This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences. Now replace these with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences. Now replace these with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences. Now replace these with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences. Now replace these with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences. Now replace these with your own descriptions.

Rabu, 13 Juli 2022

Melebur Dosa dengan Taubat yang Tulus

Melebur Dosa dengan Taubat yang Tulus

Setiap hamba pasti pernah terjerumus dalam dosa bahkan juga dosa besar. Mungkin saja seseorang sudah terjerumus dalam kelamnya zina, membunuh orang lain tanpa jalan yang benar, pernah menegak arak (khomr), atau seringnya meninggalkan shalat lima waktu padahal meninggalkan satu shalat saja termasuk dosa besar berdasarkan kesepakatan para ulama. Inilah dosa besar yang mungkin saja di antara kita pernah terjerumus di dalamnya. Lalu masihkah terbuka pintu taubat? Tentu saja pintu taubat masih terbuka, ampunan Allah begitu luas. Sebuah hadits yang patut jadi renungan, Anas bin Malik menceritakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, Allah Swt berfirman, sbb ini ;

”Wahai anak Adam, sesungguhnya jika engkau menyeru dan mengharap pada-Ku, maka pasti Aku ampuni dosa-dosamu tanpa Aku pedulikan. Wahai anak Adam, seandainya dosamu membumbung tinggi hingga ke langit, tentu akan Aku ampuni, tanpa Aku pedulikan. Wahai anak Adam, seandainya seandainya engkau mendatangi-Ku dengan dosa sepenuh bumi dalam keadaan tidak berbuat syirik sedikit pun pada-Ku, tentu Aku akan mendatangi-Mu dengan ampunan sepenuh bumi pula.” (HR. Tirmidzi no. 3540. Abu Isa mengatakan bahwa hadits ini ghorib. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)

Jika Bertaubat, Setiap Dosa Akan Diampuni

Hadits di atas menunjukkan bahwa Allah benar-benar Maha Pengampun. Setiap dosa –baik dosa kecil, dosa besar, dosa syirik bahkan dosa kekufuran- bisa diampuni selama seseorang bertaubat sebelum datangnya kematian walaupun dosa itu sepenuh bumi. Hal ini dikuatkan pula pada ayat dalam Al Qur’an, Allah Swt berfirman, yang artinya sbb ;

“Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Az Zumar: 53).

Ibnu Katsir mengatakan, ”Ayat yang mulia ini berisi seruan kepada setiap orang yang berbuat maksiat baik kekafiran dan lainnya untuk segera bertaubat kepada Allah. Ayat ini mengabarkan bahwa Allah akan mengampuni seluruh dosa bagi siapa yang ingin bertaubat dari dosa-dosa tersebut, walaupun dosa tersebut amat banyak, bagai buih di lautan. ”

Ayat ini menunjukkan bahwa Allah akan mengampuni setiap dosa walaupun itu dosa kekufuran, kesyirikan, dan dosa besar (seperti zina, membunuh dan minum minuman keras). Sebagaimana Ibnu Katsir mengatakan, ”Berbagai hadits menunjukkan bahwa Allah mengampuni setiap dosa (termasuk pula kesyirikan) jika seseorang bertaubat. Janganlah seseorang berputus asa dari rahmat Allah walaupun begitu banyak dosa yang ia lakukan karena pintu taubat dan rahmat Allah begitu luas.”

Seseorang Yang Melakukan Dosa Berulang Kali

Mengenai hal ini, cobalah kita renungkan dalam hadits berikut. Dari Abu Huroiroh, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang diceritakan dari Allah Swt,

“Ada seorang hamba yang berbuat dosa lalu dia mengatakan ‘Allahummagfirliy dzanbiy’ (Ya Allah, ampunilah dosaku). Lalu Allah berfirman, ‘Hamba-Ku telah berbuat dosa, lalu dia mengetahui bahwa dia memiliki Rabb yang mengampuni dosa dan menghukumi setiap perbuatan dosa’. (Maka Allah mengampuni dosanya), kemudian hamba tersebut mengulangi lagi berbuat dosa, lalu dia mengatakan, ‘Ay robbi agfirli dzanbiy’ (Wahai Rabb, ampunilah dosaku). Lalu Allah berfirman, ‘Hamba-Ku telah berbuat dosa, lalu dia mengetahui bahwa dia memiliki Rabb yang mengampuni dosa dan menghukumi setiap perbuatan dosa’. (Maka Allah mengampuni dosanya), kemudian hamba tersebut mengulangi lagi berbuat dosa, lalu dia mengatakan, ‘Ay robbi agfirli dzanbiy’ (Wahai Rabb, ampunilah dosaku). Lalu Allah berfirman, ‘Hamba-Ku telah berbuat dosa, lalu dia mengetahui bahwa dia memiliki Rabb yang mengampuni dosa dan menghukumi setiap perbuatan dosa. Beramallah sesukamu, sungguh engkau telah diampuni.” (HR. Muslim). An Nawawi dalam Syarh Muslim mengatakan bahwa yang dimaksudkan dengan ‘beramallah sesukamu’ adalah selama engkau berbuat dosa lalu bertaubat, maka Allah akan mengampunimu.

An Nawawi mengatakan, ”Seandainya seseorang berulang kali melakukan dosa hingga 100 kali, 1000 kali atau lebih, lalu ia bertaubat setiap kali berbuat dosa, maka pasti Allah akan menerima taubatnya setiap kali ia bertaubat, dosa-dosanya pun akan gugur. Seandainya ia bertaubat dengan sekali taubat saja setelah ia melakukan semua dosa tadi, taubatnya pun sah.”

Ya Rabb, begitu luas sekali rahmat dan ampunan-Mu terhadap hamba yang hina ini;

Bertaubatlah yang Tulus

Allah Swt berfirman,

“Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya).” (QS. At Tahrim: 8)

Dijelaskan oleh Ibnu Katsir rahimahullah bahwa makna taubat yang tulus (taubatan nashuhah) sebagaimana kata para ulama adalah,

“Menghindari dosa untuk saat ini. Menyesali dosa yang telah lalu. Bertekad tidak melakukannya lagi di masa akan datang. Lalu jika dosa tersebut berkaitan dengan hak sesama manusia, maka ia harus menyelesaikannya/ mengembalikannya.”

Penuhilah Syarat Diterimanya Taubat

Berdasarkan penjelasan Ibnu Katsir di atas, syarat taubat yang mesti dipenuhi oleh seseorang yang ingin bertaubat dapat dirinci secara lebih lengkap sebagai berikut.

Taubat dilakukan dengan ikhlas, bukan karena makhluk atau untuk tujuan duniawi.

Menyesali dosa yang telah dilakukan dahulu sehingga ia pun tidak ingin mengulanginya kembali. Sebagaimana dikatakan oleh Malik bin Dinar, “Menangisi dosa-dosa itu akan menghapuskan dosa-dosa sebagaimana angin mengeringkan daun yang basah.” ‘Umar, ‘Ali dan Ibnu Mas’ud mengatakan bahwa taubat adalah dengan menyesal.

Tidak terus menerus dalam berbuat dosa saat ini. Maksudnya, apabila ia melakukan keharaman, maka ia segera tinggalkan dan apabila ia meninggalkan suatu yang wajib, maka ia kembali menunaikannya. Dan jika berkaitan dengan hak manusia, maka ia segera menunaikannya atau meminta maaf.

Bertekad untuk tidak mengulangi dosa tersebut di masa akan datang karena jika seseorang masih bertekad untuk mengulanginya maka itu pertanda bahwa ia tidak benci pada maksiat. Hal ini sebagaimana tafsiran sebagian ulama yang menafsirkan taubat adalah bertekad untuk tidak mengulanginya lagi.

Taubat dilakukan pada waktu diterimanya taubat yaitu sebelum datang ajal atau sebelum matahari terbit dari arah barat. Jika dilakukan setelah itu, maka taubat tersebut tidak lagi diterima.

Bacalah Do’a Ampunan Versi Abu Bakr

Do’a yang bisa diamalkan adalah do’a meminta ampunan yang diajarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada Abu Bakr Ash Shiddiq radhiyallahu ‘anhu.

Dari Abu Bakr Ash Shiddiq, beliau berkata kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang artinya sbb ; 

“Ajarkanlah aku suatu do’a yang bisa aku panjatkan saat shalat!” Maka Beliau pun berkata, “Bacalah: ‘ALLAHUMMA INNII ZHOLAMTU NAFSII ZHULMAN KATSIIRAN WA LAA YAGHFIRUDZ DZUNUUBA ILLAA ANTA FAGHFIRLII MAGHFIRATAN MIN ‘INDIKA WARHAMNII INNAKA ANTAL GHAFUURUR RAHIIM (Ya Allah, sungguh aku telah menzhalimi diriku sendiri dengan kezhaliman yang banyak, sedangkan tidak ada yang dapat mengampuni dosa-dosa kecuali Engkau. Maka itu ampunilah aku dengan suatu pengampunan dari sisi-Mu, dan rahmatilah aku. Sesungguhnya Engkau Maha Pengampun lagi Maha Penyayang) ‘.” (HR. Bukhari no. 834 dan Muslim no. 2705)

Lakukan Shalat Taubat

Shalat taubat adalah shalat yang dianjurkan berdasarkan kesepakatan empat madzhab[9]. Hal ini  berdasarkan hadits, artinya sbb ini ;

“Tidaklah seorang hamba melakukan dosa kemudian ia bersuci dengan baik, kemudian berdiri untuk melakukan shalat dua raka’at kemudian meminta ampun kepada Allah, kecuali Allah akan mengampuninya.” Kemudian beliau membaca ayat ini: “Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.” (HR. Tirmidzi no. 406, Abu Daud no. 1521, Ibnu Majah no. 1395. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih). Meskipun sebagian ulama mendhoifkan hadits ini, namun kandungan ayat sudah mendukung disyariatkannya shalat taubat.

Shalat taubat ini bisa cukup dengan dua raka’at dan cukup niat dalam hati, tanpa perlu melafazhkan niat tertentu.

Jauhilah Lingkungan Yang Buruk Demi Memperkuat Taubat

An Nawawi mengatakan, ”Hendaklah orang yang bertaubat mengganti temannya dengan teman-teman yang baik, sholih, berilmu, ahli ibadah, waro’dan orang-orang yang meneladani mereka-mereka tadi. Hendaklah ia mengambil manfaat ketika bersahabat dengan mereka.”

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga mengajarkan kepada kita agar bersahabat dengan orang yang dapat memberikan kebaikan dan sering menasehati kita.

“Seseorang yang duduk (berteman) dengan orang sholih dan orang yang jelek adalah bagaikan berteman dengan pemilik minyak misk dan pandai besi. Jika engkau tidak dihadiahkan minyak misk olehnya, engkau bisa membeli darinya atau minimal dapat baunya. Adapun berteman dengan pandai besi, jika engkau tidak mendapati badan atau pakaianmu hangus terbakar, minimal engkau dapat baunya yang tidak enak.” (HR. Bukhari )

Ibnu Hajar Al Asqolani mengatakan, “Hadits ini menunjukkan larangan berteman dengan orang-orang yang dapat merusak agama maupun dunia kita. Dan hadits ini juga menunjukkan dorongan agar bergaul dengan orang-orang yang dapat memberikan manfaat dalam agama dan dunia.”[14]

Semoga Allah Swt menerima setiap taubat kita dan mengampuni setiap dosa yang kita sesali. Hanya Allah yang beri taufik.




Referensi sebagai beriku ini ;





Perbuatan Zalim Terdekat di Kehidupan yang Kita Sepelekan

Perbuatan Zalim Terdekat di Kehidupan yang Kita Sepelekan

Perbuatan Zalim Terdekat di Kehidupan yang Kita Sepelekan. Contoh perbuatan zalim paling banyak menjadi pandangan sebelah mata. Sebuah perilaku yang terkadang tidak kita sadari merupakan sebuah tindakan yang tidak baik. Manusia memang merupakan makhluk yang tidak bisa lepas dari sebuah kesalahan. Namun kita bisa mempelajari dan mencoba untuk berbenah agar tidak melakukan kesalahan yang sama.

Sebuah tindakan kecil yang bisa membuat dosa kecil semakin banyak dan bertumpuk. Tindakan seperti ini terkadang tidak hanya merugikan diri sendiri namun orang lain. Manusia bisa terjerumus dengan tindakan seperti ini semakin hari semakin banyak. Maka dari itu sebaiknya kita memperhatikan tindakan kecil yang ternyata melukai sesama.

Orang Zolim atau Dzalim atau Zalim adalah orang-orang yang menempatkan sesuatu hal tidak semestinya sesuai dengan kebenaran syariat. Dzalim ini adalah kebalikan dari sifat adil, yakni perilaku yang senantiasa menempatkan segala sesuatu semestinya sesuai dengan kebenaran dalam syariat (Al-Quran dan Sunnah).

Dengan pengertian di atas maka ciri-ciri orang yang dzalim tentunya yang selalu meletakkan perkara yang berlawanan dengan ketentuan agama. Orang-orang yang zalim ini menciderai hak-hak orang lain dan juga hak-hak Allah SWT atas makhluk-Nya.

Dalam salah satu sumber disebutkan bahwa ciri-ciri mereka yang dzalim adalah sebagai berikut:
  1. Melakukan kemungkaran
  2. Senantiasa mengingkari kebenaran
  3. Berpaling dari perintah Allah SWT
  4. Melanggar hukum-hukum Allah SWT & Rasul-Nya
  5. Gemar melakukan perilaku tercela seperti dusta, khianat, aniaya, menghina dan lain sebagainya.
Dalam islam, Allah SWT mengancam mereka yang zalim dengan siksaan yang amat keras dan pedih sesuai dengan apa yang difirmankan-Nya dalam Surah Al-Anfaal ayat 25.

Contoh Perbuatan Zalim yang Sering Disepelekan sbb : Suatu tindakan yang tidak semestinya, kebalikan dari kata adil. Semua perbuatan seseorang yang tidak selayaknya kepada sesama makhluk Allah SWT. Maka dari itu akan lebih baik jika kita mempelajari hal-hal yang seperti ini. Tidak sedikit kasus  yang berkaitan dengan zalim namun tidak disadari oleh pelakunya.

Jenis-Jenis Perbuatan Zalim
Sebuah perbuatan dari tindakan hina, keji dan tidak sesuai dengan akhlak manusia. Maka akan lebih baik jika kita mengetahui jenis ini untuk tidak merugikan diri sendiri dan sekitar.

Zalim kepada Allah SWT
Sebuah tindakan dari dosa syirik dengan menyekutukan Allah SWT. Tindakan ini menyamakan derajat Allah SWT yang Maha Esa dengan makhluk lain. Maka hati terkecil kita tidak lagi menyembah satu saja, namun menyekutukan. Dosa syirik merupakan yang paling besar dan berat, karena kepercayaan sudah serong. Maka dari itu kita sebaiknya selalu menempatkan Allah SWT sebagai satu-satunya. Tindakan zalim ini yang paling berat dan tidak terampuni.

Zalim Kepada Diri Sendiri
Sebuah tindakan ini yang sering kita sepelekan dan tidak sadari. Perbuatan menyia-nyiakan kepada diri sendiri kepada karunia Allah SWT. Kita yang terberkati tubuh sehat dan sempurna dari Allah SWT sering tidak dijaga dengan baik. Kita selalu merasa tidak cukup dengan karunia, terkadang masih mengeluh dan bahkan tidak jarang mengubah secara permanen.

Contoh perbuatan zalim yang sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari. Menggunakan anggota tubuh dari Allah Swt justru untuk tindakan tercela. Hal seperti ini juga termasuk contohnya secara nyata. Semakin kita melakukan perbuatan zalim semakin menabung dosa-dosa kecil dan menumpuk.

Zalim Kepada Makhluk Allah SWT
Sebuah perbuatan sia-sia kepada makhluk Allah SWT, contohnya tanaman, hewan dan lingkungan sekitar. Semua ciptaan Allah SWT memiliki hak yang sama seperti manusia. Hanya saja manusia memiliki akal untuk bertindak. Kita sering menyia-nyiakan misalnya tanaman yang kita tanam, malas untuk merawatnya hal seperti ini juga zalim. Memelihara hewan di rumah namun tidak berlaku baik, hal seperti ini juga tindakan zalim. Kita sudah berlaku salah satu contoh perbuatan zalim kepada makhluk Allah SWT.

Maka ketika memutuskan sebuah tanggung jawab terhadap sesuatu kita harus konsisten. Misalnya kewajiban memberi makan hewan secara tepat waktu. Memberikan pupuk dan air kepada tanaman yang sengaja kita tanam. Perlakuan kecil seperti ini menjadi sebuah kewajiban.

Zalim Kepada Rezeki
Ketika kita Allah SWT berikan nikmat rezeki dan selalu kufur. Ini juga salah satu tindakan zalim secara tidak langsung.

Semua yang menjadi titipan tidak kita manfaatkan untuk hal yang baik. Ini merupakan contoh tindakan tercela zalim. Misalnya rezeki berupa harta, kesehatan dan bahagia. Maka ketika Allah Swt titipkan nikmat kita harus memanfaatkan dengan baik, syukuri lalu manfaatkan kepada hal-hal baik.

Zalim Kepada Sesama Manusia
Contoh perbuatan zalim yang paling dasar dan paling sering. Tidak sedikit yang sering kita lakukan pada orang lain terkadang menyakiti hati dan perasaan. Hal yang termasuk fitnah, menghina dan tindakan sia-sia lainnya. Melakukan kekerasan secara fisik dan mental merupakan tindakan zalim yang nyata. Terluka secara fisik memang nyata terlihat. Namun ketika hati yang terluka dan manusia lain tersebut hanya diam dan mengadu kepada Allah SWT.

Maka kita berhadapan langsung dengan sang pencipta semua makhluk. Kita akan mempertanggungjawabkan tindakan yang sengaja atau tidak sengaja kita lakukan, baik buruk maupun baik. Contoh perbuatan zalim yang paling dekat dengan kehidupan sehari-hari sebaiknya kita perhatikan. Selagi masih bisa kita perbaiki, maka mari menjadi yang lebih baik daripada hari kemarin.

Referensi sebagai berikut ini ; 


Tiga Ciri Orang Munafik, Zalim hingga Ingkar

Tiga Ciri Orang Munafik, Zalim hingga Ingkar

Tiga (3) Ciri Orang Munafik, Zalim hingga Ingkar. Sesungguhnya Allah sangat membenci sifat orang munafik. Ciri-ciri orang munafik bahkan telah disebutkan dalam Alquran dan hadits.  Munafik diartikan sebagai berpura-pura. Sedangkan menurut istilah, munafik artinya berpura-pura dalam suatu hal. Orang munafik juga disebut orang yang perkataannya tidak sesuai dengan tindakan atau kenyataan.

Berikut tiga tanda orang munafik

1. Zalim Ramadan bukan hanya menjadi sebuah bulan antik yang dipenuhi dengan ritus-ritus suci nan istimewa yang perlu dirayakan oleh seluruh umat Islam. Bulan ini hadir kepada kaum Muslimin juga sebagai pos penyegaran, semacam oase di padang pasir. Ramadan ialah harapan bagi kita untuk dapat meng-upgrade diri menjadi lebih baik yang dalam hal ini ditandai dengan kedamaian hati dan kedekatan pada Allah Swt.

Menjadi “lebih baik” tidak hanya soal meningkatnya kualitas dan kuantitas peribadatan kepada Allah dalam hal Ibadah Mahdhah. Namun juga dalam kualitas pergaulan dalam hubungan sosial sesama manusia. Bukan hanya perkara hablun min Allah namun juga hablun min An-Naas. Hal itulah yang sering kali disepelekan oleh kita sebagai umat Islam. Padahal sering kali kita diingatkan tentang peliknya permasalahan sesama makhluk saat pengadilan akhirat nanti.

Sebagaimana salah satu riwayat Nabi Saw. yang artinya sebagai berikut ini ;

Artinya: “Barang siapa ada padanya perbuatan zalim kepada saudaranya menyangkut kehormatan atau apa pun, maka hendaklah ia segera meminta kehalalan atas perbuatan zalim yang dia lakukan hari itu juga sebelum tidak ada dinar dan tidak ada dirham (yaitu pada hari kiamat di mana harta benda tidak ada gunanya). Jika ada baginya amal saleh maka diambil lah pahalanya sesuai dengan kadar kezalimannya. Jika sudah tidak ada amal-amal kebaikan, maka diambil lah dari dosa-dosanya orang-orang yang dizalimi. Lalu dosa itu dibebankan kepadanya”. (HR Bukhari dan Tarmizi).

Sabda Nabi ini mengisyaratkan tentang betapa pentingnya berhubungan baik dengan sesama manusia. Salah satu sifat yang paling berbahaya dalam pergaulan sehari-hari dan paling diwanti-wanti oleh Nabi Saw. Sifat Munafik. Apa itu munafik sbb ;

Nabi Saw. pernah menjelaskan tentang definisi spesifik dari seorang munafik saat berbincang dengan Imam Ali Karamallah Wajhahu.

Nabi Saw. bersabda:  Artinya: “Wahai Ali, orang Munafik memiliki tiga tanda: bila berbicara ia berbohong, bila berjanji ia ingkar, dan bila diberi amanat ia berkhianat. Sungguh tak berguna nasihat bagi mereka”.

Ciri pertama dari orang munafik ialah sifat pembohong. “Bohong ialah pangkalnya dosa”. Begitulah bunyi kutipan yang acap kali kita dengar. Namun bersamaan dengannya, bolehlah dikira berapa kali kebohongan terucap dari mulut kita dalam sehari. 

Bagaimana bohong telah menjadi sebuah laku yang dianggap lumrah, bahkan “manusiawi”. Padahal kebiasaan inilah gerbang pertama dari sifat yang lebih besar dan berbahaya, munafik.
Mari berintrospeksi diri. Sebab sebaik-baiknya perubahan ialah yang dimulakan dari diri sendiri. Saatnya jujur sejak dalam pikiran.

Referensi sebagai berikut ini ;










Ciri orang Zalim, informasi hak dan bathil tahu tapi mengabaikannya

Ciri orang Zalim, informasi hak dan bathil tahu tapi mengabaikannya

Ciri orang Zalim, informasi hak dan bathil tahu tapi mengabaikannya. “Dan walaupun engkau (Muhammad) memberikan semua ayat (keterangan) kepada orang-orang yang diberi Kitab itu, mereka tidak akan mengikuti kiblatmu dan engkau pun tidak akan mengikuti kiblat mereka. Sebagian mereka tidak akan mengikuti kiblat sebagian yang lain. Dan jika engkau mengikuti keinginan mereka setelah sampai ilmu kepadamu, niscaya engkau termasuk orang-orang zalim.” (QS. Al-Baqarah 2: Ayat 145)

Salah satu ciri orang zalim ; informasi tentang yang hak dan bathil sudah sampai, tapi mengabaikannya. Kata zalim berasal dari bahasa Arab, yakni “Dho-La-Ma” yang memiliki makna sebagai gelap atau lebih dikenal dengan istilah suram. Di dalam Al-Qur’an terdapat sekitar 200 ayat yang secara spesifik mengupas tentang orang yang zalim ini. “Adapun orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal shaleh, maka Allah Swt akan memberikan kepada mereka dengan sempurna pahala amalan-amalan mereka; dan Allah sangat benci kepada orang-orang yang berbuat zalim”.(QS. Ali-Imran:57).

Secara global makna kata zalim yang kita kenal adalah segala sesuatu perbuatan jahat ataupun berbuat aniaya; baik kepada orang lain maupun kepada diri sendiri dan makhluk-makhluk yang lainnya. Dalam syari’at agama Islam pengertian zalim ini mengacu pada firman Allah yang berbunyi: “Dan barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah, mereka itulah orang-orang yang zalim”.(Al-Baqarah:229).

Pertama, mendustakan Allah SWT dan mendustakan kebenaran. Allah SWT berfirman: “Maka siapakah yang lebih zalim daripada orang yang membuat-buat dusta terhadap Allah dan mendustakan kebenaran ketika datang kepadanya? Bukankah di neraka Jahannam tersedia tempat tinggal bagi orang-orang yang kafir”.(Az-Zumar:32).

Ayat ini menjelaskan kepada kita bahwa Allah SWT akan memasukkan kedalam neraka bagi orang yang tidak mau menuruti perintah-Nya. Orang yang zalim pada hakikatnya mereka itu akan melencengkan kebenaran yang ada. Sekarang banyak kebenaran-kebenaran yang telah dibelokan oleh orang-orang yang tidak mengerti agama. Oleh karena itu berhati-hatilah dengan kebenaran yang ada. Cek dulu kebenaran yang kita dengar atau peroleh. Apakah yang kita peroleh itu benar atau tidak?

Kedua, suka menipu. Ciri yang kedua ini tentunya sudah tidak asing ditelinga kita. Coba kita lihat dengan seksama. Banyak diantara dari kita yang sering menipu orang lain khususnya mereka para pejabat-pejabat tinggi. Mereka melakukan perbuatan yang sangat fenomenal yang hingga kini terus bergejolak. Apakah itu? Yaitu korupsi. Hampir setiap hari media-media memberitakan tentang korupsi. Mereka dengan senangnya mengambil uang negara untuk dinikmati seorang diri. Imbasnya setelah mereka melakukan korupsi, mereka masuk jeruji besi. Namun setelah mereka bebas dari jeruji besi, mereka kembali berulah dengan kasus yang sama. Sungguh sangat memprihatinkan.

Perbuatan menipu dalam semua hal sangat dilarang. Rasulullah SAW pernah melarang kepada pedagang yang melakukan perbuatan penipuan terhadap barang daganganya. Sebagaimana sabda beliau, Dari Ibnu Abbas ra, dia berkata, “Rasulullah telah melarang untuk melakukan jual-beli yang licik (menipu)”.(HR. Muslim).

Wahai saudaraku, perlu diketahui bahwa zalim ini memiliki akibat yang luar biasa. Salah satunya akan masuk neraka. Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa yang mengambil hak seorang Muslim maka Allah telah mewajibkan neraka baginya dan mengharamkan surga baginya”. Ada seorang yang bertanya: “Walaupun sesuatu yang remeh/sedikit wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: “Walaupun cuma sepotong kayu arak”. (HR. Muslim No 351).

Semoga kita bisa menjauhi kezaliman dan mudah-mudahan Allah SWT akan memberikan hidayah dan maghfirah. Serta kita akan dijauhi dari azab yang pedih dari Allah SWT.


Referensi sebagai berikut ini ;





Dampak Menjadi Perantara Perbuatan Zalim

Dampak Menjadi Perantara Perbuatan Zalim

Dampak Menjadi Perantara Perbuatan Zalim. Mungkin dari kita entah sengaja atau tidak, entah dengan niat bercanda atau tidak, pernah menjadi perantara dalam menzalimi orang lain.Perlu kita ketahui, perbuatan zalim merupakan salah satu perbuatan yang akan merugikan diri kita sendiri. Meskipun yang mengerjakan perbuatan zalim tersebut bukan kita, namun jika kita adil menjadi perantara perbuatan zalim, maka Insya Allah kita pun juga akan merasakan balasan dari Allah Swt.

Dalam QS. Al-Maidah : 45, Allah SWT sudah berfirman; “Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim.” Oleh karenanya, jangan libatkan diri kita menjadi perantara perbuatan zalim dari seseorang, sekalipun itu hanya melalui perkataan. Akan tetapi dari perkataan itulah, yang menggerakkan seseorang untuk berbuat zalim.

Al-Quran dan hadits telah memperingatkan kita tentang dampak berbuat zalim, diantaranya adalah:

1. Mendapatkan Azab yang Besar Berbuat zalim bisa mengakibatkan pelakunya mendapatkan azab yang besar dari Allah Swt.

Hal ini telah Allah jelaskan dalam QS. Al-Furqan : 19 ; “Dan barangsiapa diantara kamu yang berbuat zalim, niscaya Kami rasakan kepadanya azab yang besar.”

2. Dijauhkan Dari Nikmat Perbuatan zalim kepada Allah dan orang lain, bisa menjadikan pelakunya jauh dari kenikmatan dan rahmat Allah baik di dunia maupun di akhirat kelak.

Hal ini Allah Swt tegaskan dalam firmanNya yang tertuang dalam QS. Ghafir : 52 ; “(Yaitu) hari ketika permintaan maaf tidak berguna bagi orang-orang zalim, dan mereka mendapat laknat dan tempat tinggal yang buruk.”

3. Sulit Terkabulnya Doa Apabila kita pernah menzalimi orang lain, dan yang kita zalimi mengadu kepada Allah, maka doanya akan langsung dikabulkan oleh Allah, sekalipun doa keburukan.

Rasulullah SAW pernah bersabda; “Dan berhati-hatilah terhadap doa orang terzalimi, karena tidak ada penghalang antara doanya dengan Allah.” (HR. Bukhari dan Muslim)

4. Bangkrut di Hari Kiamat Orang yang terus berbuat zalim ataupun orang yang menjadi perantara kezaliman, maka di hari kiamat kelak orang tersebut akan mengalami kebangkrutas amal yang dikerjakannya semasa di dunia.

Hal ini sebagaimana sabda dari Rasulullah SAW, yakni : “Barangsiapa yang pernah berbuat aniaya (zalim) terhadap kehormatan saudaranya atau sesuatu apapun hendaklah dia meminta kehalalannya (maaf) pada hari ini (di dunia), sebelum datang hari, yang ketika itu tidak bermanfaat dinar dan dirham.” (HR. Bukhari)

5. Mendatangkan Azab Allah Swt

Seseorang yang berbuat zalim atau menjadi perantara orang lain berbuat zalim, maka insya Allah, Allah akan mendatangkan bencana dan malapetaka bagi orang tersebut. Hal ini Allah Swt tegaskan dalam firmanNya yang tertuang dalam QS. Al-Hajj : 45.

“Maka betapa banyak negeri yang telah Kami binasakan, karena (penduduk) nya dalam keadaan zalim sehingga runtuh bangunan-bangunannya. Dan betapa banyak pula sumur yang telah ditinggalkan, dan istana yang tinggi (tidak ada penghuninya).”

Oleh sebab itu, hendaklah kita menjauhi perbuatan zalim ini, sekalipun kita hanya menjadi perantaranya. Karena ancaman Allah kepada orang yang berbuat zalim sangatlah dahsyat dan mari kita semua berdoa, semoga Allah SWT menjauhkan kita dari sifat suka menzalimi orang lain.


Referensi sebagai berikut ini ;



Jawaban Imam Al Ghazali, Manusia Takut Mati

Jawaban Imam Al Ghazali, Manusia Takut Mati

Manusia pada umumnya tidak suka, bahkan sangat takut pada kematian. Bagi sebagian orang, kematian sangat menakutkan. Mereka membayangkan kematian sebagai peristiwa yang amat tragis dan mengerikan. Dalam buku Mizan Al 'Amal, Imam Ghazali menjelaskan beberapa alasan mengapa manusia takut terhadap kematian. Pertama, karena ia ingin bersenang-senang dan menikmati hidup ini lebih lama lagi.

Kedua, ia tidak siap berpisah dengan orang-orang yang dicintai, termasuk harta dan kekayaannya yang selama ini dikumpulkannya dengan susah payah. Ketiga, karena ia tidak tahu keadaan mati nanti seperti apa. Keempat, karena ia takut pada dosa-dosa yang selama ini ia lakukan.

Alhasil, manusia takut karena ia tidak pernah ingat kematian dan tidak mempersiapkan diri dengan baik dalam menyambut kehadirannya. Manusia, kata Ghazali, biasanya ingat kematian hanya kalau tiba-tiba ada jenazah lewat di depannya. Seketika itu, ia membaca istirja': ''Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un.''

Namun, istirja' yang dibaca itu hanyalah di mulut saja, karena ia tidak secara benar-benar ingin kembali kepada Allah dengan ibadah dan amal saleh. 

Jadi, kalau demikian, agar tidak alergi dan fobia dengan kematian, manusia, menurut Ghazali, harus sering-sering ingat kematian sebagaimana sabda Rasulullah SAW, ''Perbanyaklah olehmu mengingat kematian, si penghancur segala kesenangan duniawi.'' (HR Ahmad).

Menurut Ghazali, ingat kematian akan menimbulkan berbagai kebaikan. Di antaranya, membuat manusia tidak ngoyo dalam mengejar pangkat dan kemewahan dunia. Ia bisa menjadi legawa (qonaah) dengan apa yang dicapainya sekarang, serta tidak akan menghalalkan segala cara untuk memenuhi ambisi pribadinya. 

Kebaikan lain, manusia bisa lebih terdorong untuk bertobat alias berhenti dari dosa-dosa, baik dosa besar maupun dosa kecil. Lalu, kebaikan berikutnya, manusia bisa lebih giat dalam beribadah dan beramal saleh sebagai bekal untuk kebaikannya di akhirat kelak.

Dengan berbagai kebaikan ini, orang-orang tertentu seperti kaum sufi tidak takut dan tidak gentar menghadapi kematian. Mereka justru merindukannya, karena hanya lewat kematian mereka dapat menggapai kebahagiaan yang sebenar-benarnya, yaitu berjumpa dengan Allah dalam ridha dan perkenan-Nya.

Inilah anugerah dan kabar gembira dari Allah kepada mereka. Firman-Nya, ''Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan, 'Tuhan kami ialah Allah', kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka seraya berkata, 'Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu'.'' (QS Fushshilat: 30).


Referensi sbb ini ;





Balasan Bagi Orang yang Zalim

Balasan Bagi Orang yang Zalim

Perbuatan zalim/Dholim akan mendapat balasan dari Allah Swt di dunia dan di hari akhir. Ya Tuhan kami, sesungguhnya orang yang Engkau masukkan ke dalam neraka, maka sungguh, Engkau telah menghinakannya, dan tidak ada seorang penolong pun bagi orang yang zalim. (QS Ali Imran: 192)

Dalam penjelasan Tafsir Ringkas Kementerian Agama, ayat ini menjelaskan, mereka berdoa kepada Allah Swt Sang Pencipta yang menghidupkan dan mematikan.

Ya Tuhan kami, sesungguhnya orang yang Engkau masukkan ke dalam neraka karena menyekutukan-Mu dan akibat keangkuhannya, maka sungguh Engkau telah menghinakannya dengan menimpakan azab yang pedih. Maka tidak ada seorang penolong pun yang dapat memberikan pertolongan bagi orang yang zalim. Karena orang-orang zalim pantas mendapatkan murka dan siksaan dari Allah Swt.

Dalam penjelasan arti mereka berdoa, Ya Allah, Ya Tuhan kami, kami mohon dengan penuh khusyuk dan rendah hati, agar kami benar-benar dijauhkan dari api neraka, api yang akan membakar hangus orang-orang yang angkuh dan sombong di dunia ini, yang tidak mau menerima yang hak dan benar yang datang dari Engkau pencipta seluruh alam. Kami tahu orang-orang yang Engkau masukkan ke dalam neraka, adalah orang-orang yang sungguh-sungguh telah Engkau hinakan karena kezaliman dan kekafiran yang telah mereka lakukan di dunia ini.

Mereka terus-menerus merasakan siksa neraka itu, karena tidak ada penolong bagi orang-orang yang zalim dan kafir. Tidak ada seorang pun dapat jadi penolong mereka dan dapat mengeluarkan mereka dari kepedihan siksa yang dialaminya.

Zalim merupakan perbuatan yang dilarang agama. Allah SWT menunda siksaan mereka dan ajal mereka, agar mereka kian bertambah zalim dan melampaui batas. "Sesungguhnya Kami memberi tangguh kepada mereka hanyalah supaya bertambah-tambah dosa mereka; dan bagi mereka azab yang menghinakan." (QS Ali Imran 178). 

Hal itu mungkin ditangguhkan juga untuk memberi kesempatan kepada orang-orang zalim agar bertaubat dan kembali ke jalan Allah, yang memiliki sifat Al-Halim (Yang Mahalembut).  Atau karena orang yang terzalimi sebelumnya telah berbuat zalim kepada yang lain pada masa hidupnya, lalu kezaliman yang menimpa dirinya merupakan hukuman atas kezaliman dia sendiri pada masa lalu. 

Allah SWT sungguh telah mengancam orang-orang zalim dengan mendahulukan hukuman mereka di dunia sebelum kembali ke akhirat, karena hinanya kezaliman, dan banyaknya efek buruk bagi masyarakat, sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW.

“Tidak ada sesuatu yang aku patuhi kepada Allah di dalamnya (amalan itu) lebih cepat mendapat ganjaran lebih dari menyambung tali silaturahim, dan tidak ada sesuatu yang lebih cepat hukumannya dari berbuat zalim dan memutus tali silaturahim.” (HR Baihaqy). 

Oleh karena itu, balasan bagi orang zalim di dunia ini mungkin muncul pada kesimpulannya, yaitu akhir hidupnya akan sangat menyakitkan. Rasulullah SAW bersabda: "Sesungguhnya Allah Swt akan menangguhkan siksaan bagi orang yang berbuat zalim. Apabila Allah Swt telah menghukumnya, maka Dia tidak akan pernah melepaskannya."

Kemudian Rasulullah membaca ayat yang berbunyi: 'Begitulah adzab Tuhanmu, apabila Dia mengadzab penduduk negeri-negeri yang berbuat zalim. Sesungguhnya adzab-Nya itu sangat pedih dan keras.' (Qs Hud ayat 102).  Sebagaimana Allah Swt menghinakan pelaku zalim saat di dunia, yang merasakan kepahitan hidup dan kehinaannya, Allah Swt juga akan menyiksanya pada hari kiamat. Di antara hukuman duniawi pelaku kezaliman ialah diharamkannya dia dari keberkahan dan dihilangkannya nikmat.  

Allah SWT berfirman dalam surat Al Qalam yang menceritakan tentang para pemilik kebun, dan mereka pelit, mereka bertekad untuk tidak memberikan hak yang seharusnya diberikan kepada orang fakir miskin, Allah berfirman: 

"Sesungguhnya Kami telah menguji mereka (musyrikin Makkah) sebagaimana Kami telah menguji pemilik-pemilik kebun, ketika mereka bersumpah bahwa mereka sungguh-sungguh akan memetik (hasil) nya di pagi hari dan mereka tidak mengucapkan, "Insya Allah, " lalu kebun itu diliputi malapetaka (yang datang) dari Tuhanmu ketika mereka sedang tidur, maka jadilah kebun itu hitam seperti malam yang gelap gulita, lalu mereka panggil-memanggil di pagi hari, "Pergilah di waktu pagi (ini) ke kebunmu jika kamu hendak memetik buahnya.”

Maka pergilah mereka saling berbisik-bisikan, "Pada hari ini janganlah ada seorang miskin pun masuk ke dalam kebunmu.” Dan berangkatlah mereka di pagi hari dengan niat menghalangi (orang-orang miskin), padahal mereka mampu (menolongnya). Tatkala mereka melihat kebun itu, mereka berkata, "Sesungguhnya kita benar-benar orang yang sesat (jalan), bahkan kita dihalangi (dari memperoleh hasilnya)." (QS Al Qalam ayat 17-27).   

Dikutip dari Okezone.com, perbuatan zalim adalah sifat yang melampaui batas kemanusiaan, melanggar ketentuan, dan menentang atau menyimpang dari ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan oleh Allah SWT.

Perbuatan zalim merupakan perbuatan yang sangat tidak disukai oleh Allah SWT bahkan Allah melaknat perbuatan tersebut. Tidak hanya Allah yang tidak menyukainya. Malaikat dan sesama manusiapun sangat tidak suka dengan orang yang berbuat zalim.

Allah SWT tidak suka terhadap perbuatan zalim, seperti firmannya: “Adapun orang-orang yang beriman dan mengerjakan amalan-amalan yang saleh, maka Allah akan memberikan kepada mereka dengan sempurna pahala amalan-amalan mereka; dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim”. (QS Ali Imran: 57).

Perbuatan zalim memang mempunyai banyak bentuknya dari perbuatan zalim kepada Allah Swt, perbuatan zalim kepada orang lain, perbuatan zalim pada diri sendiri, dan zalim kepada binatang. Allah Swt akan memberi hukuman kepada mereka yang berbuat zalim di akhirat nanti. Bahkan mereka yang berbuat zalim akan tidur beralaskan api neraka dan diselimuti api neraka.

“Mereka mempunyai tikar tidur dari api neraka dan di atas mereka ada selimut (api neraka) . Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang zalim.” (QS. Al A’raaf: 41).

Karena kebencian Allah Swt kepada orang-orang zalim, orang yang berbuat zalim tidak akan pernah mendapatkan tempat terbaik di akhirat kelak. seperti yang dijelaskan dalam Al-Qur'an Surat Al An'am ayat 135: “Kalian akan tahu siapa yang akan mendapat tempat terbaik di akhirat dan sesungguhnya orang-orang zalim itu tidak akan beruntung.”

Referensi sebagai berikut  ini ;



Apakah Pelaku Dosa Besar Memungkinkan Masuk Surga Tanpa Hisab?

Apakah Pelaku Dosa Besar Memungkinkan Masuk Surga Tanpa Hisab?

Barang siapa telah melakukan dosa kecil dan dosa besar masih memungkinkan masuk surga tanpa hisab jika ia bertaubat dan kembali (kepada Allah), maka Allah akan mengganti keburukan orang yang bertaubat tersebut menuju kebaikan, meskipun telah melakukan dosa syirik, pembunuhan dan zina, sebaimana dalam firman-Nya artimya sbb ini ;

“Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barangsiapa yang melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa (nya), (yakni) akan dilipat gandakan azab untuknya pada hari kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina, kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal saleh; maka kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS. 68-70)

Tidaklah bagi pelaku dosa kecuali bertaubat dan meminta kepada Allah agar berkenan menerimanya dan masuk surga tanpa hisab. Adapun bagi siapa saja yang bertemu dengan Allah dengan dosa besar tanpa taubat, maka ia berada di bawah kehendak Allah, jika berkehendak Dia akan mengadzabnya dan jika berkehendak Dia akan mengampuninya, berdasarkan firman Allah Swt : “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya”. (QS. An Nisa’: 48)

Ibnu Jarir At Thabari rahimahullah berkata:

“Ayat ini telah menjelaskan bahwa semua pelaku dosa besar berada di bawah kehendak Allah, jika berkehendak Dia memaafkannya, dan jika berkehendak Dia akan menyiksanya, selama dosa besarnya bukanlah sebuah kesyirikan kepada Allah Swt”. (Tafsir At Thabari: 8/450)

Telah disebutkan pada jawaban soal nomor: 174528

“Bahwa dalil-dalil syar’i yang dzahir telah menentukan bahwa mereka yang masuk surga tanpa hisab dan tanpa adzab mereka adalah yang terdepan dalam kebaikan, bukanlah mereka yang ekonomis apalagi yang mendzolimi diri mereka sendiri”.

Yang demikian itu sebagaimana yang telah diriwayatkan oleh Ahmad dari Abu Darda’ –radhiyallahu ‘anhu- berkata: “Saya telah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda: “Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan di antara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang amat besar”. (QS. Faathir: 32)

“Adapun mereka lebih dahulu berbuat kebaikan, mereka adalah orang-orang yang masuk surga tanpa hisab, dan adapun mereka yang pertengahan adalah mereka yang dihisab dengan hisab yang mudah, sedangkan mereka yang menganiaya diri mereka sendiri adalah mereka orang-orang yang dihisab di sepanjang mahsyar, kemudian merekalah yang diliputi oleh rahmat-Nya, seraya merekalah yang mengucapkan:

“Dan mereka berkata: "Segala puji bagi Allah yang telah menghilangkan duka cita dari kami. Sesungguhnya Tuhan kami benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri. Yang menempatkan kami dalam tempat yang kekal (surga) dari karunia-Nya; di dalamnya kami tiada merasa lelah dan tiada pula merasa lesu". (QS. Fathir: 34-35)

Dan dari Ali bin Abi Thalhah dari Ibnu Abbas –radhiyallahu ‘anhu- berkata pada saat mentafsiri ayat tersebut: “Mereka adalah umat Muhammad –shallallahu ‘alaihi wa sallam-, Allah telah mewariskan kepada mereka setiap kitab yang telah diturunkan, maka yang dzolim dari mereka diampuni, yang ekonomis (pertengahan) akan dihisab dengan hisab yang mudah, dan yang lebih dahulu berbuat kebaikan akan masuk surga tanpa hisab”. (HR. Ibnu Jarir Thabari).

Dari Abu Wail dari Abdullah bin Mas’ud –radhiyallahu ‘anhu- berkata:

“Umat ini tiga bagian pada hari kiamat, 1/3 masuk surga tanpa hisab, 1/3 lainnya akan dihisab dengan hisab yang mudah, dan 1/3 lainnya mereka datang dengan dosa yang banyak sampai Dia berfirman: “Siapa mereka ?” dan Dia Maha Mengetahui –tabaraka wa ta’ala-, maka malaikat menjawab: “Mereka datang dengan membawa dosa yang banyak, hanya saja mereka tidak menyekutukan-Mu dengan sesuatu, maka Allah Swt berfirman: “Masukkan mereka ke dalam luasnya rahmat-Ku, seraya  Abdullah membacakan ayat ini:

“Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan di antara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang amat besar”. (QS. Faathir: 32)

Pelaku dosa besar jika Dia bertemu dengan Allah dalam keadaan belum bertaubat darinya, maka ia termasuk orang yang dzolim kepada diri sendiri, dan akan dihisab, dan ditimbang antara kebaikan dan keburukannya, jika lebih berat keburukannya maka ia termasuk penghuni neraka, kalau tidak maka Allah akan mengampuninya.

Bisa jadi Allah Swt akan menghisabnya dengan hisab yang mudah, Allah mengakui dosa-dosanya kemudian Dia mengampuninya.

Syeikh Hafidz Al Hukmi –rahimahullah- berkata:

Soal: “Bagaimana menggabungkan antara sabda Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- dalam hadits ini:

“Maka ia (sesuai dengan kehendak) Allah, jika berkehendak Dia akan mengampuninya dan jika berkehendak Dia akan menyiksanya”. (HR. Muttafaqun ‘alaihi)

Dengan hadits yang menyatakan bahwa mereka yang lebih berat keburukannya dari pada kebaikannya maka ia akan masuk neraka ?

Jawab:

Keduanya tidak bertentangan, karena barang siapa yang dikehendaki oleh Allah untuk diampuni, maka akan dihisab dengan hisab yang mudah yang ditafsiri oleh Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- dengan Al ‘Ardh (pertanggung jawaban), beliau mengatakan tentang sifatnya:

“Salah seorang dari kalian mendekat kepada Tuhannya -‘Azza wa Jalla- sampai dia meletakkan tangannya, dan (Allah) bertanya: “Kamu telah mengerjakan ini dan itu”, dia menjawab: “Iya”, dan Dia berkata lagi: “Kamu telah mengerjakan ini dan itu”, dia menjawab: “Iya”, maka Allah tetapkan (kesalahannya), lalu berfirman: “Sungguh Aku telah menutupinya untukmu di dunia, dan pada hari ini Aku mengampuninya untukmu”. (Muttafaqun ‘alaihi)

Adapun mereka yang masuk neraka dengan dosa-dosa mereka, maka merekalah yang mendiskusikan hisab, Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- telah bersabda:

“Barang siapa yang hisabnya didiskusikan maka ia akan diadzab”. (Muttafaqun ‘alaihi) Syiekh Ibnu Baaz rahimahullah  berkata pada saat menjelaskan siapa saja mereka yang masuk surga tanpa hisab:

“Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- telah menjelaskan bahwa mereka adalah orang-orang yang istiqamah dalam agama Allah sebanyak 70.000 dan setiap 1000 orang mereka membawa 70.000 orang lagi.

Yang terdepan adalah umat yang beriman ini, yang terdepan dari kalangan mereka seperti bulan purnama, merekalah orang-orang yang berjihad pada diri mereka sendiri karena Allah, mereka yang istiqamah pada agama Allah, di mana saja mereka mengerjakan kewajiban dan meninggalkan yang haram, dan berlomba dalam kebaikan.

Di antara sifat mereka adalah mereka yang tidak minta ruqyah, tidak berobat dengan cara dibakar, dan tidak melakukan tathayyur (meramal nasib dengan prilaku burung)”. (Majmu’ Fatawa Ibnu Baaz: 28/60)

Hadits tersebut telah menjelaskan bahwa mereka yang bertawakkal kepada Tuhannya, sampai mereka tidak menghiraukan sebagian kebutuhan mereka sendiri karena tawakkal kepada Allah, hal ini bentuk kesempurnaan tawakkal mereka, dan tidak diragukan lagi bahwa barang siapa yang telah mewujudkan kesempurnaan tawakkal kepada Allah, maka dia tidak akan melakukan dosa besar terus-menerus.

Kesimpulan : Bahwa barang siapa yang ingin masuk surga tanpa hisab maka hindarilah dosa-dosa besar, dan bersegeralah untuk bertaubat dengan taubat nasuha jika telah terjerumus kepada sebagian dosa-dosa tersebut.

Referensi sebagai berikut ini ;







Siapa yang Dipastikan Masuk Neraka Menurut Surat Al-Humazah

Siapa yang Dipastikan Masuk Neraka Menurut Surat Al-Humazah

Siapa yang Dipastikan Masuk Neraka Menurut Surat Al-Humazah. “Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.”  (QS Al-Hujarat: 11).

"Dan jangan saling menyerang. Apakah salah satu dari Anda suka bahwa dia makan daging saudaranya yang sudah meninggal? Kamu akan membencinya." (QS Al-Hujuraat: 12).

Dalam sebuah riwayat, Nabi Muhammad SAW pernah bertanya kepada sahabatnya, "Apakah Anda tahu apa itu fitnah?" Para sahabat menjawab, "Allah dan Nabi-Nya (SAW) lebih tahu." Nabi Muhammad (SAW) berkata, "Untuk merujuk pada sifat atau karakteristik saudara Anda yang tidak dia sukai."

Para sahabat lantas bertanya kepada Nabi (SAW), "Bagaimana jika hal-hal yang dirujuk tentang orang itu ada di dalam dirinya?" Nabi Muhammad (SAW) bersabda, "Jika hal-hal yang dirujuk tentang orang tersebut benar-benar ada di dalam dirinya, maka itu adalah kasus fitnah, jika tidak ada di dalam dirinya maka akan menjadi kasus fitnah." (HR Muslim).


Referensi sebagai berikut ini ;







Cara Bertaubat Dari Dosa Ghibah

Cara Bertaubat Dari Dosa Ghibah

Ghibah merupakan dosa yang berkaitan dengan hak Allah Swt. Sehingga pelakunya dituntut untuk bertaubat dan istighfar, juga menyesal serta bertekad untuk tidak mengulanginya kembali. Juga berkaitan dengan hak anak Adam. Sehingga untuk menggugurkan dosa ini, ada syarat selanjutnya yang harus dipenuhi, agar taubatnya diterima dan menjadi sempurna.

Perselisihan Pendapat Ulama Perihal Kafarah Ghibah

Syarat tambahan inilah yang menjadi perbincangan para ulama. Pendapat pertama mengatakan seorang yang menghibahi saudaranya tebusannya cukup dengan memohonkan ampunan untuk orang yang dighibahi. Mereka berdalil dengan hadits, “Tebusan ghibah adalah engkau memintakan ampun untuk orang yang engkau ghibahi.”

Hikmah dari permohonan ampun untuk orang yang di-ghibah-i ini adalah, sebagai bentuk tebusan untuk menutup kezaliman yang telah ia lakukan kepada orang yang dighibahi. Jadi tidak perlu mengabarkan ghibahnya untuk meminta kehalalan kepada orang yang di-ghibah-i.

Pendapat ini dipegang oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, murid beliau Ibnul Qayyim, Ibnu Muflih, as-Safarini dan yang lainnya. Bahkan Ibnu Muflih menukilkan dari Ibnu Taimiyyah bahwa pendapat ini merupakan pendapat mayoritas ulama.

Mereka menguatkan pendapat ini dengan tiga alasan:

Mengabarkan ghibah kepada orang yang di-ghibah-i akan menimbulkan dampak negatif (mafsadah) yang tak dapat dipungkiri, yaitu akan menambah sakit perasaannya. Karena celaan yang dilakukan tanpa sepengetahuan orang yang dicela lebih menyakitkan ketimbang celaan yang dilakukan dengan sepengetahuan orang yang dicela. Dia mengira orang yang selama ini dekat dengannya dan berada di sekelilingnya, ternyata dia telah merobek-robek kehormatannya di balik selimut.

Mengabarkan ghibah kepada orang yang di-ghibah-i akan menimbulkan permusuhan. Karena jiwa manusia sering kali tidak bisa bersikap obyektif dan adil dalam menyikapi hal seperti ini.

Mengabarkan ghibah kepada orang yang dighibahi akan memupuskan rasa kasih sayang diantara keduanya. Yang terjadi justru semakin menjauhjan hubungan silaturahim.

Tak diragukan lagi, dampak kerusakan yang timbul dari mengabarkan ghibah ini, lebih buruk daripada pengaruh negatif perbuatan ghibah itu sendiri. Ini menyelisi tujuan syari’at (maqasid asy-syari’ah) yang bertujuan untuk menyatukan hati, memupuk rasa saling menyayangi dan persahabatan. Padahal diantara prinsip yang berlaku dalam syari’at Islam adalah,

“Mencegah kerusakan atau keburukan secara merata, atau memperkecil dampaknya. Bukan menimbulkan kerusakan atau menyempurnakan kerusakan”.

Pendapat kedua menyatakan, memohonkan ampunan saja tidak cukup. Akan tetapi harus ada usaha meminta kehalalan kepada orang yang dighibahi, agar taubatnya diterima di sisi Allah Swt. Dan bagi pihak yang di-ghibah-i, seyogyanya untuk memaafkan saudaranya yang meminta kehalalan karena telah menggunjingnya. Agar ia mendapatkan pahala memaafkan kesalahan orang lain dan keridoan Allah terhadap orang-orang yang pemaaf.

Pendapat ini dipegang oleh Abu Hanifah, Syafi’i, Malik dan riwayat dari Imam Ahmad (ketika membahas permasalahan qadzaf (tuduhan palsu); apakah diharuskan menceritakan tuduhannya kepada orang yang telah dituduh, dalam rangka meminta kehalalannya, atau tidak perlu diceritakan).

Ulama yang menguatkan (merajihkan) pendapat ini adalah al-Ghazali, Qurtubi, Imam Nawawi dan ulama – ulama lainnya yang sependapat dengan mereka. Mereka berdalil dengan hadis dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, yang mana beliau mengatakan,”Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda, yang artinya sbb ; “Siapa yang pernah menzalimi saudaranya berupa menodai kehormatan atau mengambil sesuatu yang menjadi miliknya, hendaknya ia meminta kehalalannya dari kezaliman tersebut hari ini. Sebelum tiba hari kiamat yang tidak akan bermanfaat lagi dinar dan dirham. Pada saat itu bila ia mempunyai amal shalih maka akan diambil seukiran kezaliman yang ia perbuat. Bila tidak memiliki amal kebaikan, maka keburukan saudaranya akan diambil kemudia dibebankan kepadanya.” (HR. Bukhari).

Dari hadis ini mereka menyimpulkan, ghibah adalah dosa yang berkaitan dengan hak manusia. Maka dosa tersebut tidak bisa gugur kecuali dengan meminta kehalalan dari orang yang telah ia zalimi.

Mereka menganalogikan (meng-qiyas-kan) masalah ini dengan permasalahan hak harta benda. Dimana bila seorang merusak harta benda milik orang lain atau mengambil tanpa hak, maka bentuk taubatnya adalah dengan menggantinya atau mengembalikannya kepada tuannya.

Mengenai hadis yang dijadikan argumen pendapat pertama, yang artinya sbb ; “Tebusan ghibah adalah engkau memintakan ampun untuk orang yang engkau ghibahi.”

Mereka menilai bahwa, hadis ini maudhu‘ (palsu), dan matan-nya (pesan yang disampaikan dalam hadis) tidak benar. Karena dosa ghibah itu berkaitan dengan hak anak Adam. Sehingga untuk menggugurkan dosanya harus meminta kehalalan kepada orang dizalimi.

Pendapat yang Rajih (kuat) Setelah pemaparan dua pendapat ulama di atas beserta argumen yang mereka utarakan, maka pendapat yang nampaknya lebih rajih wal’ilmu ‘indallah– menurut keterbatasan ilmu kami adalah pendapat kedua; yang menyatakan wajibnya meminta kehalalan kepada orang yang di-ghibah-i.

Terlebih bila orang yang di-ghibah-i dikenal pemaaf dan berdada lapang. Terkadang orang yang meng-ghibah-i tidak bermaksud menghinakan, namun hanya saja dia tergelincir ketika berbicara atau mengobrol. Intinya, yang perlu dipahami bersama bahwa ini adalah konsekensi asal dari tebusan ghibah, yaitu meminta kehalalan kepada orang yang di-ghibah-i.

Adapun bila orang yang di-ghibah-i dikenal tidak pemaaf dan menurut prasangka kuatnya dia tidak akan memaafkan. Bahkan akan menambah kebencian dan permusuhan. Atau bila dia mengabarkan secara global perihal ghibah yang dia lakukan, yang bersangkutan akan meminta penjelasan secara rinci; yang mana bila ia tahu hal tersebut akan membuatnya semakin benci dan marah, maka dalam kondisi ini cukup dengan mendoakan kebaikan untuknya. Serta menyebutkan kebaikan-kebaikannya di hadapan orang-orang. Dan beristighfar kepada Allah Swt atas dosa ghibah yang telah ia lakukan.


Referensi sebagai berikut ini ;



Mengubah Takdir dan Nasib Dengan Membuka Pintu Langit dan Bumi

Mengubah Takdir dan Nasib Dengan Membuka Pintu Langit dan Bumi

Mengubah Takdir dan Nasib Dengan Membuka Pintu Langit dan Bumi. Takdir dan nasib bisa ternyata bisa diubah dengan cara membuka pintu langit dan bumi. Takdir dan nasib bisa diubah dengan cara membuka pintu langit dan bumi. Mengubah takdir dan nasib dengan cara membuka pintu langit dan bumi diajarkan oleh Ustadz Adi Hidayat. Jadi ketika ingin mengubah takdir dan nasib dengan membuka pintu langit dan bumi, Inilah cara mengubah takdir dan nasib dengan membuka pintu langit dan bumi 

Kalau anda beraktifitas cari akhirat dulu, dan jangan lupakan pilihan duniamu untuk engkau ambil yang mendukung ibadahmu. Mengambil dunia itu jangan mengambil semuanya, ambilah yang kira kira bermanfaat untuk bekal di akhirat. Misal, bila anda ingin memilih pakaian, niatkan bagaimana supaya kita bisa beribadah dengan pakaian terbaik, Hal itu penting dilakukan agar Allah SWT menyukai dan Rasulullah SAW menyenangi pakaian kita. Maka dunia kata akan mengikuti. Ketika kepentingan akhirat di dahulukan. Sering kali orang orang mengeluh rezekinya macet, pekerjaan tidak terbuka, dan sebagainya. Itu sebenarnya, karena niat dalam mencari dunia bukan untuk kepentingan akhirat. Maka dunia pun menjadi seret. Sedangkan nasib bukan bagian dari diri kita yang langsung kita terima.

Namun nasib itu kita yang memilih, kita yang mengambil. Jadi nasib baik buruk itu pilihan kita. Kita yang memilih, Maka Allah SWT yang menetapkan.maka ketika kita bisa memilih yang baik, lantas mengapa memilih yang buruk. Dan Allah SWT disini saking sayangnya kepada hamba, Allah SWT memberi petunjuk yang disebut hidayah. Hidayat diberikan oleh Allah SWT supaya kita sebagai hamba Allah SWT tidak mengambil nasib yang buruk. Maka Allah SWT mengarahkan hamba kepada hidayah. Pilihannya dua, mengikuti hidayah tersebut atau tidak. Contoh dengan kumandang adzan subuh. Pilihannya ada 2 pergi ke masjid atau meneruskan tidur.

Itu kita memilih nasib. Maka Allah SWT memberi petunjuk, Allah SWT menggerakkan hatinya supaya bersegera ke mesjid mengambil pilihan yang baik, Karena berbarengan dengan itu, setan berpacu memberi pilihan lain yang buruk. Di sana kita lantas mengambil bagian kita yang kemudian menjadi nasib kita. Maka jadikan diri ini supaya mampu bersinergi dengan Allah SWT dan menjadi wali Allah SWT di dunia. Banyak berusaha berdoa dan ikhtiar untuk tujuan akhirat. Maka Allah SWT yang akan mengurusi urusan dunia.


Referensi sebagai berikut ini ;

Contoh Takdir yang Bisa Diubah dan Tidak Bisa Diubah

Contoh Takdir yang Bisa Diubah dan Tidak Bisa Diubah

Takdir yang Bisa Diubah dan Tidak Bisa Diubah. Qodho dan Qodar adalah salah satu rukun iman yang wajib diimani oleh seluruh umat Islam. Percaya pada takdir yang telah ditentukan oleh Allah SWT. Kewajiban iman kepada Qodho dan Qodar juga disebutkan dalam hadis sahih. Rasulullah SAW bersabda, “Iman ialah percayanya engkau kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para Rasul-Nya, hari akhir, dan kepada Qodar Allah yang baik maupun buruk”. (HR. Muslim).

Qodho berarti penciptaan dan Qodar artinya ketentuan. Secara istilah, Qodar memiliki makna ketentuan Allah atas segala sesuatu sesuai dengan pengetahuan (al-‘Ilm) dan kehendak-Nya (al-Masyi-ah) yang azali (tidak bermula). Di mana sesuatu tersebut terjadi pada waktu yang telah ditentukan dan dikehendaki oleh-Nya. Qadar mencakup apa pun yang terjadi pada seluruh makhluk di seluruh alam semesta ini. Mulai dari kebaikan, keburukan, kejahatan, keimanan, kekufuran, ketaatan, kemaksiatan, dan lain-lain. Qodar lah yang sering kita sebut juga sebagai takdir.

Dalam Islam, ada dua macam takdir yang kita percayai. Pertama, takdir mubram yang berarti takdir Allah SWT yang telah ditetapkan oleh-Nya dan tidak dapat diganggu gugat oleh siapapun. Kedua, takdir muallaq, yaitu takdir yang masih dapat diubah dengan cara berikhtiar atau berusaha serta berdoa.

Akan tetapi, menurut para ulama, macam-macam takdir juga terbagi berdasarkan waktu penciptaannya. Terdapat empat macam takdir, yaitu takdir azali, takdir ‘umri, takdir sanawi, dan takdir yaumi. Keempatnya juga merupakan bagian dari takdir mubram dan takdir muallaq.

Takdir mubram merupakan ketentuan Allah yang pasti terjadi dan tidak dapat diubah dengan cara apa pun. Ketentuan ini hanya ada pada ilmu Allah, tidak ada satu makhluk lain yang mengetahui hal tersebut selain Dia.  Hal ini karena Allah SWT telah menjadikan takdir mubram sebagai ketentuan yang mutlak dan manusia tak akan bisa menentangnya.

Takdir azali pun termasuk bagian takdir mubram. Takdir azali merupakan takdir yang ditulis dalam Lauh Mahfudz, jauh 50.000 tahun sebelum penciptaan langit dan bumi. Jadi takdir azali ini adalah takdir utama yang pasti terjadi bagi semua makhluk.

Dalam hadis HR. Muslim disebutkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Allah menentukan berbagai ketentuan para makhluk-Nya, 50.000 tahun sebelum menciptakan langit dan bumi. Dan ‘Arsy-Nya berada di atas air.”

Contoh Takdir Mubram yang Tak Dapat Diubah

Contoh takdir mubram yang dapat kita temui dalam kehidupan sehari-hari. Antara lain, yaitu kelahiran dan kematian manusia, gravitasi bumi, bencana, serta hari akhir.

1. Kelahiran dan Kematian Manusia

Seorang anak tidak dapat menentukan siapa ayah atau ibunya, waktu kelahiran, jenis kelamin, ras maupun bentuk fisiknya. Karena hal tersebut sudah ditetapkan oleh Allah SWT dan inilah yang dinamakan takdir ‘umri.

Begitu juga mengenai kematian manusia. Tak ada manusia yang mengetahui kapan ia akan meninggal karena hal tersebut telah ditetapkan dan merupakan ketentuan Allah SWT. Sesuai firman Allah SWT dalam Al-Quran surah Al-A’raf ayat 34.

“Dan setiap umat mempunyai ajal (batas waktu). Apabila ajalnya tiba, mereka tidak dapat menunda atau mempercepatnya sesaat pun.” (QS. Al-A’raf: 34)

2. Gravitasi Bumi

Contoh takdir mubram lainnya, ada gravitasi bumi. Manusia tidak akan bisa berjalan di bumi tanpa adanya gravitasi. Suatu benda juga pasti akan jatuh ke bawah karena ditarik oleh gravitasi bumi.

3. Bencana

Segala bencana yang sudah dan akan terjadi di muka bumi pun salah satu takdir mubram dan merupakan takdir azali. Pasalnya, bencana-bencana tersebut, baik bencana alam atau tha’un (wabah) telah ditetapkan oleh Allah SWT sebelum bumi dan langit diciptakan.

Hal itu tergambar pada firman Allah SWT dalam Al-Quran, “Tiadalah suatu bencana yang menimpa bumi dan pada dirimu sekalian, melainkan sudah tersurat dalam kitab (Lauh Mahfudz) dahulu sebelum kejadiannya,” (QS. Al-Hadid: 22).

4. Hari Kiamat

Demikian pula hari kiamat. Takdir azali ini salah satu takdir mubram yang sudah ditetapkan sejak puluhan ribu tahun lamanya sebelum penciptaan alam semesta oleh Allah SWT. Tidak ada satu makhluk yang mengetahui kapan hari akhir itu akan datang.

Itulah beberapa contoh takdir mubram. Takdir yang tak dapat diubah.

Pengertian Takdir Muallaq, Contoh Takdir yang Bisa Diubah dan Tidak Bisa Diubah

Takdir muallaq merupakan ketentuan Allah SWT yang dapat diubah oleh manusia dengan cara ikhtiar dan doa. Dimulai dari takdir ‘umri, takdir yang berada pada lembaran-lembaran yang ditulis para Malaikat setelah mereka meniupkan roh kedalam janin.

Rasulullah SAW bersabda dalam hadits yang diriwayatkan oleh HR. Muslim, “Sesungguhnya kalian dikumpulkan penciptaannya selama empat puluh hari dalam perut ibunya. Kemudian menjadi segumpal darah seperti itu pula (empat puluh hari), lalu menjadi segumpal daging, dan Dia mengutus seorang Malaikat untuk meniupkan roh padanya, serta diperintahkan (untuk menulis) dengan empat kalimat, yaitu untuk menulis ajalnya, amalnya, rezekinya, dan celaka atau bahagianya.” (HR. Bukhari Muslim)

Tulisan para Malaikat itu mengutip Lauh Mahfudz untuk catatan, seperti umur, rezeki, kesehatan, jodoh, dan seterusnya. Hal-hal tersebut dan hal lain yang dapat diubah dengan melibatkan ruang usaha dan doa bagi manusia di dalamnya, maka semua itu merupakan takdir muallaq.

Sebagaimana firman Allah SWT dalam Al-Quran surah An-Najm ayat 39-40 yang artinya, “Dan seorang manusia tak akan mendapat selain apa yang telah diusahakannya, dan usaha itu kelak akan diperlihatkan (kepadanya). Kemudian akan diberi balasan kepadanya dengan balasan yang setimpal pula”.

Kemudian setiap malam Lailatul Qadar, manusia pun akan menerima takdir tahunannya untuk setahun ke depan. Takdir tahunan itu disebut sebagai takdir sanawi. Ketika malam itu tiba, umat Islam berlomba-lomba melantunkan doa dan sedang melaksanakan ibadah puasa, sehingga kita dapat memohon agar takdir kita menjadi lebih baik.

Dalam Al-Quran, Allah SWT berfirman: “Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah.” (QS. Ad-Dukhaan: 4)

“Pada malam Lailatul Qadar, turun para Malaikat dan juga Malaikat Jibril dengan izin Allah SWT untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan hingga terbit fajar.” (QS. Al-Qadr: 4-5)

Bahkan, sesungguhnya tak hanya pada malam Lailatul Qadar saja kita berdoa untuk berubahnya takdir muallaq, menjadi seperti yang kita inginkan. Pasalnya, setiap manusia juga memiliki takdir harian yang disebut sebagai takdir yaumi.

Oleh sebab itu lah, takdir muallaq bias diubah dengan doa. Sesuai firman Allah SWT, yanga rtinya sbb ini ; “Dan jika hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu (wahai Muhammad) tentang Aku, maka sesungguhnya Aku dekat (bukan dalam artian jarak), Aku kabulkan permohonan orang-orang yang berdoa, jika ia memohon kepada-Ku. Maka hendaklah mereka memohon doa kepada-Ku dan beriman kepada-Ku, semoga mereka mendapatkan petunjuk” (QS. al-Baqarah: 186).

Dalam beberapa hadis yang diriwayatkan, Rasulullah SAW bersabda, “Tidaklah merubah suatu takdir melainkan doa” (HR. Al Hakim, Hasan). Kemudian, “Tak ada sesuatu yang dapat menolak Qodar kecuali doa” (HR. at-Tirmidzi).

Dalam kitab shahih Al-Mustadrak yang diriwayatkan oleh Al-Hakim dari Aisyah RA, ia mengatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda:

“Sikap waspada tidak mampu menolak takdir. Doa memberikan manfaat kepada hal-hal yang telah terjadi dan yang belum terjadi. Pada saat musibah itu turun, doa segera menghadapinya. Keduanya saling bertarung hingga tiba hari kiamat”.

Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah pun turut menjelaskan mengenai perihal mengubah takdir dengan doa. Berlandaskan hadits Tsauban RA yang di dalamnya Rasulullah SAW bersabda:

“Sesungguhnya seorang hamba terhalang dari rezekinya karena dosa yang dilakukannya. Sesungguhnya takdir itu tidaklah berubah, kecuali dengan doa. Sesungguhnya doa dan takdir saling berusaha untuk mendahului, hingga hari kiamat, dan sesungguhnya perbuatan baik (kepada orang tua) itu memperpanjang umur.” (HR. Ahmad).

Dari hadis tersebut, Syaikh Abdul Aziz menuturkan bahwa berdoa itu adalah bagian dari takdir, dan takdir itu pasti terjadi. Atas kehendak Allah SWT lah doa itu dikabulkan dan tidak dikabulkan. Allah SWT juga yang menakdirkan dan mencegah segala sesuatu, baik karena doa, sedekah, atau amal salih. Allah SWT pula yang menjadikan perkara-perkara di hadis tersebut sebagai sebab-sebab dari semua itu (rezeki, panjang umur, dan lainnya), yang tidak lepas dari ketetapan-Nya.

Contoh Takdir Muallaq yang Dapat Diubah

Contoh takdir muallaq juga banyak kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari. Antara lain, seperti ketika seseorang mengalami sakit. Sebagai Maha Pencipta, Allah SWT lah yang menciptakan penyakit dan obat atas penyakit yang dibuatnya. Saat manusia ditakdirkan sakit atau mengalami musibah, masih ada kesempatan untuk berusaha bangkit, berobat, dan berdoa agar sembuh. Selain itu, berikut beberapa contoh lain takdir yang dapat diubah dalam kehidupan kita.

1. Kepandaian Seseorang

Kepandaian, kecerdasan, atau kepintaran seseorang merupakan salah satu contoh takdir muallaq. Beberapa orang mungkin saja memang memiliki kemampuan berpikir di atas rata-rata. Sementara itu, sisanya tergolong normal, bahkan ada juga yang mengalami kesulitan mengingat serta memahami sesuatu.

Akan tetapi, kondisi tersebut bisa kamu ubah dengan belajar lebih giat lagi setiap harinya. Kamu pun bisa mengambil les privat di luar jam sekolah biasa.

2. Kesehatan Seseorang

Kesehatan juga termasuk takdir muallaq. Selama kita hidup, kita diberi kemampuan untuk senantiasa menjaga kesehatan tubuh. Jika tidak menderita penyakit genetik atau bawaan yang telah ditetapkan oleh Allah SWT, kita masih bisa berusaha mendapatkan tubuh yang sehat dengan berikhtiar mengatur pola makan, berolahraga, hingga menjaga kebersihan.

3. Rezeki

Allah SWT sudah mengatur rezeki dengan porsi terbaik untuk semua makhluk-Nya. Namun, kamu pun tidak akan mendapatkannya jika kamu tak berusaha semaksimal mungkin. Misalnya, Allah SWT telah menetapkan rezekimu menjadi seorang miliarder, tetapi kamu hanya pasrah menerima nasib tanpa berusaha lebih keras lagi untuk meraihnya. Maka ketetapan tersebut tak akan terpenuhi karena minimnya usaha yang kamu lakukan.

4. Kebijaksanaan

Kebijaksanaan termasuk sifat yang bisa kamu raih seiring waktu dan usaha serta merupakan takdir muallaq. Tentunya kebijaksanaan tidak datang begitu saja dari pasrah menerima nasib atau mengikuti arus kehidupan.

Agar kamu semakin bijak dalam menjalani kehidupan, kamu harus menerima dan mau belajar dari kesalahan serta memiliki sudut pandang berpikir yang baik. Tak hanya itu, kemampuan untuk jujur pada diri sendiri maupun orang lain juga berperan penting.

Kesimpulan sbb ini : Perjalanan hidup di dunia ini sangatlah dinamis. Tak jarang juga penuh tantangan dan rintangan yang tidak mungkin bisa dihindari karena takdir yang telah ditetapkan. Namun, ketika kita menghadapi masalah tersebut, kita harus menyikapinya dengan bijak dan cerdas. Seseorang tidak akan pandai jika ia malas belajar, tidak akan menjadi sehat dan bugar jika tak pernah berolahraga, dan tak mungkin menjadi kaya jika tak mau bekerja. Walaupun Allah SWT telah menentukan semuanya, tapi selama manusia itu hidup tetap harus berusaha mengubah nasibnya.

Allah SWT menciptakan manusia sebagai makhluk paling mulia diantara makhluk-makhluk-Nya yang lain. Setiap manusia pun dikaruniai akal pikiran dan organ-organ tubuh untuk bergerak, sehingga semua potensi dalam diri yang telah diberikan Allah SWT wajib kita gunakan untuk meraih semua impian dan harapan yang kita miliki.

Dengan beriman kepada takdir dengan benar, maka ia akan senang hati untuk selalu berusaha dan berjuang dalam menjalani kehidupannya. Demi mengubah takdir muallaq menjadi lebih baik, maka kamu diharuskan untuk selalu berusaha atau ikhtiar dan terus berdoa serta tawakal dalam menunggu keputusan dari-Nya.


Referensi sebagai Beriut ini ; 



Amalan yang Dapat Mengubah Takdir Buruk Menjadi Baik, di Antaranya Bersedekah dan Silaturahmi

Amalan yang Dapat Mengubah Takdir Buruk Menjadi Baik, di Antaranya Bersedekah dan Silaturahmi

Amalan yang Dapat Mengubah Takdir Buruk Menjadi Baik, di Antaranya Bersedekah dan Silaturahmi, Dalam Ilmu Tauhid, takdir adalah isitilah yang merujuk pada qadla atau keputusan Allah SWT yang telah tertulis di Lauhul Mahfudz. Lalu apakah manusia bisa mengubah takdir yang telah ditetapkan Allah SWT?

Dalam Alquran QS Al-Hadid 22, Allah SWT berfirman yang artinya; ”Setiap bencana yang menimpa di bumi dan yang menimpa dirimu sendiri, semuanya telah tertulis dalam Kitab (Lauhul Mahfudz) sebelum kami mewujudkannya, sungguh yang demikian itu mudah bagi Allah SWT".

Ada seseorang yang bertanya tentang takdir kepada Nabi. Wahai Rasulullah apa pendapatmu tentang ruqyah (doa penyembuh) yang kami lakukan, apakah ia bisa menolak takdir Allah? Rasulallah menjawab," Ruqyah itulah bagian dari takdir" (HR Turmudzi). Mengubah takdir kita dimasa yang akan datang, dalam kehidupan kita di dunia sudah ditentukan dengan sedemikian rupa oleh Allah SWT. Yaitu meliputi rezeki, ajal, amal dan kondisi kehidupan, ketentuan Allah SWT bagi diri kita bisa berubah dengan sejumlah amal kebaikan. Allah SWT Maha Pengasih dan Penyayang juga Maha Kuasa atas segala sesuatu.

Meskipun sudah menentukan nasib kita di dunia ini maka dengan kemurahan Allah SWT dan kuasanya, Allah SWT dapat mengubah ketentuanNya. Ada beberapa amal ibadah yang bisa merubah takdir buruk menjadi takdir baik, di antaranya :

1. Berdoa Luangkan waktu untuk berdoa, supaya Allah SWT dengan kuasanya bisa mengubah takdir buruk menjadi baik.

2. Melakukan amal kebaikan Sebagaimana Sabda Rasul, “Beramalah kamu sekalian karena beramal berbuat kebaikan ibadah akan mengubah sesuatu yang buruk yang telah ditentukan Nya kepadamu" (HR Bukhori dan Muslim).

Hadits lainnya disebutkan “Tiada yang dapat menambah umur seseorang selain amal kebaikan" (HR Ahmad dan Thabrani).

3. Sedekah Sebagaimana sabda Rasululullah, "Sesungguhnya sedekah itu dapat memadamkan kemarahan Allah SWT dan menolak ketentuan yang buruk" ( HR Tirmidzi). 

Dalam hadits lain “Bersegeralah bersedekah karena bala tidak pernah mendahului sedekah" (HR Thabrani).

4. Bertasbih "Maukah kalian aku beritahu sesuatu doa yang jika kalian memanfaatkannya itu ketika ditimpa kesedihan atau bencana, maka Allah SWT akan menghilangkan kesedihan itu ? Para sahabat menjawab mau ya rasul, Rasul bersabda; “Yaitu doa “Dzun Nun: La ilaaha illa anta subhanaka inni kuntu minadh dholimin” (HR Imam Ahmad, At Turmudzi dan Al Hakim)

5. Bershalawat Ada sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Ubay Ibnu Ka’ab. Bahwa ada seorang laki-laki telah mendedikasikan semua pahala shalawatnya untuk rasul. Maka Rasul berkata kepada orang tersebut, "Jika begitu lenyaplah kesedihanmu, dan dosamu akan diampuni" (HR Imam Ahmad At Tabrani)

Itulah 5 hal yang dapat mengubah takdir kita. Marilah kita selalu berdoa kepada Allah SWT. Takdir akan bisa berubah diwaktu yang akan datang, kita masih memiliki harapan takdir yang buruk menjadi takdir yang baik. Allah Humma Aamin.


Referensi sebagai berikut ini ;






Menyikapi Hidup Mengalami Takdir Buruk menurut Ibnul Qayyim

Menyikapi Hidup Mengalami Takdir Buruk menurut Ibnul Qayyim

Menyikapi Hidup Mengalami Takdir Buruk menurut Ibnul Qayyim.Bukanlah yang dimaksud dengan kata takdir dalam frasa “takdir buruk” pada judul di atas adalah perbuatan Allah menakdirkan suatu peristiwa. Karena Allah Maha Indah, baik dzat, nama, sifat, maupun perbuatan-Nya. Allah Maha Indah ditinjau dari segala sisi. Tidak ada satupun keburukan yang terdapat pada diri Allah. Tidak boleh satupun keburukan disandarkan kepada dzat, nama, sifat, maupun perbuatan-Nya.

Apakah yang Dimaksud dengan Takdir Buruk?

Maksudnya adalah peristiwa pahit yang Allah takdirkan terjadi pada makhluk-Nya. Dalam menjalani kehidupan terkadang seorang mukmin menghadapi takdir yang baik, yaitu peristiwa yang menyenangkan dirinya. Sebagai contoh, seorang menikah, berhasil melakukan kebaikan, dan mendapatkan keuntungan dalam bisnisnya yang halal. Ini adalah takdir baik dan menggembirakan.

Tips Menghadapi Takdir Yang Buruk

Namun, terkadang dalam hidupnya seorang mukmin harus menghadapi takdir yang buruk, misalnya sakit keras, ibunya meninggal, dizalimi temannya, dan disebarkan fitnah buruk tentang dirinya (difitnah) sampai merasa sakit hati. Nah, bagaimana sikap seorang mukmin yang baik?

Tips 1 Di dalam kitab Al-Fawaid, Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah bertutur yang artinya sbb ;

Jika sebuah takdir yang buruk menimpa seorang hamba, maka ia memiliki enam sikap dan sisi pandang:

Pertama: Pandangan (kaca mata) Tauhid. Bahwa Allahlah yang menakdirkan, menghendaki dan menciptakan kejadian tersebut. Segala sesuatu yang Allah kehendaki pasti terjadi, dan  segala sesuatu yang tidak Allah kehendaki tidak akan terjadi.

Penjelasan:

Seorang mukmin yang di dalam hatinya mengakar kuat keimanan terhadap Rabbnya akan memandang segala sesuatu dengan kaca mata iman dan tauhid, terlepas apapun yang dihadapi dan dialaminya. Hatinya meyakini bahwa segala sesuatu yang terjadi, pastilah Allah yang menghendakinya terjadi dan Dialah yang menakdirkannya, baik peristiwa tersebut sebuah kebaikan ataupun keburukan. Namun setiap yang Allah takdirkan terjadi, pastilah ada hikmahnya, baik kita ketahui atau tidak.

Oleh karena itu, ketika mendapatkan musibah, Anda dizalimi orang lain atau difitnah misalnya, maka pandanglah peristiwa itu dengan kacamata iman, Allahlah yang menakdirkan musibah ini menimpa diri saya, Allahlah yang memilih saya untuk menjadi orang yang tertimpa musibah ini ,

Allah lah yang memilih saya menjadi korban fitnah ini. Radhiitu billahi Rabbaa, saya ridha Allah menjadi Rabbku dan Sang Pengaturku. Saya tidak akan memprotes takdir-Nya. Karena setiap hari seorang hamba berpeluang tertimpa musibah, maka pantaslah prinsip hidup yang seperti ini dalam Islam disyari’atkan untuk diwujudkan dalam ucapan dzikir pagi dan sore, bahkan disyari’atkan untuk diucapkan 3 kali,

“Aku rela Allah Swtsebagai Rabb-ku, Islam sebagai agamaku dan Nabi Muhammad shalllallahu ‘alaihi wa sallam sebagai Nabiku” (HR. Ahmad dan yang lainnya, dishahihkan oleh Al-Hakim dan disetujui oleh Adz-Dzahabi).

Dengan demikian, setiap kali seorang hamba tertimpa musibah, ia menghadapinya dengan lapang dada dan menggantungkan harapan hatinya semata-mata kepada Sang Pengaturnya agar ia  mendapatkan jalan keluar dan mampu bersabar dalam menghadapinya dengan mengharapkan pahala dari-Nya.

Tips 2

Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah melanjutkan, yag artinya ;

Kedua: Kacamata keadilan. Bahwa dalam kejadian tersebut berlaku hukum-Nya dan adil ketentuan takdir-Nya.

Penjelasan

Setiap peristiwa yang ditakdirkan terjadi pada diri seorang hamba pastilah Allah selalu adil dan tidak pernah zalim kepadanya, karena Allah Swt menentukan takdir bagi seorang hamba selalu sesuai dengan tuntutan hikmah-Nya dan sesuai dengan ilmu-Nya.

Allah Swt berfirman, “Dan sekali-kali tidaklah Rabb-mu menganiaya hamba-hamba-Nya” (Fushshilat:46).

Bukankah setiap musibah yang ditakdirkan menimpa kita karena akibat dosa kita?


Allah Swt berfirman, dalam Asy-Syuuraa: 30 yang artinya sebagai berikut ini ;

“Dan apa saja musibah yang menimpa kalian maka adalah disebabkan oleh perbuatan tangan kalian sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahan kalian)” (Asy-Syuuraa: 30).

Tips 3

Kemudian Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata yang artinya sbb ;

Ketiga: Kacamata kasih sayang. Bahwa rahmat-Nya dalam peristiwa pahit tersebut mengalahkan kemurkaan dan siksaan-Nya yang keras, serta rahmat-Nya memenuhinya.

Penjelasan:

Tidaklah Allah Swt menakdirkan atas diri seorang mukmin sebuah peristiwa yang pahit, kecuali didasari kasih sayang-Nya kepada hamba tersebut. Dan kasih sayang-Nya mengalahkan murka-Nya.


Allah Swt berfirman Sebagai berikut yang artinya : “Dan rahmat-Ku meliputi segala sesuatu” (Al-A’raaf:156).

Dalam sebuah Hadits Qudsi, Allah berfirman, “Sesungguhnya rahmat-Ku mengalahkan kemurkaan-Ku” (HR. Bukhari dan Muslim) .

 Tips 4

Selanjutnya, Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah bertutur

Keempat: Kacamata hikmah. Hikmah-Nya Subhanahu menuntut menakdirkan kejadian itu, tidaklah Dia menakdirkan begitu saja tanpa tujuan dan tidaklah pula Dia memutuskan suatu ketentuan takdir dengan tanpa hikmah.

Penjelasan:

Hikmah pentakdiran pastilah ada. Namun hikmah tersebut terkadang kita tahu, namun terkadang pula kita tidak tahu. Namun, ketidaktahuan kita terhadap suatu hikmah dari kejadian tertentu , tidaklah menghalangi kita berbaik sangka kepada Allah Ta’ala. Bahwa dengan hikmah Allah, Allah memutuskan suatu takdir. Jadi, kita meyakini bahwa Allah Ta’ala Maha Bijaksana dalam menetapkan takdir-Nya.

Allah Swt berfirman, sebagai berikut ini ;

“Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?” (QS. Al Mukminuun: 115).

Allah Swt juga berfirman, “Apakah manusia mengira, bahwa ia akan dibiarkan begitu saja (tanpa pertanggung jawaban)?” (Al-Qiyaamah: 36).

Tips 5

Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah bertutur:

Kelima: Kacamata pujian. Bahwa Dia Subhanahu terpuji dengan pujian sempurna atas penakdiran kejadian tersebut, dari segala sisi.

Penjelasan:

Allah Swt terpuji dari segala sisi, terpuji dzat, nama, sifat maupun perbuatan-Nya, termasuk terpuji saat menakdirkan suatu takdir yang pahit, karena semua itu berdasarkan ilmu dan tuntutan hikmah-Nya.

Allah Swt berfirman, dalam Yuunus: 10 yang artinya sbb ;

“Do’a mereka di dalamnya ialah subhanakallahumma dan salam penghormatan mereka ialah salam. Dan penutup doa mereka ialah segala puji hanya bagi Allah Rabb semesta alam.” (Yuunus: 10).

Tips 6

Terakhir, Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah Menjelaskan sbb ini ;

Keenam: Kacamata peribadatan. Bahwa orang yang menjalani takdir yang buruk itu adalah sekedar hamba semata dari segala sisi, maka berlaku atasnya hukum-hukum Sang Pemiliknya, dan berlaku pula takdir-Nya atasnya sebagai milik dan hamba-Nya, maka Dia mengaturnya di bawah hukum takdir-Nya sebagaimana mengaturnya pula di bawah hukum Syar’i-Nya. Jadi, orang tersebut merupakan hamba yang berlaku atasnya hukum-hukum ini semuanya.

Penjelasan:

Sebagai seorang mukmin yang meyakini bahwa ia hanyalah milik Allah dan hamba-Nya, maka ia sadar dan mengakui kepemilikan Allah atas dirinya sehingga Dia berhak mengaturnya dengan bentuk pengaturan bagaimanapun juga, semua terserah Dia, Sang Pemilik alam semesta, maka ia ridha dengan pengaturan Rabbnya tersebut dan benar-benar menghamba kepada-Nya saja.

Seorang mukmin juga sadar bahwa dalam keadaan bagaimanapun juga, sebagai seorang hamba, ia tetap tertuntut untuk mempersembahkan peribadatan dan penghambaan kepada Sang Pemiliknya, yaitu Allah ‘Azza wa Jalla. Sebagaimana dalam keadaan senang dan lapang, ada tuntutan peribadatan atasnya, maka begitu juga dalam keadaan susah dan tertimpa musibah, ada tuntutan peribadatan atasnya pula. Ia adalah hamba Allah, baik dalam keadaan sedih maupun senang.

Allah Swt berfirman, yang artinya sebagai berikut ini ;

“Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi, kecuali akan datang kepada Tuhan Yang Maha Pemurah selaku seorang hamba” (Maryam: 93).

Allah Swt  berfirman,Al-Furqaan: 63 yang artinya sbb ini ;

“Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan” (Al-Furqaan: 63).


Referensi sebagai berikut ini ;