan kekerabatan, berucap dengan kedustaan, membodohi orang, dan yang sejenisnya.

Kemaksiatan menjadikan seorang hamba hina di mata Allah subhanahu wa ta’ala.

Al-Hasan al-Bashri rahimahullah berkata,

“Mereka (pelaku maksiat) rendah di hadapan Allah subhanahu wa ta’ala sehingga mereka bermaksiat kepada-Nya. Seandainya mereka orang yang mulia di hadapan Allah subhanahu wa ta’ala, niscaya Allah azza wa jalla akan menjaga mereka dari dosa. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

وَمَن يُهِنِ ٱللَّهُ فَمَا لَهُۥ مِن مُّكۡرِمٍۚ

“Barang siapa yang dihinakan oleh Allah, tidak seorang pun yang memuliakannya.” (al-Hajj: 18)

Kemaksiatan mengundang kehinaan dan merusak akal.

Jika dosa telah banyak, pelakunya akan ditutup hatinya sehingga digolongkan sebagai orang-orang yang lalai.

Dosa memunculkan berbagai kerusakan di muka bumi, pada air, udara, tanaman, buah-buahan, dan tempat tinggal.

Kemaksiatan menghilangkan sifat malu yang merupakan pokok segala kebaikan serta melemahkan hati pelakunya.

Kemaksiatan menyebabkan hilangnya nikmat dan mendatangkan azab.

Ali bin Abi Thalib radhiallahu anhu berkata,

“Tidaklah turun suatu bencana kecuali karena dosa dan tidaklah dicegah suatu bencana kecuali dengan tobat. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

وَمَآ أَصَٰبَكُم مِّن مُّصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتۡ أَيۡدِيكُمۡ وَيَعۡفُواْ عَن كَثِيرٍ

“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (asy-Syura: 30) (Lihat al-Jawabul Kafi hlm. 113—208, Taujihul Muslimin hlm. 58—61)

Pelajaran dan Nasihat

Tatkala Allah subhanahu wa ta’ala menciptakan Adam alaihis salam dengan Tangan-Nya, Dia memuliakannya di hadapan para malaikat dengan memerintah mereka sujud kepadanya. Allah subhanahu wa ta’ala mengajarinya nama-nama segala sesuatu serta menempatkannya bersama istrinya, Hawa, di dalam surga, tempat berhuninya beragam nikmat. Allah subhanahu wa ta’ala juga memperingatkan keduanya dari bahaya godaan Iblis dan melarang keduanya memakan buah pohon di surga, sebagai ujian.

Akan tetapi, Iblis yang terkutuk selalu menggoda dengan bujuk rayunya yang manis hingga Adam dan Hawa memakan dari pohon yang terlarang tersebut. Keduanya pun bermaksiat kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Dengan serta-merta, lepaslah baju keduanya sehingga tampak auratnya. Kemudian keduanya dikeluarkan dari surga ke bumi, tempat yang penuh dengan kekeruhan dan keletihan. Namun, Allah subhanahu wa ta’ala masih sayang kepada mereka berdua di mana keduanya sadar akan kesalahannya dan bertobat sehingga Allah subhanahu wa ta’ala mengampuninya.

Perhatikan peristiwa yang menimpa Adam dan Hawa! Sebelumnya, mereka menempati surga dengan keindahannya dan dihormati oleh malaikat. Namun, dengan satu kemaksiatan, kemuliaan dicabut. Baju pun menjadi lepas sehingga tersingkap auratnya. Mereka pun harus menjalani kehidupan yang sengsara di dunia padahal sebelumnya hidup sentosa di surga.

Demikian pula yang terjadi saat Perang Uhud pada tahun 3 Hijriah. Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam menempatkan pasukan pemanah di atas bukit. Nabi shallallahu alaihi wa sallam berpesan kepada mereka agar tidak meninggalkan posisi mereka, baik muslimin kalah maupun menang. Pada awalnya muslimin mampu memukul mundur pasukan musyrikin ingga tiba saatnya mereka memunguti harta rampasan perang.

Para pemanah menyangka bahwa perang telah usai. Mereka mengira, tidak ada manfaatnya lagi mereka tetap di atas bukit. Sebagian mereka ingin turun, tetapi ditegur oleh sebagian yang lain dengan pesan dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam agar mereka tidak turun. Namun, sebagian pasukan nekat turun dan bermaksiat terhadap perintah Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Ketika itulah sebagian musyrikin melihat benteng pertahanan muslimin di atas bukit telah bisa ditembus. Dari belakang bukit, mereka menyerang sisa-sisa pasukan pemanah hingga terbunuh.

Mereka pun menyerang muslimin dari belakang dalam keadaan pedang-pedang telah dimasukkan ke dalam sarungnya. Lalu datang pula serangan dari arah depan hingga mereka terjepit. Gugurlah sekian sahabat Nabi shallallahu alaihi wa sallam sebagai syuhada dan sebagian lagi terluka, sampai-sampai Nabi shallallahu alaihi wa sallam pun terluka dan terperosok ke dalam lubang yang dibuat oleh musyrikin. Kaum muslimin pulang ke Madinah dengan kekalahan, kaki terseok-seok, serta tubuh yang penuh luka. Itu semua disebabkan kemaksiatan sebagian pasukan muslimin.

Cobalah perhatikan! Dengan satu kemaksiatan, kemenangan yang sudah di depan mata hilang. Pahitnya kekalahan dirasakan oleh seluruh pasukan, padahal di dalamnya ada Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan para sahabat yang mulia. Tentu bisa dibayangkan, bagaimana keadaan orang-orang yang setiap saat melanggar perintah Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Tidak takutkah mereka terhadap azab yang akan ditimpakan?!

Tidak Mengentengkan Dosa

Terkadang seseorang menganggap enteng suatu dosa, terlebih jika itu adalah dosa kecil. Karena itu, dia terus-menerus melakukannya dan kurang memedulikannya. Nabi shallallahu alaihi wa sallam telah memperingatkan akan hal ini dengan sabdanya,

إِيَّاكُمْ وَمُحَقَّرَاتِ الذُّنُوبِ فَإِنَّمَا مَثَلُ مُحَقَّرَاتِ الذُّنُوبِ كَمَثَلِ قَوْمٍ نَزَلُوا بَطْنَ وَادٍ، فَجَاءَ ذَا بِعُوْدٍ وَجَاءَ ذَا بِعُودٍ، حَتَّى حَمَلُوا مَا انْضَجُّوا بِهِ خُبْزَهُمْ وَإِنَّ مُحَقَّرَاتِ الذُّنُوبِ مَتَى يُؤْخَذْ بِهَا صَاحِبُهَا تُهْلِكْهُ

“Berhati-hatilah kalian dari dosa-dosa kecil. Perumpamaan dosa kecil seperti suatu kaum yang singgah pada suatu lembah. Lalu datang seseorang membawa satu dahan (kayu bakar), yang lain juga membawa satu dahan, hingga mereka telah mengumpulkan sesuatu yang bisa menjadikan roti mereka matang. Sesungguhnya dosa-dosa kecil, ketika pelakunya diazab dengannya, itu akan membinasakannya.” (HR. Ahmad, ath-Thabarani, dan lain-lain dari jalan Sahl bin Sa’d radhiallahu anhu dan dinilai sahih oleh Syaikh al-Albani rahimahullah dalam Shahih al-Jami’ no. 2686)

Waspadalah dari dosa! Jangan tertipu dengan kecil atau sedikitnya. Lihatlah bagaimana dahulu Nabi shallallahu alaihi wa sallam memotong tangan seorang pencuri karena mencuri (hanya) tiga dirham. (Lihat Shahih al-Bukhari no. 6795).

Seorang wanita masuk neraka gara-gara kucing yang dikurungnya. Dia tidak memberinya makan, tidak pula melepasnya agar bisa memakan serangga bumi sehingga kucing itu kurus dan mati. (Lihat Shahih Muslim no. 2619)

Demikian pula dahulu pada zaman Nabi shallallahu alaihi wa sallam ada seorang yang terbunuh di jalan Allah subhanahu wa ta’ala sehingga para sahabat memberikan ucapan selamat kepadanya. Akan tetapi, Nabi shallallahu alaihi wa sallam mengatakan, “Tidak. Sesungguhnya pakaian yang dia curi dari harta rampasan Perang Khaibar yang belum dibagi-bagi akan menyala atasnya api neraka.” (Lihat Shahih Muslim no. 115, “Kitabul Iman”)

Menjauhi Tempat Maksiat

Pelaku maksiat membawa kesialan bagi dirinya dan orang lain. Sebab, dikhawatirkan akan turun kepadanya azab yang menyebar kepada yang lainnya, terkhusus bagi yang tidak mengingkari kemaksiatannya. Jadi, menjauh dari pelaku maksiat adalah suatu keharusan. Sebab, jika kejahatan telah merajalela, manusia akan binasa secara umum.

Demikian pula tempat-tempat orang yang bermaksiat dan tempat diazabnya pelaku maksiat harus dijauhi karena dikhawatirkan turunnya azab. Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda kepada sahabatnya tatkala melewati daerah kaum Tsamud yang diazab Allah subhanahu wa ta’ala,

لَا تَدْخُلُوا عَلَى الْقَوْمِ الْمُعَذَّبِينَ، إِلَّا أَنْ تَكُونُوا بَاكِينَ، أَنْ يُصِيبَكُمْ مَا أَصَابَهُمْ

“Janganlah kalian masuk kepada mereka yang diazab kecuali dengan menangis. Sebab, dikhawatirkan akan menimpa kalian apa yang telah menimpa mereka.” (HR. Ahmad, lihat ash-Shahihah no. 19)

Demikian pula kisah seorang dari Bani Israil yang telah membunuh seratus nyawa lalu ia ingin bertobat. Dia  bertanya kepada seorang alim, apakah masih ada tobat baginya? Si alim tersebut menjawab, ”Ya.” Lantas dia menyarankan orang itu untuk pergi dari kampungnya yang jahat ke kampung yang baik.

Dari penjelasan di atas, jelas bahwa menjauhi tempat-tempat maksiat dan pelaku maksiat termasuk perkara yang diperintahkan. Ibrahim bin Adham rahimahullah mengatakan,

“Barang siapa ingin bertobat, hendaklah ia keluar dari tempat-tempat kezaliman serta meninggalkan bergaul dengan orang yang dahulu ia bergaul dengannya (dalam hal maksiat). Jika hal ini tidak dilakukan, dia tidak mendapatkan yang diharapkan.”

Waspadailah dosa karena ia adalah kesialan! Akibatnya sangat tercela, hukumannya pedih, hati yang menyukainya berpenyakit. Terbebas dari dosa adalah suatu keberuntungan. Selamat dari dosa merupakan hal tak ternilaikan. Sementara itu, terfitnah (diuji) dengan dosa, terlebih setelah rambut beruban, adalah musibah besar. (Lihat Qala Ibnu Rajab hlm. 53—55)

Segera Kembali ke Jalan Allah

Wahai orang yang tenggelam dalam dosa dan perbuatan nista, kembalilah kepada Allah subhanahu wa ta’ala!

Sadarlah bahwa engkau akan menghadap Allah subhanahu wa ta’ala untuk mempertanggungjawabkan segala amal perbuatanmu di dunia ini! Belumkah tiba saatnya engkau berhenti dari diperbudak setan, yang ujungnya engkau menjadi temannya di neraka yang menyala-nyala?!

Lepaskanlah belenggu setan yang melilit dirimu! Larilah menuju ar-Rahman (Allah subhanahu wa ta’ala) dengan bersimpuh di hadapan-Nya, niscaya kamu diberi jaminan keamanan dan kebahagiaan. Lembaran hitam kelammu akan diganti dengan yang putih lagi bersih. Akan dibentangkan di hadapanmu jalan yang terang.

Bersegeralah sebelum segala sesuatunya terlambat. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

وَتُوبُوٓاْ إِلَى ٱللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَ ٱلۡمُؤۡمِنُونَ لَعَلَّكُمۡ تُفۡلِحُونَ

“Dan bertobatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.” (an-Nur: 31).

Referensi sebagai berikut ini ;












Waspada Terhadap Dosa Yang Terus Mengalir (Dosa Jariyah)

Kita sering mendengar istilah sedekah jariyah. Itulah sedekah yang pahalanya akan terus mengalir, meskipun kita telah meninggal dunia. Kita akan tetap terus mendapatkan kucuran pahala, selama harta yang kita sedekahkan masih dimanfaatkan oleh kaum muslimin untuk melakukan ketaatan. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ: مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ، وَعِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ، وَوَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ

Apabila manusia meninggal, amalnya akan terputus, kecuali 3 hal: ‘Sedekah Jariyah, Ilmu yang bermanfaat, dan anak soleh yang mendoakannya.’ (HR. Nasa’i 3651, Turmudzi 1376, dan dishahihkan Al-Albani).

Sebagai orang beriman, yang sadar akan pentingnya bekal amal di hari kiamat, tentu kita sangat berharap bisa mendapatkan amal semacam ini. Di saat kita sudah pensiun beramal, namun Allah tetap memberikan kucuran pahala karena amal kita di masa silam.

Dosa Jariyah

Disamping ada pahala jariyah, dalam islam juga ada dosa yang sifatnya sama, dosa jariyah. Dosa yang tetap terus mengalir, sekalipun orangnya telah meninggal. Dosa yang akan tetap ditimpakan kepada pelakunya, sekalipun dia tidak lagi mengerjakan perbuatan maksiat itu.

Betapa menyedihkannya nasib orang ini, di saat semua orang membutuhkan pahala di alam barzakh, dia justru mendapat kucuran dosa dan dosa. Anda bisa bayangkan, penyesalan yang akan dialami manusia yang memiliki dosa jariyah ini.

Satu prinsip yang selayaknya kita pahami, bahwa yang Allah catat dari kehidupan kita, tidak hanya aktivitas dan amalan yang kita lakukan, namun juga dampak dan pengaruh dari aktivitas dan amalan itu. Allah berfirman di surat Yasin,

إِنَّا نَحْنُ نُحْيِي الْمَوْتَى وَنَكْتُبُ مَا قَدَّمُوا وَآثَارَهُمْ وَكُلَّ شَيْءٍ أَحْصَيْنَاهُ فِي إِمَامٍ مُبِينٍ

“Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati dan Kami menuliskan apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan. dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam kitab Induk yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (QS. Yasin: 12)

Orang yang melakukan amal dan aktivitas yang baik, akan Allah catat amal baik itu dan dampak baik dari amalan itu. Karena itulah, islam memotivasi umatnya untuk melakukan amal yang memberikan pengaruh baik yang luas bagi masyarakat. Karena dengan itu dia bisa mendapatkan pahala dari amal yang dia kerjakan, plus dampak baik dari amalnya.

Sebaliknya, orang yang melakukan amal buruk, atau perbuatan maksiat, dia akan mendapatkan dosa dari perbuatan yang dia lakukan, ditambah dampak buruk yang ditimbulkan dari kejahatan yang dia kerjakan. Selama dampak buruk ini masih ada, dia akan terus mendapatkan kucuran dosa itu. – wal’iyadzu billah.. –, itulah dosa jariyah, yang selalu mengalir. Sungguh betapa mengerikannya dosa ini.

Mengingat betapa bahayanya dosa jariyah ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingatkan umatnya agar berhati-hati, jangan sampai dia terjebak melakukan dosa ini.

Sumber Dosa Jariyah

Diantara sumber dosa jariyah yang telah diperingatkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam,

Pertama, mempelopori perbuatan maksiat.

Mempelopori dalam arti dia melakukan perbuatan maksiat itu di hadapan orang lain, sehingga banyak orang yang mengikutinya. Meskipun dia sendiri tidak mengajak orang lain untuk mengikutinya. Dalam hadis dari Jarir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً سَيِّئَةً، كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ، مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْء

“Siapa yang mempelopori satu kebiasaan yang buruk dalam islam, maka dia mendapatkan dosa keburukan itu, dan dosa setiap orang yang melakukan keburukan itu karena ulahnya, tanpa dikurangi sedikitpun dosa mereka.” (HR. Muslim).

Orang ini tidak mengajak lingkungan sekitarnya untuk melakukan maksiat yang sama. Orang ini juga tidak memotivasi orang lain untuk melakukan perbuatan dosa seperti yang dia lakukan. Namun orang ini melakukan maksiat itu di hadapan banyak orang, sehingga ada yang menirunya atau menyebarkannya.

Karena itulah, anak adam yang pertama kali membunuh, dia dilimpahi tanggung jawab atas semua kasus pembunuhan karena kedzaliman di alam ini. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ تُقْتَلُ نَفْسٌ ظُلْمًا إِلَّا كَانَ عَلَى ابْنِ آدَمَ الأَوَّلِ كِفْلٌ مِنْ دَمِهَا

“Tidak ada satu jiwa yang terbunuh secara dzalim, melainkan anak adam yang pertama kali membunuh akan mendapatkan dosa karena pertumpahan darah itu.” (HR. Bukhari 3157, Muslim 4473 dan yang lainnya).

Anda bisa bayangkan, orang yang pertama kali mendesain rok mini, pakaian you can see, kemudian dia sebarkan melalui internet, lalu ditiru banyak orang. Sekalipun dia tidak ngajak khalayak untuk memakai rok mini, namun mengingat dia yang mempeloporinya, kemudian banyak orang yang meniru, dia mendapatkan kucuran dosa semua orang yang menirunya, tanpa dikurangi sedikitpun.

Tak jauh beda dengan mereka yang memasang video parno atau cerita seronok di internet, tak terkecuali media massa, kemudian ada orang yang nonton atau membacanya, dan dengan membaca itu dia melakukan onani atau zina atau bahkan memperkosa, maka yang memasang di internet akan mendapat aliran dosa dari semua maksiat yang ditimbulkan karenanya.

Termasuk juga para wanita yang membuka aurat di tempat umum, sehingga memancing lawan jenis untuk menikmatinya, maka dia mendapatkan dosa membuka aurat, plus dosa setiap pandangan mata lelaki yang menikmatinya. Meskipun dia tidak mengajak para lelaki untuk memandanginya.

Kedua, mengajak melakukan kesesatan dan maksiat

Dia mengajak masyarakat untuk berbuat maksiat, meskipun bisa jadi dia sendiri tidak melakukan maksiat itu. Merekalah para juru dakwah kesesatan, atau mereka yang mempropagandakan kemaksiatan.

Allah berfirman, menceritakan keadaan orang kafir kelak di akhirat, bahwa mereka akan menanggung dosa kekufurannya, ditambah dosa setiap orang yang mereka sesatkan,

لِيَحْمِلُوا أَوْزَارَهُمْ كَامِلَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَمِنْ أَوْزَارِ الَّذِينَ يُضِلُّونَهُمْ بِغَيْرِ عِلْمٍ أَلَا سَاءَ مَا يَزِرُونَ

Mereka akan memikul dosa-dosanya dengan penuh pada hari kiamat, dan berikut dosa-dosa orang yang mereka sesatkan yang tidak mengetahui sedikitpun (bahwa mereka disesatkan). (QS. an-Nahl: 25)

Imam Mujahid mengatakan,

يحملون أثقالهم: ذنوبهم وذنوب من أطاعهم، ولا يخفف عمن أطاعهم من العذاب شيئًا

Mereka menanggung dosa mereka sendiri dan dosa orang lain yang mengikutinya. Dan mereka sama sekali tidak diberi keringanan adzab karena dosa orang yang mengikutinya. (Tafsir Ibn Katsir, 4/566).

Ayat ini, semakna dengan hadis dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ دَعَا إِلَى ضَلَالَةٍ، كَانَ عَلَيْهِ مِنَ الْإِثْمِ مِثْلُ آثَامِ مَنْ تَبِعَهُ، لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ آثَامِهِمْ شَيْئًا

“Siapa yang mengajak kepada kesesatan, dia mendapatkan dosa, seperti dosa orang yang mengikutinya, tidak dikurangi sedikitpun.” (HR. Ahmad 9398, Muslim 6980, dan yang lainnya).

Anda bisa perhatikan para propagandis yang menyebarkan aliran sesat, menyebarkan pemikiran menyimpang, menyerukan masyarakat untuk menyemarakkan kesyirikan dan bid’ah, menyerukan masyarakat untuk memusuhi dakwah tauhid dan sunah, merekalah contoh yang paling mudah terkait hadis di atas.

Sepanjang masih ada manusia yang mengikuti mereka, pelopor kemaksiatan dan penghasung pemikiran menyimpang, selama itu pula orang ini turut mendapatkan limpahan dosa, sekalipun dia sudah dikubur tanah. Merekalah para pemilik dosa jariyah.

Termasuk juga mereka yang mengiklankan maksiat, memotivasi orang lain untuk berbuat dosa, sekalipun dia sendiri tidak melakukannya, namun dia tetap mendapatkan dosa dari setiap orang yang mengikutinya.

Semoga Allah memudahkan kita untuk melakukan amal jariyah dan menjauhkan kita dari dosa jariyah.

Melakukan kesalahan dan dosa merupakan satu hal yang wajar dilakukan manusia. Sebab ia bukan malaikat yang selalu benar dan juga bukan setan yang selalu salah.

Namun demikian, menjadi bahaya manakala melakukan dosa terlalu sering bahkan menjadi kebiasaan. Tidak sewajarnya bila manusia terus-menerus melakukan dosa. Sebab pada dasarnya manusia memiliki iman yang bisa menjauhkannya dari melakukan dosa secara tidak wajar.

Syekh Muhammad Muflih Syamsuddin al-Muqdisi (wafat 763 H), dalam al-Adabusy Syar’iyah, juz 1, halaman 188, menyatakan terkait bahayanya orang yang biasa melakukan dosa, sebagai berikut:

إنَّ الْعَبْدَ إذَا أَذْنَبَ نُكِتَ فِي قَلْبِهِ نُكْتَةٌ سَوْدَاءُ ثُمَّ إذَا أَذْنَبَ نُكِتَ فِي قَلْبِهِ نُكْتَةٌ سَوْدَاءُ حَتَّى يَبْقَى أَسْوَدَ مُرْبَدًّا لَا يَعْرِفُ مَعْرُوفًا وَلَا يُنْكِرُ مُنْكَرًا.

Artinya: “Sungguh apabila seorang hamba melakukan dosa, maka akan ditulis dalam hatinya sebuah titik hitam, kemudian jika melakukan dosa (kembali) maka akan ditulis dalam hatinya sebuah titik hitam, sampai (hatinya) tersisa menjadi hati hitam selamanya, ia tidak akan mengetahui kebenaran, ia juga tidak akan ingkar pada kemungkaran.”

Anda harus memohon kepada Allah dan taubat secara benar-benar (taubatan nasuha) saat susah menghindari kemaksiatan.

Berikut doa yang harus diamalkan agar Anda bisa menghindari kemaksiatan:

اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْئَلُكَ التَوْبَةَ وَدَوَامَهَا وَنَعُوْذُ بِكَ مِنَ المَعْصِيَةِ وَأَسْبَابِهَا وَذَكِّرْنَا بِالخَوْفِ مِنْكَ قَبْلَ هُجُومِ خَطَرَاتِهَا، وَاحْمِلْهُ عَلَى النَّجَاةِ مِنْهَا وَمِنْ التَّفَكُّرِ فِي طَرَائِقِهَا وَامْحُ مِنْ قُلُوبِنَا حَلَاوَةَ مَا اجْتَبَيْنَاهُ مِنْهَا، وَاسْتَبْدِلْهَا بِالكَرَاهَةِ لَهَا وَالطَّمَعِ لِمَا هُوَ بِضِدِّهَا 

Allāhumma innā nas’alukat taubata wa dawāmahā, wa na‘ūdzu bika minal ma‘shiyati wa asbābihā, wa dzakkirnā bil khaufi mina qabla hujūmi khatharātihā, wahmilhu alān najāti minhā wa minat tafakkuri fī tharā’iqihā, wamhu min qulūinā halāwata majtabaināhu minhā, wastabdilhā bil karāhati lahā wat thama‘I li mā huwa bi dhiddihā.

Artinya: Ya Allah, kepada-Mu kami meminta pertobatan dan kelanggengannya. Kepada-Mu, kami berlindung dari maksiat dan sebab-sebabnya. Ingatkan kami agar takut kepada-Mu sebelum datang bahaya maksiat. Bawakan ketakutan itu untuk menyelamatkan kami dari maksiat dan dari pikiran di jalanan maksiat. Hapuskan kelezatan maksiat yang kami pilih dari hati kami. Gantikan kenikmatan itu dengan rasa tidak suka dan keinginan terhadap lawanan maksiat. Bacalah doa di atas sebagai tips untuk menghindari dosa. Insya Allah Anda akan dijauhkan dari kebiasaan melakukan kesalahan dan dosa.

Sering kali kita mendengar istilah "shodaqoh Jariyah", tapi jarang mendengar istilah "dosa Jariyah". Yang menjadi pertanyaan, apa dosa Jariyah?. Dosa jariah adalah dosa yang terus menerus mengalir kepada orang yang melakukannya. Sekalipun sudah berhenti dari perbuatan dosa tersebut, bahkan sampai meninggal dunia.

Orang yang melakukan dosa Jariyah sulit mendapatkan pengampunan dari Allah SWT, bahkan sulit masuk surga, karena selalu mendapatkan tambahan dosa, sekalipun sudah meninggal dunia. Dosa Jariyah jumlahnya sangat banyak, akan tetapi apbila dirangkum ada tiga:

Pertama, membuat tradisi yang mengandung dosa dan kesesatan, apabila tradisi itu diikuti oleh orang lain. Maka mendapatkan dosa disebabkan tradisi tersebut dan mendapatkan dosa seperti dosa yang didapatkan oleh orang mengikutinya. Misalnya membuat tradisi menyembah berhala. Orang yang membuat tradisi tersebut mendapatkan dosa karena menyembah berhala dan mendapat dosa dari Allah disebabkan orang yang mengikutinya. Apabila yang mengikuti 1 orang, maka dapat tambahan dosa seperti dosanya 1 orang, tetapi apabila pengikutnya 100 orang, maka mendapatkan tambahan dosa seperti dosanya 100 orang.

Misalnya membuat tradisi judi di suatu daerah, maka orang yang membuat tradisi judi mendapatkan dosa dari judi yang dilakukannya. Dan mendapatkan dosa disebabkan orang-orang yang meniru tradisi judi tersebut, sekalipun orang yang membuat tradisi sudah berhenti. Yang paling berat dosanya, apabila tradisi judi tersebut diikuti oleh generasi ke generasi, selama masih ada yang mengikuti tradisi tersebut, maka orang yang membuat tradisi judi selalu mendapatkan kiriman dosa dan terus-menerus mengalir tanpa henti.

Kedua, mengajak orang lain pada perbuatan maksiat atau kesesatan. Orang yang mengajak pada perbuatan maksiat atau kesesatan lalu diikuti oleh orang lain dari generasi ke generasi, maka mendapatkan dosa disebabkan mengajak orang lain pada perbuatan maksiat dan ketaatan, dan mendapatkan dosa seperti yang didapatkan oleh orang yang mengikutinya. Apabila yang mengikutinya 1 orang. Maka mendapatkan dosa seperti dosa yang didapat oleh 1 orang, apabila yang mengikuti 1000 orang, maka mendapatkan dosa seperti yang dudapatkan 1000 orang, dan yang paling berat apabila diikuti oleh generasi ke generasi, maka dosa yang didapatkan dari ajakan tersebut tersebut terus menerus mengalir pada yang mengajaknya tanpa henti.

Misalnya mengajak orang lain berpakaian pakaian yang membuka aurat, lalu diikuti oleh orang lain, maka mendapatkan dosa, karena mengajak pada perbuatan maksiat dan mendapatkan dosa seperti yang didapatkan oleh orang yang mengikutinya berpakaian yang membuka aurat, apabila yang mengikuti ajakannya 1 orang, maka mendapatkan dosa seperti dapatkan 1 orang, dan diikuti 1000 orang, maka di mendapatkan dosa seperti yang didapatkan oleh 1000 orang, dan lebih berat lagi apabila diikuti oleh generasi ke generasi maka dia mendapatkan kiriman dosa terus-menerus tanpa henti.

Ketiga, menyebarkan hal-hal yang mengandung maksiat atau kesesatan melalui media sosial. (WA, FB, IG, youtube Twitter dll). Menyebarkan foto, film atau tulisan melalui media sosial yang isinya mengandung maksiat seperti gambar-gambar sronok, ujaran kebencian dan lain sebagainya, maka mendapatkan dosa terus-menerus selama tulisan, gambar dan film tersebut masih ada di media sosial, yang lebih berat lagi, apabila oleh orang lain dishare kepada yang lain, lalu oleh yang lain dishare lagi pada yang lain, maka dosanya terus bertambah dan bertambah sesuai dengan berapa banyak orang yang melihat film, foto dan tulisan yang disebarkan melalui media sosial.

Muslim yang baik adalah muslim yang selalu beribadah kepada Allah SWT, berbuat baik kepada sesama manusia serta membuat tradisi-tradisi yang baik, mengajak orang lain pada perbuatan yang baik, dan selalu menyebarkan konten-konten yang baik di media sosial baik melalui FB, Twitter. nstagram dan media lainnya. Dengan amal perbuatan tersebut seorang muslim selalu mendapatkan kiriman pahala terus-menerus tanpa henti, sekalipun sudah meninggal dunia.

Referensi Sebegai berikut ini ; 











Bahaya Kebiasaan Melakukan Dosa & Cara Menghindarinya


Melakukan kesalahan dan dosa merupakan satu hal yang wajar dilakukan manusia. Sebab ia bukan malaikat yang selalu benar dan juga bukan setan yang selalu salah. Namun demikian, menjadi bahaya manakala melakukan dosa terlalu sering bahkan menjadi kebiasaan. Tidak sewajarnya bila manusia terus-menerus melakukan dosa. Sebab pada dasarnya manusia memiliki iman yang bisa menjauhkannya dari melakukan dosa secara tidak wajar.

Syekh Muhammad Muflih Syamsuddin al-Muqdisi (wafat 763 H), dalam al-Adabusy Syar’iyah, juz 1, halaman 188, menyatakan terkait bahayanya orang yang biasa melakukan dosa, sebagai berikut:

إنَّ الْعَبْدَ إذَا أَذْنَبَ نُكِتَ فِي قَلْبِهِ نُكْتَةٌ سَوْدَاءُ ثُمَّ إذَا أَذْنَبَ نُكِتَ فِي قَلْبِهِ نُكْتَةٌ سَوْدَاءُ حَتَّى يَبْقَى أَسْوَدَ مُرْبَدًّا لَا يَعْرِفُ مَعْرُوفًا وَلَا يُنْكِرُ مُنْكَرًا.

Artinya: “Sungguh apabila seorang hamba melakukan dosa, maka akan ditulis dalam hatinya sebuah titik hitam, kemudian jika melakukan dosa (kembali) maka akan ditulis dalam hatinya sebuah titik hitam, sampai (hatinya) tersisa menjadi hati hitam selamanya, ia tidak akan mengetahui kebenaran, ia juga tidak akan ingkar pada kemungkaran.”

Anda harus memohon kepada Allah dan taubat secara benar-benar (taubatan nasuha) saat susah menghindari kemaksiatan.

Berikut doa yang harus diamalkan agar Anda bisa menghindari kemaksiatan:

اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْئَلُكَ التَوْبَةَ وَدَوَامَهَا وَنَعُوْذُ بِكَ مِنَ المَعْصِيَةِ وَأَسْبَابِهَا وَذَكِّرْنَا بِالخَوْفِ مِنْكَ قَبْلَ هُجُومِ خَطَرَاتِهَا، وَاحْمِلْهُ عَلَى النَّجَاةِ مِنْهَا وَمِنْ التَّفَكُّرِ فِي طَرَائِقِهَا وَامْحُ مِنْ قُلُوبِنَا حَلَاوَةَ مَا اجْتَبَيْنَاهُ مِنْهَا، وَاسْتَبْدِلْهَا بِالكَرَاهَةِ لَهَا وَالطَّمَعِ لِمَا هُوَ بِضِدِّهَا 

Artinya: Ya Allah, kepada-Mu kami meminta pertobatan dan kelanggengannya. Kepada-Mu, kami berlindung dari maksiat dan sebab-sebabnya. Ingatkan kami agar takut kepada-Mu sebelum datang bahaya maksiat. Bawakan ketakutan itu untuk menyelamatkan kami dari maksiat dan dari pikiran di jalanan maksiat. Hapuskan kelezatan maksiat yang kami pilih dari hati kami. Gantikan kenikmatan itu dengan rasa tidak suka dan keinginan terhadap lawanan maksiat. (Syekh M Arsyad Banjar).

Bacalah doa di atas sebagai tips untuk menghindari dosa. Insya Allah Anda akan dijauhkan dari kebiasaan melakukan kesalahan dan dosa.


Referensi sebagai Berikut ini ;







Akibat Dari Dosa Besar (menyekutukan atau menyelingkuhi Allah SWT)


Syirik (Menyekutukan atau menyelingkuhi Allah SWT) merupakan musuh akidah tauhid, karena bertentangan secara langsung dengan tauhid uluhiyyah (keesaan Dzat Allah), sehingga orang yang menyekutukan Allah berarti membuat tuhan tandingan selain Allah.

Hal ini berakibat fatal, yaitu: rusaknya iman tauhid, karena syirik merupakan dosa paling besar. Dosa syirik tidak akan diampuni oleh Allah SWT selama pelakunya (musyrik) tidak bertaubat kepada-Nya.

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni (dosa) karena mempersekutukan-Nya (syirik), dan Dia mengampuni apa (dosa) yang selain (syirik) itu bagi siapa yang Dia kehendaki. Siapa mempersekutukan Allah, maka sungguh, dia telah berbuat dosa yang besar.” (QS an-Nisa’ [4]: 48).

Dosa besar ternyata tidak hanya syirik, melainkan sangat beragam dan hampir pasti sering dilakukan oleh sebagian manusia. Menurut Nabi SAW, ada tujuh macam dosa besar yang dapat membinasakan manusia.

Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Nabi Saw bersabda: “Jauhilah tujuh dosa yang dapat membinasakan. Shahabat bertanya: Apa itu ya Rasulullah? Jawab Nabi SAW: (1) syirik kepada Allah, (2) sihir, (3) membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah kecuali yang hak (dibenarkan), (4) makan harta riba, (5) memakan harta anak yatim, (6) melarikan diri dari peperangan (pengecut), dan (7) menghukum mati para  mukminat yang  baik-baik dengan tuduhan zina” (HR al-Bukhari dan Muslim).

Disadari atau tidak, sebagian dosa tersebut pernah diperbuat manusia, terutama jika hatinya gelap atau tidak lagi disinari oleh cahaya Ilahi. Jika hati nurani manusia telah terkunci mati, hidupnya akan dijajah oleh hawa nafsu dan godaan setan.

Apabila ketujuh dosa tersebut dilakukan, maka akibatnya, para pendosa besar itu pasti akan binasa, menjadi manusia yang berperilaku liar seperti binatang buas, dan hidupnya sengsara dan tidak bermakna, baik di dunia maupun di akhirat kelak. Ancaman Allah terhadap pendosa besar di akhirat kelak adalah masuk neraka Jahannam.

Di antara faktor penyebab seseorang berbuat dosa besar adalah kurang dan lemahnya iman, kerasnya hati, kuatnya bujuk rayu setan, pengaruh lingkungan pergaulan yang buruk, derasnya arus materialisme, kuatnya iming-iming menjadi kaya dengan jalan pintas, dan minimnya pendidikan agama yang memadai.

Selain itu, dosa besar boleh disebabkan oleh taklid buta, mengikuti kepercayaan nenek moyang yang keliru, seperti dosa syirik yang diperbuat oleh masyarakat Jahiliyah.

Mereka menyembah berhala karena orang tua dan nenek moyang mereka melakukan hal yang sama. Karena itu, pendidikan tauhid harus mampu merubah sikap mental peserta didik untuk tidak taklid buta lagi, dan ditransformasi menjadi ittiba’  (mengikuti ajaran atas dasar pemahaman ilmu pengetahuan) dan sikap tajdid (pembaruan pemikiran).

Namun demikian, sebesar apapun dosa yang dilakukan manusia, Allah itu Maha Pengampun dan Penerima taubat.  Jika pelaku dosa besar ini mau bertaubat dengan sungguh-sungguh, pasti Allah Swt akan mengampuninya. 

Dalam hal ini, Ibn ‘Abbas meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw bersabda: “Tidak ada yang disebut dosa besar jika diakhiri dengan istighfar (bertaubat dan memohon ampunan kepada Allah); dan tidak  yang disebut dosa kecil jika dilakukan secara terus-menerus.” (HR. Ibn Abi ad-Dunya)

Karena itu, jangan pernah meremehkan dosa-dosa kecil; karena jika dibiarkan dan terus-menerus dilakukan, maka dosa kecil itu akan menjadi dosa besar.

Sebaliknya jangan pernah berkecil hati terhadap dosa besar; karena dosa besar ini akan segera mengecil, dan bahkan menjadi nihil, jika pelakukan bersungguh-sungguh dalam bertaubat dan memohon ampunan Allah Swt, serta berkomitmen untuk tidak pernah mengulanginya lagi.

Pada saat melakukan dosa besar, seseorang boleh jadi bersikap acuh takacuh. Pendosa besar mungkin tidak pernah tahu akan akibat dan konsekuensi logis yang akan dialaminya. Yakinlah bahwa perbuatan dosa, apalagi dosa besar, akibatnya juga besar.

Tidak hanya di dunia, tetapi juga di akhirat. Pada saat di dunia, hati pendosa besar akan semakin kelam dan perilaku juga buruk, sedangkan di akhirat nanti, ancaman hukuman siksa neraka pasti tidak akan bisa dihindari, selama sang pendosa tidak bertaubat, kembali ke jalan yang benar dan beristighfar.

Semoga kita termasuk hamba-Nya yang selalu bertaubat, beristighfar, dan memohon pertolongan kepada-Nya, dalam kondisi suka maupun duka, di saat menderita apalagi saat bahagia, untuk tidak sama sekali melakukan dosa besar, karena akibatnya pasti lebih besar: dosa-dosa itu tidak diampuni dan dibalas dengan siksa neraka yang superdahsyat. 

Selain berujung pada perbuatan dosa, maksiat juga memiliki efek domino yang membuat seorang menjadi sulit menjalani hidup. Dan tak jarang banyak manusia yang terjerumus dalam lembah kemaksiatan. Melansir dari About Islam, berikut ini dampak buruk dari perbuatan dosa dan maksiat terhadap kehidupan seorang hamba di dunia.

1. Hilangnya pengetahuan

Hal pertama yang terpengaruh adalah pengetahuan seseorang. Pengetahuan bagaikan cahaya, yang Allah masukkan ke dalam hati hamba-hambanya yang bertakwa, sementara orang yang sering melakukan maksiat akan memadamkan cahaya pengetahuan tersebut.

2. Merasa jauh dari Allah

Layaknya berhubungan dengan seseorang, jika Anda menyakiti hati orang lain, ia tidak akan menyukai Anda dan tidak akan dianggap lagi, begitu pula gambaran hubungan sesorang dengan Allah. Jika sering maksiat bukannya lebih dekat dengan Allah, ia malah lebih dekat dengan setan.

3. Hidup menjadi sulit

Hal selanjutnya adalah hidup menjadi sulit dan doa tak kunjung juga dikabulkan. itulah salah satu efek orang yang rajin melakukan maksiat.

4. Melemahkan tubuh

Sebagai seorang mukmin, sumber kekuatannya adalah dari dalam hatinya. Oleh karena itu maksiat dan dosa dapat melemahkan tubuh seorang mukmin, seorang yang rajin melakukan maksiat, walaupun jiwa dan raganya kuat, pada kenyataannya ia adalah seorang yang paling lemah ketika menghadapi ujian di kehidupan.

5. Memperpendek umur

Seorang yang berbuat kebaikan akan dipermudah hidupnya karena selalu diberkahi. Sedangkan, seseorang yang sering berbuat dosa dan maksiat tidak mendapatkan keberkahan di segala hal yang ia kerjakan. Maksiat akan memperpendek umur seseorang, sementara perbuatan baik akan menambah umur dan keberkahannya.

6. Menyepelekan dosa

Satu maksiat akan mengundang maksiat lainnya, sehingga terasa berat bagi si hamba untuk meninggalkan kemaksiatan. Namun jika seseorang sering berbuat dosa, lama-kelamaan ia akan merasa dosa itu tidak apa-apa lalu akan melakukan dosa yang lebih besar karena merasa dosa yang sebelumnya belum ada apa-apanya. Dia tidak lagi peduli dengan pandangan manusia dan tidak peduli dengan ucapan mereka. Bahkan ia bangga dengan maksiat yang dilakukannya.

7. Hidup orang Orang berdosa menjadi tidak berarti

Karena ketaatan dilambangkan sebagai cahaya, sedangkan maksiat adalah kegelapan. Orang yang sering melakukan maksiat akan menggelapkan hatinya, Jika kegelapan itu semakin banyak di dalam hati, akan berakbat menyesatkan orang tersebut.

Bila kegelapan itu semakin pekat, maksiat akan akan menguasai dirinya dan lama-kelamaan akan merasa tidak berarti hidup di dunia ini

Referensi Sebagai Berikut ini ;






Dampak Buruk Dosa Maksiat terhadap Kehidupan

Dampak Buruk Dosa Maksiat terhadap Kehidupan, Selain berujung pada perbuatan dosa, maksiat juga memiliki efek domino yang membuat seorang menjadi sulit menjalani hidup. Dan tak jarang banyak manusia yang terjerumus dalam lembah kemaksiatan. Melansir dari About Islam, berikut ini dampak buruk dari perbuatan dosa dan maksiat terhadap kehidupan seorang hamba di dunia.

1. Hilangnya pengetahuan

Hal pertama yang terpengaruh adalah pengetahuan seseorang. Pengetahuan bagaikan cahaya, yang Allah masukkan ke dalam hati hamba-hambanya yang bertakwa, sementara orang yang sering melakukan maksiat akan memadamkan cahaya pengetahuan tersebut.

2. Merasa jauh dari Allah

Layaknya berhubungan dengan seseorang, jika Anda menyakiti hati orang lain, ia tidak akan menyukai Anda dan tidak akan dianggap lagi, begitu pula gambaran hubungan sesorang dengan Allah. Jika sering maksiat bukannya lebih dekat dengan Allah, ia malah lebih dekat dengan setan.

3. Hidup menjadi sulit

Hal selanjutnya adalah hidup menjadi sulit dan doa tak kunjung juga dikabulkan. itulah salah satu efek orang yang rajin melakukan maksiat.

4. Melemahkan tubuh

Sebagai seorang mukmin, sumber kekuatannya adalah dari dalam hatinya. Oleh karena itu maksiat dan dosa dapat melemahkan tubuh seorang mukmin, seorang yang rajin melakukan maksiat, walaupun jiwa dan raganya kuat, pada kenyataannya ia adalah seorang yang paling lemah ketika menghadapi ujian di kehidupan.

5. Memperpendek umur

Seorang yang berbuat kebaikan akan dipermudah hidupnya karena selalu diberkahi. Sedangkan, seseorang yang sering berbuat dosa dan maksiat tidak mendapatkan keberkahan di segala hal yang ia kerjakan. Maksiat akan memperpendek umur seseorang, sementara perbuatan baik akan menambah umur dan keberkahannya.

6. Menyepelekan dosa

Satu maksiat akan mengundang maksiat lainnya, sehingga terasa berat bagi si hamba untuk meninggalkan kemaksiatan. Namun jika seseorang sering berbuat dosa, lama-kelamaan ia akan merasa dosa itu tidak apa-apa lalu akan melakukan dosa yang lebih besar karena merasa dosa yang sebelumnya belum ada apa-apanya. Dia tidak lagi peduli dengan pandangan manusia dan tidak peduli dengan ucapan mereka. Bahkan ia bangga dengan maksiat yang dilakukannya.

7. Hidup orang Orang berdosa menjadi tidak berarti

Karena ketaatan dilambangkan sebagai cahaya, sedangkan maksiat adalah kegelapan. Orang yang sering melakukan maksiat akan menggelapkan hatinya, Jika kegelapan itu semakin banyak di dalam hati, akan berakbat menyesatkan orang tersebut. Bila kegelapan itu semakin pekat, maksiat akan akan menguasai dirinya dan lama-kelamaan akan merasa tidak berarti hidup di dunia ini

Referensi sebagai berikut ini ;







Dampak/Akibat Dari Maksiat Menurut Ibnu Qayyim


Dampak/Akibat Dari Maksiat Menurut Ibnu Qayyim, Perbuatan maksiat memiliki dampak yang buruk pada diri orang yang melakukannya. Dosa juga membahayakan hati dan fisik. Imam Ibnu Qayyim memberi penjelasan mengenai berbagai dampak dari perbuatan maksiat.

Berikut ini adalah dampak dari perbuatan maksiat menurut Imam Ibnu Qayyim, sebagaimana dikutip dari kitabnya berjudul Al-Jawab Al-Kafi li Man Sa’ala an ad-Dawa’ asy-Syafi : 

1. Hilangnya ilmu  

Ibnu Qayyim menjelaskan, ilmu pengetahuan adalah cahaya yang diberikan oleh Allah SWT kepada setiap hati Muslim. Maka, perbuatan maksiat yang melanggar perintah Allah SWT akan memadamkan cahaya itu 

2. Kekosongan hati

Seorang pendosa akan mengalami kesepian dalam hatinya, yaitu antara dirinya dan Allah SWT. Rasa kesepian ini pun akan menimpa dirinya dalam aspek hubungan sosial terutama terkait hubungannya dengan orang-orang baik 

3. Ditimpa kesulitan hidup

Seorang pendosa maka akan ditimpa berbagai urusan yang membuatnya merasa sulit dalam mengarungi kehidupan. Dia merasa dosa-dosa yang telah dilakukannya bukanlah faktor yang mempersulit, karena dia cenderung merasa bahwa perkara itu memang sulit diatasi  

4. Kegelapan hati 

Orang yang suka berbuat maksiat maka dia akan menemukan kegelapan di dalam hatinya dan ini menjadi kenyataan dalam hidupnya. Hati dan tubuhnya melemah untuk berbuat baik dan cenderung menuruti perbuatan maksiat.

5. Memperpendek umur 

Ibnu Qayyim juga memaparkan bahwa dosa yang telah dilakukan akan memperpendek usia dan merusak keberkahan yang diberikan padanya 

6. Terjerumus dalam dosa

Maksudnya adalah, orang yang melakukan dosa akan terus terarah pada perbuatan buruk yang lain. Singkatnya, dosa akan membawa pada dosa, dan ketaatan menjalankan perintah Allah SWT akan terus membawanya pada ketaatan  

7. Mencegah pertobatan 

Dosa akan mencegah pelakunya untuk melakukan pertobatan. Dan dia diibaratkan menjadi tawanan setan  

8. Bangga pada perbuatan dosa 

Seorang pendosa lambat-laun akan membuat dia sombong dan bahkan menyombongkan perbuatan maksiat yang dilakukannya  

9. Derajatnya jatuh di mata Allah SWT

Orang yang melakukan maksiat maka akan berada pada posisi yang rendah di mata Allah SWT. Derajatnya pun akan jatuh di sisi-Nya 

10. Mewariskan penghinaan dan merusak pikiran 

Dosa akan membuat pelakunya diwarisi penghinaan. Pikirannya juga akan rusak karena menggelapkan sisi terang orang tersebut 

11. Menyebabkan bencana gempa

Perbuatan dosa yang dilakukan akan menimbulkan sikap berlebih-lebihan pada diri manusia dan bisa memicu terjadinya bencana gempa bumi 

12. Membutakan hati 

Dosa menyebabkan rasa cemburu dalam hati, rasa malu, mengaburkan cahaya hati dan membutakan hati.

13. Menghancurkan sendi-sendi bernegara 

Dosa juga berdampak pada perbuatan korupsi yang bisa merusak tatanan masyarakat dan negara. Dosa juga dapat mewariskan kehancuran pada suatu negara.


Referensi sebagai berikut ini ;



Haram

Haram (Arab: حرام ḥaram) adalah sebuah status hukum terhadap sesuatu yang diperbuat (dilakukan), kelakuan tingkah laku, aktivitas atau keadaan suatu benda (salah satunya makanan). Aktivitas yang berstatus hukum haram atau makanan yang dianggap haram adalah dilarang secara keras. Orang yang melakukan tindakan haram atau memakan makanan haram akan mendapatkan konsekuensi berupa dosa.

Contoh subjek

  1. Judi (contoh: judi menggunakan alat berupa hewan, yaitu ayam kampung, dan sebagainya);
  2. Seks bebas;
  3. Perkosaan;
  4. Pelecehan seksual terhadap anak;
  5. Zina;
  6. Menyebar berita hoaks;
  7. Mencuri;
  8. Narkoba, dan minuman keras;
  9. Mendurhakai orang tua, suami atau melakukan kekerasan dalam rumah tangga atau memukul istri, menampar, menendang, menghina dan mengerasi ibunya;
  10. Mengonsumsi makanan atau minuman yang diharamkan seperti bangkai (kecuali ikan dan belalang), hewan yang dipotong atau mati tanpa basmalah, daging babi, daging kucing dan daging anjing;
  11. Makan dan minum saat berpuasa. Tapi ketika sahur ataupun berbuka puasa, makanan dan minuman menjadi halal seperti semula.

Status hukum lainnya sbb ;
  1. Wajib : Wajib (Arab: واجب, wājib atau فرض, farḍho) adalah sebuah status hukum terhadap suatu aktivitas dalam dunia Islam. Aktivitas yang berstatus hukum wajib harus dilakukan oleh mereka yang memenuhi syarat-syarat wajibnya. Aktivitas ini bila dilaksanakan maka pelaku akan diberikan ganjaran kebaikan (pahala), sedang bila ditinggalkan maka akan menjadikan yang meninggalkannya berdosa.
  2. Sunnah (status hukum) : Sunnah (perjalanan nabi), (syariat) sebuah aktivitas dalam Islam yang dianjurkan sehingga pelakunya mendapatkan kebaikan (pahala)
  3. Mubah : Mubah (Arab: مباح, "mubāh"; "boleh") adalah sebuah status hukum terhadap suatu aktivitas dalam Islam. Aktivitas yang berstatus hukum Mubah boleh untuk dilakukan, bahkan lebih condong kepada dianjurkan (bersifat perintah), tetapi tidak ada janji berupa konsekuensi berupa pahala terhadapnya. Dengan kata lain, Mubah yakni apabila dikerjakan tidak berpahala dan tidak berdosa, jika ditinggalkanpun tidak berdosa dan tidak berpahala. Hukum ini cenderung diterapkan pada perkara yang lebih bersifat keduniaan. Contohnya adalah: (1) Berdoa tidak menggunakan bahasa Arab. (2). Menggunakan media berdakwah yang berbeda-beda diantaranya menggunakan televisi, radio, internet, dan sebagainya
  4. Makruh : Makruh adalah sebuah status hukum terhadap suatu aktivitas dalam dunia Islam. Aktivitas yang berstatus hukum makruh dilarang namun tidak terdapat konsekuensi bila melakukannya. Atau dengan kata lain perbuatan makruh dapat diartikan sebagai perbuatan yang sebaiknya tidak dilakukan. Perbuatan makruh bila dikerjakan tidak mendapatkan dosa, apabila ditinggalkan akan mendapatkan pahala.
Hukum kebendaan Emas
Para ulama dari Mazhab Hanafi, Mazhab Hambali dan Mazhab Maliki berpendapat bahwa perkakas yang terbuat dari bahan emas hukumnya haram digunakan untuk makan, minum dan berwudu. Abu Dawud berpendapat bahwa keharaman pemakaian emas hanya berlaku untuk minum. Sedangkan Mazhab Syafi'i berpendapat bahwa perkakas berbahan emas dapat digunakan untuk makan, minum, maupun berwudu. Para ulama juga menyepakati bahwa emas haram digunakan sebagai saluran air.

Hukum kebendaan Perak 
Menurut Mazhab Maliki, Mazhab Syafi'i, dan Mazhab Hambali, perak hukumnya haram digunakan untuk pembuatan saluran air jika digunakan sebagai hiasan dengan aliran yang besar. Sedangkan Mazhab Hanafi tidak mengharamkan pembuatan saaluran air dari bahan perak.

Jangan berbuat ke dzaliman


Kata dzalim berasal dari bahasa Arab, dengan huruf “dzho lam mim” (ظ ل م ) yang bermaksud gelap. Di dalam al-Qur’an menggunakan kata zhulm selain itu juga digunakan kata baghy, yang artinya juga sama dengan zalim yaitu melanggar hak orang lain. Namun pengertian zalim lebih luas maknanya ketimbang baghyu, tergantung kalimat yang disandarkannya. Kezaliman itu memiliki berbagai bentuk di antaranya adalah syirik.

Kalimat zalim bisa juga digunakan untuk melambangkan sifat kejam, bengis, tidak berperikemanusiaan, suka melihat orang dalam penderitaan dan kesengsaraan, melakukan kemungkaran, penganiayaan, kemusnahan harta benda, ketidakadilan, dan banyak lagi pengertian yang dapat diambil dari sifat zalim tersebut, yang mana pada dasarnya sifat ini merupakan sifat yang keji dan hina, dan sangat bertentangan dengan akhlak dan fitrah manusia, yang seharusnya menggunakan akal untuk melakukan kebaikan.

Menurut syariat Islam, orang yang tidak berbuat zalim bisa saja terkena siksaan, keyakinan ini berdasarkan dalam salah satu ayat. Allah berfirman:

...dan peliharalah dirimu dari siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya." (Al-Anfaal 8:25)

Ayat tersebut berisi peringatan untuk berhati-hati (hadzr) akan azab yang tidak hanya menimpa yang zalim saja, tetapi menimpa secara umum baik yang zalim maupun yang tidak zalim. Karena itu secara syar’i, wajib hukumnya bagi orang yang melihat kezaliman/kemunkaran dan mempunyai

Di dalam Al-Qur'an zalim memiliki beberapa makna, di antaranya dalam beberapa surah sebagai berikut:

  1. Al Baqarah 165 dan Huud 101, orang-orang yang menyembah selain Allah.
  2. Al Maa-idah 47, karena menuruti hawa nafsu dan merugikan orang lain.
  3. Al Kahfi 35, zalim pada ayat ini sebuah sifat keangkuhan dan perbuatan kekafirannya.

Al-Anbiyaa' 13, Orang yang zalim itu di waktu merasakan azab Allah melarikan diri, lalu orang-orang yang beriman mengatakan kepada mereka dengan secara cemooh agar mereka tetap di tempat semula dengan menikmati kelezatan-kelezatan hidup sebagaimana biasa untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang akan dihadapkan kepada mereka.

Al 'Ankabuut 46, Yang dimaksud dengan orang-orang yang zalim pada ayat ini adalah orang-orang yang setelah diberikan kepadanya keterangan-keterangan dan penjelasan-penjelasan dengan cara yang paling baik, mereka tetap membantah dan membangkang dan tetap menyatakan permusuhan.

Dalam hadits shahih yang diriwayatkan oleh Ibnu Sirin, Nabi Muhammad SAW pernah mengatakan bahwa, "Di antara bentuk kezaliman seseorang terhadap saudaranya adalah apabila ia menyebutkan keburukan yang ia ketahui dari saudaranya dan menyembunyikan kebaikan-kebaikannya."

Dari kisah Abu Dzar Al-Ghifari dari Rasulullah sebagaimana ia mendapat wahyu dari Allah bahwa Allah berfirman: "Wahai hambaku, sesungguhya aku telah mengharamkan kezaliman atas diri-Ku dan Aku telah menetapkan haramnya (kezaliman itu) di antara kalian, maka janganlah kalian saling berlaku zalim."

Dalam hadits lain Nabi Muhammad SAW bersabda, "Takutlah kalian akan kezhaliman karena kezhaliman adalah kegelapan pada hari Kiamat."

Kezaliman dibagi menjadi 2 kategori, menzalimi diri sendiri (dosa dan maksiat) dan orang lain (menyia-nyiakan atau tidak menunaikan hak orang lain yang wajib ditunaikan). Kezaliman itu ada tiga macamnya di antaranya adalah:

Kezaliman yang tidak diampunkan Allah, yaitu syirik.

Kezaliman yang dapat diampunkan Allah Swt, perbuatan seseorang hamba terhadap dirinya sendiri di dalam hubungan dia terhadap Allah Swt.

Kezaliman yang tidak dibiarkan oleh Allah, perbuatan hamba-hamba-Nya di antara sesama mereka, karena pasti ditun­tut pada Hari Akhir oleh mereka yang dizalimi.

Syirik adalah itikad ataupun perbuatan yang menyamakan sesuatu selain Allah dan disandarkan pada Allah dalam hal rububiyyah dan uluhiyyah. Umumnya, menyekutukan dalam Uluhiyyah Allah Swt yaitu hal-hal yang merupakan kekhususan bagi Allah, seperti berdo'a kepada selain Allah Swt, atau memalingkan suatu bentuk ibadah seperti menyembelih (kurban), bernadzar, berdo'a dan sebagainya kepada selainNya.

Dalam Surah Al-Mu'minun ayat 90, Allah Swt memberikan perumpamaan mengenai gagasan mengenai adanya Tuhan selainNya. Allah menjelaskan bahwa Dia tidak mempunyai anak dan tidak memiliki sandingan sebagai Tuhan. Allah memisalkan adanya Tuhan dalam jumlah banyak. Keadaan ini hanya akan menimbulkan kekacauan bagi makhluk-hakluk yang diciptakan oleh Tuhan-Tuhan tersebut. Para Tuhan akan saling mengalahkan satu sama lain. Di akhir ayat, Allah menyatakan bahwa Dia yang maha suci atas sifat tersebut.

Syirik dapat timbul dalam pikiran menjadi dua golongan. Golongan pertama adalah yang membayangkan terjadinya kesepakatan di antara dua Tuhan. Sementara golongan yang kedua adalah yang membayangkan perselisihan di antara dua Tuhan. Kedua golongan ini meyakini pemikirannya masing-masing. Mereka berpandapat bahwa golongan yang menang akan menjadi atas bagi golongan yang kalah. Tuhan yang kalah akan kembali mengadakan uji kekuatan. Jika Ia menang, maka posisi atasan dan bawah menjadi berkebalikan. Tuhan yang akhirnya menang ini kemudian menjadi pemerintah bagi Tuhan yang kalah

Salah satu penyebab terjadinya syirik adalah menjadi tokoh-tokoh tertentu sebagai pelindung selain Allah. Praktik ini umumnya terjadi pada para tokoh ulama yang telah wafat. Pelaku syirik umumnya mendatangi kuburan para tokoh ini untuk melakukan penyembahan. Pelaku syirik ini juga datang untuk meminta ampunan atau memohonkan agar segala keinginan yang mereka pinta dapat dikabulkan. Kegiatan syirik ini biasanya terjadi pada tokoh yang kuburannya dianggap keramat oleh pelaku syirik.

Penyebab perbuatan syirik ini disebutkan dalam Surah An-Najm ayat 53. Dalam ayat ini, Allah melarang orang-orang musyrik untuk menyembah Lata dan Uzza. Dalam riwayat Ibnu Abbas, Mujahid dan Abu Shalih diketahui bahwa Lata merupakan orang saleh yang sering membagi-bagikan tepung pada musim haji kepada para jemaah. Setelag Lata meninggal dunia, banyak orang yang datang ke kuburannya untuk menyembahnya. 

Sedangkan Uzza merupakan nama sebuah pohon yang disembah oleh masyarakat Arab pada masa jahiliah. Informasi ini berasal dari periwayatan Mujahid. Pohon ini akhirnya ditebang oleh Khalid bin Walid atas perintah dari Nabi Muhammad.

Pada dasarnya, manusia memiliki fitrah untuk menolak syirik. Manusia mengetahui bahwa sekutu-sekutu Allah yang dibuatnya tidak dapat menciptakan makhluk apapun. Manusia juga mengetahui bahwa sekutu tersebut tidak dapat menciptakan langit, Bumi maupun hujan. Fitrah ini dijelaskan oleh Allah dalam firmanNya pada Surah Al-Baqarah ayat 22. 

Manusia melakukan kesyirikan sebagai akibat dari adanya keinginan untuk memperoleh kebebasan yang tidak dibatasi. Fitrah yang ada kemudian berusaha dihilangkan oleh pelaku syirik demi mencegah dirinya menaati perintah dan larangan dari Allah.[6]

Berbuat syirik berarti mendasarkan sesuatu yang tidak berhak kepada yang berhak, yakni Allah, dan itu merupakan kezhaliman yang paling besar. "Sesungguhnya menyekutukan (Allah) adalah benar-benar kezhaliman yang besar" (Firman Allah, QS. Luqman: 13)

Allah tidak akan mengampuni orang yang berbuat syirik kepadaNya, jika ia meninggal dunia dalam kemusyrikannya. "Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar" (Firman Allah, QS. An-Nisa: 48)

Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan Surga kepadanya, dan tempatnya ialah Neraka, Tidaklah ada bagi orang-orang zhalim itu seorang penolong pun (Firman Allah, QS. Al-Maidah: 72)

"Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan" ( Firman Allah, QS. Al-An'am: 88)

Syirik besar bisa mengeluarkan pelakunya dari agama Islam dan menjadikannya kekal di dalam Neraka, jika ia meninggal dunia dan belum bertaubat kepada Allah. Syirik besar adalah memalingkan sesuatu bentuk ibadah kepada selain Allah, seperti berdo'a kepada selain Allah atau mendekatkan diri kepadanya dengan penyembelihan kurban atau nadzar untuk selain Allah, baik untuk kuburan, jin atau syaitan, atau mengharap sesuatu selain Allah, yang tidak kuasa memberikan manfaat maupun mudharat.

Bentuk-bentuk syirik besar:

Syirik Do'a, yaitu di samping dia berdo'a kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, ia juga berdo'a kepada selainNya. Syirik Niat, Keinginan dan Tujuan, yaitu ia menunjukkan suatu ibadah untuk selain Allah Subhanahu wa Ta'ala.

  1. Syirik Ketaatan, yaitu mentaati kepada selain Allah dalam hal maksiyat kepada Allah 
  2. Syirik Mahabbah (Kecintaan), yaitu menyamakan selain Allah dengan Allah dalam hal kecintaan.
  3. Syirik kecil tidak menjadikan pelakunya keluar dari agama Islam, tetapi ia mengurangi tauhid dan merupakan wasilah (perantara) kepada syirik besar.

Bentuk-bentuk syirik kecil:

Syirik Zhahir (Nyata), yaitu syirik kecil yang dalam bentuk ucapan dan perbuatan. Dalam bentuk ucapan misalnya, bersumpah dengan nama selain Allah.

Rasulullah Muhammad SAW bersabda:

"Barangsiapa bersumpah dengan nama selain Allah, maka ia telah berbuat kufur atau syirik." HR. At-Tirmidzi (No.1535), Al-Hakim (I/18, IV/297), Ahmad (II/34, 69, 86) dari Abdullah bin Umar r.a

Dalam sebuah riwayat hadits:

Ada seorang Yahudi yang datang kepada Nabi Muhammad SAW dan berkata: "Sesungguhnya kamu sekalian melakukan perbuatan syirik. Kamu mengucapkan: Atas kehendak Allah dan kehendakmu dan mengucapkan: Demi Ka'bah. Maka Nabi Muhammad SAW memerintahkan para sahabat apabila hendak bersumpah supaya mengucapkan, Demi Allah Pemilik Ka'bah dan mengucapkan: Atas kehendak Allah kemudian atas kehendakmu (HR. An-Nasa'i (VII/6) dan Amalul Yaum wal Lailah (No. 992), Al-Hafizh Ibnu Hajar r.a berkata dalam Al-Ishaabah (IV/389), "Hadits ini shahih, dari Qutailah r.a, wanita dari Juhainah r.a

Syirik dalam bentuk ucapan, yaitu perkataan."Kalau bukan karena kehendak Allah dan kehendak fulan". Ucapan tersebut salah, dan yang benar adalah."Kalau bukan karena kehendak Allah, kemudian karena kehendak si fulan". Kata kemudian menunjukkan tertib berurutan, yang berarti menjadikan kehendak hamba mengikuti kehendak Allah Swt,

Syirik Khafi (Tersembunyi), yaitu syirik dalam hal keinginan dan niat, seperti riya' (ingin dipuji orang) dan sum'ah (ingin didengar orang) dan lainnya.

Rasulullah Muhammad SAW bersabda:

"Sesungguhnya yang paling aku takutkan atas kalian adalah syirik kecil. "Mereka (para sahabat) bertanya: "Apakah syirik kecil itu, ya Rasulullah?" .Dia Nabi Muhammad SAW menjawab: "Yaitu riya'" (HR. Ahmad (V/428-429) dari sahabat Mahmud bin Labid r.a)

Cara-Cara untuk Membentengi Diri dari Syirik

Mengikhlaskan ibadah hanya untuk Allah Swt  dengan senantiasa berupaya memurnikan tauhid.

Menuntut ilmu syar’i. Mengenali dampak kesyirikan dan menyadari bahwasanya syirik itu akan menghantarkan pelakunya kekal di dalam Jahanam dan menghapuskan amal kebaikan. Menyadari bahwasanya syirik akbar tidak akan diampuni oleh Allah kecuali bertaubat. Tidak berteman dengan orang-orang yang bodoh yang hanyut dalam berbagai bentuk kesyirikan.

Maka berhati-hatilah dari syirik dengan seluruh macamnya, dan ketahuilah bahwasanya syirik itu bisa berbentuk ucapan, perbuatan dan keyakinan. Terkadang satu kata saja bisa menghancurkan kehidupan dunia dan akhirat seseorang dalam keadaan dia tidak menyadarinya. Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apakah kalian tahu apa yang difirmankan Rabb kalian?” Mereka (para sahabat) mengatakan, “Allah dan Rasul-Nya lebih tahu”. Dia bersabda, “Pada pagi hari ini ada di antara hamba-Ku yang beriman dan ada yang kafir kepada-Ku. Orang yang berkata, ‘Kami telah mendapatkan anugerah hujan berkat keutamaan Allah dan rahmat-Nya maka itulah yang beriman kepada-Ku dan kafir terhadap bintang. Adapun orang yang berkata, ‘Kami mendapatkan curahan hujan karena rasi bintang ini atau itu, maka itulah orang yang kafir kepada-Ku dan beriman kepada bintang.'” (Muttafaq ‘alaih)

Buku-Buku Tentang Tauhid dan Syirik

Para pembaca yang budiman bisa mengkaji lebih dalam lagi tentang hakikat tauhid dan syirik berdasarkan dalil-dalil Al Quran maupun Al Hadits beserta keterangan dari para ulama yang tepercaya melalui buku-buku atau kitab-kitab berikut ini:

  1. Kitab Tauhid Alladzi Huwa Haqqullahi ‘Alal ‘Abiid karya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab.
  2. Kasyfu Syubuhaat karya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab.
  3. Kitab Tauhid 1, 2 dan 3 karya Syaikh Shalih Al Fauzan dan para ulama lainnya
  4. Dalaa’ilut Tauhid (50 tanya jawab akidah) karya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab.
  5. Tanbihaat Muhtasharah Syarh Al Wajibaat (Penjelasan hal-hal yang harus diketahui oleh setiap muslim dan muslimah) karya Syaikh Ibrahim bin Syaikh Shalih Al Khuraishi.
  6. Syarah Tsalatsatul Ushul (Penjelasan Tiga Landasan Utama) karya Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah
  7. Hasyiyah Tsalatsatul Ushul karya Syaikh Abdurrahman bin Qasim Al Hanbali An Najdi rahimahullah
  8. Taisirul Wushul ila Nailil Ma’muul karya Syaikh Nu’man bin Abdul Karim Al Watr
  9. Hushulul Ma’mul bi Syarhi Tsalatsatil Ushul karya Syaikh Abdullah bin Shalih Al Fauzan
  10. Thariqul Wushul ila Idhaahi Tsalatsatil Ushul karya Syaikh Zaid bin Muhammad bin Hadi Al Madkhali hafizhahullah
  11. Syarah Kitab Tsalatsatul Ushul karya Syaikh Shalih bin Abdul ‘Aziz Alusy Syaikh hafizhahullah
  12. Syarah Qawa’idul Arba’ karya Syaikh Shalih bin Abdul ‘Aziz Alusy Syaikh
  13. Fathul Majid Syarah Kitab Tauhid (Membongkar akar kesyirikan) karya Syaikh Abdurrahman bin Hasan rahimahullah
  14. Qaulus Sadid fi Maqashidi Tauhid (Penjabaran sistematik kitab tauhid) karya Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di rahimahullah
  15. Qaulul Mufid Syarah Kitab Tauhid karya Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah
  16. Ibthalut Tandiid bi Ikhtishaari Syarhi Kitabit Tauhid karya Syaikh Hamad bin ‘Atiq rahimahullah
  17. Al Mulakhkhash fi Syarhi Kitabit Tauhid karya DR. Shalih bin Fauzan Al Fauzan hafizhahullah
  18. Al Jadid fi Syarhi Kitabit Tauhid (Cara mudah memahami tauhid) karya Syaikh Muhammad bin Abdul ‘Aziz Al Qar’awi
  19. At Tamhid li Syarhi Kitabit Tauhid karya Syaikh Shalih bin Abul ‘Aziz Alusy Syaikh hafizhahullah
  20. Syarah Kasyfu Syubuhaat karya Syaikh Shalih Al Fauzan
  21. Syarah Kasfyu Syubuhaat karya Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin
  22. Syarah Kasyfu Syubuhaat karya Syaikh Shalih bin Abdul ‘Aziz Alusy Syaikh
  23. At Taudhihaat Al Kasyifaat ‘ala Kasfi Syubuhaat karya Syaikh Muhammad bin Abdullah bin Shalih Al Habdan
  24. Ad Dalaa’il wal Isyaraat ‘ala Kasyfi Subuhaat karya Syaikh Shalih bin Muhammad Al Asmari
  25. Minhaaj Al Firqah An Najiyah karya Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu
  26. Kitab ‘Aqidah Ath Thahawiyah karya Imam Abu Ja’far Ath Thahawi rahimahullah
  27. Syarah ‘Aqidah Thahawiyah karya Imam Ibnu Abil ‘Izz Al Hanafi rahimahullah
  28. ‘Aqidah Thahawiyah Syarh wa Ta’liq karya Syaikh Al Albani rahimahullah
  29. Ta’liq ‘Aqidah Thahawiyah karya Syaikh Shalih Al Fauzan
  30. Al Minhah Al Ilahiyah fi Tahdzib Syarh Thahawiyah karya Syaikh Abdul Akhir Hammad Al Ghunaimi.

Barang siapa menganiaya niscaya akan dianiaya (Imam Adz-Dzahabi dalam karyanya Kitab Al-Kaba’ir)

Pepatatah Arab mengatakan: “Barang siapa menganiaya niscaya akan dianiaya.” Imam Adz-Dzahabi dalam karyanya Kitab Al-Kaba’ir ( Juz, 1 Hlm. 113-114) mengisahkan tentang balasan orang yang berbuat zalim kepada orang lain. Adapun kisahnya sebagai berikut:

Dikisahkan seseorang melihat lelaki yang tangannya terputus hingga ke bahunya. Setiap bertemu orang, lelaki itu menyatakan, “Barangsiapa yang melihatku, maka janganlah berbuat zalim kepada orang lain” Dengan rasa penasaran orang itu, menghampirinya dan memberanikan diri untuk bertanya, “Wahai saudaraku! ceritakan kepadaku kenapa tanganmu bisa terputus hingga ke bahumu.”

Lelaki itu itu menjawab, kisahnya panjang dan penuh dengan keajaiban. Tempo hari aku melihat pemburu ikan ia berhasil menjaring ikan yang sangat besar, kemudian aku hampiri dan aku minta dengan paksa ikan itu. Si pemburu ikan berkata kepadaku, “Ikan ini aku jual untuk menafkahi keluargaku” Aku pukul dia dan aku ambil ikannya, aku bawa ikan itu ke rumahku, saat perjalanan menuju rumahku ikan itu menggigit jempolku, gigitan ikan itu, sangat menyakitkan.

Keesokan harinya aku konsultasi ke dokter terkait gigitan ikan. Dokter itu menyatakan, “Ini adalah awal dari penyakit yang menular, kalau kamu tidak mememotong jempolmu, maka penyakit ini, akan menular keseluruh tubuhmu” Dengan terpaksa jempolku dipotong, sejak jempolku dipotong aku tidak bisa tidur karena tidak kuat menahan rasa sakit yang terus-menerus.

Orang-orang menyarankan untuk memotong tanganku supaya penyakitnya tidak menular, terpaksa tanganku dipotong, namun penyakitnya tetap menular ke sikutku, terpaksa  sikutku dipotong. Tidak berhenti disitu penyakit itu tetap menular ke lenganku terpaksa dipotong juga lenganku. Penyakit itu terus menular, akhirnya dipotong sampai ke bahuku.

Seseorang pernah bertanya kepadaku, sebab apa kamu mempunyai penyakit menular seperti ini? Aku ceritakan tentang gigitan ikan yang aku rampas dari tukang jaring ikan. Kemudian ia berkata kepadaku, ” Andaikan kamu tidak mengambil dengan paksa dan meminta halalnya, niscaya kamu tidak akan memotong tanganmu, carilah orang yang kamu ambil ikannya itu, sebelum penyakitmu menular keseluruh tubuhmu.”

Tampa pikir panjang aku cari diberbagai sudut kota, dan ahirnya aku menemukan orang yang memiliki ikan itu. Aku menangis di depanya, seraya aku berkata, “Wahai tuan, mintakan ampunan kepada Allah atas apa yang aku lalukan kepadamu” Orang itu tidak mengenaliku, dan dia berkata, “Kamu ini siapa?  “Aku adalah orang yang mengambil ikanmu dengan paksa itu”  Dan aku ceritakan musibah yang menimpaku, ia menangis setelah melihat keadaanku! Ia berkata, “Wahai saudaraku, aku telah menghalalkan ikan itu, setelah aku melihat keadaan yang menimpa dirimu.”

Kemudian aku bertanya, “Wahai tuanku, apakah kamu berdoa ketika aku ambil ikan itu darimu” Dia menjawab, iya, doaku seperti ini, “Ya Allah sesungguhnya orang ini diberi kekuatan atas kelemahanku atas apa yang telah engkau berikan kepadaku, ia telah berbuat zalim kepadaku, maka tunjukkan padanya kekuatanmu.”

Kemudian aku menimpalinya, “Wahai tuanku, kamu telah melihat kekuasaan Allah terhadap apa yang terjadi padaku, mulai saat ini aku bertaubat dan tidak akan berbuat zalim lagi selama aku masih hidup di dunia ini.”

Demikianlah kisah balasan orang yang berbuat zalim kepada orang lain. Semoga kisah ini, menjadi pelajaran bagi kita untuk tidak mudah berbuat zalim kepada orang lain.

Referensi Sebagai Berikut ini ;