Cara Jitu Menghilangkan Sifat Sombong, Jangan berteman dengan dia, orangnya sombong.” Anda pernah mendengar ucapan seperti itu? Itulah dampak yang akan dirasakan oleh orang yang sombong. Tidak ada orang yang mau berhubungan dengan orang sombong. Sungguh, sifat sombong itu sama sekali tidak ada manfaatnya. Semua kelebihan yang disombongkan hanya Anda rasakan sendiri. Sementara orang justru melihat Anda sebagai sosok yang punya sifat kurang bagus.
Pada dasarnya, sifat sombong itu berasal dari tiga hal yaitu pikiran, ucapan, dan tindakan. Anda mungkin tidak pernah bersikap sombong, tapi kalau dalam pikiran Anda selalu merasa lebih baik dari orang lain, maka artinya Anda sudah dirasuki rasa sombong.
Hidup menjadi tidak indah dan bahagia ketika banyak orang yang menghindar karena kesombongan Anda. Karena itu Anda harus bisa menghilangkan sifat sombong tersebut. Bagaimana caranya? Coba 8 cara jitu berikut ini.
1. Pahami Sifat Sombong yang Dimiliki
Sebelum mulai berusaha menghilangkan sifat sombong dari diri Anda, sebaiknya pahami dulu kesombongan yang sering Anda ditunjukkan.
Apakah karena kekayaan, status sosial, jabatan tinggi, atau kepintaran Anda? Karena hal-hal itulah yang kerap memunculkan sifat sombong dari seseorang.
Lalu kenali juga karakter sombong yang ada dalam diri. Apakah Anda lebih cenderung sombong dalam bersikap, sombong dalam ucapan, atau sombong di dalam pikiran? Atau bahkan gabungan dari semua?
Dengan mengenali dan memahami sifat juga karakter sombong yang dimiliki, Anda akan mengetahui apa yang harus diprioritaskan dalam menghilangkan kesombongan dari dalam diri Anda.
2. Kenali Kekurangan Diri
Sifat sombong biasanya memang dipicu oleh kelebihan atau keunggulan yang dimiliki dibanding orang lain.
Karena itu, salah satu cara untuk mengurangi kadar kesombongan adalah mengetahui dan mengenali kekurangan-kekurangan yang ada pada Anda.
Tidak akan ada orang yang tidak punya kekurangan atau kelemahan. Superman yang sangat kuat dan cepat bisa lemah ketika di dekat batu kryptonite.
Begitu pula manusia yang sangat pandai dalam satu bidang keilmuan, tapi pasti ada bidang keilmuan lain yang tidak mampu dikuasainya.
Dengan mengetahui bahwa ada kekurangan di dalam diri, maka Anda bisa tersadar bahwa selalu “ada langit di atas langit”. Selalu ada yang terbaik di atas yang terbaik.
3. Berhenti Memikirkan Kelebihan Diri
Anda boleh bangga dengan kelebihan yang Tuhan anugerahkan kepada diri Anda. Tapi jangan terus menerus memikirkan kelebihan tersebut. Kebiasaan inilah yang kemudian akan memicu munculnya sifat sombong.
Karena itu, sehebat apa pun Anda dalam bidang tersebut biarlah orang lain yang menilai. Bukan diri Anda sendiri yang menilai. Ketika sebuah kelebihan dinilai oleh diri sendiri, yang ada hanyalah rasa sombong.
Mulai saat ini berhenti memikirkan kelebihan diri. Lebih baik Anda memikirkan bagaimana caranya kelebihan yang dimiliki bisa memberi manfaat bagi orang banyak.
Dengan demikian, Anda bisa mendapatkan sisi positif dari kelebihan tersebut dibanding membanggakannya secara berlebihan di hadapan orang lain.
4. Sejajarkan Diri dengan Orang Lain
Merasa lebih baik dari orang lain merupakan cikal bakal munculnya sifat sombong. Karena itu untuk menghilangkan sifat sombong tersebut posisikan diri selalu sejajar dengan orang lain. Tidak ada perbedaan di antara Anda dengan orang lain.
Makna dari pepatah “duduk sama rendah, berdiri sama tinggi” harus Anda selami dan laksanakan dalam kehidupan sehari-hari. Meskipun Anda seorang direktur, jangan posisikan diri Anda terlalu jauh di atas para bawahan.
Seorang direktur yang ramah ke semua bawahan pasti lebih disukai dibanding direktur yang selalu menjaga jarak.
5. Jangan Menilai Orang dari Tampilan Semata
Pernahkah Anda melihat orang kaya raya yang tampilannya sederhana? Pasti ada, tapi jumlahnya mungkin sangat sedikit.
Di antaranya adalah almarhum Bob Sadino yang tidak pernah berusaha tampil bak pengusaha sukses. Meski sudah sukses, Om Bob dikenal kerap mengenakan celana pendek dan kemeja, hampir dalam setiap kesempatan.
Boleh jadi orang yang Anda nilai kumuh atau kotor justru punya lebih banyak kebaikan di dalam dirinya. Bisa juga orang yang Anda hormati karena selalu tampil rapi dan necis, ternyata seorang koruptor kelas kakap.
Dengan selalu melihat orang secara lebih dalam, bukan dari tampilan semata, Anda akan dibantu untuk lebih mengenal sebuah kekurangan. Termasuk tidak memandang rendah orang lain, meski mereka bukan berasal dari status sosial yang sama dengan Anda.
6. Banyak Berbagi ke Sesama
Mulai hari tetapkan bahwa Anda akan lebih banyak melakukan kegiatan sosial. Berbagi dengan sesama akan menstimulus pikiran dan hati Anda untuk tidak sombong. Apa pun kelebihan yang Anda miliki, harus bisa memberi manfaat kepada orang lain.
Jangan pernah ada niat selain membantu secara tulus ketika Anda berbagi kepada sesama. Niatkan dalam hati bahwa Anda ingin membantu tanpa pamrih. Tidak ada maksud untuk pamer atau pencitraan dari kegiatan amal yang dilakukan.
Jika itu yang terjadi maka Anda sejatinya masih senang punya sifat sombong di dalam diri. Pastikan Anda selalu berbagi dengan ikhlas tanpa ada tendensi apa pun di dalamnya.
7. Berteman dengan Semua Orang
Jangan pernah memilih-milih teman. Selama mereka memang baik dan bisa memberi nilai positif, maka bukalah pintu pertemanan selebar-lebarnya.
Jangan hanya mau berteman karena punya kekayaan atau kepintaran yang sama, karena itu hanya akan membuat Anda semakin sombong.
Untuk bisa menghilangkan sifat sombong, Anda memang harus bisa bergaul dengan berbagai kalangan.
Berteman dengan berbagai orang yang berbeda karakter dan latar belakang, maka Anda akan dibawa untuk menyelami diri Anda sendiri. Khususnya menyelami kekurangan yang ada.
Semakin banyak orang yang Anda kenal dari kalangan yang berbeda, maka semakin dalam pula Anda bisa menyelami kekurangan di dalam diri.
Tapi ingat, pastikan mereka memang yang bisa memberi nilai positif terhadap upaya Anda membuang sifat sombong.
8. Buat Komitmen Pribadi
Upaya tanpa komitmen sama dengan pepesan kosong. Karena itu Anda butuh memperkuat komitmen dari upaya yang Anda lakukan untuk tidak menjadi orang yang sombong.
Komitmen akan menjaga Anda tetap berada di trek yang benar sehingga bisa mencapai target yang diharapkan.
Menjaga komitmen ini tak kalah berat dibanding upaya tersebut. Pastikan Anda selalu melakukan upaya dengan pondasi komitmen penuh. Akan lebih baik jika Anda mempunyai target yang harus dicapai dalam waktu tertentu.
Dengan demikian, upaya Anda untuk membuang sifat sombong bisa berjalan dengan baik dan maksimal.
Penutup
Ada begitu banyak dampak buruk dari sifat sombong. Dari mulai dijauhi teman atau sahabat, hingga yang paling parah adalah pikiran Anda akan selalu dinaungi aura negatif. Tak heran jika kehidupan Anda pun bakal lebih kuat sisi negatif dibanding positif. Jika memang kesombongan sudah terlanjur ada, Anda harus berupaya untuk menghilangkan sifat sombong tersebut. Mungkin tidak bisa seketika berhasil.
Tapi jika terus dilakukan secara konsisten dan penuh komitmen, Anda pasti akan menuai hasilnya suatu hari nanti. Saat itulah Anda bisa merasakah indahnya kehidupan yang sebenarnya.
Dosa Perbuatan Sepele ini Jadi Penghalang Rezeki Besar, Ustadz Adi Hidayat : Segera Taubat. Allah SWT sudah memberikan jalan rezeki bagi masing-masing manusia, dan rezeki tidak akan tertukar. Selama manusia berusaha mencarinya dengan ikhtiar dan tawakal.
Namun, jika dirasa saat ini rezeki sulit di cari, kata Ustadz Adi Hidayat, bisa jadi karena dosa yang dianggap sepele dan saat ini masih dilakukan tanpa sadar belum bertaubat kepada Allah SWT.
Hal itu sebagamana dikutip DeskJabar.com dari video yang diunggah oleh Kanal Youtube Kajian Islam Official "Hancurkan penghalang ini agar rezeki Besar Segera Datang
"Apa perbuatan itu? perbuatan yang dianggap sepele dan tidak terlalu di hiraukau demi kepentingan sendiri adalah zalim. Ini besar dampaknya, walaupun kita tidak sengaja berbuat demikian," ungkap Ustadz Adi Hidayat.
Zalim adalah perbuatan yang mana merugikan orang lain, baik secara langsung ataupun tidak langsung. Contohnya merampas hak orang lain, mendzolimi harta anak yatim, atau bahkan berupaya merebut hidup orang lain.
Perbuatan zalim ini beragam, dengan kondisi dan bentuk dzolim berbeda-beda. Nyaris setiap orang berpotensi untuk melakukan perbuatan zalim ini. Makna dan contohnya menjadi lebih luas.
"Jangan salah, ngantri saja kalau anda menyerobot itu bisa masuk ke dalam perbuatan buruk. Jika terus menerus seperti ini, bisa saja masuk ke dalam perbuatan zalim," ungkap Ustadz Adi Hidayat.
Perbuatan zalim di dunia nyata yang sering kita anggap sepele di dunia nyata, beberapa diantaranya ialah :
1. Zalim kepada Allah SWT
Perbuatan zalim kepada Allah SWT ini berhubungan dengan syirik dan menyekurukan Allah SWT, yang mana menyamakan kedudukan makhluk lain dengan Allah SWT.
Menyamakan kedudukan makhluk lain dengan Allah SWT juga termasuk mempercayai, melebih-lebihkan, mengagum-ngagumkan makhluk melebihi Allah SWT. Orang yang berbuat seperti ini, termasuk pada dosa yang besar dan berat.
2. Zalim kepada diri sendiri
Untuk perbuatan zalim kepada diri sendiri ini sangat tidak disadari, dan juga sering dilakukan. Perbuatan yang termasuk zalim kepada diri sendiri ini dengan menyia-nyiakan diri sendiri dari karunia Allah SWT.
Perbuatan yang kurang bersyukur dan mudah sekali mengeluh pun termasuk zalim kepada diri sendiri. Seharusnya kita ingat, sebelum masalah besar datang ada waktu bahagia dan senangnya. Lantas, tak patut kita mengeluh dan bahkan hingga menyalahkan diri sendiri.
Contoh lainnya ialah, dengan menggunakan anggota tubuh melakukan perbuatan buruk dan tercela tidak untuk beribadah kepada Allah SWT.
3. Zalim kepada Makhluk Allah SWT
Makhluk Allah SWT disini beragam maknanya, bisa masuk kepada sesama manusia, hewan, tanaman bahkan lingkungan tempat tinggal. Karena, semua makhluk yang di ciptakan oleh Allah SWT memiliki hak yang sama dengan kita.
Zalim kepada hewan dan tanaman, misalnya tidak merawat baik hewan peliharaan di rumah, menebang pohon, juga membiarkan tanaman tidak terurus. Itu termasuk perbuatan zalim pada makhluk Allah SWT.
Terlebih pada manusia, Ustadz Adi Hidayat mewanti-wanti untuk hal yang kecil saja dalam antrian bisa masuk pada perbuatan zalim, apalagi terang-terangan.
4. Zalim pada rezeki
Hal ini sama dengan zalim kepada Allah SWT, sukanya mengeluh dan tidak pernah merasa bersyukur atas rezeki yang diperolehnya juga termasuk perbuatan zalim.
"Ingat, dalam Al-Quran Allah SWT menyebutkan 'jika kamu bersyukur, maka akan aku tambah', bagaimana Allah SWT akan memberika rezeki yang berlimpah jika yang ada saja kita tidak bersyukur?" jelas Ustadz Adi Hidayat.
Ustadz Adi Hidayat juga menjelaskan, jika memang seseorang selalu berbuat zalim, salah satu dampak dari dosa yang diperolehnya yang sangat terasa berdampak pada rezeki yang sulit di dapat.
Maka, tidak menutup kemungkinan jika dosa ini menjadi penghalang seseorang mendapatkan rezeki yang besar. Terlebih jika terus menerus dilakukan tanpa bertaubat sekalipun, maka pelakunya bisa masuk ke siksanya Allah SWT.
Terkadang kita selalu merasa pusing dan bingung perihal rezeki. Padahal, sudah sangat jelas bahwa Allah-lah yang mengatur segala aspek kehidupan ini termasuk rezeki masing-masing makhluk-Nya. Yang memberi rezeki itu hanya satu. Seluruh rezeki hamba itu berada di sisi-Nya, dan Dia telah mengatur semua itu.
“Dan, di langit terdapat (sebab-sebab) rezekimu dan terdapat (pula) apa yang dijanjikan kepadamu,” (QS. Adz-Dzariyat: 22).
Jika memang yang memberi rezeki itu adalah Allah, maka mengapa manusia masih saja mau menjilat dan mengapa harus merendahkan diri di hadapan orang lain hanya karena ingin mendapatkan rezeki dari sesama manusia? Padahal sudah sangat jelas Allah berfirman, “Dan, tidak ada suatu binatang melatapun di muka bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya,” (QS. Hud: 6).
Dalam firman-Nya yang lain disebutkan: “Apa saja yang Allah anugerahkan kepada manusia berupa rahmat, maka tidak ada seorang pun yang dapat menahannya. Dan apa saja yang Allah tahan, maka tidak seorang pun yang sanggup untuk melepaskannya sesudah itu,” (QS. Fathir: 2).
Allah Swt telah mengatur setiap rezekinya dengan begitu indah. Tugas kita hanya menjemput dengan doa dan usaha yang dimaksimalkan. Janganlah bersedih karena rezeki yang tak kunjung hadir. Allah Swt hanya menyimpannya untuk waktu yang tepat. Karena Dia-lah yang Maha Mengetahui apa-apa yang terjadi di bumi ini.
Allah Swt Mengatur Rezeki Umat-Nya, TAFSIR Al Mishbah kali ini membahas Surah Asy-Syura 42: 27-31. Surah itu menjelaskan sesuatu yang manusia dapatkan, termasuk musibah yang diterima, akibat dari perbuatan manusia.
Seandainya Allah SWT melapangkan rezeki sedemikian luas kepada hamba-hamba-Nya, mereka akan melampaui batas-batas tertentu. Namun, Allah menerangkan rezeki diatur dalam kadar tertentu sesuai dengan kehendak-Nya karena Dia Maha Mengetahui secara mendetail dan melihat secara nyata semua hamba-Nya.
Allah juga mengatur rezeki. Kalau Dia buka keran rezeki yang sedemikian banyak kepada seseorang, itu berpotensi membuat orang itu angkuh, berpotensi menjadikannya lupa diri. Karena itu, Allah membagi rezeki dalam kadar tertentu sesuai dengan potensi setiap orang demi kebaikan orang itu. Rezeki dalam bentuk materi, misalnya kekayaan.
Mengapa kekayaan yang dimiliki seseorang berpotensi membuat manusia angkuh? Orang yang membutuhkan akan merasakan kelemahan. Orang yang memiliki kekayaan akan merasakan kekuatan sehingga bisa angkuh.
Orang yang memiliki rezeki berpotensi menggunakan rezekinya untuk melakukan tindakan sewenang-wenang. Orang yang tidak memiliki apa-apa tidak memiliki alat untuk bisa melakukan tindakan sewenang-wenang. Karena itu, Allah memberi rezeki masing-masing sesuai dengan kebutuhan dan kemaslahatannya. Selanjutnya, Allah Mahaadil. Keadilannya itu menjadikan rezekinya dibagikan secara tidak merata.
Namun, jangan artikan bahwa adil ialah sama rata kekayaannya. Harta yang diberikan kepada seseorang bisa jadi disebabkan seseorang itu memiliki kekurangan dalam ilmu. Di sisi lain, seseorang yang diberikan ilmu disebabkan kekurangan dalam nama baik. Allah telah mengatur sedemikian rupa. Itu sebabnya Nabi bersabda, “Saya tidak takut kalian itu berkekurangan dalam rezeki. Tapi yang saya khawatirkan melimpahkan rezeki berpotensi membuat orang lupa Tuhan.” Itu pula sebabnya, dengan menimbang kekayaan, yang kaya dituntut bersyukur dan yang miskin dituntut bersabar.
Namun, lebih berat bersyukur bagi orang kaya daripada harus bersabar orang miskin karena bersyukur itu menuntut tahu diri. Rasulullah bersabda, “Allah sudah membagi rezeki secara adil, tapi setan datang menggoda manusia dan menanamkan dalam pikiran manusia apa yang didapatnya belum cukup. Jadi, membuat dia mencari rezeki secara haram.”
Banyak sekali tantangan hidup yang dapat mengguncang pikiran dan perasaan. Contohnya, mengalami cedera, penyakit, kehilangan pekerjaan, bangkrut, perceraian, kematian, dan lainnya. Jika masalah yang sama terjadi berulang terus, sangat mungkin membuat seseorang kehilangan motivasi. Padahal, jika mampu melewati semua kesulitan, tentu diri ini dapat berkembang dan bertumbuh menjadi pribadi yang lebih dewasa.
Selain itu, ada banyak pelajaran yang bisa diambil agar masalah yang sama tidak terulang. Nah, berikut beberapa cara untuk menghadapi ujian hidup yang perlu dilakukan ketika rintangan menghadang.
Hadapi Masalahnya
cara paling pertama dan utama dalam mengatasi ujian hidup adalah menghadapi masalahnya. Ini adalah cara yang paling jelas, tapi dilewatkan.
Tidak sedikit orang yang lari dari masalah alih-alih menghadapinya. Faktanya, menunda untuk mengatasinya tidak membuatnya menghilang.
Karena itu, pastikan untuk menghadapi masalah, seberat apa pun itu, agar tidak menjadi beban yang terakumulasi di kemudian hari.
2. Menjalani Hidup dengan Apa Adanya
Menurut Jennifer Kunst, Ph.D, seorang Psikologi Klinis yang juga Asisten Profesor di Fuller Graduate School of Psychology, California, dalam menghadapi tantangan kehidupan pastikan untuk menjalani hidup apa adanya. Saat menerima kehidupan seperti apa adanya, hidup juga akan lebih nyaman dan nikmat untuk dijalani.
Saat mengenal dengan baik diri sendiri, kesempatan untuk melakukan banyak hal terbuka dengan lebar, termasuk menyelesaikan setiap ujian hidup yang menghampiri.
3. Buat Rencana
Dengan membuat rencana terkait masa depan, segala ujian hidup yang timbul tentu bisa diatasi. Pastikan untuk melihat pola masalah dan tantangan yang pernah terjadi untuk mencegahnya muncul di masa depan. Melansir dari University of The People, masalah hidup yang timbul bisa diselesaikan atau dicegah dengan adanya rencana masa depan yang matang dan jelas.
Contoh, jika memiliki masalah manajemen waktu, pastikan untuk merencanakannya setiap kegiatan setiap harinya.
4. Cari Solusinya
Untuk mengatasi setiap masalah yang menjadi ujian hidup, pencarian solusi harus diutamakan dan sebaiknya datang dari diri sendiri. Orang lain hanya bisa memberikan pendapat, tetapi keputusan pada akhirnya harus dipilih sendiri. Semakin lama mendengarkan pendapat orang lain, semakin lama masalah terselesaikan. Cara paling efektif adalah menilai situasi, serta kemampuan yang dimiliki, lalu segera ambil tindakan. Solusi harus diputuskan oleh diri sendiri meski nantinya membutuhkan bantuan orang lain.
5. Banyak Bersyukur
Banyak orang yang lebih mudah untuk menghitung masalah dibandingkan berkah yang didapatkan. Padahal, dengan mengubah perspektif kita dapat membuat banyak perbedaan berarti dalam hidup. Menerima segala sesuatu dengan bersyukur bisa membuat diri lebih sehat secara fisik dan mental.
Cara ini juga dapat menguatkan diri sendiri saat mengalami masa-masa sulit dan ujian hidup yang terasa memberatkan.
Alasan Allah Menguji Hambanya
Ujian hidup dan cobaan adalah hal yang pasti pernah terjadi. Masalah yang timbul bisa ringan atau bahkan berat.
Sebagai seorang muslim, ujian yang datang tentu berasal dari Allah SWT. Tentu ada alasan mengapa Allah SWT memberikan cobaan pada hamba-Nya.
Perlu dipahami, Allah menguji hambanya untuk mengukur atau menguji tingkat keimanan seseorang.Saat ujian terjadi, apakah seseorang menjadi lebih dekat dan bertawakal atau sebaliknya.Hakikatnya, ujian adalah cerminan kasih sayang dari Allah SWT pada hamba-Nya agar umat muslim tidak perlu merasakan di akhirat nanti.
Untuk itu, Allah memberi ujian dengan kesulitan dunia yang tidak seberapa. Musibah atau ujian berguna sebagai penggugur dosa-dosa yang dimiliki. Terkait hal ini sudah tertulis secara nyata di Alquran pada Surat Al-Ankabut ayat 2-3, yang memiliki arti:
“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: 'Kami telah beriman', sedang mereka tidak diuji lagi?
Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.”
Pastikan juga untuk tidak pernah merasa putus asa dari rahmat Allah Swt.
Dikutip dari buku Kehidupan dalam Pkitangan Al-Qur'an (2006) karya Dr. Ahzami Samiun Jazuli, disebutkan jika putus asa bukanlah sifat orang muslim.
Memiliki sifat putus asa berarti yakin jika Tuhannya tidak mampu dan tidak sempurna. Bahkan, bisa jadi ada pikiran Allah Swt kikir dalam memberikan anugerah dan rahmat-Nya.
Maka dari itu, pastikan selalu berpikir positif dan berprasangka baik kepada Allah tentang segala ujian hidup yang hadir. Saat pikiran positif, langkah-langkah yang tepat untuk mengatasinya juga akan muncul.
Jangan biarkan ada sedikit saja pikiran negatif saat sedang alami ujian hidup.Hikmah yang Bisa Diambil dari Ujian Hidup yang Datang. Saat harus melewati ujian atau cobaan, hasilnya bisa berhasil atau gagal. Ketika mendapatkan kegagalan, ada beberapa hikmah yang bisa dipetik. Tentunya yang paling utama adalah sebagai pembelajaran hidup. Nah, berikut beberapa hikmah yang bisa diambil, mengutip dari Islam Pos:
1. Lebih berikhtiar pada Allah SWT karena tentu saja ada kemudahan yang diberikan setelah kesulitan.
2. Anggap sebagai ujian terhadap daya tahan agar menjadi muslim yang lebih tangguh.
3. Meningkatkan kesabaran dan rasa bersyukur tentang yang telah terjadi.
4. Yakinkan diri jika Allah memiliki kehendak dan rencana yang lebih baik.
5. Paham jika kegagalan bisa terjadi pada semua orang, bukan hanya diri sendiri.
6. Orang yang sukses tentu pernah mengalami banyak kegagalan sebelumnya.
7. Seseorang yang pernah alami kegagalan tentu akan sukses suatu saat.
Buka hati dan pikiran, serta selalu berpikir positif terhadap semua rencana yang Allah Swt buat. Tanamkan pada diri sendiri pasti ada saatnya kemudahan datang setelah kesulitan.
Kedewasaan dibutuhkan untuk melewati semua ujian hidup yang memberatkan. Jangan pernah biarkan diri dalam keterpurukan, Jadikan semua masalah dan ujian dalam kehidupan menjadi hal yang membuat Kitas lebih kuat dan tangguh. Ingat, jangan pernah menyerah, sebesar apa pun kesulitan dan ujian hidup yang sedang Kita alami.
Hukuman Allah Swt Yang Paling Berat Di Dunia, Dikisahkan ada seorang murid yang bertanya kepada sang gurunya, dan gurunya pun menjawab dengan jawaban panjang yang membuat air mata si murid tak henti-henti meneteskan air mata.
Murid : wahai guru, begitu banyak kita berbuat dosa kepada Allah swt, tidak menjalankan perintah-perintah Nya dan cenderung suka dengan berbuat maksiat serta mengingkari larangan-larangan Nya, tapi kenapa Allah swt tidak menghukum kita?
Dengan memandang mata muridnya, sang guru menjawab :
Bukan Allah swt tidak menghukum kita, tapi kita yang tidak merasa sedang dihukum oleh Allah swt, ketahuilah wahai muridku, hukuman terbesar Allah swt yang diberikan kepada hambanya ialah sedikitnya taufiq yang diberikan kepada kita untuk mengamalkan ketaatan dan amal-amal kebaikan. Allah swt tidak menguji/menghukum seorang hamba lebih besar dari ‘kekerasan hatinya dan kematian hatinya’.
Renungkanlah wahai muridku:
Tidakkah engkau sadar, bahwa Allah swt telah mencabut rasa bahagia dan senang ketika bermunajat kepada Nya, merendahkan diri kepadanya dalam sujudmu?
Tidakkah engkau sadar, bahwa Allah swt telah mencabut rasa khusyu’ dalam dirimu ketika shalat?
Tidakkah engkau sadar, bahwa Allah swt menghilangkan kemudahan bermunajat ditengah malam dalam Qiamullail, memohon kemudahan segala urusan hidupmu?
Tidakkah engkau sadar, bahwa Allah swt menjadikan hari-harimu hamba tanpa lantunan ayat suci Al Qur’an keluar lewat lisanmu? Padahal engkau mengetahui firman Allah swt : “Sesungguhnya Al Quran ini adalah bacaan yang mulia, (tertulis) pada kitab yang terpelihara (Lauh Mahfuzh), tidak (dapat) menyentuhnya kecuali hamba-hambanya yang disucikan” (QS Al Waqiah: 77-79). Bahkan hatimu tidak bergetar saat mendengar lantunan ayat ayat suci Al Qur’an yang melembutkan hati.
Tidakkah engkau sadar, kita telah melewatkan hari hari yang berisikan kebaikan seperti bulan Ramadhan, enam hari dibulan Syawal, sepuluh hari dibulan Dzulhijjah dan lainnya, namun kita belum mendapatkan taufiq dan manfaat yang seharusnya dapat dicapai.
Tanyakan pada hati nuranimu wahai muridku:
Apakah menurutmu itu bukan suatu hukuman yang berat bagimu?
Apakah itu bukan suatu teguran yang berat untuk dirasakan bagi hamba yang hina dina?
Apakah engkau masih menginginkan hukuman yang lebih berat dari itu?
Seperti apakah hukuman yang engkau anggap berat dan mampu membangunkan dirimu dari kematian hatimu?
Tidakkah cukup dengan Allah swt hilangkan dengan nikmatnya beribadah kepada NYa, lezatnya berdzikir kepada Nya, nyaman Nya bermunajat dimalam hari dihadapan Nya, tenangnya ketika membaca surat-surat cinta Nya dalam kitab suci Nya?
Hukuman apa lagi yang harus Allah swt berikan kepadamu? Agar engkau tidak lagi asyik dengan kemaksiatan didunia yang fana ini, agar engkau tidak lagi mengejar-ngejar dunia yang semu ini, agar engkau tidak lagi mengagungkan dunia yang hina ini? Agar engkau tidak lagi menutup mata dari kebesaran Allah swt yang ditunjukan di dunia yang kecil ini?
Ingatlah wahai muridku, dunia ini hanyalah perjalan menuju tempat yang nyata bagi kita, jangan sampai ditempat persinggahan ini kita lupa akan tujuan kita, jangan biarkan kenikmatan dunia yang menipu ini melupakan lezatnya di akhirat yang nyata dan kekal selama-lamanya.
Si muridpun menunduk dalam isakan tangisnanya, gejolak jiwanya memuncah ternyata Allah swt sedang menghukumnya dengan mencabut/membiarkan dirinya asyik dengan kehidupan dunia yang sementara ini.
Sang gurupun tak sanggup lagi meneruskan perkataannya karena hal tersebut juga merupakan tamparan bagi dirinya, air matanyapun terurai sampai membasahi jenggot putihnya, sambil mengelus kepala muridnya ia berkata dengan nada pelan:
Wahai muridku,
Hukuman yang paling ringan yang Allah berikan kepada hambanya ialah, ‘hukuman yang terasa’ seperti harta, anak, kesehatan dan sejenisnya. Sedangkan hukuman yang paling berat adalah ‘hukuman yang tidak terasa’ pada kematian hati, yang menjadikan kita tidak dapat merasakan ni’matnya ketaatan kepada Allah swt dan tidak sanggup merasakan sakitnya perbuatan dosa. Oleh karena itu perbanyaklah isi hari-hari kita dengan menyibukkan diri dengan beribadah kepada Allah swt, perbanyak dzikrullah, selalu beristighfar, dan senantiasa berbuat baik kepada saudara-saudara kita. Semoga Allah swt selamatkan kita dari hukuman yang paling berat di dunia ini, aamiin.
Allah Swt Turunkan Cobaan Bagi Hamba yang Dicintai-Nya. Setiap manusia pasti pernah mendapatkan cobaan hidup. Ada yang sukses melalui cobaan itu, ada pula yang justru makin menjauh dari Allah Swt. Sesungguhnya cobaan adalah cara Allah untuk mengetahui maqam (tingkat) keimanan manusia. Dan dengan cobaan itu, menjadikan manusia siap memasuki surga sebagaimana yang disampaikan Allah dalam Surah Al-Baqarah ayat 214 berbunyi:
“Am hasibtum an tadkhulul jannata wa lamma ya’tikum matsalulladzina khalau min qablikum massathumul-ba’sa-u waddhara-u wa zulzilu hatta yaqulurasulu walladzina amanu ma-ahu mata nashrullahi, ala inna nashralllahi qaribun.”
Yang artinya: “Apakah kamu mengira kamu akan masuk surga? Padahal belum datang padamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa kesulitan dan kesempitan, serta diguncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: ‘bilakah datangnya pertolongan Allah?’ Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.”
Cobaan memang tidaklah menyenangkan. Cobaan pun datang dalam bentuk yang berbeda-beda, bisa dalam bentuk harta, fisik, kemiskinan, anak, pasangan hidup, bahkan hingga relasi kerja dan bisnis. Hanya saja, cobaan yang diberikan Allah SWT kepada hambanya sebenarnya adalah bentuk kecintaan Allah. Bukankah dengan diturunkannya cobaan, manusia dapat teruji keimanannya? Kala menurunkan cobaan, sesungguhnya Allah tengah mencintai hamba-Nya.
Dalam sebuah hadis qudsi, Allah SWT pernah berfirman yang artinya: “Jika Aku mencintai seorang hamba, maka Aku turunkan ujian (kesulitan dan kesempitan) kepadanya. Hal itu agar ia memohon kepadaKu (agar ujian dapat diangkat darinya melalui doa-doa yang dipanjatkan).”
Hal yang harus diingat, setiap ujian atau cobaan yang diberikan Allah Swt kepada hamba-Nya selalu diselipkan solusi. Solusi tersebut umumnya disesuaikan dengan kadar tingkatan manusia itu sendiri. Hal ini ditegaskan Allah dalam Surah Al-Baqarah ayat 286.
“La yukallifullaha nafsan illa wus-aha.” Yang artinya: “Allah tidak membebani seseorang (menurunkan ujian), kecuali sesuai dengan kesanggupannya.”
Begini Cara Allah Swt Menghukum Hamba-Nya dengan Kasih Sayang. Setiap perbuatan buruk yang dilakukan oleh manusia pasti akan diberi balasan oleh Allah SWT. Balasan yang akan diterima bisa saja ketika orang tersebut masih hidup di dunia ataupun kelak nanti di akhirat. Akan tetapi, biasanya Allah akan memberikan musibah kepada hamba-Nya karena ingin menggugurkan dosa orang tersebut.
Hal itulah yang menjadi bentuk hukuman dari Allah SWT pada saat orang tersebut masih hidup di dunia. cara Allah meghukum hamba-Nya dengan kasih sayang. Orang yang menerima suatu musibah bisa jadi dikarenakan hukuman yang diberikan oleh Allah SWT untuk mengugurkan dosa yang telah dilakukan.
Tidak hanya itu, musibah yang diberikan oleh Allah juga bertujuan agar orang tersebut bisa menyadari atas kesalahan yang telah dilakukan. Sehingga, dengan seperti itu orang tersebut bisa mendapat pelajaran dan bertaubat kepada Allah SWT. Allah Swt menghukum hamba-Nya di dunia karena bentuk rasa kasih sayangnya terhadap hamba-Nya itu.
Sebab Allah Swt ingin menangguhkan hukuman kelak di akhirat, ketika segala dosa yang telah dilakukan bisa gugur dengan hukuman yang diterima di dunia.Apabila segala dosa yang telah dilakukan gugur karena musibah itu, maka hukuman di akhirat nanti tidak akan diberikan. Asalkan orang tersebut menyesali kesalahannya dan bertaubat.
Hal itu diberikan karena Allah sayang kepada hamba-Nya, menginginkan hamba-Nya agar bisa memperbaiki kesalahan yang pernah diperbuat.
Misalnya ada seorang koruptur, orang tersebut telah mengkorupsi uang sebanyak 5 miliyar. Dari uang 5 miliyar itu dikembangkan untuk membua usaha, sehingga menjadi 10 miliyar. Karena Allah Swtsayang pada hamba-Nya, maka orang tersebut diuji kehilangan sebagian hartanya.
Hal ini disebabkan Allah tidak ingin hamba-Nya itu memakan uang yang haram, maka Allah Swt ambil semua yang sumbernya tidak halal. Tidak hanya itu, Allah Swt juga ingin agar hamba-Nya itu kembali ke jalan yang benar dan tidak korupsi lagi. Allah Swt tidak ingin jika orang tersebut nantinya akan mendapatkan hukuman di akhirat kelak.
Dengan demikian, dapat diketahui bahwa Allah Swt memberikan musibah kepada seseorang bisa dikarenakan ingin mengugurkan dosannya dan memberikan hukuman atas keburukan yang diperbuat. Dan apabila orang tersebut bertaubat, maka hukuman di akhirat tidak akan diberikan. Itu karena saking sayangnya Allah Swt kepada hamba-Nya.
Allah SWT berfirman, ''Janganlah kalian memakan harta orang lain dengan jalan batil. Dan, jangan pula membawa urusan harta kepada hakim agar kalian dapat memakan harta benda orang lain dengan jalan dosa, padahal kalian mengerti.'' (QS Al-Baqarah 2: 188).
Dalam sebuah riwayat, Rasulullah SAW bersabda, ''Wahai manusia, sesungguhnya akan ada beberapa orang di antara kalian yang mengambil harta Allah dengan cara yang tidak benar. Waspadalah, pada hari kiamat nanti orang-orang seperti itu akan dimasukkan ke dalam neraka.'' (HR Bukhari).
Setiap manusia telah Allah SWT tentukan kadar rezekinya masing-masing. Bahkan, sejak manusia itu belum lahir, ''Sungguh, kalian berada dalam perut rahim ibu kalian selama 40 hari. Setelah itu, ditiupkanlah ruh ke dalamnya. Lantas, Allah menetapkan empat hal untuknya: rezekinya, ajalnya, amalnya, dan nasibnya di dunia --apakah bahagia ataukah sengsara.'' (HR Bukhari-Muslim).
Sebagai makhluk yang telah Allah SWT tentukan kadar rezekinya itu, manusia dilarang memakan atau mengambil harta atau rezeki orang lain secara tidak dibenarkan. Tindakan mencuri, menipu, korupsi, atau lainnya yang sama dengan mengambil rezeki orang lain secara tidak benar, merupakan perbuatan buruk yang dibenci Allah SWT. Perbuatan itu menggambarkan adanya rasa ketidakbersyukuran terhadap rezeki yang telah Allah SWT berikan.
Rasulullah SAW dalam hal ini sangat tegas menyikapi. Beliau pernah menyuruh memotong tangan seorang anak pejabat suku yang terbukti bersalah karena mengambil harta orang lain (mencuri). Anak pejabat suku itu bernama Fathimah Makhzumiyah yang pada hari Fathu Makkah tertangkap basah mencuri. Setelah melihat bukti-bukti yang kuat, Rasulullah SAW memutuskan memotong tangan anak pejabat itu. Hukuman itu pun terealisasi. Tangan anak pejabat itu benar-benar dipotong. (HR Bukhari-Muslim).
Mengambil harta orang lain dengan cara yang tidak benar tidak hanya merugikan orang lain secara material, tetapi hakikatnya juga merugikan diri sendiri. Ia akan mendapat hukuman tidak hanya di dunia, tetapi juga di akhirat. Hukuman di akhirat akan ditimpakan jika yang bersangkutan tidak bertobat.
Pintu tobat terus-menerus Allah SWT buka untuk setiap orang yang bersalah dan berbuat dosa. Bentuk tobat orang-orang yang memakan harta bukan haknya adalah dengan jalan mengembalikan apa yang ia ambil itu kepada pemilik asalnya. Bersamaan dengan itu, berkomitmen kepada Allah SWT untuk tidak mengulanginya.
Cara Taubat dari Perbuatan Mencuri, Mencuri tergolong salah satu perbutan dosa besar yang pelakunya wajib bertaubat kepada Allah Swt. Karena harta dari hasil mencuri adalah haram, karena mengambil hak orang lain. Allah Ta’ala Ta'ala berfirman :
“Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, Padahal kamu mengetahui.” (QS.al-Baqarah: 188).
Sebuah riwayat dari Abu Humaid As-Sa’idi, Rasulullah SAW bersabda:
“Demi Allah, semua orang yang mengambil sesuatu tanpa menggunakan cara yang benar itu pada hari kiamat nanti akan menghadap Allah sambil memikul sesuatu yang dia ambil tersebut. Sungguh, aku akan mengenal salah seorang kalian yang menghadap Allah sambil memikul unta yang bersuara, sapi yang bersuara, atau kambing yang sedang mengembik.” Nabi kemudian mengangkat tangannya sehingga putihnya ketiak beliau pun tampak, lalu beliau berkata, “Ya Allah, bukankah aku telah menyampaikan?” (HR. Bukhari).
Lantas, bagaimana caranya bertaubat dari perbuatan mencuri ini? Tidak ada kata terlambat selama kita hidup. Termasuk soal taubat. Bahkan Imam Al-Ghazali pernah mengatakan bahwa “Mengapa Allah masih hidupkan kita sampai hari ini? Karena dosa kita banyak dan Allah memberikan kesempatan kepada kita untuk bertaubat.”
Tidak ada dosa yang tidak diampuni, kalau orang tersebut mau bertaubat kepada Allah Swt sebelum dia wafat, bahkan dosa yang termasuk dosa besarpun, tingkat paling tinggi. "Allah Swt lebih menyukai pelaku maksiat yang ingin bertaubat daripada orang sholeh yang tak pernah merasa salah. Allah Swt itu sangat senang apabila ada pelaku maksiat bertaubat, Allah Swt lebih mencintai pelaku maksiat yang bertaubat daripada orang sholeh yang tidak pernah merasa salah,
Pertama, seseorang yang mencuri harus terlebih dahulu mengakui kesalahan dan menyesalinya, berjanji untuk tidak mengulangi, dan memperbaiki kesalahan yang telah diperbuat.
Kedua, apabila pelaku pencurian ingin mengembalikan harta curiannya dapat diupayakan dengan menelusuri atau mengingat harta siapa saja yang dicuri dan berapa banyak.
Ketiga, apabila kesulitan untuk mengingat maka harta curian tersebut dapat diganti dengan niat bersedekah atas nama korban yang dicuri hartanya. "Kalau memang pahit-pahitnya sudah sama sekali tak bisa ditemukan, maka diantara jalan menggantinya kata para ulama bisa dengan bersodaqoh diniatkan sodaqoh itu, mengganti harta orang-orang yang pernah diambil itu, dan pahalanya diniatkan dialirkan kepada orang yang dimaksudkan,",
Apabila berhasil mengingat siapa saja korban yang telah dicuri hartanya, maka sebaiknya pelaku mengakui kesalahan dan mengembalikan harta yang telah dicuri. Namun, ketika menyampaikan pengakuan atas perbuatan mencuri tersebut kepada korban, maka dapat dilakukan dengan cara yang baik. Selanjutnya, mengembalikan harta curian kepada pemiliknya juga dapat dilakukan tanpa memberikan pengakuan.
Hal ini dilakukan apabila tidak memungkinkan untuk mengungkap pengakuan tersebut kepada korban. Ditimbang, kira-kira kalau kita sampaikan terbuka resikonya tinggi tidak, ada bahaya terhadap nyawa atau tidak, ada mengancam kepada yang lagi atau tidak.
5 Azab bagi Orang Zalim dalam Islam Menurut Alquran dan Hadits. Tidak berbuat zalim kepada siapapun adalah kewajiban bagi umat Muslim. Zalim adalah perbuatan yang tercela yang dapat merusak agama, menghilangkan kebaikan, dan mendatangkan keburukan, hingga bisa memutus tali silaturahmi.
Secara bahasa, zalim berasal dari kata azh zhulmu yang artinya meletakkan sesuatu bukan pada tempatnya. Dalam istilah Islam, zalim berarti melakukan tindakan sesuatu yang keluar dari koridor kebenaran. Menurut Al Jurjani dalam kitab Mausu’ah Akhlaq Durarus Saniyyah, zalim juga bisa didefinisikan sebagai penggunaan hak milik orang lain tanpa seizinnya.
Dalam berbagai ayat Alquran dan hadits, Allah SWT menegaskan kemurakaannya terhadap orang yang berbuat zalim dan akan memberikan azab yang besar bagi para pelakunya. Salah satunya dalam surat Hud ayat 102 yang artinya:
“Dan begitulah azab Tuhanmu, apabila Dia mengazab penduduk negeri-negeri yang berbuat zalim. Sesungguhnya azab-Nya itu adalah sangat pedih lagi keras.”
Azab yang Allah berikan kepada orang zalim tidak hanya berlaku di akhirat, namun juga di dunia. Seperti apa saja azab bagi orang zalim menurut Alquran dan hadits?
berikut adalah azab bagi orang zalim sesuai yang tercantum dalam Alquran dan hadits:
1. Dijauhi Masyarakat
Azab bagi orang zalim berlaku di dunia dan akhirat. Salah satu azab yang berlaku di dunia adalah dijauhi masyarakat. Ini karena perbuatan zalim termasuk ke dalam tindakan kejahatan.
Melalui surat Al Qalam ayat 17-27, Allah SWT menceritakan tentang para pemilik kebun yang pelit dan mereka bertekad untuk tidak memberikan hak yang seharusnya diberikan kepada orang fakir miskin. Lalu, Allah pun mengazab para pemilik kebun dengan tidak mengizinkan seorang dari fakir miskin tersebut membantu mengurusi kebun-kebunnya hingga mereka gagal mendapatkan keuntungan.
2. Diberi Kegelapan di Hari Kiamat
Semua yang bernyawa akan dibangkitkan lagi pada hari kiamat. Bagi orang yang zalim, Allah akan memberikan kegelapan di hari kiamat. Rasulullah SAW bersabda, “Kezaliman adalah kegelapan pada hari kiamat.” (HR. Al Bukhari dan Muslim)
3. Terancam Oleh Doa Orang Dizalimi
Allah SWT akan langsung mengijabah (mengabulkan) doa orang-orang yang dizalimi, termasuk jika mereka mendoakan keburukan untuk yang menzaliminya. Nabi Muhammad SAW bersabda, “Dan berhati-hatilah terhadap doa orang yang terzalimi, karena tidak ada penghalang antara doanya dengan Allah.” (HR. Bukhari dan Muslim)
4. Jauh dari Hidayah Allah SWT
Hidayah merupakan petunjuk dari Allah SWT yang diberikan kepada seluruh umatnya, kecuali bagi mereka yang zalim. Allah berfirman yang artinya, “Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (QS. Al Maidah: 51)
5. Tidak Mendapat Pertolongan di Dunia dan Akhirat
Allah SWT tidak akan pernah memberikan bantuan apapun di dunia dan akhirat kepada para penzalim. Sebagaimana ditegaskan dalam Alquran surat Hud ayat 113 yang artinya:
“Dan janganlah condong kepada orang-orang yang berbuat salah, jangan sampai kamu tersentuh oleh api, dan kamu tidak akan memiliki selain Allah pelindung apapun; maka Anda tidak akan dibantu.”
5 Tanda Taubat Diterima, Manusia tak pernah luput dari kesalahan dan dosa. Kadang tanpa sadar mulut dan tindakan kita melakukan suatu kemaksiatan. Atau mungkin dengan sadar mulut dan tindakan kita sengaja melakukan hal-hal yang dilanggar Allah SWT. Ketika kita bertaubat, ada beberapa tanda taubat diterima oleh Allah SWT.
Ketika kita berbuat salah, tentu kita harus segera memperbaiki kesalahan tersebut dengan bertaubat. Sebab, Allah itu Maha Pengasih dan Penyayang yang selalu menerima taubat hamba-hamba-Nya.
Namun, jika kita telah bertaubat, apakah bisa memahami tanda-tanda taubat kita diterima Allah SWT?
Ada dua hal yang perlu kita bedakan terkait nilai amal, yakni:
Syarat sah amal
Diterimanya amal
Pertama, syarat sah amal
Manusia bisa mengukur, karena ini sifatnya dzahir. Seseorang bisa mempelajari apa saja syarat sah amal tersebut, sehingga mereka bisa menilai, apakah amal yang dia kerjakan telah diterima atau tidak. Lantas, kapan sebuah amal bernilai sah?
Tentu saja ketika amal itu memenuhi semua ketentuannya. Memenuhi syarat, rukun, dan wajibnya, serta tidak ada unsur pembatalnya.kita telah memenuhi syarat, rukun, dan wajib shalat. Serta anda tidak melakukan pembatal shalat.
Kedua, diterimanya amal.
Diterimanya amal manusia, tidak ada satupun manusia yang tahu. Karena ini semua kembali kepada Allah, Dzat yang kita sembah. Jangankan manusia biasa, sampaipun para nabi, mereka tidak mengetahui apakah amalnya diterima atau tidak.
Nabi Ibrahim ‘alaihis shalatu was salam, ketika beliau membangun ka’bah, beliau tidak tahu apakah amalnya diterima atau tidak. Sehigga beliau selama membangun ka’bah, banyak membaca do’a:
“Ya Rab kami, terimalah amal kami. Sesungguhnya Engkau Dzat yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui,” (QS. al-Baqarah: 127)
Wuhaib bin al-Warad ketika membaca ayat ini, beliau mengatakan:
“Wahai Ibrahim, Khalilurrahman, anda membangun dinding ka’bah, sementara anda takut amal anda tidak diterima…”(Tafsir Ibnu Katsir, 1/427).
Karena itulah, terkait masalah diterimanya amal, manusia hanya bisa berharap. Memohon kepada Allah agar amalnya diterima oleh Allah. Tugas hamba adalah beramal sebaik mungkin, dan memastikan amalnya sah. Apakah amalnya diterima atau tidak, hamba hanya bisa berharap dan tidak bisa memastikan.
Tanda Taubat Diterima
Taubat termasuk diantara bentuk amal. Ada syarat sah taubat dan taubat yang diterima. Syarat sah taubat ada 5:
Ikhlas. Artinya, dia bertaubat karena dorongan untuk beribadah kepada Allah
al-Iqla’ (melepaskan), maksudnya adalah melepaskan dosa yang dia taubati
an-Nadam (menyesal), orang yang bertaubat harus benar-benar menyesali dosa yang dia taubati.
al-Azm (tekad). Orang yang bertaubat harus memiliki tekad untuk tidak mengulang kembali dosanya.
Taubatnya dilakukan sebelum ditutupnya kesempatan taubat, yaitu ketika ruh sudah di tenggorokan atau matahari telah terbit dari barat.
Dan jika dosa itu terkait kedzaliman antar-sesama hamba, maka dia harus menyelesaikannya. Bisa dengan minta direlakan atau mengembalikan bentuk kedzaliman itu.
Katika lima unsur di atas ada pada saat orang itu bertaubat maka taubatnya sah. Lantas, apakah taubatnya langsung diterima?
Allahu a’lam, kita hanya bisa berharap agar taubatnya diterima, dan mengiringi taubatnya dengan amal soleh. Karena itulah, dalam banyak ayat, Allah mengajarkan agar mereka yang bertaubat, mengiringi taubatnya dengan berbuat ishlah (mengadakan perbaikan).
Diantaranya, firman Allah:
“Kecuali orang-orang yang taubat, sesudah (kafir) itu dan mengadakan perbaikan. Karena sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Ali Imran: 89)
Maksud mengadakan perbaikan di atas berarti berbuat baik untuk menghilangkan akibat jelek dari kesalahan yang pernah dilakukan. Allahu’alam.
Buya Yahya menyebutkan soal tanda-tanda taubat seseorang yang telah diterima Allah SWT. Bahkan, Buya Yahya juga menjelaskan tingkatan taubat yang diterima Allah SWT. Ya, setiap seorang muslim yang melakukan dosa, pasti berharap taubatnya akan diterima Allah SWT. Pasalnya, dosa akan muncul jika seseorang melakukan tindakan yang melanggar norma atau aturan yang ditetapkan Allah SWT.
Contoh seperti firman Allah SWT dalam Q.S Al Maidah ayat 90 di bawah ini:
Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung."
Dalam ayat tersebut, Allah SWT melarang umat Islam untuk menjauhi perbuatan yang melanggar aturan-Nya.Meskipun umat-Nya melakukan kesalahan, Allah SWT akan tetap menerima taubat seseorang yang telah tersesat dijalan-Nya.Setiap orang yang berdosa, Allah SWT menyuruh umat-Nya agar bertaubat.
Hal itu termaktub dalam Q. S An Nur ayat 31, berbunyi:
Arab latin: Wa tuubuuw ilallaaahi jamiy'aan ayyuhal mu'minuwna la'allakum tuflihunn.
Artinya: "Dan bertobatlah kamu semua kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman, agar kamu beruntung." Nah, ayat-ayat di atas dapat dipahami bahwa dosa adalah perilaku menduhakai peraturan Allah SWT.Dosa atau perbuatan maksiat tidak bisa dihapus kecuali dengan bertaubat. Namun, jika seseorang masih melakukan maksiat, maka taubatnya terhadap Allah SWT tidak diterima.
Meskipun seseorang sudah begitu taat menjalankan syariat dan telah naik derajatnya menjadi muttaqin, maka ia tetap membutuhkan taubat.Agar mengetahui tanda bahwa taubat seseorang diterima Allah SWT. Buya Yahya kini menyebutkan tanda-tanda taubat seseorang diterima Allah SWT. Menurutnya, tanda-tanda taubat seseorang diterima Allah SWT itu cukup sederhana
“Ada tanda taubat yang diterima Allah SWT, tanda itu akan diketahui seseorang dan paling sederhana,” ucap Buya Yahya.
Pengurus pondok pesantren Al-Bahjah ini mengatakan tanda taubat seseorang diterima Allah SWT paling sederhana adalah menyesali perbuatannya.
"Tanda pertama paling jelas dan paling sederhana diketahui adalah pendosa yang menyesal dengan perbuatannya," ungkapnya. Orang yang taubat ya diterima Allah SWT, menurut Buya Yahya ditandai dengan penyesalan dan ingat dengan ala yang telah ia lakukan. Buya Yahya mengatakan untuk bertaubat kepada Allah SWT tidak hanya dilakukan sekali. Menurutnya, bertaubat itu dilakukan dalam berkali-kali sampai seseorang menyesali perbuatannya. “Bukan yang baru sekali taubat lalu selesai,” katanya. Sang pendakwah itu pun mengungkapkan bahwa ada tanda-tanda taubat seseorang yang telah diterima Allah SWT.
Menurutnya, tingkatan taubat itu dapat dilihat dari beberapa dosa yang telah seseorang itu lakukan. “Ada tingkatan, mulai dari dosa gede, yang kedua bertaubat dari dosa kecil. Ada orang yang bertobat bukan dari dosa yang sesungguhnya,” ujarnya.
Buya Yahya lalu menyebutkan tanda dosa yang sudah diterima Allah SWT adalah seseorang semakin menyesali dosa yang sudah pernah dilakukan.
“Semakin ingat, semakin menyesali dengan dosa itu dan semakin jauh dengan perbuatan dosa," ucapnya. Menurut Buya Yahya, tanda taubat sudah diterima Allah SWT yang kedua adalah perubahan dalam diri seseorang. "Tanda taubat yang kedua adalah adanya perubahan dalam diri seseorang," bebernya. Buya Yahya menjelaskan bahwa orang yang bertaubat, maka akan kembali ke jalan Allah SWT. Bahkan seseorang itu akan merasa semakin dekat dengan Allah SWT, ketika taubatnya diterima.
“Karena taubat itu maknanya kembali kepada Allah, tanda orang bertaubat itu semakin dekat dengan Allah.” jelasnya “Akan ada perubahan, itu tanda,” imbuh Buya Yahya. Menurutnya, seseorang yang bertaubat, maka akan menyesali perbuatannya dengan sungguh-sungguh. “Semakin kita mengingat, semakin menyesal," urainya. Lebih tegas, Buya Yahya mengingatkan agar bertaubat dengan Allah SWT secara sungguh-sungguh. Tidak dianjurkan Buya Yahya ketika bertaubat mengulangi kesalahan atau aturan dari Allah SWT. "Ingat dosa. Taubat tidak hanya sekali. Hari ini menyesal, besok bikin lagi,” tegasnya.
Pegertian Harta Haram : Yang dimaksud dengan harta haram adalah setiap harta yang didapatkan dari jalan yang dilarang syariat. Faktor Penyebab Akad Menjadi Tidak Sah Dan Hassilnya Merupakan Harta Haram, Faktor Penyebab Akad Menjadi Tidak Sah Dan Hassilnya Merupakan Harta Haram. Ada 3 faktor yang menyebabkan sebuah akad tidak sah sehingga hasilnya menjadi harta haram, yaitu: riba, gharar dan zhulm. Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Sebuah akad yang tidak mengandung unsur gharar, riba dan zhulm tidak mungkin diharamkan syariat.” Ibnu Utsaimin rahimahullah juga mengatakan, “Faktor penyebab muamalat diharamkan adalah riba, zhulm dan gharar“.
Berikut ini akan dijelaskan secara ringkas pengertian faktor-faktor penyebab muamalat menjadi diharamkan.
1. Riba
Secara bahasa riba artinya bertambah, sedangkan menurut istilah riba adalah menambahkan beban kepada pihak yang berhutang, atau menambahkan takaran saat melakukan tukar-menukar 6 komoditi (yaitu emas, perak, gandum, sya’ir, kurma dan garam) dengan jenis yang sama, atau tukar-menukar emas dengan perak dan makanan dengan makanan dengan cara tidak tunai.
Riba terbagi menjadi :
Riba dain : riba yang objeknya adalah penambahan hutang. Riba ba’i : riba yang objeknya adalah akad jual-beli.
2. Gharar
Secara bahasa gharar berarti resiko, tipuan, dan menjatuhkan diri atau harta ke jurang kebinasaan. Secara istilah gharar adalah jual beli yang tidak jelas kesudahannya. Sebagian Ulama mendefinisikannya dengan jual-beli yang konsekuensinya antara ada dan tidak.
Jenis gharar yang diharamkan:
a. Nisbah (prosentase) gharar dalam akad itu besar
Jika nisbah (prosentase) gharar yang ada dalam sebuah akad sangat besar maka akad ini diharamkan. al-Bâji berkata, “Gharar dalam jumlah besar, yaitu rasionya dalam akad terlalu besar sehingga orang mengatakan bahwa jual-beli ini adalah jual-beli gharar.”
b. Keberadaan gharar dalam akad itu mendasar.
Jika keberadaan gharar dalam akad merupakan pokok dari akad tersebut, maka akad ini menjadi haram. Ibnu Qudâmah rahimahullah berkata, “Gharar yang terdapat pada akad yang statusnya sebagai pengikut dibolehkan … seperti: menjual kambing yang sedang menyusui (menjual susu dalam kantung susu hewan mengandung unsure gharar, akan tetapi dibolehkan karena statusnya hanyalah sebagai pengikut dalam transaksi), hewan ternak bunting (menjual janin di dalam perut induknya mengandung gharar, akan tetapi dibolehkan karena statusnya hanya sebagai pengikut dalam transaksi) … dan tidak boleh bila dijual terpisah (seperti menjual janin hewan ternak saja yang masih berada dalam perut induknya)“.
c. Akad yang mengandung gharar itu bukan termasuk akad yang dibutuhkan orang banyak.
Dibolehkan melakukan akad yang mengandung gharar jika akad tersebut dibutuhkan orang banyak, sedangkan jika sebaliknya maka akad menjadi haram. Imam Nawawi rahimahullah mengatakan, “Bila akad yang mengandung gharar sangat penting, bila dilarang akan sangat menyusahkan kehidupan manusia maka akadnya dibolehkan“.
d. Gharar yang terjadi pada akad jual-beli.
Boleh melakukan akad yang mengandung gharar jika akad tersebut terjadi pada hibah/wasiat, sedangkan untuk akad-jual beli hukumnya dilarang.
3. Zhalim
Zhulm berasal dari bahasa Arab yang berarti menempatkan sesuatu bukan pada tempatnya. Dalam bahasa Indonesia biasa diterjemahkan dengan berbuat zhalim. Menurut istilah zalim berarti mengerjakan larangan serta meninggalkan perintah Allâh Azza wa Jalla . Dengan pengertian ini, maka setiap perbuatan yang melampaui ketentuan syariat adalah perbuatan zhalim yang diharamkan, baik dengan cara menambah atau mengurangi.
Penggunaan Harta Haram
Jika seseorang mengetahui dan menyadari bahwa tenyata pada sebagain hartanya ada harta haram maka yang harus kita lakukan adalah bertaubat kepada Allâh Azza wa Jalla . Untuk menyempurnakan taubatnya hendaklah ia mengeluarkan seluruh harta haram tersebut karena hakikatnya harta haram bukan miliknya.
Al-Ghazali rahimahullah berkata dan dinukil oleh Imam Nawawi rahimahullah bahwa itu merupakan pendapat Ulama Syâfi’iyyah, “Barangsiapa hanya memegang harta haram, maka ia tidak ada kewajiban berhaji, tidak ada kewajiban membayar kafarat karena ia diangggap tidak memiliki harta, tidak wajib zakat, karena zakat dikeluarkan dari 1/40 harta, sedangkan pemegang harta haram wajib mengeluarkan seluruh harta haram dengan cara dikembalikan kepada pemiliknya jika diketahui keberadaannya atau dibagikan kepada fakir miskin jika pemiliknya tidak diketahui.”
Tata Cara Bertaubat Dari Harta Haram
Berikut ini rincian cara bertaubat dari harta haram:
1. Cara Bertaubat Dari Harta Haram Yang Merupakan Hasil Dari Muamalat Yang Dilakukan Tanpa Saling Ridha Dan Keberadaan Pemiliknya Yang Sah Masih Diketahui
Cara bertaubat dari barang atau uang hasil muamalat jenis ini adalah dengan cara mengembalikan barang atau uang kepada pemiliknya. Berdasarkan uraian ini, maka uang hasil korupsi wajib dikembalikan kepada pihak yang dirugikan, uang hasil jual-beli dengan cara penipuan wajib dikembalikan selisih antara harga normal dengan harga yang dijual kepada pembelinya, begitu juga dengan jual-beli barang dengan cara terpaksa.
Berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
عَلَى الْيَدِ مَا أَخَذَتْ حَتَّى تُؤَدِّيَ
Tangan yang mengambil barang orang dengan cara yang tidak diridhainya wajib menanggung barang tersebut hingga dikembalikan kepada pemiliknya. (HR. Ahmad. Menurut al-Arnauth derajat hadis ini Hasan lighairihi)
Barang atau uang yang didapat dengan muamalat tanpa saling ridha wajib dikembalikan jika diketahui pemiliknya dan masih ada barangnya serta belum terjadi perubahan pada bentuk fisiknya.
Jika barang atau uang tersebut lenyap sama sekali, maka untuk kesempurnaan taubatnya dia harus menggantinya atau meminta pemilik hak merelakannya.
.Jika terjadi perubahan pada barang, maka perubahan itu terjadi dalam beberapa bentuk :
a.Perubahan yang menyebabkan nilai barang menjadi berkurang.
Pada kondisi ini orang yang berbuat dosa tadi hendaknya menyerahkan barang yang telah berubah nilainya itu serta memberikan ganti rugi sesuai dengan kekurangan atau penyusutan nilai barang tersebut.
b.Perubahan yang menyebabkan nilai barang menjadi bertambah, seperti kambing menjadi lebih gemuk atau beranak.
Pada kondisi ini, menurut salah satu pendapat dalam mazhab Hambali bahwa nilai tambah dari barang tersebut adalah milik kedua belah pihak yang harus dibagi rata. Pendapat ini lebih adil.
Jika terjadi perubahan pada uang, maka perubahan itu ada dua macam :
a.Jumlah uangnya berkurang.
Dalam kondisi ini, pelaku kezhaliman berkewajiban menambahnya atau meminta keikhlasan pihak yang dirugikan.
b. Jumlah uangnya bertambah, disebabkan pemilik yang tidak sah ini mengembangkannya dalam bentuk usaha, seperti seorang koruptor menginvestasikan uang hasil korupsinya dan mendapatkan laba yang banyak. Pada saat dia bertaubat, apakah modal dan keuntungan semuanya diserahkan kepada pemilik yang yang sah ?
Dalam hal ini sebagian Ulama berpendapat bahwa modal dikembalikan kepada pemilik yang sah. Adapun keuntungan dibagi dua antara pemilik yang sah dan pengembang. Pendapat ini didukung oleh Ibnu Taimiyah rahimahullah dan Ibnu Qayyim rahimahullah.
Pendapat ini berdalil dengan kisah mudhârabah antara Ibnu Umar Radhiyallahu anhuma dengan modal harta negara yang dititipkan oleh Abu Musa al Asy’ari Radhiyallahu anhu.
Dari atsar ini dapat diambil hukum bahwa keuntungan dari usaha yang modalnya berasal dari harta milik orang lain merupakan milik bersama antara pemilik modal yang sah dan pengembang modal yang keberadaan modal di tangannya tidak sah.
Harta Haram Dari Hasil Muamalat Yang Tidak Saling Ridha dan Tidak Diketahui Keberadaan Rekan Transaksinya
Harta haram yang didapat dengan jalan tidak saling ridha antara dua orang yang bertransaksi dan tidak diketahui lagi keberadaan rekan transaksinya, serta tidak memungkinkan untuk mengembalikan barang atau uang kepada pemiliknya yang sah, maka untuk kesempurnaan taubat pemegang harta haram ini hendaklah menyedekahkan barang atau uang itu kepada para fakir-miskin, atau untuk pembangunan fasilitas umum dan untuk kemaslahatan lainnya. Dengan syarat sedekah diniatkan atas nama pemilik barang atau uang yang sah. Jika nanti di kemudian hari pemiliknya diketahui hendaklah ia memberikan pilihan kepadanya antara rela dengan uangnya yang telah disedekahkan atau ia menggantinya dan sedekah berubah menjadi miliknya (atas namanya).
Pendapat ini berdasarkan atsar dari Ibnu Mas’ûd Radhiyallahu anhu bahwa ia membeli seorang budak. Lalu Ibnu Mas’ûd Radhiyallahu anhu membawa budak itu masuk ke rumah, kemudian ia menimbang uang emas sebagai harga budak tersebut.
Pada saat Ibnu Mas’ûd Radhiyallahu anhu keluar untuk menyerahkan uang kepada penjual budak, ia sudah tidak menemukan lagi penjual budak itu. Ibnu Mas’ûd Radhiyallahu anhu berusaha mencari serta menunggu penjual budak selama setahun. Setelah satu tahun berlalu, ia tidak juga menemukannya. Lalu ia sedekahkan uang harga budak itu seraya berkata, “Ya Allâh , sedekah ini atas nama pemilik budak, jika nanti dia datang maka akan aku beri dia pilihan antara sedekah tetap menjdi miliknya atau menjadi milikku dan aku ganti uangnya“. (HR. Bukhari).
2. Cara Bertaubat dari Harta Haram Hasil Muamalat yang Dilakukan atas Dasar Saling Ridha
Orang yang mendapatkan barang atau uang hasil muamalat atas dasar saling ridha, tetapi bentuk muamalatnya diharamkan Allâh Azza wa Jalla , seperti pemberi dan pemakan harta riba saling ridha dalam akad riba yang mereka lakukan; Atau dua orang yang mengadu nasib dalam perjudian (akad gharar) saling ridha apapun yang terjadi; Atau dua orang yang saling ridha melakukan transaksi sogok-menyogok; Atau dua orang yang saling ridha melakukan jual-beli benda-benda najis atau yang diharamkan. Para pelaku muamalat haram ini terkadang tidak tahu bahwa muamalat yang dia lakukan hukumnya haram, dan terkadang ia tahu, tetapi sengaja ia langgar.
a. Untuk orang yang tidak tahu bahwa muamalat yang dia lakukan hukumnya adalah haram, maka cara bertaubatnya saat ia mengetahui muamalat ini diharamkan adalah ia wajib berhenti dan tidak mengambil barang atau uang yang belum diserahkan rekan transaksi kepadanya bahwa pada.
Adapun barang atau uang yang telah diterima dan telah digunakannya selama ini adalah miliknya dan ia tidak berdosa karena ia tidak mengetahui hukumnya dan semoga Allâh mengampuni kelalaiannya.
Allâh telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Rabbnya, lalu ia berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah Swt (Al-Baqarah/2:275)
Ayat ini menjelaskan bahwa harta hasil riba yang telah diterima dan telah digunakan sebelum riba diharamkan tetap menjadi milik yang menerima. Dan hukum orang yang tidak tahu bahwa hukum riba adalah haram sama dengan orang yang belum diturunkan kepadanya ayat yang melarang riba.
Maka secara implisit ayat ini berarti bahwa harta riba yang belum diterimanya tidak halal lagi semenjak larangan turun atau semenjak ia mengetahui hukumnya adalah haram.
b. Orang yang Tahu Bahwa Muamalat yang Ia Lakukan Hukumnya Haram
Untuk orang yang mengetahui bahwa muamalat yang dia lakukan hukumnya haram namun sengaja ia langgar, maka cara bertaubat dari barang atau uang hasil muamalat jenis ini adalah dengan cara tidak mengambil barang atau uang yang belum diserahkan lawan transaksi kepadanya.
Adapun barang atau uang yang telah diterima atau yang telah habis digunakan maka ia wajib memperkirakan nilainya dan menggantinya, lalu disedekahkan untuk fakir miskin atau kepentingan fasilitas umum, atau untuk baitul maal (kas negara) dalam rangka membersihkan dirinya dari dosa harta haram dan bukan disedekahkan atas nama orang yang memberikannya. Karena status harta tersebut bukan lagi milik si pemberinya. Status baru ini berlaku sejak ia memberikannya dengan suka-rela atas imbalan yang dia dapatkan, meskipun imbalan tersebut hukumnya haram.
Ini berdasarkan atsar dari Umar bin Khattab Radhiyallahu anhu bahwa ia juga pernah menyita harta para gubernurnya yang dianggap haram lalu ia masukkan ke baitul maal.
Ini menunjukkan bahwa harta haram dimasukkan ke baitul mal yang akan digunakan untuk kemaslahatan umat.
Dan juga boleh diberikan kepada fakir miskin berdasarkan atsar yang diriwayatkan dari Ibnu Mas’ûd Radhiyallahu anhu tentang sedekahnya dari harta haram.
Namun, jika kondisi penerima harta haram yang didapat dari transaksi haram yang berdasarkan asas saling ridha adalah seorang fakir miskin maka ia boleh mengambilnya untuk memenuhi kebutuhan pokoknya, hingga ia mendapatkan harta yang halal.
Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Bila harta haram diberikan kepada orang miskin, maka harta itu tidak menjadi haram lagi di tangannya. Status harta itu ditangannya halal lagi baik. Dan jika pemegang harta haram adalah seorang yang miskin maka ia boleh mensedekahkan harta tersebut untuk dirinya dan juga keluarganya, karena pada diri mereka juga terdapat status kemiskinan, bahkan mereka lebih pantas untuk mendapat harta tersebut“.
Ibnu Maudûd berkata, “Harta haram haruslah disedekahkan, jika ia gunakan untuk keperluan pribadinya dan dia adalah orang kaya ia mesti bersedekah dengan sejumlah harta tersebut, dan jika dia adalah orang miskin maka ia tidak perlu bersedekah.”
Ibnu Taimiyah rahimahullah juga berkata, “Barangsiapa mendapatkan harta melalui usaha yang haram dan diserahkan dengan hati rela oleh orang yang memberinya, seperti uang hasil menjual arak, uang hasil perzinahan dan upah meramal nasib maka pendapat Ibnu Taimiyah rahimahullah adalah jika dia tidak mengetahui hukum transaksi tersebut haram saat melakukannya, kemudian ia tahu hukumnya haram dan bertaubat maka harta itu halal dimakannya.
Tetapi, jika ia tahu bahwa hukumnya haram sejak awal transaksi kemudian dia bertaubat maka hendaklah ia mensedekahkan harta tersebut, dan harta itu halal bagi orang miskin yang menerima sedekahnya … Dan jika dia sendiri berstatus fakir miskin maka ia boleh mengambil sekedar menutupi kebutuhan pokoknya.”
Ibnu Rajab berkata, “Harta yang harus disedekahkan karena pemiliknya tidak diketahui, seperti harta perampokan dan titipan … menurut qadhi Abu Ya’la boleh dimakan jika pemegang harta tersebut adalah seorang fakir miskin.”
Demikian uraian singkat tentang harta haram, penggunaannya dan cara bertaubat darinya. Semoga Allah SWT menjadikan tulisan ringkas ini bermanfaat bagi kita semua.
Cara Taubat Dari Harta Syubhat Atau Haram, Cara Taubat Dari Harta Syubhat Atau Haram. Para pembaca Bimbinganislam.com yang memiliki akhlaq mulia berikut kami sajikan tanya jawab, serta pembahasan tentang cara taubat dari harta syubhat atau haram.
Semoga Allah Swt selalu menjaga ustadz dan keluarga. Saya mau bertanya ustadz. Ustadz, Saya (suami) sudah pensiun dari PNS, dan ada pendapatan yang syubhat, Bagaimana cara bertaubat dari hal ini? Dan kami lupa apakah dulu sudah tahu sebelumnya, yang jelas setelah kami mengenal sunnah kami sangat takut ya Ustadz. Dan kami pernah mendengar harus dikeluarkan 1/3 dari harta yang ada. Dan kemana kami salurkan? mohon penjelasan dan nasehatnya Ustadz. Jazakallahu khayron , baarakallaahu fiik.
Jawaban :
Alhamdulillah, wa laa haula wa laa quwwata illaa billaah, wash shalaatu was salaamu ‘alaa rasulillaah, Amma ba’du.
Semoga Allah selalu berikan hidayah dan rahmatNya di dalam kehidupan kita semua.
Sebelumnya, kami sangat senang dengan keadaan anda, dengan Allah berikan hidayah dan kesempatan untuk terus memperbaiki diri. Bila taubat dilakukan dengan benar dan bersungguh sungguh, maka Allah telah berikan kabar gembira kepada anda dan kita semua yang mau selalu bertaubat dari setiap dosa yang di lakukan, sebagaimana firman Allah ta’ala
“Kecuali orang-orang yang bertobat dan beriman dan mengerjakan kebajikan; maka kejahatan mereka diganti Allah dengan kebaikan. Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.”
“Kecuali orang yang bertaubat, beriman dan beramal saleh, maka mereka itu akan masuk syurga dan tidak dianiaya (dirugikan) sedikitpun.” (Qs. Maryam : 60 )
Dari Abu ‘Ubaidah bin Abdullah, dari ayahnya radhiyallahu ‘anhuma dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
التَّائِبُ مِنْ الذَّنْبِ كَمَنْ لَا ذَنْبَ لَهُ
“Orang yang bertaubat dari dosa, bagaikan seorang yang tidak berdosa.” (HR. Ibnu Majah : 4240 )
Terkait dengan bertaubat dari harta syubhat, selama kasus kejadian telah berlalu, maka cukup dengan banyak bertaubat kepada Allah ta’ala. Selama tidak ada keterkaitan dengan kezaliman yang di lakukan kepada hak manusia yang terampas, setahu kami cukup dengan banyak bertaubat dan mencoba melakukan kebaikan yang bisa di jalankan, baik kebaikan berupa harta ataupun kabaikan berupa amal ibadah.
Bila dengan harta bisa di lakukan dengan cara bershadaqah, berinfak di jalan Allah, atau berbagi kepada manusia bisa di jalankan maka lakukanlah. Tanpa harus membatasi dengan ukuran tertentu selama tidak ada dalil yang menyuruh kita memberikan batasan maksimal atau minimal. Dengan kebaikan yang bisa kita lakukan, insyaallah akan dapat menghapuskan kesalahan yang pernah di jalankan dan memupuk pahala dari kesempatan Allah kepada kita yang bisa di lakukan. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,”
اتق الله حيثما كنت ، وأتبع السيئة الحسنة تمحها، وخالق الناس بخلق حسن
“Bertakwalah kepada Allah di manapun anda berada. Iringilah perbuatan dosa dengan amal kebaikan, karena kebaikan itu dapat menghapusnya. Serta bergaulah dengan orang lain dengan akhlak yang baik” (HR. Ahmad 21354, Tirmidzi 1987, ia berkata: ‘hadits ini hasan shahih).
Namun, bila harta syubhat atau haram tersebut dari hasil mengambil hak orang lain, misal mencuri dan semisalnya, maka menjadi kewajiban untuk mengembalikan harta tersebut, sebagai wujud dari taubat nasuha. Begitupula bila harta yang terambil dari harta muamalah riba, billa mungkin kita kembalikan bunga/riba yang telah terambil. Sebagaimana firman Allah ta’ala,”
وَإِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُؤُوسُ أَمْوَالِكُمْ لا تَظْلِمُونَ وَلا تُظْلَمُونَ
“Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu, kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.”
(QS. Al-baqoroh 279)
Namun bila tidak memungkinkan untuk diberikan, karena banyaknya orang/tidak jelas, maka cukup dengan bertaubat dan melakukan yang bisa di kerjakan dari kebaikan, dengan amal shalih atau dengan berinfak dari sebagian harta yang di dapat, tanpa ada pembatasan berapa harta yang akan diberikan. Semoga Allah Swt berikan kepada kita pintu ampunan dan surgaNya.
Beginilah Cara Membersihkan Harta, Sahabat, herankah melihat orang yang memakai baju sama terus-terusan, berhari-hari, berbulan-bulan, tanpa pernah dicuci? Sekalipun orang tersebut tak berkeringat dan tak bermandikan debu, tetap saja pakaiannya perlu dibersihkan bukan?
Atau, merasa risihkah jika gigi kita tak pernah dibersihkan selama berhari-hari apalagi sampai hitungan bulan? Tentu saja kita akan merasa tak nyaman.
Bahkan usus yang tak terlihat pun perlu dibersihkan agar pencernaan lancar! Saluran pembuluh darah pun perlu dibersihkan agar tak tersumbat.
Bahkan selembar karpet di ruang ber-AC pun perlu disikat dan dibersihkan agar tidak gatal dan menyimpan penyakit.
Maka demikian pulalah kondisi harta kita. Meskipun kita mendapatkan harta tersebut dengan jalan yang halal, tetap saja perlu dibersihkan untuk memastikan keberkahannya!
Pertanyaan selanjutnya, bagaimanakah cara untuk membersihkan harta? Berikut ini beberapa petunjuk Allah maupun sabda Rasulullah mengenai cara membersihkan harta:
1. Mengeluarkan Zakat
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan (yakni membersihkan dari kekikiran dan cinta yang berlebihan terhadap harta benda) dan mensucikan (yakni menyuburkan sifat-sifat kebaikan dalam hati dan memperkembangkan harta benda) mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Taubah: 103)
Zakat merupakan “sedekah wajib” yang harus dikeluarkan dari keseluruhan harta kita dengan adanya syarat dan perhitungan jumlah tertentu.
Harta yang tak dikeluarkan zakatnya ibarat rumah yang tak dibersihkan. Tentu banyak debu, kotoran, juga kuman yang pada akhirnya bisa membawa penyakit pada para penghuni rumah.
Tidak ingin harta kita menyimpan kotoran? Maka keluarkanlah zakatnya! Minta bantuan orang atau lembaga zakat untuk menghitung berapa jumlah zakat yang harus kita bayarkan dan salurkan untuk orang-orang yang berhak menerimanya!
2. Memberi sedekah
Cara lain untuk membersihkan harta kita adalah dengan memberikan sedekah pada karib kerabat, anak yatim yang masih ada hubungan kekerabatan, tetangga, dan orang-orang yang menyimpan keutamaan jika kita bersedekah untuk mereka.
Sesungguhnya sedekah bisa membersihkan harta dan juga jiwa dari dosa-dosa yang pernah kita lakukan.
“Sedekah itu menghapuskan dosa seperti air memadamkan api.”(HR At-Tirmidzi)
Sekalipun harta yang kita dapatkan berasal dari sumber yang halal, tetap perlu mengeluarkan sedekah untuk membersihkannya dan membuatnya lebih berkah dan berlimpah.
3. Tidak mencampuradukkan harta yang halal dan haram
“Tidaklah diterima shalat tanpa bersuci, tidak pula sedekah dari ghulul (harta haram)” (HR. Muslim no. 224)
Sahabat, pernahkah melihat makanan yang telah masuk ke dalam tong sampah, kemudian diambil kembali dan dicampur dengan makanan bersih yang tersaji di atas meja makan? Sudikah kita memakan sajian tersebut?
Mungkin hanya orang kurang akal saja yang mau memakannya. Akan tetapi di zaman sekarang ini kita bisa menemukan banyak orang kurang akal yang mencampuradukkan harta halal dengan harta haram. Dengan demikian harta yang dimilikinya menjadi penuh kotoran.
Mereka tidak menyadari bahwa membeli makanan dari harta haram dan kemudian menelan makanan tersebut, sama saja menumbuhkan daging dan darah dari barang haram. Hal inilah yang kemudian bisa membentuk sifat dan wataknya menjadi buruk. Bahkan berdoa pada Allah pun akan sulit terkabul.
Mengapakah ada orang yang begitu bangga dengan harta dari sumber haram, yang kemudian dipergunakannya untuk beribadah, entah itu haji, umroh, sedekah, padahal ibadah tersebut sangat mungkin tidak diterima Allah.
“Sesungguhnya Allah itu thoyyib (baik). Allah tidak akan menerima sesuatu melainkan dari yang thoyyib (halal).” (HR. Muslim no. 1015)
Jika Mengharapkan Harta yang Bersih Jangan Dicampur dengan yang Haram
Oleh sebab itu, jika kita mengharapkan harta bersih, jangan pernah mencampurkan sumber harta yang halal dengan yang haram.
Sekali lagi jangan pergunakan harta haram untuk menyuapi keluarga dan anak kita makanan, atau membelikan pakaian dan membangunkan rumah untuk mereka. Baik harta yang berasal dari riba, korupsi, perjudian, hasil kedzoliman, dan sumber haram lainnya.
Bahkan ada sebagian ulama, terutama ulama kerajaan Saudi Arabia yang melarang harta haram digunakan untuk sedekah pembangunan masjid.
Sebaiknya harta haram tersebut disalurkan pada orang miskin dan kaum dhuafa lainnya, atau juga untuk jihad fi sabilillah, demikian pendapat Ibnu Taimiyah.
Sahabat, kebersihan harta sungguh salah satu hal penting dalam hidup kita. Sebagaimana kita menginginkan pakaian yang bersih, organ tubuh yang bersih, seharusnya begitu pulalah kita menginginkan harta yang bersih agar jiwa kita sehat.
Semoga Allah memberi keberkahan pada hambaNya yang senantiasa berusaha membersihkan harta dan jiwa. Sesungguhnya Allah mencintai orang yang membersihkan diri.