This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences. Now replace these with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences. Now replace these with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences. Now replace these with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences. Now replace these with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences. Now replace these with your own descriptions.

Kamis, 14 Juli 2022

Supaya tidak salah, Ini 11 Jenis Transaksi yang Dilarang dalam Islam


Supaya tidak salah, Ini 11 Jenis Transaksi yang Dilarang dalam Islam. ransaksi dalam Islam haruslah didasari dengan adanya saling suka, hal ini untuk memperoleh suatu transaksi yang saling menguntungkan dengan cara yang adil, sehingga tidak menimbulkan kerugian terhadap pihak lainnya. Allah SWT telah berfirman:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا تَأْكُلُوٓا۟ أَمْوَٰلَكُم بَيْنَكُم بِٱلْبَٰطِلِ إِلَّآ أَن تَكُونَ تِجَٰرَةً عَن تَرَاضٍ مِّنكُمْ ۚ وَلَا تَقْتُلُوٓا۟ أَنفُسَكُمْ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا

“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” (Q.S An-Nisa : 29)

Adapun sebab mengapa sebuah transaksi dilarang yaitu karena haram zatnya (objek yang diperjualbelikan seperti minuman beralkolhol, babi, dan bangkai), haram selain zatnya (cara bertransaksinya), dan tidak sah (lengkap) akadnya (rukun dan syarat yang tidak terpenuhi dan terjadinya ta’alluq).

Untuk lebih memperdalam lagi jenis transaksi apa saja yang dilarang dalam Islam, simak berikut ini ya.

1. Maisir

Al-maisir berasal dari bahasa Arab yakni yasara atau yusr berarti mudah. Maisir merupakan bentuk permainan yang mengandung unsur taruhan dengan disepakati bahwa pihak yang menang akan mendapatkan hasil dari taruhan tersebut, sedangkan pihak yang kalah mengalami kerugian besar karena tidak mendapatkan untung dari permainan itu.

Jenis-jenis maisir yang harus kita hindari seperti mengadu nasib dengan undian, bertaruh dengan uang, dan lain sebagainya. Berkaitan dengan maisir Allah SWT telah berfirman:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ إِنَّمَا ٱلْخَمْرُ وَٱلْمَيْسِرُ وَٱلْأَنصَابُ وَٱلْأَزْلَٰمُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ ٱلشَّيْطَٰنِ فَٱجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

“Hai orang-orang yang beriman sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah adalah termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (Q.S Al-Maidah : 90).

2. Ghahar

Gharar dalam bahasa Arab ialah al-khathr artinya “pertaruhan”. Gharar berarti transaksi yang mengandung unsur ketidakjelasan, sehingga dapat diartikan bahwa si pembeli tidak mengetahui secara pasti apa yang dibelinya dan bagi si penjual pun tidak mengetahui apa yang dijualnya secara pasti.

Contohnya seperti membeli anak sapi dalam kandungan atau membeli hasil pertanian yang belum melewati masa panen tiba. Jenis transaksi ini tidak diperbolehkan dalam Islam, sebagaimana hadis berikut:

“Janganlah kamu melakukan jual beli terhadap buah-buahan, sampai buah-buahan tersebut terlihat baik (layak konsumsi)” (H.R Ahmad bin Hanbal, Muslim, an-Nasa’i, dan Ibnu Majah).

3. Tadlis

Dikatakan sebagai tadlis yaitu salah satu pihak menyembunyikan informasi dari pihak lainnya, sehingga menimbulkan keuntungan kepada satu pihak saja dan merugikan pihak lain. Hal ini dikarenakan ketidaktahuan informasi atas objek yang sedang diperjualbelikan. Tadlis dapat terjadi karena empat hal yakni dalam kuantitas, kualitas, harga, dan barang. Adapun penjelasannya sebagai berikut.

Tadlis kuantitas yaitu pedagang di pasar mengurangi takaran timbangan barang yang dijualnya.

Tadlis kualitas yakni menyembunyikan cacat pada barang yang sedang ditawarkan.

Tadlis penipuan harga, terjadi karena ketidaktahuan pembeli akan harga pasar, sehingga pedagang dengan sengaja menaikkan harga barang dari harga sebenarnya.

Tadlis dalam waktu penyerahan, merupakan suatu bentuk penipuan yang dilakukan oleh penjual kepada pembeli atas penyerahan barang yang tidak tepat waktu tanpa memberitahukan alasannya kepada pihak pembeli.

4. riba

Riba dapat diartikan sebagai mengambil “kelebihan” yang dilakukan dalam bertransaksi yang bertentangan dengan syariat. Hal ini sudah jelas tercantum dalam Al-Qur’an yaitu: 

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا تَأْكُلُوا۟ ٱلرِّبَوٰٓا۟ أَضْعَٰفًا مُّضَٰعَفَةً ۖ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakawalah kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.” (Q.S Al-Imran : 130)

Jenis riba digolongkan menjadi empat yaitu, riba fadhl, riba nasi’ah, riba qard, dan riba jahiliyah. Riba fadhl yakni terjadinya pertukaran antara barang sejenis dengan takaran yang berbeda, atau pertukaran barang itu termasuk dalam jenis barang ribawi (harus dibayar sesuai dengan jumlah timbangannya dan kualitasnya) seperti kurma, gandum, emas, sya’ir (gandum merah), garam, dan perak. Riba nasi’ah lahir sebab adanya perubahan atau perbedaan tambahan antara yang diserahkan saat ini dengan yang diserahkan kemudian.

Riba qard yaitu adanya tambahan tertentu yang disyaratkan kepada yang berhutang pada saat melakukan awal transaksi. Terakhir, riba jahiliyah yaitu utang harus dibayar melebihi dari pokoknya karena si peminjam tidak dapat membayar sesuai dengan batas waktu yang telah ditentukan.

5. Ghabn

Transaksi dalam Islam haruslah didasari dengan adanya saling suka, hal ini untuk memperoleh suatu transaksi yang saling menguntungkan dengan cara yang adil, sehingga tidak menimbulkan kerugian terhadap pihak lainnya. Allah SWT telah berfirman:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا تَأْكُلُوٓا۟ أَمْوَٰلَكُم بَيْنَكُم بِٱلْبَٰطِلِ إِلَّآ أَن تَكُونَ تِجَٰرَةً عَن تَرَاضٍ مِّنكُمْ ۚ وَلَا تَقْتُلُوٓا۟ أَنفُسَكُمْ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا

“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” (Q.S An-Nisa : 29)

Adapun sebab mengapa sebuah transaksi dilarang yaitu karena haram zatnya (objek yang diperjualbelikan seperti minuman beralkolhol, babi, dan bangkai), haram selain zatnya (cara bertransaksinya), dan tidak sah (lengkap) akadnya (rukun dan syarat yang tidak terpenuhi dan terjadinya ta’alluq).

Untuk lebih memperdalam lagi jenis transaksi apa saja yang dilarang dalam Islam, simak berikut ini ya.

1. Maisir

Agar Tak Keliru, Ini 11 Jenis Transaksi yang Dilarang dalam IslamPexels/Pixabay

Al-maisir berasal dari bahasa Arab yakni yasara atau yusr berarti mudah. Maisir merupakan bentuk permainan yang mengandung unsur taruhan dengan disepakati bahwa pihak yang menang akan mendapatkan hasil dari taruhan tersebut, sedangkan pihak yang kalah mengalami kerugian besar karena tidak mendapatkan untung dari permainan itu.

Jenis-jenis maisir yang harus kita hindari seperti mengadu nasib dengan undian, bertaruh dengan uang, dan lain sebagainya. Berkaitan dengan maisir Allah SWT telah berfirman:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ إِنَّمَا ٱلْخَمْرُ وَٱلْمَيْسِرُ وَٱلْأَنصَابُ وَٱلْأَزْلَٰمُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ ٱلشَّيْطَٰنِ فَٱجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

“Hai orang-orang yang beriman sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah adalah termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (Q.S Al-Maidah : 90).

2. Gharar

Gharar dalam bahasa Arab ialah al-khathr artinya “pertaruhan”. Gharar berarti transaksi yang mengandung unsur ketidakjelasan, sehingga dapat diartikan bahwa si pembeli tidak mengetahui secara pasti apa yang dibelinya dan bagi si penjual pun tidak mengetahui apa yang dijualnya secara pasti.

Contohnya seperti membeli anak sapi dalam kandungan atau membeli hasil pertanian yang belum melewati masa panen tiba. Jenis transaksi ini tidak diperbolehkan dalam Islam, sebagaimana hadis berikut:

“Janganlah kamu melakukan jual beli terhadap buah-buahan, sampai buah-buahan tersebut terlihat baik (layak konsumsi)” (H.R Ahmad bin Hanbal, Muslim, an-Nasa’i, dan Ibnu Majah).

3. Tadlis

Agar Tak Keliru, Ini 11 Jenis Transaksi yang Dilarang dalam IslamUnsplash/Alex Hudson

Dikatakan sebagai tadlis yaitu salah satu pihak menyembunyikan informasi dari pihak lainnya, sehingga menimbulkan keuntungan kepada satu pihak saja dan merugikan pihak lain. Hal ini dikarenakan ketidaktahuan informasi atas objek yang sedang diperjualbelikan. Tadlis dapat terjadi karena empat hal yakni dalam kuantitas, kualitas, harga, dan barang. Adapun penjelasannya sebagai berikut.

Tadlis kuantitas yaitu pedagang di pasar mengurangi takaran timbangan barang yang dijualnya. Tadlis kualitas yakni menyembunyikan cacat pada barang yang sedang ditawarkan.

Tadlis penipuan harga, terjadi karena ketidaktahuan pembeli akan harga pasar, sehingga pedagang dengan sengaja menaikkan harga barang dari harga sebenarnya.

Tadlis dalam waktu penyerahan, merupakan suatu bentuk penipuan yang dilakukan oleh penjual kepada pembeli atas penyerahan barang yang tidak tepat waktu tanpa memberitahukan alasannya kepada pihak pembeli.

4. Riba

Agar Tak Keliru, Ini 11 Jenis Transaksi yang Dilarang dalam IslamUnsplash/Annie Spratt

Riba dapat diartikan sebagai mengambil “kelebihan” yang dilakukan dalam bertransaksi yang bertentangan dengan syariat. Hal ini sudah jelas tercantum dalam Al-Qur’an yaitu: 

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا تَأْكُلُوا۟ ٱلرِّبَوٰٓا۟ أَضْعَٰفًا مُّضَٰعَفَةً ۖ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakawalah kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.” (Q.S Al-Imran : 130)

Jenis riba digolongkan menjadi empat yaitu, riba fadhl, riba nasi’ah, riba qard, dan riba jahiliyah. Riba fadhl yakni terjadinya pertukaran antara barang sejenis dengan takaran yang berbeda, atau pertukaran barang itu termasuk dalam jenis barang ribawi (harus dibayar sesuai dengan jumlah timbangannya dan kualitasnya) seperti kurma, gandum, emas, sya’ir (gandum merah), garam, dan perak. Riba nasi’ah lahir sebab adanya perubahan atau perbedaan tambahan antara yang diserahkan saat ini dengan yang diserahkan kemudian.

Riba qard yaitu adanya tambahan tertentu yang disyaratkan kepada yang berhutang pada saat melakukan awal transaksi. Terakhir, riba jahiliyah yaitu utang harus dibayar melebihi dari pokoknya karena si peminjam tidak dapat membayar sesuai dengan batas waktu yang telah ditentukan.

5. Ghabn

Definisi ghabn adalah peristiwa jual beli dimana si penjual menaikkan harga objek dagangan di atas harga pasar yang tidak diketahui oleh pihak pembeli.

Transaksi dalam Islam haruslah didasari dengan adanya saling suka, hal ini untuk memperoleh suatu transaksi yang saling menguntungkan dengan cara yang adil, sehingga tidak menimbulkan kerugian terhadap pihak lainnya. Allah SWT telah berfirman:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا تَأْكُلُوٓا۟ أَمْوَٰلَكُم بَيْنَكُم بِٱلْبَٰطِلِ إِلَّآ أَن تَكُونَ تِجَٰرَةً عَن تَرَاضٍ مِّنكُمْ ۚ وَلَا تَقْتُلُوٓا۟ أَنفُسَكُمْ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا

“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” (Q.S An-Nisa : 29)

Adapun sebab mengapa sebuah transaksi dilarang yaitu karena haram zatnya (objek yang diperjualbelikan seperti minuman beralkolhol, babi, dan bangkai), haram selain zatnya (cara bertransaksinya), dan tidak sah (lengkap) akadnya (rukun dan syarat yang tidak terpenuhi dan terjadinya ta’alluq).

Untuk lebih memperdalam lagi jenis transaksi apa saja yang dilarang dalam Islam, simak berikut ini ya.

1. Maisir

Agar Tak Keliru, Ini 11 Jenis Transaksi yang Dilarang dalam IslamPexels/Pixabay

Al-maisir berasal dari bahasa Arab yakni yasara atau yusr berarti mudah. Maisir merupakan bentuk permainan yang mengandung unsur taruhan dengan disepakati bahwa pihak yang menang akan mendapatkan hasil dari taruhan tersebut, sedangkan pihak yang kalah mengalami kerugian besar karena tidak mendapatkan untung dari permainan itu.

Jenis-jenis maisir yang harus kita hindari seperti mengadu nasib dengan undian, bertaruh dengan uang, dan lain sebagainya. Berkaitan dengan maisir Allah SWT telah berfirman:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ إِنَّمَا ٱلْخَمْرُ وَٱلْمَيْسِرُ وَٱلْأَنصَابُ وَٱلْأَزْلَٰمُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ ٱلشَّيْطَٰنِ فَٱجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

“Hai orang-orang yang beriman sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah adalah termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (Q.S Al-Maidah : 90).

2. Gharar

Gharar dalam bahasa Arab ialah al-khathr artinya “pertaruhan”. Gharar berarti transaksi yang mengandung unsur ketidakjelasan, sehingga dapat diartikan bahwa si pembeli tidak mengetahui secara pasti apa yang dibelinya dan bagi si penjual pun tidak mengetahui apa yang dijualnya secara pasti.

Contohnya seperti membeli anak sapi dalam kandungan atau membeli hasil pertanian yang belum melewati masa panen tiba. Jenis transaksi ini tidak diperbolehkan dalam Islam, sebagaimana hadis berikut:

“Janganlah kamu melakukan jual beli terhadap buah-buahan, sampai buah-buahan tersebut terlihat baik (layak konsumsi)” (H.R Ahmad bin Hanbal, Muslim, an-Nasa’i, dan Ibnu Majah).

3. Tadlis

Dikatakan sebagai tadlis yaitu salah satu pihak menyembunyikan informasi dari pihak lainnya, sehingga menimbulkan keuntungan kepada satu pihak saja dan merugikan pihak lain. Hal ini dikarenakan ketidaktahuan informasi atas objek yang sedang diperjualbelikan. Tadlis dapat terjadi karena empat hal yakni dalam kuantitas, kualitas, harga, dan barang. Adapun penjelasannya sebagai berikut.

Tadlis kuantitas yaitu pedagang di pasar mengurangi takaran timbangan barang yang dijualnya.Tadlis kualitas yakni menyembunyikan cacat pada barang yang sedang ditawarkan.

Tadlis penipuan harga, terjadi karena ketidaktahuan pembeli akan harga pasar, sehingga pedagang dengan sengaja menaikkan harga barang dari harga sebenarnya.

Tadlis dalam waktu penyerahan, merupakan suatu bentuk penipuan yang dilakukan oleh penjual kepada pembeli atas penyerahan barang yang tidak tepat waktu tanpa memberitahukan alasannya kepada pihak pembeli.

Baca Juga: Sarat Makna, Ini 5 Keistimewaan Doa Sapu Jagad yang Disukai Rasulullah

4. Riba

Riba dapat diartikan sebagai mengambil “kelebihan” yang dilakukan dalam bertransaksi yang bertentangan dengan syariat. Hal ini sudah jelas tercantum dalam Al-Qur’an yaitu: 

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا تَأْكُلُوا۟ ٱلرِّبَوٰٓا۟ أَضْعَٰفًا مُّضَٰعَفَةً ۖ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakawalah kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.” (Q.S Al-Imran : 130)

Jenis riba digolongkan menjadi empat yaitu, riba fadhl, riba nasi’ah, riba qard, dan riba jahiliyah. Riba fadhl yakni terjadinya pertukaran antara barang sejenis dengan takaran yang berbeda, atau pertukaran barang itu termasuk dalam jenis barang ribawi (harus dibayar sesuai dengan jumlah timbangannya dan kualitasnya) seperti kurma, gandum, emas, sya’ir (gandum merah), garam, dan perak. Riba nasi’ah lahir sebab adanya perubahan atau perbedaan tambahan antara yang diserahkan saat ini dengan yang diserahkan kemudian.

Riba qard yaitu adanya tambahan tertentu yang disyaratkan kepada yang berhutang pada saat melakukan awal transaksi. Terakhir, riba jahiliyah yaitu utang harus dibayar melebihi dari pokoknya karena si peminjam tidak dapat membayar sesuai dengan batas waktu yang telah ditentukan.

5. Ghabn

Agar Tak Keliru, Ini 11 Jenis Transaksi yang Dilarang dalam IslamPexels/Tom Fisk

Definisi ghabn adalah peristiwa jual beli dimana si penjual menaikkan harga objek dagangan di atas harga pasar yang tidak diketahui oleh pihak pembeli.

Ghabn dibagi menjadi dua yakni, ghabn qalil ialah perbedaan harga dengan barang yang tidak terlalu jauh antara harga pasar dengan harga yang ditawarkan dan masih dimaklumi oleh pembeli.

Sedangkan ghabn fahish yaitu perbedaan harga yang signifikan jauh di antara harga barang dengan harga penawaran. Keduanya merupakan jenis transaksi yang sangat dilarang dalam Islam.

6. Risywah

Transaksi dalam Islam haruslah didasari dengan adanya saling suka, hal ini untuk memperoleh suatu transaksi yang saling menguntungkan dengan cara yang adil, sehingga tidak menimbulkan kerugian terhadap pihak lainnya. Allah SWT telah berfirman:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا تَأْكُلُوٓا۟ أَمْوَٰلَكُم بَيْنَكُم بِٱلْبَٰطِلِ إِلَّآ أَن تَكُونَ تِجَٰرَةً عَن تَرَاضٍ مِّنكُمْ ۚ وَلَا تَقْتُلُوٓا۟ أَنفُسَكُمْ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا

“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” (Q.S An-Nisa : 29)

Adapun sebab mengapa sebuah transaksi dilarang yaitu karena haram zatnya (objek yang diperjualbelikan seperti minuman beralkolhol, babi, dan bangkai), haram selain zatnya (cara bertransaksinya), dan tidak sah (lengkap) akadnya (rukun dan syarat yang tidak terpenuhi dan terjadinya ta’alluq).

Untuk lebih memperdalam lagi jenis transaksi apa saja yang dilarang dalam Islam, simak berikut ini ya.

1. Maisir

Agar Tak Keliru, Ini 11 Jenis Transaksi yang Dilarang dalam IslamPexels/Pixabay

Al-maisir berasal dari bahasa Arab yakni yasara atau yusr berarti mudah. Maisir merupakan bentuk permainan yang mengandung unsur taruhan dengan disepakati bahwa pihak yang menang akan mendapatkan hasil dari taruhan tersebut, sedangkan pihak yang kalah mengalami kerugian besar karena tidak mendapatkan untung dari permainan itu.

Jenis-jenis maisir yang harus kita hindari seperti mengadu nasib dengan undian, bertaruh dengan uang, dan lain sebagainya. Berkaitan dengan maisir Allah SWT telah berfirman:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ إِنَّمَا ٱلْخَمْرُ وَٱلْمَيْسِرُ وَٱلْأَنصَابُ وَٱلْأَزْلَٰمُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ ٱلشَّيْطَٰنِ فَٱجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

“Hai orang-orang yang beriman sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah adalah termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (Q.S Al-Maidah : 90).

2. Gharar

Gharar dalam bahasa Arab ialah al-khathr artinya “pertaruhan”. Gharar berarti transaksi yang mengandung unsur ketidakjelasan, sehingga dapat diartikan bahwa si pembeli tidak mengetahui secara pasti apa yang dibelinya dan bagi si penjual pun tidak mengetahui apa yang dijualnya secara pasti.

Contohnya seperti membeli anak sapi dalam kandungan atau membeli hasil pertanian yang belum melewati masa panen tiba. Jenis transaksi ini tidak diperbolehkan dalam Islam, sebagaimana hadis berikut:

“Janganlah kamu melakukan jual beli terhadap buah-buahan, sampai buah-buahan tersebut terlihat baik (layak konsumsi)” (H.R Ahmad bin Hanbal, Muslim, an-Nasa’i, dan Ibnu Majah).

3. Tadlis

Dikatakan sebagai tadlis yaitu salah satu pihak menyembunyikan informasi dari pihak lainnya, sehingga menimbulkan keuntungan kepada satu pihak saja dan merugikan pihak lain. Hal ini dikarenakan ketidaktahuan informasi atas objek yang sedang diperjualbelikan. Tadlis dapat terjadi karena empat hal yakni dalam kuantitas, kualitas, harga, dan barang. Adapun penjelasannya sebagai berikut.

Tadlis kuantitas yaitu pedagang di pasar mengurangi takaran timbangan barang yang dijualnya.Tadlis kualitas yakni menyembunyikan cacat pada barang yang sedang ditawarkan.Tadlis penipuan harga, terjadi karena ketidaktahuan pembeli akan harga pasar, sehingga pedagang dengan sengaja menaikkan harga barang dari harga sebenarnya.

Tadlis dalam waktu penyerahan, merupakan suatu bentuk penipuan yang dilakukan oleh penjual kepada pembeli atas penyerahan barang yang tidak tepat waktu tanpa memberitahukan alasannya kepada pihak pembeli.

4. Riba

Riba dapat diartikan sebagai mengambil “kelebihan” yang dilakukan dalam bertransaksi yang bertentangan dengan syariat. Hal ini sudah jelas tercantum dalam Al-Qur’an yaitu: 

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا تَأْكُلُوا۟ ٱلرِّبَوٰٓا۟ أَضْعَٰفًا مُّضَٰعَفَةً ۖ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakawalah kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.” (Q.S Al-Imran : 130)

Jenis riba digolongkan menjadi empat yaitu, riba fadhl, riba nasi’ah, riba qard, dan riba jahiliyah. Riba fadhl yakni terjadinya pertukaran antara barang sejenis dengan takaran yang berbeda, atau pertukaran barang itu termasuk dalam jenis barang ribawi (harus dibayar sesuai dengan jumlah timbangannya dan kualitasnya) seperti kurma, gandum, emas, sya’ir (gandum merah), garam, dan perak. Riba nasi’ah lahir sebab adanya perubahan atau perbedaan tambahan antara yang diserahkan saat ini dengan yang diserahkan kemudian.

Riba qard yaitu adanya tambahan tertentu yang disyaratkan kepada yang berhutang pada saat melakukan awal transaksi. Terakhir, riba jahiliyah yaitu utang harus dibayar melebihi dari pokoknya karena si peminjam tidak dapat membayar sesuai dengan batas waktu yang telah ditentukan.

5. Ghabn

Definisi ghabn adalah peristiwa jual beli dimana si penjual menaikkan harga objek dagangan di atas harga pasar yang tidak diketahui oleh pihak pembeli.

Ghabn dibagi menjadi dua yakni, ghabn qalil ialah perbedaan harga dengan barang yang tidak terlalu jauh antara harga pasar dengan harga yang ditawarkan dan masih dimaklumi oleh pembeli.

Sedangkan ghabn fahish yaitu perbedaan harga yang signifikan jauh di antara harga barang dengan harga penawaran. Keduanya merupakan jenis transaksi yang sangat dilarang dalam Islam.

6. Risywah

Risywah ialah perbuatan yang memberi sesuatu kepada pihak lainnya, padahal bukan haknya atau juga dikenal dengan istilah suap menyuap. Menurut pendapat para ulama bahwa ar-Rasyi (penyuap) dan al-Murtasyi (penerima suap) perbuatan ini termasuk ke dalam kelompok dosa besar. Hal ini termaktub dalam surat Al-Baqarah ayat 188 yaitu sebagai berikut.

وَلَا تَأْكُلُوٓا۟ أَمْوَٰلَكُم بَيْنَكُم بِٱلْبَٰطِلِ وَتُدْلُوا۟ بِهَآ إِلَى ٱلْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا۟ فَرِيقًا مِّنْ أَمْوَٰلِ ٱلنَّاسِ بِٱلْإِثْمِ وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ

“Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan janganlah kamu membawa urusan harta itu kepada hakim supaya kamu dapat memakan sebagian dari harta benda orang lain itu dengan jalan berbuat dosa, padahal kamu mengetahui.”

7. Ba’i Najasy

Transaksi dalam Islam haruslah didasari dengan adanya saling suka, hal ini untuk memperoleh suatu transaksi yang saling menguntungkan dengan cara yang adil, sehingga tidak menimbulkan kerugian terhadap pihak lainnya. Allah SWT telah berfirman:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا تَأْكُلُوٓا۟ أَمْوَٰلَكُم بَيْنَكُم بِٱلْبَٰطِلِ إِلَّآ أَن تَكُونَ تِجَٰرَةً عَن تَرَاضٍ مِّنكُمْ ۚ وَلَا تَقْتُلُوٓا۟ أَنفُسَكُمْ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا

“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” (Q.S An-Nisa : 29)

Adapun sebab mengapa sebuah transaksi dilarang yaitu karena haram zatnya (objek yang diperjualbelikan seperti minuman beralkolhol, babi, dan bangkai), haram selain zatnya (cara bertransaksinya), dan tidak sah (lengkap) akadnya (rukun dan syarat yang tidak terpenuhi dan terjadinya ta’alluq).

Untuk lebih memperdalam lagi jenis transaksi apa saja yang dilarang dalam Islam, simak berikut ini ya.

1. Maisir

Al-maisir berasal dari bahasa Arab yakni yasara atau yusr berarti mudah. Maisir merupakan bentuk permainan yang mengandung unsur taruhan dengan disepakati bahwa pihak yang menang akan mendapatkan hasil dari taruhan tersebut, sedangkan pihak yang kalah mengalami kerugian besar karena tidak mendapatkan untung dari permainan itu.

Jenis-jenis maisir yang harus kita hindari seperti mengadu nasib dengan undian, bertaruh dengan uang, dan lain sebagainya. Berkaitan dengan maisir Allah SWT telah berfirman:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ إِنَّمَا ٱلْخَمْرُ وَٱلْمَيْسِرُ وَٱلْأَنصَابُ وَٱلْأَزْلَٰمُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ ٱلشَّيْطَٰنِ فَٱجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

“Hai orang-orang yang beriman sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah adalah termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (Q.S Al-Maidah : 90).

2. Gharar

Gharar dalam bahasa Arab ialah al-khathr artinya “pertaruhan”. Gharar berarti transaksi yang mengandung unsur ketidakjelasan, sehingga dapat diartikan bahwa si pembeli tidak mengetahui secara pasti apa yang dibelinya dan bagi si penjual pun tidak mengetahui apa yang dijualnya secara pasti.

Contohnya seperti membeli anak sapi dalam kandungan atau membeli hasil pertanian yang belum melewati masa panen tiba. Jenis transaksi ini tidak diperbolehkan dalam Islam, sebagaimana hadis berikut:

“Janganlah kamu melakukan jual beli terhadap buah-buahan, sampai buah-buahan tersebut terlihat baik (layak konsumsi)” (H.R Ahmad bin Hanbal, Muslim, an-Nasa’i, dan Ibnu Majah).

3. Tadlis

Agar Tak Keliru, Ini 11 Jenis Transaksi yang Dilarang dalam IslamUnsplash/Alex Hudson

Dikatakan sebagai tadlis yaitu salah satu pihak menyembunyikan informasi dari pihak lainnya, sehingga menimbulkan keuntungan kepada satu pihak saja dan merugikan pihak lain. Hal ini dikarenakan ketidaktahuan informasi atas objek yang sedang diperjualbelikan. Tadlis dapat terjadi karena empat hal yakni dalam kuantitas, kualitas, harga, dan barang. Adapun penjelasannya sebagai berikut.

Tadlis kuantitas yaitu pedagang di pasar mengurangi takaran timbangan barang yang dijualnya.Tadlis kualitas yakni menyembunyikan cacat pada barang yang sedang ditawarkan.Tadlis penipuan harga, terjadi karena ketidaktahuan pembeli akan harga pasar, sehingga pedagang dengan sengaja menaikkan harga barang dari harga sebenarnya.

Tadlis dalam waktu penyerahan, merupakan suatu bentuk penipuan yang dilakukan oleh penjual kepada pembeli atas penyerahan barang yang tidak tepat waktu tanpa memberitahukan alasannya kepada pihak pembeli.

Baca Juga: Sarat Makna, Ini 5 Keistimewaan Doa Sapu Jagad yang Disukai Rasulullah

4. Riba

Agar Tak Keliru, Ini 11 Jenis Transaksi yang Dilarang dalam IslamUnsplash/Annie Spratt

Riba dapat diartikan sebagai mengambil “kelebihan” yang dilakukan dalam bertransaksi yang bertentangan dengan syariat. Hal ini sudah jelas tercantum dalam Al-Qur’an yaitu: 

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا تَأْكُلُوا۟ ٱلرِّبَوٰٓا۟ أَضْعَٰفًا مُّضَٰعَفَةً ۖ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakawalah kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.” (Q.S Al-Imran : 130)

Jenis riba digolongkan menjadi empat yaitu, riba fadhl, riba nasi’ah, riba qard, dan riba jahiliyah. Riba fadhl yakni terjadinya pertukaran antara barang sejenis dengan takaran yang berbeda, atau pertukaran barang itu termasuk dalam jenis barang ribawi (harus dibayar sesuai dengan jumlah timbangannya dan kualitasnya) seperti kurma, gandum, emas, sya’ir (gandum merah), garam, dan perak. Riba nasi’ah lahir sebab adanya perubahan atau perbedaan tambahan antara yang diserahkan saat ini dengan yang diserahkan kemudian.

Riba qard yaitu adanya tambahan tertentu yang disyaratkan kepada yang berhutang pada saat melakukan awal transaksi. Terakhir, riba jahiliyah yaitu utang harus dibayar melebihi dari pokoknya karena si peminjam tidak dapat membayar sesuai dengan batas waktu yang telah ditentukan.

5. Ghabn

Sedangkan ghabn fahish yaitu perbedaan harga yang signifikan jauh di antara harga barang dengan harga penawaran. Keduanya merupakan jenis transaksi yang sangat dilarang dalam Islam.

6. Risywah

Agar Tak Keliru, Ini 11 Jenis Transaksi yang Dilarang dalam IslamPixabay/Capri23auto

Risywah ialah perbuatan yang memberi sesuatu kepada pihak lainnya, padahal bukan haknya atau juga dikenal dengan istilah suap menyuap. Menurut pendapat para ulama bahwa ar-Rasyi (penyuap) dan al-Murtasyi (penerima suap) perbuatan ini termasuk ke dalam kelompok dosa besar. Hal ini termaktub dalam surat Al-Baqarah ayat 188 yaitu sebagai berikut.

وَلَا تَأْكُلُوٓا۟ أَمْوَٰلَكُم بَيْنَكُم بِٱلْبَٰطِلِ وَتُدْلُوا۟ بِهَآ إِلَى ٱلْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا۟ فَرِيقًا مِّنْ أَمْوَٰلِ ٱلنَّاسِ بِٱلْإِثْمِ وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ

“Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan janganlah kamu membawa urusan harta itu kepada hakim supaya kamu dapat memakan sebagian dari harta benda orang lain itu dengan jalan berbuat dosa, padahal kamu mengetahui.”

7. Ba’i Najasy

Agar Tak Keliru, Ini 11 Jenis Transaksi yang Dilarang dalam IslamUnsplash/Erik Hathaway

Ba’i najasy atau manipulasi permintaan, bertujuan untuk meningkatkan omset penjualan dengan cara menciptakan penawaran palsu.

Ambil contoh misalnya, pedagang berkerja sama dengan seseorang untuk berpura-pura menawarkan barang dagangannya dengan harga yang tinggi, tujuannya untuk memperdaya pembeli lainnya agar membeli dengan harga palsu itu atau bahkan bisa lebih tinggi lagi. Hal ini termasuk dalam kategori penipuan, untuk itu transaksi jenis ini dilarang.

8. Ikhtikar

Lain hal dengan ba’i najasy, ikhtikar atau manipulasi penawaran ini dilakukan sebagai upaya memperoleh keuntungan yang berlipat-lipat dengan cara menjual jumlah barang yang langka ditawarkan dengan harga yang selangit.

Misalnya seperti yang baru terjadi kemarin, harga masker dijual dengan harga yang tinggi, usut punya usut ternyata ada beberapa oknum yang sengaja melakukan penimbunan barang sehingga ia dapat menjualnya dengan harga tinggi, hal ini tak lain ia lakukan untuk mendapatkan keuntungan yang besar. Maka sudah jelas bahwa transaksi jenis ini dilarang dan harus dihindari.

9. Bai’ al-mudtarr

Bai al-mudtarr indentik dengan jual butuh yaitu dilakukan karena salah satu pihak dalam kondisi yang sangat membutuhkan, sehingga tidak menutup kemungkinan oleh pihak yang kuat mendapatkan keuntungan yang lebih, akan tetapi merugikan pihak yang lainnya.

Misalnya seperti ini, seseorang dalam kondisi sangat membutuhkan uang, alhasil dengan sangat terpaksa ia menjual tanahnya yang jauh dari harga pasar. Dalam melakukan sebuah transaksi harus berdasarkan pada unsur kerelaan, namun bai’ al-mudtarr sangatlah tidak mencerminkan keadilan yang berlandaskan pada prinsip syariah.

10. Ikrah

Ikrah adalah suatu perbuatan yang ditimbulkan dari pemaksa  untuk mengerjakan perbuatan yang dituntut oleh pemaksa.

Ikrah dibagi menjadi dua yaitu ikrah mulji’ ialah sebuah paksaan yang dapat menghilangkan kerelaan dan merusak ikhtiyar (pilihan) pada orang yang dipaksa. Wahbah Zuhaili berpendapat bahwa ikrah mulji’ yaitu sebagai pemaksaan yang membuat seseorang tidak mempunyai kemampuan seperti seseorang mengancam orang lain dengan sesuatu yang merusak dirinya.

Kedua, ghairu mulji’ yakni paksaan yang dapat menghilangkan kerelaan, akan tetapi tidak sampai merusak ikhtiyar pada seseorang yang sedang dipaksa.

11. Ta’alluq

Cacat akad atau ta’alluq yakni berlakunya akad pertama akan tergantung pada akad kedua, hal ini tentu akan menimbulkan tidak terpenuhinya rukun akad yaitu objek akad sehingga menjadi tidak sah.

Contohnya seperti, saat Bunga menjual tanah kepada Mawar dengan harga sekian yang wajib dilunasi dalam jangka waktu 12 bulan. Dengan syarat Mawar harus membeli mobil Bunga. Hal ini jelas, bahwa akad kedua tergantung dengan dijalankannya atau tidak akad pertama. Inilah yang dinamakan dengan jenis transaksi ta’alluq.

Begitu detailnya ajaran Islam memperhatikan cara bertransaksi yang benar agar tidak merugikan salah satu pihak dan justru saling menguntungkan kedua belah pihak. Semoga informasi di atas bermanfaat, ya. 

Semoga bermanaafaat. Referensi sebagai berikut ini ;




Transakasi yang di larang dalam islam


Transaksi-transaksi yang dilarang untuk dilakukan dalam Islam adalah transaksi yang disebabkan oleh kedua faktor berikut :

1. Haram zatnya (objek transaksinya)

Suatu transaksi dilarang karena objek (barang dan/atau jasa) yang ditransaksikan merupakan objek yang dilarang (haram) dalam hukum agama Islam. Seperti memperjualbeli kan alkohol, narkoba, organ manusia, dll.

2. Haram Selain Zatnya (Cara Bertransaksi-nya)

Jenis ini terbagi menjadi beberapa bagian, yaitu :

Tadlis, yaitu sebuah situasi di mana salah satu dari pihak yang bertransaksi berusaha untuk menyembunyikan informasi dari pihak yang lain (unknown to one party) dengan maksud untuk menipu pihak tersebut atas ketidaktahuan akan informasi objek yang diperjualbelikan. Hal ini bisa penipuan berbentuk kuantitas (quantity), kualitas (quality), harga (price), ataupun waktu penyerahan (time of delivery) atas objek yang ditransaksikan. Sebagai contoh : apabila kita menjual hp second dengan kondisi baterai yang sudah sangat lemah, ketika kita menjual hp tersebut tanpa memberitahukan (menutupi) kepada pihak pembeli, maka transaksi yang kita lakukan menjadi haram hukumnya.Ikhtikar. Ikhtikar adalah sebuah situasi di mana produsen/penjual mengambil keuntungan di atas keuntungan normal dengan cara mengurangi supply (penawaran) agar harga produk yang dijualnya naik. Ikhtikar ini biasanya dilakukan dengan membuat entry barrier (hambatan masuk pasar), yakni menghambat produsen/penjual lain masuk ke pasar agar ia menjadi pemain tunggal di pasar (monopoli), kemudian mengupayakan adanya kelangkaan barang dengan cara menimbun stock (persediaan), sehingga terjadi kenaikan harga yang cukup tajam di pasar. Ketika harga telah naik, produsen tersebut akan menjual barang tersebut dengan mengambil keuntungan yang berlimpah. Sebagai contoh: ketika akan dirumorkan oleh pemerintah bahwa tarif bbm akan dinaikan, maka marak terjadinya penimbunan bbm oleh para penjual nakal. Hal ini mereka lakukan agar dapat menjual bbm dengan tarif yang sudah dinaikkan, sehingga mereka mendapatkan keuntungan yang lebih besar.Bai’ Najasy adalah sebuah situasi di mana konsumen/pembeli menciptakan demand (permintaan) palsu, seolah-olah ada banyak permintaan terhadap suatu produk sehingga harga jual produk itu akan naik. Cara yang bisa ditempuh bermacam-macam, seperti menyebarkan isu, melakukan order pembelian, dan sebagainya. Ketika harga telah naik maka yang bersangkutan akan melakukan aksi ambil untung dengan melepas kembali barang yang sudah dibeli, sehingga akan mendapatkan keuntungan yang besar. Sebagai contoh : ini sangat rentan terjadi ketika pelelangan suatu barang. Biasanya yang mengadakan pelelangan bekerja sama dengan beberapa peserta pelelangan dimana mereka bertugas untuk berpura-pura melakukan penawaran terhadap barang yang dilelang, dengan kata lain untuk menaikkan harga barang yang dilelang tersebut.Taghrir (Gharar), yaitu menurut mahzab Imam Safi`e seperti dalam kitab Qalyubi wa Umairah: Al-ghararu  manthawwats `annaa `aaqibatuhu awmaataroddada baina amroini aghlabuhuma wa akhwafuhumaa. Artinya: “gharar itu adalah   apa-apa   yang akibatnya tersembunyi dalam pandangan kita  dan akibat yang paling mungkin muncul adalah yang paling kita takuti”.

Wahbah al-Zuhaili memberi pengertian  tentang gharar sebagai al-khatar dan altaghrir, yang artinya penampilan yang menimbulkan kerusakan (harta) atau sesuatu yang tampaknya menyenangkan tetapi hakekatnya menimbulkan kebencian, oleh karena itu dikatakan: al-dunya mata`ul ghuruur artinya dunia itu adalah kesenangan yang menipu. Dengan demikian menurut bahasa, arti gharar adalah al-khida` (penipuan), suatu tindakan yang didalamnya diperkirakan tidak ada unsur kerelaan. Gharar dari segi fiqih berarti penipuan dan tidak mengetahui barang yang diperjualbelikan dan tidak dapat diserahkan. Gharar terjadi apabila, kedua belah pihak saling tidak mengetahui apa yang akan terjadi, kapan musibah akan menimpa, apakah minggu depan, tahun depan, dan sebagainya. Ini adalah suatu kontrak yang dibuat berasaskan andaian (ihtimal) semata. Inilah yang disebut gharar (ketidak jelasan) yang dilarang dalam Islam, kehebatan sistem Islam dalam bisnis sangat menekankan hal ini, agar kedua belah pihak tidak didzalimi atau terdzalimi. Karena itu Islam mensyaratkan beberapa syarat sahnya jual beli, yang tanpanya jual beli dan kontrak menjadi rusak, diantara syarat-syarat tersebut adalah:

Timbangan yang jelas (diketahui dengan jelas berat jenis yang ditimbang)

Barang dan harga yang jelas dan dimaklumi (tidak boleh harga yang majhul (tidak diketahui ketika beli).

Mempunyai tempo tangguh yang dimaklumi

Ridha kedua belah pihak terhadap bisnis yang dijalankan.

Imam an-Nawawi menyatakan, larangan gharar dalam bisnis Islam mempunyai perananan  yang begitu hebat dalam menjamin keadilan, jika kedua belah pihak saling meridhai, kontrak tadi secara dztnya tetap termasuk dalam kategori bay’ al-gharar yang diharamkkan.

Secara umum, bentuk Gharar dapat dibagi menjadi 4 :

1. Gharar dalam Kuantitas

Misalnya seorang petani tembakau sudah membuat kesepakatan jual beli dengan pabrik rokok atas tembakau yang bahkan belum panen. Pada kasus ini, pada kedua belah pihak baik petani tembakau maupun pabrik rokok mengalami ketidakpastian mengenai berapa pastinya jumlah tembakau yang akan panen. Sehingga terdapat gharar atas barang yang ditransaksikan.

2. Gharar dalam Kualitas

Misalnya seorang pembeli sudah membuat kesepakatan untuk membeli anak kambing yang masih berada di dalam kandungan. Pada kasus ini, baik penjual maupun pembeli tidak mengetahui dengan pasti apakah nantinya anak kambing ini akan lahir dengan sehat, cacat, atau bahkan mati. Sehingga terdapat ketidakpastian akan barang yang diperjualbelikan.

3. Gharar dalam Harga

Misalnya Tn. A menjual motornya kepada Tn. B dengan harga Rp 8.000.000 jika dibayar lunas dan Rp 10.000.000 jika dicicil selama 10 bulan. Pada kasus ini, tidak ada kejelasan mengenai harga mana yang dipakai. Bagaimana jika Tn. B dapat melunasi motornya dalam waktu kurang dari 10 bulan? Harga mana yang akan dipakai? Hal inilah yang menjadi suatu ketidakpastian dalam transaksi.

4. Gharar menyangkut waktu penyerahan

Misalnya Basti sudah lama menginginkan handphone milik Miro. Handphone tersebut bernilai Rp 4.000.000 di pasaran. Suatu saat, handphone tersebut hilang. Miro menawarkan Basti untuk membeli handphone tersebut seharga Rp 1.500.000 dan barang akan segera diserahkan begitu ditemukan. Dalam kasus ini, tidak ada kepastian mengenai kapan handphone tersebut akan ditemukan, dan bahkan mungkin tidak akan ditemukan. Hal ini menimbulkan gharar dalam waktu penyerahan barang transaksi.

Riba adalah tambahan yang disyaratkan dalam tarnsaksi bisnis tanpa adanya pengganti (iwad) yang dibenarkan syariah atas penambahan tersebut (Imam Sarakhzi).

Al-Quran dan Sunnah dengan sharih telah menjelaskan keharaman riba dalam berbagai bentuknya; dan seberapun banyak ia dipungut. Allah swt berfirman;

الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبا لا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبا وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبا فَمَنْ جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّهِ فَانْتَهَى فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ وَمَنْ عَادَ فَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ

“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka Berkata (berpendapat), “Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba,” padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya”. [TQS Al Baqarah (2): 275]

Di dalam Sunnah, Nabiyullah Mohammad saw

دِرْهَمُ رِبَا يَأْكُلُهُ الرَّجُلُ وَهُوَ يَعْلَمُ أَشَدُّ مِنْ سِتٍّ وَثَلَاثِيْنَ زِنْيَةً

“Satu dirham riba yang dimakan seseorang, dan dia mengetahui (bahwa itu adalah riba), maka itu lebih berat daripada enam puluh kali zina”. (HR Ahmad dari Abdullah bin Hanzhalah).


Referensi sebagai berikut ini ;



Mengenal Jenis Investasi yang Dilarang dalam Islam


Mengenal Jenis Investasi yang Dilarang dalam Islam, Islam merupakan agama yang senantiasa mengajarkan kebaikan dan mendorong manusia untuk terus memilih yang terbaik dalam beragam aspek kehidupan. Jadi, Islam tidak hanya fokus pada sesuatu yang berkaitan dengan ibadah saja, tetapi juga mengatur hal-hal yang berkaitan dengan muamalah. Itulah sebabnya, Sobat Principal mungkin kerap mendengar istilah ekonomi yang sering dihubungkan dengan keuangan syariah. Ekonomi keuangan syariah sendiri berarti suatu sistem ekonomi dan keuangan yang sesuai dengan hukum islam, termasuk di dalamnya adalah investasi.

Investasi dapat diartikan sebagai kegiatan usaha yang mengandung risiko, karena memiliki unsur ketidakpastian. Hal ini berarti perolehan kembali (return) dalam investasi itu tidak dapat dipastikan dan bersifat tidak tetap. Itulah mengapa, kamu juga harus sangat berhati-hati dalam memilih investasi! Jangan sampai investasi yang dipilih bertentangan dengan syariat Islam. Apa saja jenis investasi yang dilarang dalam islam? Berikut penjelasannya.

Investasi yang Mengandung Riba

Secara teknis, riba adalah pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal dalam transaksi jual-beli atau pinjam-meminjam yang bertentangan dengan hukum islam. Investasi dapat tergolong riba jika memiliki tambahan atau bunga atas pokok utang. Ciri investasi yang mengandung riba adalah sejak awal sudah dibuat perjanjian imbalan bunga yang berjumlah beberapa persen dari dana yang akan diberikan. Investasi tersebut pun dapat dipastikan dilarang, karena tidak sesuai dengan syariat islam.     

Investasi Berkaitan dengan Zat Haram

Di dalam Islam, segala sesuatu yang halal dapat terlihat dengan sangat jelas, begitu pun yang haram. Jadi, investasi yang berkaitan dengan bisnis barang atau jasa seperti minuman keras, jual-beli daging babi, transaksi narkoba, dan lainnya yang pasti dilarang oleh islam, jelas tidak diperbolehkan. Inilah mengapa, Sobat Principal harus benar-benar teliti dalam memahami latar belakang dari investasi yang ingin ditanamkan.     

Investasi Gharar

Gharar berarti tidak jelas. Islam sangat menentang aktivitas jual-beli yang tidak memiliki kepastian dalam akad yang berhubungan dengan kualitas dan kuantitas objek atau cara penyerahannya. Tujuannya adalah untuk menghindari penipuan. Misalnya, investasi dikatakan berbasis online, tetapi masih bersifat gharar, yang berarti jenis bisnis tidak jelas atau tidak diketahui. Lembaga investasi gharar umumnya juga tidak berada di bawah pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).


Investasi dengan Unsur Kecurangan

Sobat Principal perlu memahami bahwa investasi halal jika dijalankan dengan unsur kecurangan, secara otomatis akan menjadi haram. Investasi yang memiliki unsur kecurangan juga akan dilakukan dengan cara tidak baik (dzalim). Investasi jenis ini biasanya dilakukan dengan cara pemaksaan dalam akad atau transaksi, ada penipuan (tadlis), merekayasa permintaan (tanajusy), bersifat menimbun (ihtikar), merugikan (ghabn), membahayakan (dharar), dan memiliki aktivitas suap-menyuap (risywah).

Investasi Penuh Spekulasi

Investasi yang bersifat spekulasi di sini umumnya memiliki praktik perjudian. Judi tentunya sangat bertentangan dengan syariat islam. Untuk itu, semua aktivitas investasi yang memiliki unsur perjudian sangat dilarang dalam islam. Investasi yang penuh spekulasi juga biasanya memiliki skema menanam modal sedikit untuk mendapatkan imbalan yang banyak. Imbalan yang banyak itu pun akan diterima dengan mengambil hak orang lain yang juga berinvestasi. Investasi jenis ini dapat dilihat dalam skema money game dan sejenisnya.

Ada banyak pilihan berinvestasi yang baik dan sesuai dengan syariah yang kita yakini. Kembali lagi, kita harus pintar-pintar memilih agar kelak menjadi investasi yang memiliki manfaat untuk kita. Pilihlah investasi yang sesuai dengan kita, di tempat yang memang sudah terbukti amanah.


Referensi sebagai berikut ini ;

Praktik bisnis yang dilarang oleh Islam, dari hal yang samar sampai mengandung perjudian


Praktik bisnis yang dilarang oleh Islam, dari hal yang samar sampai mengandung perjudian, Islam pun mengatur etika-etika yang harus diperhatikan dalam menjalankan sebuah bisnis. Ada batasan atau larangan yang harus dihindari, di antaranya sebagai berikut: 

- Jahalah/Kesamaran. Dalam menjalankan bisnis, tidak boleh ada unsur kesamaran atau ketidakjelasan baik dari segi jumlah, jenis, ukuran, kehalalan dan keharaman, masa kadaluarsa dan lain sebagainya, sehingga tidak ada pihak yang merasa tertipu.

Terdapat hadits Rasulullah SAW terkait hal ini, di antaranya dari Anas bin Malik r.a. ia berkata: Rasulullah SAW melarang jual beli muhaqalah ( jual beli buah yang masih di atas pohonnya), dan muhadharah (jual beli buah yang belum matang/masih hijau dan belum jelas kualitasnya), jual beli raba (jual beli dengan tidak mengetahui ukuran, jenis, dan kualitas barang), jual belilempar dan jual beli muzabanah”. (HR.Bukhari)

- Maisir/ Perjudian. Hal lain yang dilarang dalam bisnis adalah yang mengandung perjudian. Hadits Rasulullah SAW juga menegaskan hal itu.

"Dari Abdullah bin Amru, bahwasanya Rasulullah SAW melarang (meminum) khamar, perjudian, menjual barang dengan alat dadu atau sejenisnya( jika gambar atau pilihannya keluar maka ia berhak membeli) dan minuman keras yang terbuat dari biji-bijian (biji gandum). (HR. Ahmad dan Abu Dawud)

- AZ-Zhulmu/Kezaliman. Dalam menjalankan bisnis, kita juga tidak boleh zalim. Kezaliman sangat dibenci oleh Allah SWT. Bentuk kezaliman dalam bisnis seperti menipu, menimbun barang, dan sebagainya.

- Mengandung Riba. Jelas bahwa riba diharamkan oleh Islam.

"Dari Abi Hurairah r.a: dari Nabi Muhammad SAW. bersabda: Jauhilah oleh kamu sekalian tujuh hal yang membinasakan, (para sahabat bertanya) wahai Rasulullah apakah tujuh hal yang membinasakan itu? Rasulullah SAW brsabda: menyekutukan Allah, sihir, membunuh nyawa (seseorang) yang diharamkan kecuali karena kebenaran, memakan riba, memakan harta anak yatim, lari dari medan perang dan menuduh wanita terhormat lagi beriman berbuat zina.” (HR. Bukhari dan Muslim)

- Gharar/Penipuan/Kecurangan. Segala bentuk penipuan dilarang dalam bisnis. Dalam hadits disebutkan: “Dari Abu Hurairah r.a berkata : Rasulullah SAW melarang jual-beli dengan lempar kerikil dan jual-beli gharar (spekulasi)”. (HR.Muslim).


Referensi sebagai berikut ini ;


Etika Bisnis Dalam Islam


Etika Bisnis Dalam Islam, Dalam tulisan sebelumnya telah dibahas tentang asas-asas bisnis (bekerja/berusaha) dalam perspektif Islam, selanjutnya dalam tulisan ini akan dibahas tentang etika bisnis Islam. Pembicaraan tentang asas-asas berbisnis berarti berbicara tentang persoalan spirit agama dan pondasi bangunan usaha atau bisnis berdasarkan petunjuk agama. Sedangkan etika menyangkut norma-norma dan aturan-aturan operasional yang harus diperhatikan dalam menjalankan roda usaha atau berbisnis.

Dengan memperhatikan asas dan etika bisnis Islam ini seseorang akan terhindar dari berbagai praktek bisnis yang yang dilarang oleh agama, serta dapat menjadikan usaha yang dijalankannya bernilai ibadah di hadapan Allah swt. Dalam etika bisnis Islam ini mencakup berbagai macam larangan yang harus dihindari sehingga tidak merugikan diri sendiri maupun orang lain. Adapun larangan-larangan berbisnis dalam Islam tersebut adalah sebagai berikut:

Kesamaran (Jahalah)

Kesamaran atau ketidakjelasan (jahalah) merupakan salah satu bentuk larangan yang harus dihindari dalam berusaha, terlebih lagi dalam urusan berbisnis. Dalam percakapan umum, istilah jahalah semakna dengan ungkapan “tidak transparan” atau “membeli kucing dalam karung”, yang mengisyaratkan tentang perlunya transparansi dalam melakukan segala bentuk transasksi mu’amalah.

Dalam praktek jual beli misalnya, orang yang terbebas dari unsur jahalah adalah orang yang melakukan transaksi jual beli dengan transparan dan akuntable, baik menyangkut jenis barang, jumlah atau ukuran, kehalalan dan keharamannya, masa kadaluarsa dan lain sebagainya, sehingga dalam praktek bisnis yang dijalankannya tidak ada pihak yang merasa tertipu dan dirugikan.

Dalam banyak hadis, Rasulullah saw menjelaskan tentang pentingnya persoalan ini, antara lain dalam hadis berikut:

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ أَنَّهُ قَالَ نَهَى رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الْمُحَاقَلَةِ وَالْمُخَاضَرَةِ وَالْمُلاَمَسَةِ وَالْمُنَابَذَةِ والْمُزَابَنَةِ – رواه البخارى

“Dari Anas bin Malik r.a. ia berkata: Rasulullah saw melarang jual beli muhaqalah (yaitu; jual beli buah yang masih di atas pohonnya),dan muhadharah (jual beli buah yang belum matang/masih hijau dan belum jelas kualitasnya), jual beli raba (yaitu; jual beli dengan tidak mengetahui ukuran, jenis dan kualitas barang), jual beli lempar dan jual beli muzabanah”. (HR. Al-Bukhari)

Esensi yang terkandung dalam hadis tersebut terkait dengan berbagai bentuk usaha yang dijalankan secara tidak transparan dan penuh dengan ketidakpastian. Tentu saja praktek-praktek bisnis atau berusaha semacam itu tidak hanya terjadi pada kurun waktu tertentu saja, namun hal tersebut dapat ditemukan di setiap kurun dan generasi. Salah satu jenis praktek jual beli yang banyak terjadi di tengah masyarakat dewasa ini dan memiliki banyak kesamaan dengan praktek jual beli terlarang sebagaimana dijelaskan dalam hadis di atas adalah jual beli dengan sistem ijon.

Jual beli ijon yang dimaksudkan di sini adalah jual-beli buah-buahan (seperti padi dan lainnya) yang masih hijau atau masih di atas pohonnya. Prakteknya, seorang pembeli membayar padi atau buah-buahan yang masih di atas pohonnya tersebut secara kontan jauh sebelum musim panen tiba, tanpa mengetahui secara pasti kuantitas dan kualitas barang yang akan didapatkannya nanti. Praktek jual beli seperti ini tentu akan membuka peluang terjadinya kerugian yang bisa menimpa salah satu dari kedua belah pihak yang bertransaksi.

Praktek jual beli semacam ini bisa terjadi karena masing-masing pihak baik penjual maupun pembeli memiliki strategi dan tujuan tertentu. Bagi pihak penjual (buah yang masih di atas pohon) mau melepas dengan harga tertentu karena ia memprediksi bahwa volume barang sesuai dengan harga yang ditetapkan atau bahkan keuntungan yang akan didapatkan jauh melebihi volume barang yang dijualnya. Sedangkan pihak pembeli rela membeli dengan harga tertentu, karena ia memprediksi bahwa barang yang akan didapatkan di musim panen nanti melebihi harga yang telah ditentukan jauh sebelumnya. Maka jika prediksi yang telah mendorong kedua belah pihak untuk melakukan transaksi jual beli ternyata tidak sesuai dengan kenyataan, niscaya akan melahirkan kekecewaan (gelo) dan bahkan penyesalan yang sangat mendalam atau bahkan terjadi percekcokan di antara kedua belah pihak.

Oleh sebab itu, dalam hadis lain Nabi saw. ditegaskan;

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: قَدِمَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمَدِيْنَةَ وَهُمْ يُسْلِفُوْنَ فِى الثِّمَارِ السَّنَةَ وَالسَّنَتَيْنِ فَقَالَ مَنْ أَسْلَفَ فِى تَمْرٍ فَلْيُسْلِفْ فِى كَيْلٍ مَعْلُوْمٍ وَوَزْنٍ مَعْلُوْمٍ إِلَى أَجَلٍ مَعْلُوْمٍ – رواه مسلم

“Dari Ibnu Abbas r.a. ia berkata: Nabi saw datang ke Madinah, sementara mereka sudah biasa melaksanakan akad salam terhadap buah-buahan untuk waktu satu tahun dan dua tahun. Beliau bersabda: Barangsiapa melakukan akad salam, hendaklah dilakukan dengan takaran tertentu, timbangan tertentu dalam jangka waktu tertentu”. (HR. Muslim)

Contoh lain dari praktek jual beli yang memiliki unsur kesamaran (jahalah) ini adalah; jual beli ikan yang masih dalam kolam. Praktek semacam ini juga sarat dengan unsur manipulasi dan ketidakpastian yang berakibat pada kerugian salah satu pihak. Praktek semacam ini banyak terjadi di berbagai tempat, dimana seorang menjual ikan yang masih di dalam tambak atau dalam kolamnya dengan harga tertentu, sesuai dengan perkiraannya terhadap jumlah ikan yang terdapat dalam kolam atau tambaknya.

Padahal bagi seseorang yang menyaksikan ikan yang masih dalam kolam, ia dapat saja melihat yang sedikit seolah terlihat banyak, atau ikan yang masih kecil terlihat besar dan sebagainya. Faktor-faktor semacam ini dapat menyebabkan seseorang membuat keputusan yang tidak tepat dan berahir dengan kerugian dan penyesalan.

2. Perjudian (Maisir)

Salah satu motivasi seseorang melakukan praktek perjudian adalah untuk mendapatkan penghasilan sekalipun dengan cara yang diharamkan. Dalam perkembangannya, praktek perjudian (maisir) tidak lagi sekedar praktek penyimpangan yang berdiri sendiri dan tidak terkait dengan aspek mu’amalah lainnya. Namun saat ini praktek perjudian (maisir) justru dapat dijumpai dalam beberapa bentuk mu’amalah seperti jual-beli dan lainnya.

Salah satu contoh praktek jual beli yang mengandung unsur maisir (perjudian) adalah; jual beli minuman botol (seperti; sprite/coca cola dan lainnya) dengan cara (media) gelang yang terbuat dari plastik atau rotan, untuk disewakan atau dijual dengan harga tertentu. Lalu gelang-gelang tersebut dilemparkan ke arah botol-botol minuman yang dijajakan secara berbaris. Jika gelang tersebut masuk (melingkari) botol, maka minuman tersebut menjadi hak pembeli, tetapi jika tidak ada yang masuk maka pembeli tidak mendapatkan apa-apa sekalipun gelang yang dibeli jauh melampui harga minuman yang disediakan. Praktek semacam ini banyak ditemukan di pasar-pasar tradisional hingga mal-mal besar dengan teknis yang beraneka ragam.

Sebagaimana perjudian (maisir) pada umumnya, orang yang sudah terlanjur mengeluarkan uang untuk mendapatkan sesuatu barang, ia akan semakin terobsesi untuk mendapatkan barang yang menjadi targetnya. Jika ia belum berhasil, ia akan semakin penasaran hingga barang yang diincar bisa didapatkan, sekalipun ia harus mengeluarkan biaya yang banyak bahkan melebihi harga barang yang menjadi targetnya. Begitu pula jika dengan kelihaiannya ia berhasil mendapatkan suatu barang, maka ia akan terobsesi untuk mendapatkan barang yang lebih banyak dengan biaya yang relatif sedikit.

Keharaman segala bentuk perjudian (maisir) ini banyak dijelaskan dalam ayat al-Qur’an maupun hadis Nabi SAW., antara lain:

يَآيُّهَاالَّذِيْنَ آمَنُوْا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ والأَنْصَابُ والأَزْلاَمُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوْهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ. – المائدة: 90

“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya minuman keras (khamar), berjudi (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntunga”. (QS. al-Ma’idah: 90)

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو أَنَّ نَبِيَّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ وَالْكُوبَةِ وَالْغُبَيْرَاءِ – رواه أحمد و أبو داود

“Dari Abdullah bin Amru, bahwasanya Nabi saw melarang (meminum) khamar, perjudian, menjual barang dengan alat dadu atau sejenisnya (jika gambar atau pilihannya keluar maka ia yang berhak membeli) dan minuman keras yang terbuat dari biji-bijian (biji gandum). (HR. Ahmad dan Abu Dawud)

3. Penindasan (Az-Zhulmu)

Kezaliman merupakan tindakan melampui batas yang sering terjadi dan digunakan oleh seseorang untuk memperoleh keuntungan sebanyak-banyaknya. Tindakan dengan melakukan kezaliman untuk mendapatkan keuntungan ini sering juga disebut dengan “Machiavellian” yaitu sikap menghalalkan segala cara asal tujuan bisa tercapai (al-ghayah tubalighul washilah).

Kezaliman (penindasan) merupakan salah satu hal yang sangat dimurkai dan diharamkan dalam Islam. Bahkan kezaliman kepada orang lain tidak akan diampuni oleh Allah sehingga orang tersebut meminta maaf kepada orang yang dizaliminya. Kezaliman juga dapat menjadi faktor penyebab seseorang mengalami kerugian besar (muflis) pada hari kiamat. Karena semua kebaikan dan pahala yang diperolehnya di dunia habis untuk membayar setiap kezaliman yang pernah dilakukannya saat ia hidup di dunia. Sebagaimana dijelaskan dalam hadis Nabi saw;

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَتَدْرُونَ مَا الْمُفْلِسُ قَالُوا الْمُفْلِسُ فِينَا مَنْ لَا دِرْهَمَ لَهُ وَلَا مَتَاعَ فَقَالَ إِنَّ الْمُفْلِسَ مِنْ أُمَّتِي يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِصَلَاةٍ وَصِيَامٍ وَزَكَاةٍ وَيَأْتِي قَدْ شَتَمَ هَذَا وَقَذَفَ هَذَا وَأَكَلَ مَالَ هَذَا وَسَفَكَ دَمَ هَذَا وَضَرَبَ هَذَا فَيُعْطَى هَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ وَهَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ فَإِنْ فَنِيَتْ حَسَنَاتُهُ قَبْلَ أَنْ يُقْضَى مَا عَلَيْهِ أُخِذَ مِنْ خَطَايَاهُمْ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ ثُمَّ طُرِحَ فِي النَّارِ – رواه مسلم

“Dari Abi Hurairah ra berkata; bahwasanya Rasulullah SAW bersabda: Tahukah kamu sekalian apakah yang dimaksud orang yang merugi itu? Para sahabat menjawab: orang yang merugi di kalangan kami adalah orang yang tidak memiliki uang (dirham) dan harta benda. Lalu Rasulullah saw bersabda: sesungguhnya orang yang merugi dari umatku adalah orang yang datang pada hari kiamat dengan membawa (pahala) shalat, puasa, zakat, (namun ia juga) datang pada hari kiamat dengan (membawa dosa karena) telah mencaci orang lain, menuduh orang lain (berzina), memakan harta orang lain (secara bathil), membunuh orang lain, memukul (menyiksa/menzalimi) orang lain, lalu diambillah kebaikan-kebaikan (pahala) nya untuk membayar semua kesalahan-kesalahannya itu. Jika kebaikan (pahala) nya sudah habis sebelum selesai menebus semua kesalahannya, maka diberikanlah dosa-dosa dari orang-orang yang pernah disakiti/dizaliminya, lalu dibebankan atasnya kemudian ia dicampakkan ke dalam api neraka.” (HR. Muslim)

Larangan untuk melakukan kezaliman (penindasan) dapat diujumpai dalam banyak ayat al-Qur’an maupun hadis Nabi saw antara lain:

فَإِنْ لَمْ تَفْعَلُوْا فَأْذَنُوْا بِحَرْبٍ مِنَ اللهِ وَرَسُوْلِهِ وَإِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُؤُوْسُ أَمْوَالِكُمْ لاَ تَظْلِمُوْنَ وَلاَ تُظْلَمُوْنَ. – البقرة: 279

“Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari mengambil riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya”. (QS. al-Baqarah: 279)

إِنَّهُ لاَ يُفْلِحُ الظَّالِمُوْنَ. – القصص: 37

“Sesungguhnya tidaklah akan mendapat kemenangan (bagi) orang-orang yang zhalim”. (QS. al-Qashash: 37)

عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اتَّقُوا الظُّلْمَ فَإِنَّ الظُّلْمَ ظُلُمَاتٌ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَاتَّقُوا الشُّحَّ فَإِنَّ الشُّحَّ أَهْلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ حَمَلَهُمْ عَلَى أَنْ سَفَكُوا دِمَاءَهُمْ وَاسْتَحَلُّوا مَحَارِمَهُمْ – رواه مسلم

“Dari Jabir bin Abdillah ra. bahwasanya Rasulullah saw. bersabda: Takutlah (jauhilah) kamu sekalian akan kezaliman, karena sesungguhnya kezaliman itu adalah kegelapan (kezaliman) pada hari kiamat, dan jauhilah kamu sekalian sifat bakhil, karena sesungguhnya kebakhilan itu telah menyebabkan binasanya orang-orang sebelum kamu, (karena kebakhilan pula) telah menyebabkan mereka mengucurkan darah mereka (saling membunuh) dan mereka menghalalkan segala sesuatu yang telah diharamkan kepada mereka.” (HR. Muslim)

عَنْ أَبِي ذَرٍّ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيمَا رَوَى عَنْ اللَّهِ تَبَارَكَ وَتَعَالَى أَنَّهُ قَالَ يَا عِبَادِي إِنِّي حَرَّمْتُ الظُّلْمَ عَلَى نَفْسِي وَجَعَلْتُهُ بَيْنَكُمْ مُحَرَّمًا فَلَا تَظَالَمُوا…. – رواه مسلم

“Dari Abi Dzar ra., dari Nabi saw. berupa sesuatu yang telah beliau riwayatkan (dapatkan) dari Allah tabarakata wa ta’ala, bahwasanya Allah berfirman; wahai hamba-hamba-Ku, sesungguhnya Aku telah mengharamkan kezaliman atas diri-Ku, dan Aku jadikan kezaliman itu di antara kamu sekalian (sebagai) sesuatu yang diharamkan, maka janganlah kamu sekalian saling menzalimi….” (HR. Muslim)

Adapun contoh-contoh kezaliman yang seringkali terjadi dalam bidang mu’amalah antara lain; melakukan penipuan, penimbunan barang sehingga menyebabkan kelangkaan barang dan melonjaknya harga barang di pasaran (ihtikar), pemaksaan, pencurian, perampokan dan lain sebagainya. Termasuk di antaranya salah satu bentuk bisnis yang banyak digandrungi oleh sebagian orang, yaitu Multi Level Marketing (MLM), sekalipun tidak semua bentuk MLM memiliki unsur maisir, kezaliman dan gharar (penipuan atau manipulasi). Namun pada umumnya MLM sarat dengan money game, dan tidak murni sebagai praktek jual beli yang syar’i.

4. Mengandung Unsur Riba

Riba merupakan salah satu rintangan sekaligus tantangan yang seringkali menggiurkan banyak orang untuk meraih keuntungan. Oleh karena itu dalam banyak ayat dan hadis Nabi saw. persoalan riba ini memperoleh perhatian yang sangat serius dan dijelaskan dengan sangat rinci. Diharamkannya riba dalam Islam tentu memiliki banyak hikmah baik bagi diri sendiri maupun orang lain, baik bagi kehidupan di dunia maupun di akhirat kelak. Beberapa ayat dan hadis di bawah ini sangat cukup memberikan gambaran kepada kita tentang maksud, tujuan dan hikmah diharamkannya riba dalam Islam.

اَلَّذِيْنَ يَأْكُلُوْنَ الرِّبَا لاَ يَقُوْمُوْنَ إِلاَّ كَمَا يَقُوْمُ الَّذِى يَتَخَبَّطَهُ الشَّيْطَانَ مِنَ الْمَسِّ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوْا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا وَأَحَلَّ اللهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا – البقرة: 275

“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba” (QS.al-Baqarah: 275)

يَآيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا اتَّقُوا اللهَ وَذَرُوْا مَابَقِىَ مِنَ الرِّبَا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِيْنَ – البقرة: 278

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan tinggalkankan sisa-sisa (yang belum dipungut) dari riba, jika kamu orang-orang yang beriman”. (QS. al-Baqarah: 278)

يَآيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا لاَ تَأْكُلُوْا الرِّبَا أَضْعَافًا مُضَاعَفَةً وَاتَّقُوْا اللهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ – ال عمران: 130

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan harta riba secara berlipat ganda dan takutlah kamu kepada Allah agar kamu memperoleh keberuntungan”. (QS. Ali Imran: 130)

عَنْ جَابِرٍ قَالَ لَعَنَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ آكِلُ الرِّبَا وَمُؤْكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ وَقَالَ هُمْ سَوَاءٌ – رواه مسلم

“Dari Jabir (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Rasulullah saw melaknat orang yang makan riba, yang memberi riba, yang menuliskannya, dan dua orang saksinya. Beliau bersabda: Mereka itu sama”. (HR. Muslim)

Bahkan Rasulullah SAW memasukkan persoalan riba ini sebagai salah satu dari tujuh hal yang membinasakan, sebagaimana sabda beliau:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اجْتَنِبُوا السَّبْعَ الْمُوبِقَاتِ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا هُنَّ قَالَ الشِّرْكُ بِاللَّهِ وَالسِّحْرُ وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَأَكْلُ الرِّبَا وَأَكْلُ مَالِ الْيَتِيمِ وَالتَّوَلِّي يَوْمَ الزَّحْفِ وَقَذْفُ الْمُحْصَنَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ الْغَافِلَاتِ – رواه البخاري ومسلم

“Dari Abi Hurairah ra., dari Nabi saw. bersabda: Jauhilah oleh kamu sekalian tujuh hal yang membinasakan, (para sahabat bertanya) wahai Rasulullah apakah tujuh hal yang membinasakan itu ? Rasulullah saw bersabda: menyekutukan Allah, sihir, membunuh nyawa (seseorang) yang diharamkan kecuali karena kebenaran, memakan riba, memakan harta anak yatim, lari dari medan perang dan menuduh wanita terhormat lagi beriman melakukan zina.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)

5. Unsur Membahayakan (adh-Dharar)

Perintah maupun larangan dalam Islam memiliki tujuan yang sangat prinsip dan mendasar guna menjaga lima kebutuhan mendasar manusia. Kelima kebutuhan pokok manusia (dlaruriyat) ini lebih dikenal dengan maqhashid al khamsah (lima sasaran hukum Islam), yaitu: Menjaga nyawa (hifzhun nafs), menjaga akal (hifzhul ‘Aql), menjaga harta (hifzhul mal), menjaga keturunan (hifzhun Nasl), dan menjaga agama (hifzhud din).

Maka barometer untuk mengukur dan menjadi acuan apakah suatu usaha, bisnis atau segala usaha yang dijalankan oleh seseorang memiliki unsur yang membahayakan (dharar), tentu mengacu kepada maqhashid al khamsah (lima sasaran hukum Islam ) di atas.

Adapun ayat-ayat al-Qur’an dan hadis Nabi saw.yang menjelaskan tentang persoalan ini antara lain:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا  – النساء: 29

“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta di antara kamu sekalian dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu, dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah maha penyayang kepadamu.” (QS. An-Nisa’/4: 29)

وَأَنْفِقُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ وَأَحْسِنُوا إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ – البقرة: 195

“Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al-Baqarah/2: 195)

عَنْ عُبَادَةَ ابْنِ صَامِتِ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَضَى أَنْ لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ – رواه أحمد وابن ماجة

“Dari Ubadah bin shamit r.a.; bahwasanya Rasulullah saw menetapkan tidak boleh membuat kemudharatan dan tidak boleh pula membalas kemudharatan”. (HR. Ahmad dan Ibnu Majah)

6. Penipuan atau Kecurangan (al-Gharar)

Menurut bahasa, al-gharar berarti pertaruhan (al-mukhatharah) dan ketidakjelasan (al-jahalah). Sedangkan, menurut Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, al-gharar adalah sesuatu yang tidak jelas hasilnya (majhul al-‘aqibah). Lebih lanjut, beliau menyatakan bahwa semua praktik jual-beli, seperti menjual burung di udara, unta (binatang) yang kabur, dan buah-buahan sebelum tampak buahnya, termasuk jual-beli yang diharamkan oleh Allah SWT. Dari penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan jual-beli gharar adalah jual-beli yang mengandung ketidakjelasan, pertaruhan atau perjudian.

Di dalam syari’at Islam, jual-beli gharar termasuk salah satu bentuk jual-beli yang terlarang. Hal ini didasarkan pada sabda Rasulullah SAW yang berbunyi:

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ: نَهَى رَسُوْلُ الله صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعِ الْحَصَاةِ وَعَنْ بَيْعِ الْغَرَرِ – رواه مسلم

Artinya: “Dari Abu Hurairah ra berkata: Rasulullah SAW melarang jual-beli dengan lempar kerikil dan jual-beli gharar (spekulasi)”. [HR. Muslim]

Sekalipun telah dilarang, tetapi praktik jual-beli gharar masih dapat ditemukan di tengah-tengah masyarakat. Pertama, seorang penjual menjajakan berbagai bentuk barang dagangan dengan variasi harga dan menyediakan batu kerikil, atau gelang yang terbuat dari rotan atau sejenisnya. Kemudian, seorang pembeli melemparkan kerikil atau gelang tersebut ke arah barang yang diinginkannya. Apabila kerikil yang dilempar mengenai salah satu barang atau gelang tersebut masuk pada barang yang diinginkannya, maka secara otomatis barang tersebut menjadi milik pembeli. Sebaliknya, jika kerikil tersebut tidak mengenai atau gelang yang dilempar tidak masuk pada barang yang diinginkan, maka pembeli tidak mendapatkan apa-apa, sekalipun harga barang sudah diserahkan kepada penjual. Kedua, menjual tanah atau pekarangan dengan harga tertentu sejauh batas lemparan pembeli. Apabila lemparannya jauh, maka pekarangan yang akan didapatkannya pun luas, dan begitu pula sebaliknya. Ketiga, jual-beli barang yang belum ada atau belum jelas (ma’dum), seperti misalnya jual-beli janin binatang yang masih dalam rahim induknya (habal al habalah).

Dalam syari’at Islam, larangan jual-beli gharar tentu memiliki banyak hikmah. Di antara hikmah tersebut adalah agar seseorang tidak memakan harta orang lain secara batil. Di dalam Islam, memakan harta orang lain secara batil termasuk perbuatan yang dilarang agama. Hal ini sebagaimana telah dijelaskan dalam firman Allah SWT:

وَلَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِيقًا مِنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالْإِثْمِ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ – البقرة:188

“Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil, dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui” [Q.s. al-Baqarah: 188].

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا – النساء: 29

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu” [Q.s. an-Nisaa’: 29].

Larangan memakan harta orang lain secara batil juga dikuatkan dengan pengharaman perbuatan judi. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah SWT:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ – المائدة:90

“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan” [Q.s. al-Maa’idah: 90]

7. Penyalahgunaan Hak (at–Ta’assuf )

Dalam istilah fikih, penyalahgunaan hak (ta’assuf fi isti’malil haqq) berarti penggunaan hak secara berlebihan sehingga dapat menimbulkan pelanggaran hak dan kerugian terhadap kepentingan orang lain maupun masyarakat umum. Jika difahami secara mendalam, adanya larangan penyalahgunaan hak (at-ta’assuf) ini tidak lepas dari pembicaraan tentang hakikat kepemilikan dalam Islam. Dalam perspektif Islam, kepemilikan harta benda tidak bersifat absolut sebagaimana dianut oleh faham kapitalis, dan juga tidak membenarkan kepemilikan serba negara seperti dianut oleh faham sosialis.

Islam mengakui hak individu sebagai amanah Allah SWT, dan dalam saat yang sama juga mengakui bahwa di dalam kepemilikan individu terdapat hak orang lain (fakir miskin). Terkait dengan masalah kepemilikan, Islam mengatur tentang dua hal sekaligus, yaitu dari mana sumbernya (halal atau haram) dan untuk apa pendistribusian atau penggunaannya. Oleh sebab itu, sekalipun harta benda merupakan milik seseorang, namun tidak berarti ia dengan leluasa menggunakannya tanpa mempertimbangkan aspek kemaslahatan dan kemudharatan yang mungkin akan dialami oleh masyarakat luas. Dalam sebuah hadits, Rasulullah bersabda:

عَنْ عُباَدَةَ ابْنِ صَامِتِ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قََضَى أَنْ لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ – رواه أحمد وابن ماجة

“Dari Ubadah bin Shamit, bahwasanya Rasulullah SAW menetapkan tidak boleh berbuat kemudharatan dan tidak boleh pula membalas kemudharatan” [HR. Ahmad dan Ibnu Majah].

Di antara beberapa contoh tindakan yang dapat dikategorikan sebagai penyalahgunaan hak (ta’assuf) adalah: pertama, penggunaan hak yang dapat mengakibatkan pelanggaran hak orang lain. Islam tidak membenarkan seseorang melakukan sesuatu yang dianggapnya sebagai hak asasi dengan mengabaikan dan melanggar hak asasi orang lain. Dalam ungkapan para ulama disebutkan “haqqul mar’i mahjûbun bihaqqi ghairihi” (hak seseorang dibatasi oleh hak orang lain. Kedua, penggunaan hak untuk kemaslahatan pribadi tetapi dapat mengakibatkan madharat yang besar terhadap pihak lain serta tidak sesuai tempatnya atau bertentangan dengan adat kebiasaan yang berlaku. Ketiga, penggunaan hak secara ceroboh dan tidak hati-hati.

8. Monopoli dan Konglomerasi (Ihtikar)

Secara bahasa, ihtikar berarti penimbunan dan kezaliman (aniaya). Sedangkan menurut istilah, para ulama telah mengemukakan beberapa pengertian. Imam Muhammad bin Ali as-Syaukani mendefinisikan ihtikar sebagai bentuk penimbunan atau penahanan barang dagangan dari peredarannya. Imam Al-Ghazali menyebut ihtikar adalah penyimpanan barang dagangan oleh penjual makanan untuk dijual pada saat melonjaknya harga barang tersebut. Sedangkan, ulama madzhab Maliki menyatakan bahwa ihtikar adalah penyimpanan barang oleh produsen, baik makanan, pakaian dan segala barang yang dapat merusak pasar.”

Berdasarkan beberapa definisi tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa ihtikar adalah penimbunan barang dalam jumlah banyak yang menyebabkan kelangkaan dan harganya melonjak naik, sehingga mengakibatkan harga pasar menjadi rusak serta kebutuhan konsumen terganggu. Imam as-Syaukani dalam kitab “Nailul Authaar V/338” menjelaskan bahwa penimbunan (ihtikar) yang diharamkan Islam adalah sebagai berikut: pertama, menimbun barang kebutuhan manusia dengan tujuan menaikkan harga di pasaran. Kedua, memborong barang kebutuhan pokok dengan cara memonopoli dan menimbunnya sehingga terjadi kelangkaan dan memunculkan kemudharatan bagi banyak orang.

Dengan demikian, stok barang yang sengaja disimpan di gudang dalam jumlah terbatas sebagaimana dilakukan oleh para pemilik toko, mini market dan swalayan pada umumnya, tentu tidak termasuk kategori penimbunan (ihtikar). Sebab tindakan tersebut hanya dijadikan sebagai persediaan, sehingga tidak sampai mengakibatkan kelangkaan barang dan merusak harga pasar. Hal ini sesuai dengan spirit yang terkandung dalam firman Allah SWT dan sabda Rasulullah sebagai berikut:

مَا أَفَاءَ اللهُ عَلَى رَسُوْلِهِ مِنْ أَهْلِ الْقُرَى فَلِلَّه وَلِلرَّسُوْلِ وَلِذِى الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِيْنِ وَابْنِ السَّبِيْلِ كَى لاَ يَكُوْنَ دُوْلَةً بَيْنَ الأَغْنِيَاءِ مِنْكُمْ وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُوْلُ فَخُذُوْهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوْا وَااتَّقُوا اللهَ إِنَّ اللهَ شَدِيْدُ الْعِقَابِ. – الحشر: 7

“Apa saja harta rampasan (fai’) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang dibawa Rasul kepadamu maka terimalah ia. Dan apa yang dilarang bagimu maka tinggalkanlah; dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya” [Qs. al-Hasyr: 7].

عَنْ يَحْيَ وَهُوَ ابْنُ سَعِيْدٍ قَالَ: كَانَ سَعِيْدُ ابْنُ الْمُسَيَّبِ يُحَدِّثُ أَنَّ مَعْمَرًا قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنِ احْتَكَرَ فَهُوَ خَاطِئٌ…. – رواه مسلم و أحمد و أبو داود

“Dari Yahya beliau adalah ibn Sa’id, ia berkata: Bahwa Sa’id ibn Musayyab memberitakan bahwa Ma’mar berkata: Rasulullah SAW bersabda: Barangsiapa yang menimbun barang, maka ia berdosa… [HR. Muslim, Ahmad dan Abu Dawud]

Obyek Bisnis Bukan Sesuatu yang Haram

Islam tidak menganut paham serba boleh, sebagaimana yang diyakini oleh kaum sekuler. Islam tidak pula menganut faham yang serba tidak boleh (haram) sebagaimana keyakinan segelintir orang. Namun, dalam syari’at Islam diatur regulasi tentang persoalan yang halal dan haram. Kehalalan sesuatu bisa disebabkan oleh zat barang itu sendiri yang dihukumi haram, atau karena cara memperolehnya yang dilarang oleh agama. Karena itu, faham Machiavellian, yang menghalalkan segala cara asal tujuan tercapai, sebagaimana dilakukan sebagian orang dalam memperoleh keuntungan materi, merupakan faham yang sangat menyimpang dan dimurkai oleh Allah dan Rasul-Nya.

Oleh sebab itu, salah satu etika bisnis dalam Islam yang harus diperhatikan dan dipraktikkan oleh setiap muslim adalah menghindari segala sesuatu yang diharamkan sekalipun hal tersebut menguntungkan secara finansial. Setiap muslim dilarang memperjual-belikan barang yang diharamkan oleh agama, seperti menjual daging babi, minuman keras, dan narkotika. Selain itu, setiap muslim juga haram memakan hasil penjualan barang-barang tersebut. Dalam haditsnya, Rasulullah SAW menjelaskan beberapa contoh barang yang haram untuk diperjualbelikan:

عَنْ جَابِرِ ابْنِ عَبْدِ اللهِ أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ عَامَ الْفَتْحِ وَهُوَ بِمَكَّةَ إِنَّ اللهَ وَرَسُوْلَهُ حَرَّمَ بَيْعَ الْخَمْرِ وَالْمَيْتَةِ وَالْخِنْزِيْرِ وَالأَصْنَامِ فَقِيْلَ يَارَسُوْلَ اللهِ أَرَأَيْتَ شُحُوْمُ الْمَيْتَةِ فَإِنَّهُ يُطْلَى بِهَا السُّفُنُ وَيُدْهَنُ بِهَا الْجُلُوْدُ وَيَسْتَصْبِحُ بِهَا النَّاسُ. فَقَالَ لاَ هُوَ حَرَامٌ ثُمَّ قَالَ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عِنْدَ ذَالِكَ قَاتَلَ اللهُ الْيَهُوْدَ إِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ لَمَّا حَرَّمَ عَلَيْهِمْ شُحُوْمُهَا أَجْمَلُوْهُ ثُمَّ بَاعُوْهُ فَأَكَلُوْا ثَمُنَهُ. – رواه الجماعة

“Dari jabir Ibn Abdullah r.a. Ia mendengar Rasulullah SAW bersabda pada waktu tahun kemenangan, ketika itu beliau di Makkah: Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya mengharamkan jual-beli khamr, bangkai, babi dan berhala. Kemudian ditanyakan kepada beliau: Wahai Rasulullah, bagaimana pendapat anda tentang lemak bangkai, karena ia dapat digunakan untuk mengecat perahu, meminyaki kulit, dan dapat digunakan oleh orang-orang untuk penerangan. Beliau bersabda: Tidak, ia adalah haram. Kemudian beliau bersabda: Allah melaknat orang-orang Yahudi. Sesungguhnya Allah tatkala mengharamkan lemaknya, mereka mencairkan lemak itu, kemudian menjualnya dan makan hasil penjualannya” [HR. al-Jama’ah].

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ النَّبِيَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: لَعَنَ اللهُ الْيَهُوْدَ حُرِّمَتْ عَلَيْهِمُ الشُّحُوْمُ فَبَاعُوْهَا وَ أَكَلُوْ أَثْمَانِهَا وَإِنَّ اللهَ إِذَا حَرَّمَ عَلَى قَوْمٍ أَكْلَ شَيْئٍ حَرَّمَ عَلَيْهِمْ ثَمَنَهُ. – رواه أحمد و أبو داود

Artinya: “Dari Ibnu Abbas Nabi SAW bersabda: Allah melaknat orang-orang Yahudi, karena telah diharamkan kepada mereka lemak-lemak (bangkai) namun mereka menjualnya dan memakan hasil penjualannya. Sesungguhnya Allah jika mengharamkan kepada suatu kaum memakan sesuatu, maka haram pula hasil penjualannya” [HR. Ahmad dan Abu Dawud].

Tidak Boleh Mubazzir

Salah satu persoalan yang sangat dimurkai oleh agama adalah sikap berlebihan dalam menggunakan sesuatu hingga melampui batas yang diperbolehkan oleh syari’at Islam. Dalam terminologi agama, persoalan itu disebut tabzir atau mubazzir. Bahkan orang yang melakukan tindakan mubazzir dianggap sebagai saudaranya setan. Penyerupaan manusia yang melakukan tindakan mubazzir sebagai saudara setan tentu memiliki makna penghinaan dan larangan yang sangat keras. Karena itulah, setiap muslim harus menghindari tindakan tersebut. Allah SWT menjelaskan:

وَءَاتِ ذَا الْقُرْبَى حَقَّهُ وَ الْمِسْكِيْنَ وَابْنَ السَّبِيْلَ وَلاَ تُبَذِّرْ تَبْذِيْرًا. إِنَّ الْمُبَذِّرِيْنَ كَانُوْا إِخْوَانَ الشَّيَاطِيْنِ وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِرَبِّهِ كَفُوْرًا. – الإسراء: 26-27

“Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan; dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan, dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya”. [Qs. al-Israa’: 26-27].

Salah satu makna dan tindakan tabzir dalam perilaku bisnis adalah menimbun kekayaan dan keuntungan secara berlebihan (dengan tidak wajar), sehingga ia hidup dalam bergelimang harta namun keluarga dekat, tetangga dan orang yang seharusnya mendapatkan santunannya diabaikan dan hidup dalam kekurangan. Sikap semacam ini, di samping merupakan tindakan berlebihan (tabzir), juga merupakan tindakan zalim, rakus, pelit, kufur nikmat dan beberapa bentuk perilaku (akhlak) yang dilarang oleh agama. 


Referensi sebagai berikut ini ;





Perbuatan Haram dalam Dunia Bisnis


Pada prinsipnya, setiap pelaku bisnis syariah diberi kebebasan untuk mengembangkan kreativitasnya. Pintu ijtihad sangat terbuka lebar. Hal ini sesuai dengan kaidah fikih yang menyatakan bahwa menurut ketentuan asal, sesuatu itu dibolehkan, selagi belum ada dalil yang mengharamkan. (Imam Suyuti).

Secara umum, ada beberapa unsur dalam fikih muamalah yang menyebabkan suatu perbuatan atau aktivitas bisnis dapat dikategorikan haram. Pertama, zalim. Syariah melarang terjadinya interaksi bisnis yang merugikan atau membahayakan salah satu pihak. Karena, bila hal itu terjadi, maka unsur kezaliman telah terpenuhi. "Kalian tidak boleh menzalimi orang lain dan tidak pula boleh dizalimi orang lain." (QS Al-Baqarah 2: 279).

Kedua, riba. Secara tegas syariah mengharamkan segala bentuk riba. "Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka,jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu." (QS Al-Baqarah 2: 278-279).

Bahkan,Rasulullah SAW menyamakan dosa riba dengan zina. "Satu dirham uang riba yang dimakan oleh seseorang dalam keadaan mengetahui bahwa itu adalah uang riba, dosanya lebih besar daripada berzina sebanyak 36 kali." (HR Ahmad dari Abdullah bin Hanzhalah).

Ketiga, maysir (perjudian). "Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban) untuk berhala, mengundi nasib dengan panah adalah perbuatan keji, termasuk perbuatan setan. Maka,jauhilah perbuatan-perbuatan itu, agar kamu mendapat keberuntungan." (QS Al-Maidah 5: 90).

Keempat, gharar (penipuan). "Siapa yang menipu, maka ia tidak termasuk golongan kami." (HR Muslim, Abu Daud, at-Tirmidzi, Ibnu Majah, Ibnu Hanbal, dan al-Darimi). Kelima, risywah (suap/sogok). "Rasulullah SAW melaknat orang yang memberi dan menerima suap." (HR Abu Daud dan at-Tirmidzi).

Keenam, haram. Dalam transaksi jual-beli, Islam mengharamkan memperjual-belikan barang-barang yang haram, baik dari sumber barang maupun penggunaan (konsumsi) barang tersebut.

"Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya mengharamkan jual beli khamar, bangkai, babi,dan patung-patung." Rasulullah pun ditanya, "Wahai Rasulullah, tahukah Anda tentang lemak bangkai, ia dipakai untuk mengecat kapal-kapal, meminyaki kulit-kulit,dan untuk penerangan banyak orang?" Nabi menjawab; "Tidak (jangan), ia adalah (tetap) haram " (Muttafaq 'Alaih).

Ketujuh, maksiat. Apa pun bentuk maksiat yang terdapat dalam proses transaksi (muamalat) merupakan hal yang diharamkan. Abu Mas'ud al-Anshari menuturkan, "Nabi SAW melarang (penggunaan) uang dari penjualan anjing, uang hasil pelacuran, dan uang yang diberikan kepada dukun." (Muttafaq 'Alaih).


Referensi sebagai berikut ini ; 


Dahsyatnya Bahaya Harta Haram Masuk ke Tubuhmu


Dahsyatnya Bahaya Harta Haram Masuk ke Tubuhmu, hal ini bisa saja bersinggungan dengan ajaran Islam dan Al-quran jika rezeki tersebut dihasilkan dengan cara yang tak halal dan dari sumber yang tak halal pula. Memakan harta haram berarti mendurhakai Allah dan mengikuti langkah setan. Seruan itu dapat ditemukan dalam Alquran, "Hai Rasul-Rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal yang saleh. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamukerjakan". (QS al-Mukminun 23: 51).

Dalam surah Al-Baqarah disebutkan, “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata" (QS. Al-Baqarah: 168)

IBNU Katsir rahimahullah berkata, “Allah Ta’ala pada ayat ini memerintahkan para rasul ‘alaihimush sholaatu was salaam untuk memakan makanan yang halal dan beramal saleh. Penyandingan dua perintah ini adalah isyarat bahwa makanan halal adalah yang menyemangati melakukan amal saleh.” (Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 5:462).

Ketiga: Memakan harta haram adalah kebiasaan buruk orang Yahudi.

Sebagaimana disebutkan dalam ayat,

“Dan kamu akan melihat kebanyakan dari mereka (orang-orang Yahudi) bersegera membuat dosa, permusuhan dan memakan yang haram. Sesungguhnya amat buruk apa yang mereka telah kerjakan itu. Mengapa orang-orang alim mereka, pendeta-pendeta mereka tidak melarang mereka mengucapkan perkataan bohong dan memakan yang haram? Sesungguhnya amat buruk apa yang telah mereka kerjakan itu.” (QS. Al-Maidah: 62-63)

Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan bahwa rabbaniyyun adalah para ulama yang menjadi pelayan melayani rakyatnya. Sedangkan ahbar hanyalah sebagai ulama. Lihat Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 3:429.

“Maka disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, Kami haramkan atas (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah. Dan disebabkan mereka memakan riba, Padahal Sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta benda orang dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih.” (QS. An-Nisaa’: 160-161)

Ibnu Katsir mengatakan bahwa Allah telah melarang riba pada kaum Yahudi, namun mereka menerjangnya dan mereka memakan riba tersebut. Mereka pun melakukan pengelabuan untuk bisa menerjang riba. Itulah yang dilakukan mereka memakan harta manusia dengan cara yang batil. (Lihat Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 3:273).

Siapa yang mengambil riba bahkan melakukan tipu daya dan akal-akalan supaya riba itu menjadi halal, berarti ia telah mengikuti jejak kaum Yahudi. Dan inilah yang sudah diisyaratkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Kiamat tidak akan terjadi hingga umatku mengikuti jalan generasi sebelumnya sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta.” Lalu ada yang menanyakan pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Apakah mereka itu mengikuti seperti Persia dan Romawi?” Beliau menjawab, “Selain mereka, lantas siapa lagi?” (HR. Bukhari, no. 7319)

Dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ دَخَلُوا فِى جُحْرِ ضَبٍّ لاَتَّبَعْتُمُوهُمْ , قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ آلْيَهُودَ وَالنَّصَارَى قَالَ : فَمَنْ

“Sungguh kalian akan mengikuti jalan orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta sampai jika orang-orang yang kalian ikuti itu masuk ke lubang dhob (yang sempit sekalipun, -pen), pasti kalian pun akan mengikutinya.” Kami (para sahabat) berkata, “Wahai Rasulullah, apakah yang diikuti itu adalah Yahudi dan Nashrani?” Beliau menjawab, “Lantas siapa lagi?” (HR. Muslim, no. 2669).

Ibnu Taimiyah menjelaskan, tidak diragukan lagi bahwa umat Islam ada yang kelak akan mengikuti jejak Yahudi dan Nashrani dalam sebagian perkara. Lihat Majmu’ah Al-Fatawa, 27: 286.

Keempat: Badan yang tumbuh dari harta yang haram akan berhak disentuh api neraka.

Yang pernah dinasihati oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada Ka’ab,

يَا كَعْبُ بْنَ عُجْرَةَ إِنَّهُ لاَ يَرْبُو لَحْمٌ نَبَتَ مِنْ سُحْتٍ إِلاَّ كَانَتِ النَّارُ أَوْلَى بِهِ

“Wahai Ka’ab bin ‘Ujroh, sesungguhnya daging badan yang tumbuh berkembang dari sesuatu yang haram akan berhak dibakar dalam api neraka.” (HR. Tirmidzi, no. 614. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan).

Kelima: Doa sulit dikabulkan

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ اللهَ طَيِّبٌ لاَ يَقْبَلُ إِلاَّ طَيِّباً، وَإِنَّ اللهَ أَمَرَ المُؤْمِنِيْنَ بِمَا أَمَرَ بِهِ المُرْسَلِيْنَ فَقَالَ {يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوْا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا} وَقَالَ تَعَالَى {يَا أَيُّهَا الذِّيْنَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ} ثُمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيْلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ: يَا رَبِّ يَا رَبِّ، وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌوَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ وَغُذِيَ بِالحَرَامِ فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لَه

‘Sesungguhnya Allah Ta’ala itu baik (thayyib), tidak menerima kecuali yang baik (thayyib). Dan sesungguhnya Allah memerintahkan kepada kaum mukminin seperti apa yang diperintahkan kepada para Rasul. Allah Ta’ala berfirman, ‘Wahai para rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal shalih.’ (QS. Al-Mu’minun: 51). Dan Allah Ta’ala berfirman, ‘Wahai orang-orang yang beriman! Makanlah dari rezeki yang baik yang Kami berikan kepadamu.’ (QS. Al-Baqarah: 172). Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan seseorang yang lama bepergian; rambutnya kusut, berdebu, dan menengadahkan kedua tangannya ke langit, lantas berkata, ‘Wahai Rabbku, wahai Rabbku.’ Padahal makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dan ia dikenyangkan dari yang haram, bagaimana mungkin doanya bisa terkabul.” (HR. Muslim, no. 1015)

Empat sebab terkabulnya doa sudah ada pada orang ini yaitu:

Keadaan dalam perjalanan jauh (safar).

  1. Meminta dalam keadaan sangat butuh (genting).
  2. Menengadahkan tangan ke langit.
  3. Memanggil Allah dengan panggilan “Yaa Rabbii” (wahai Rabb-ku) atau memuji Allah dengan menyebut nama dan sifat-Nya, misalnya: “Yaa Dzal Jalaali wal Ikraam” (wahai Rabb yang memiliki keagungan dan kemuliaan), “Yaa Mujiibas Saa’iliin” (wahai Rabb yang Mengabulkan doa orang yang meminta kepada-Mu), dan lain-lain.

Namun dikarenakan harta haram membuat doanya sulit terkabul.

Keenam: Harta haram membuat kaum muslimin jadi mundur dan hina

Dari ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا تَبَايَعْتُمْ بِالْعِينَةِ وَأَخَذْتُمْ أَذْنَابَ الْبَقَرِ وَرَضِيتُمْ بِالزَّرْعِ وَتَرَكْتُمُ الْجِهَادَ سَلَّطَ اللَّهُ عَلَيْكُمْ ذُلاًّ لاَ يَنْزِعُهُ حَتَّى تَرْجِعُوا إِلَى دِينِكُمْ

“Jika kalian berjual beli dengan cara ‘inah (salah satu transaksi riba), mengikuti ekor sapi (maksudnya: sibuk dengan peternakan), ridha dengan bercocok tanam (maksudnya: sibuk dengan pertanian) dan meninggalkan jihad (yang saat itu fardhu ‘ain), maka Allah akan menguasakan kehinaan atas kalian. Allah tidak akan mencabutnya dari kalian hingga kalian kembali kepada agama kalian.” (HR. Abu Daud, no. 3462. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini sahih. Lihat ‘Aunul Ma’bud, 9:242).

Ketujuh: Karena harta haram banyak musibah dan bencana terjadi

Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا ظَهَرَ الزِّناَ وَالرِّبَا فِي قَرْيَةٍ فَقَدْ أَحَلُّوْا بِأَنْفُسِهِمْ عَذَابَ اللهِ

“Apabila telah marak perzinaan dan praktek ribawi di suatu negeri, maka sungguh penduduk negeri tersebut telah menghalalkan diri mereka untuk diadzab oleh Allah Swt.” (HR. Al-Hakim).

Semoga Allah Swt mengaruniakan kepada kita rezeki yang halal. Aamin ya Robbal 'Alamin


Referensi sebagai berikut ini ;


Tiga Dampak Negatif Gunakan Harta Haram

Tiga Dampak Negatif Gunakan Harta Haram

Tiga Dampak Negatif Gunakan Harta Haram, Di tengah menyeruaknya kasus mega korupsi akibat mekarnya gejala materialisme yang ditandai dengan sikap mempanglimakan harta dan jabatan, mari renungkan sejenak sabda Rasulullah, “Di antara yang aku khawatirkan atasmu sepeninggalku kelak adalah terbukanya untukmu keindahan dunia dan perhiasannya” (HR Bukhari dan Muslim).

Bukan berarti Rasulullah melarang usaha untuk mencari harta. Islam sendiri memberikan peluang kepada umatnya untuk mencari kekayaan dunia. “Dan carilah dari anugerah Allah kebahagiaan negeri akhirat, dan jangan melupakan bagianmu dari kenikmatan duniawi, dan berbuat baiklah kamu sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan jangan kamu berbuat kerusakan di bumi. Sungguh Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan” (Qs Al-Qashash: 77).

Kecintaan terhadap harta bahkan merupakan fitrah dari Allah (Qs Ali Imran: 14). Dan manusia mempunyai kecenderungan besar untuk mencintai harta (Qs Al-Adiyat: 8). Karena, sebagaimana ditegaskan Allah, harta memang perhiasan yang menyebabkan hidup manusia senang (Qs Al-Kahfi: 46).

Islam hanya memberikan warning agar manusia tidak menjadikan harta sebagai tujuan akhir (Qs Fathir: 5). Tujuan hidup sebenarnya adalah kepuasan ruhani yang mengantarkan pada kebahagian di akhirat. “Dan sungguh kehidupan akhirat lebih baik bagimu dari kehidupan dunia” (Qs Ad-Dluha: 4).

Musthafa As-Siba’i dalam ‘Isytiraqiyatu Al-Islam’ menjelaskan beberapa rambu agama dalam mencari harta. Pertama, tidak menggunakan cara jahat dan kejam (bi ad-dhulmi). Tidak ada agama di dunia yang membenarkan upaya mencari harta dengan cara merampok, mencuri, atau menyerobot hak orang lain.

Mencari harta dengan cara demikian juga ditolak oleh norma dan budaya masyarakat manapun. Dan termasuk kategori ini adalah menimbun barang atau kebutuhan pokok dengan tujuan menjualnya dengan harga mahal ketika terjadi kelangkaan. Lainnya, membajak karya seseorang atau mengutak-atik anggaran agar dapat mengeruk keuntungan sebesar mungkin.

Kedua, tidak menggunakan cara curang dan culas (bi al-ghasysyi). Dipastikan, tidak ada orang yang senang ditipu. Penipu sekalipun akan marah saat menjadi korban penipuan. Tetapi kesulitan hidup kerap membuat orang buta mata dan tuli telinga. Tidak sedikit orang sekarang yang begitu ‘kreatif’ dalam melancarkan penipuan.

Modusnya, mulai undian berhadiah, menjual daging gelonggong, mewarnai telur cokelat dengan cat putih, menjual bensin dicampur minyak tanah, membuat uang tiruan, memalsukan ijazah, dan serupanya. Tren mutakhir, mengumbar janji-janji manis demi sebuah jabatan politik, tetapi justru berkorupsi ketika sudah duduk di kursi jabatan itu.

Ketiga, tidak menggunakan cara yang merugikan dan membahayakan (bi al-idlrar). Berbisnis narkoba tidak hanya merugikan diri sendiri, tetapi juga orang lain dan lingkungan. Demikian pula bisnis perjudian, pelacuran atau jual-beli manusia (trafficking) sebagaimana marak belakangan.

Menjadi makelar kasus, kurir suap, dan hakim ‘pesanan’ juga masuk dalam kategori terakhir ini. Karena, mencari harta dengan cara demikian menimbulkan kerugian dan bahaya yang sangat fatal bagi diri sendiri, keluarga, bangsa, dan agama. 

Berjuta cara bisa dilakukan untuk mendapatkan harta halal ketimbang harus menghalalkan segala cara. Bumi Allah terlalu luas asal manusia mau berdaya usaha. “Dialah yang menjadikan bumi ini mudah bagimu. Maka berjalanlah di segala penjurunya, dan makanlah sebagian rezeki Allah. Dan hanya kepada Allah Swt kamu akan dikembalikan” (Qs Al-Mulk: 15).

Firman Allah di ayat lain, “Allah yang menundukkan lautan untukmu supaya kapal-kapal bisa berlayar padanya dengan seizin-Nya, dan supaya kamu dapat mencari karunia Allah. Dan mudah-mudahan kamu bersyukur” (Qs Al-Jatsiyah: 12).

Harus dicatat, tidak ada kebaikan yang lahir dari harta haram. Ali bin Abi Thalib menjelaskan beberapa dampak negatif dari harta yang diperoleh secara haram.

Pertama, melemahkan gairah ibadah (al-wahanu fi al-ibadah). Mungkinkah ada pegiat ‘dunia hitam’ yang beribadah secara ikhlas dan benar?

Mungkin sekali koruptor rajin melakukan shalat, bahkan pergi haji atau umrah ke Tanah Suci. Tetapi, yakinlah, ibadahnya itu sebatas kulit, tidak khusuk, sehingga tidak menembus jantung kemanusiaannya. Pelaku bisnis haram justru selalu dililit kesibukan. Hidupnya habis hanya untuk urusan kerja. Tidak ada waktu untuk beribadah, sehingga sangat rapuh saat kegagalan menimpa.

Kedua, harta haram akan menimbulkan kesumpekan hidup (ad-dloiqu fi al-ma’isyah). Dipastikan, pelaku kejahatan akan dilanda takut dan resah kalau-kalau perbuatannya itu ketahuan. Boleh jadi koruptor yang tertangkap mengumbar senyum dan melambai di depan kamera wartawan.

Tetapi perhatikan raut mukanya dengan seksama. Semua itu hanya gaya, citra. Jauh dalam lubuk hatinya ada galau dan was-was. Makan tidak terasa enak dan tidur tidak pulas, takut korupsinya semakin terbongkar oleh KPK, sehingga harta kekayaannya disita negara.  

Ketiga, harta haram akan mengurangi kenikmatan (an-naqsu fi al-ladzdzat). Tidak ada ceritanya kebahagiaan dibangun di atas harta haram. Alih-alih menikmati harta, pemiliknya justru selalu gundah gulana dan merasa bersalah.

Bukankah tidak sedikit dijumpai pelaku kejahatan menyesal, bahkan menangisi kesalahannya? Pertama ditangkap senyum-senyum. Tetapi setelah beberapa kali berurusan dengan pengadilan, dia mendadak sakit. Baru tiga bulan menjadi tahanan, kondisinya merana. Jauh dari keluarga dan fasilitas rumah membuatnya tidak doyan makan. Hari-hari terpuruk, badannya menjadi kurus dan lemah.

Kaum beriman jangan sampai menggadaikan agama demi harta. Senantiasa mari langitkan setiap urusan dunia, agar kita termasuk yang dipuji Allah, “Orang-orang yang bisnis dan perniagaannya tidak sampai melalaikannya dari mengingat Allah, menegakkan shalat, dan membayar zakat. Mereka takut kepada hari dimana hati dan penglihatan menjadi goncang” (Qs An-Nur: 37).


Referensi sebagai berikut ini ;



Membersihkan Harta Haram (1)


Sebagian kita tidak memperhatikan bagaimana makanan yang ia makan, apakah berasal dari yang halal ataukah haram. Segala cara pun ditempuh demi mendapatkan sesuap nasi. Padahal pekerjaan yang halal sangat penting sekali diperhatikan. Adapun jika kita memiliki harta yang haram, maka mesti dibersihkan.

Pengaruh Harta Haram

1. Harta haram mempengaruhi do’a

Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, yang artinya sbb ini ;

“Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Allah itu thoyyib (baik). Allah tidak akan menerima sesuatu melainkan dari yang thoyyib (baik). Dan sesungguhnya Allah telah memerintahkan kepada orang-orang mukmin seperti yang diperintahkan-Nya kepada para Rasul. Firman-Nya: ‘Wahai para Rasul! Makanlah makanan yang baik-baik (halal) dan kerjakanlah amal shalih. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.’ Dan Allah juga berfirman: ‘Wahai orang-orang yang beriman! Makanlah rezeki yang baik-baik yang telah kami rezekikan kepadamu.'” Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menceritakan tentang seorang laki-laki yang telah menempuh perjalanan jauh, sehingga rambutnya kusut, masai dan berdebu. Orang itu mengangkat tangannya ke langit seraya berdo’a: “Wahai Tuhanku, wahai Tuhanku.” Padahal, makanannya dari barang yang haram, minumannya dari yang haram, pakaiannya dari yang haram dan diberi makan dari yang haram, maka bagaimanakah Allah akan memperkenankan do’anya?” (HR. Muslim no. 1015)

Begitu pula Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan pada Sa’ad,

أطب مطعمك تكن مستجاب الدعوة

“Perbaikilah makananmu, maka do’amu akan mustajab.” (HR. Thobroni dalam Ash Shoghir. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini dho’if jiddan sebagaimana dalam As Silsilah Adh Dho’ifah 1812)

Ada yang bertanya kepada Sa’ad bin Abi Waqqosh,

تُستجابُ دعوتُك من بين أصحاب رسول الله – صلى الله عليه وسلم – ؟ فقال : ما رفعتُ إلى فمي لقمةً إلا وأنا عالمٌ من أين مجيئُها ، ومن أين خرجت .

“Apa yang membuat do’amu mudah dikabulkan dibanding para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lainnya?” “Saya  tidaklah memasukkan satu suapan ke dalam mulutku melainkan saya mengetahui dari manakah datangnya dan dari mana akan keluar,” jawab Sa’ad.

Dari Wahb bin Munabbih, ia berkata,

من سرَّه أنْ يستجيب الله دعوته ، فليُطِب طُعمته

“Siapa yang bahagia do’anya dikabulkan oleh Allah Swt, maka perbaikilah makanannya.”

Dari Sahl bin ‘Abdillah, ia berkata,

من أكل الحلال أربعين يوماً  أُجيبَت دعوتُه

“Barangsiapa memakan makanan halal selama 40 hari, maka do’anya akan mudah dikabulkan.”

Yusuf bin Asbath berkata,

بلغنا أنَّ دعاءَ العبد يحبس عن السماوات بسوءِ المطعم

“Telah sampai pada kami bahwa do’a seorang hamba tertahan di langit karena sebab makanan jelek (haram) yang ia konsumsi.”

Gemar melakukan ketaatan secara umum, sebenarnya adalah jalan mudah terkabulnya do’a. Sehingga tidak terbatas pada mengonsumsi makanan yang halal, namun segala ketaatan akan memudahkan terkabulnya do’a. Sebaliknya kemaksiatan menjadi sebab penghalang terkabulnya do’a.

Ibnu Rajab Al Hambali rahimahullah berkata, “Melakukan ketaatan memudahkan terkabulnya do’a. Oleh karenanya pada kisah tiga orang  yang masuk dan tertutup dalam suatu goa, batu besar yang menutupi mereka menjadi terbuka karena sebab amalan yang mereka sebut. Di mana mereka melakukan amalan tersebut ikhlas karena Allah Ta’ala. Mereka berdo’a pada Allah dengan menyebut amalan sholeh tersebut sehingga doa mereka pun terkabul.”

Wahb bin Munabbih berkata,

العملُ الصالحُ يبلغ الدعاء ، ثم تلا قوله تعالى : { إِلَيْهِ يَصْعَدُ الْكَلِمُ الطَّيِّبُ وَالْعَمَلُ الصَّالِحُ يَرْفَعُه }

“Amalan sholeh akan memudahkan tersampainya (terkabulnya) do’a. Lalu beliau membaca firman Allah Ta’ala, “Kepada-Nya-lah naik perkataan-perkataan yang baik dan amal yang saleh dinaikkan-Nya.” (QS. Fathir: 10)

Dari ‘Umar, ia berkata,

بالورع عما حرَّم الله يقبلُ الله الدعاء والتسبيحَ

“Dengan sikap waro’ (hati-hati) terhadap larangan Allah, Dia akan mudah mengabulkan do’a dan memperkanankan tasbih (dzikirsubhanallah).”

Sebagian salaf berkata,

لا تستبطئ الإجابة ، وقد سددتَ طرقها بالمعاص

“Janganlah engkau memperlambat terkabulnya do’a dengan engkau menempuh jalan maksiat.” (Dinukil dari Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, Ibnu Rajab Al Hambali, 1: 275-276)

2. Rizki halal mewariskan amalan sholeh

Rizki dan makanan yang halal adalah bekal dan sekaligus pengobar semangat untuk beramal shaleh. Buktinya adalah firman Allah Ta’ala,

يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا إِنِّي بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ

“Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang thoyyib (yang baik), dan kerjakanlah amal yang saleh. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al Mu’minun: 51). Sa’id bin Jubair dan Adh Dhohak mengatakan bahwa yang dimaksud makanan yang thoyyib adalah makanan yang halal (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Ibnu Katsir, 10: 126).

Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Allah Ta’ala pada ayat ini memerintahkan para rasul ‘alaihimush sholaatu was salaam untuk memakan makanan yang halal dan beramal sholeh. Penyandingan dua perintah ini adalah isyarat bahwa makanan halal adalah pembangkit amal shaleh. Oleh karena itu, para Nabi benar-benar memperhatikan bagaimana memperoleh yang halal. Para Nabi mencontohkan pada kita kebaikan dengan perkataan, amalan, teladan dan nasehat. Semoga Allah memberi pada mereka balasan karena telah member contoh yang baik pada para hamba.” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 10: 126).

Bila selama ini kita merasa malas dan berat untuk beramal? Alangkah baiknya bila kita mengoreksi kembali makanan dan minuman yang masuk ke perut kita. Jangan-jangan ada yang perlu ditinjau ulang. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ الْخَيْرَ لاَ يَأْتِى إِلاَّ بِخَيْرٍ أَوَ خَيْرٌ هُوَ

“Sesungguhnya yang baik tidaklah mendatangkan kecuali kebaikan. Namun benarkah harta benda itu kebaikan yang sejati?”  (HR. Bukhari no. 2842 dan Muslim no. 1052)

3. Rizki halal bisa sebagai pencegah dan penawar berbagai penyakit

Allah Swt berfirman,

وَآَتُوا النِّسَاءَ صَدُقَاتِهِنَّ نِحْلَةً فَإِنْ طِبْنَ لَكُمْ عَنْ شَيْءٍ مِنْهُ نَفْسًا فَكُلُوهُ هَنِيئًا مَرِيئًا

“Berikanlah mas kawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari mas kawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang hanii’ (baik) lagi marii-a (baik akibatnya).” (QS. An Nisa’: 4).

Al Qurthubi menukilkan dari sebagian ulama’ tafsir bahwa maksud firman Allah Ta’ala “هَنِيئًا مَرِيئًا” adalah, “Hanii’ ialah yang baik lagi enak dimakan dan tidak memiliki efek negatif. Sedangkan marii-a ialah yang tidak menimbulkan efek samping pasca dimakan, mudah dicerna dan tidak menimbulkan peyakit atau gangguan.” (Tafsir Al Qurthubi, 5:27). Tentu saja makanan yang haram menimbulkan efek samping ketika dikonsumsi. Oleh karenanya, jika kita sering mengidap berbagai macam penyakit, koreksilah makanan kita. Sesungguhnya yang baik tidaklah mendatangkan kecuali kebaikan.

4. Di akhirat, neraka lebih pantas menyantap jasad yang tumbuh dari yang haram

Dari Abu Bakr Ash Shiddiq radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,

مَنْ نَبَتَ لَحْمُهُ مِنَ السُّحْتِ فَالنَّارُ أَوْلَى بِهِ

“Siapa yang dagingnya tumbuh dari pekerjaan yang tidak halal, maka neraka pantas untuknya.” (HR. Ibnu Hibban 11: 315, Al Hakim dalam mustadroknya 4: 141. Hadits ini shahih kata Syaikh Al Albani dalam Shahihul Jaami’ no. 4519).


Referensi sebagai berikut ini ;