This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences. Now replace these with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences. Now replace these with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences. Now replace these with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences. Now replace these with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences. Now replace these with your own descriptions.

Senin, 11 Juli 2022

Sudahlah Maafkanlah Dia Agar Allah Swt Memaafkan Kita

Miswari Budi Prahesti

Sudahlah Maafkanlah Dia Agar Allah Swt Memaafkan Kita, Maafkanlah dia agar Allah Swt memaafkan kita. Semoga kita bisa menghilangkan dendam, kesalahan orang lain tak perlu kita tuntut di akhirat. Allah Swt berfirman, yang artinya sbb ini ;

"Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabat(nya), orang-orang yang miskin dan orang-orang yang berhijrah pada jalan Allah, dan hendaklah mereka mema’afkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. An-Nuur: 22).

Penjelasan ayat, Disebutkan oleh Aisyah saat ujian yang menimpanya ketika difitnah berselingkuh, ia mengatakan,

“Ketika Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menurunkan sepuluh ayat (terbebasnya Aisyah dari tuduhan selingkuh), maka Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu–beliau adalah orang yang memberikan nafkah kepada Misthah bin Utsatsah radhiyallahu ‘anhu karena masih ada hubungan kerabat dan karena ia orang fakir–berkata, ‘Demi Allah, aku tidak akan memberi nafkah kepadanya lagi untuk selamanya setelah apa yang ia katakan kepada Aisyah.’ Kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala menurunkan ayat berikut (yang artinya), “Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabat(nya), orang-orang yang miskin dan orang-orang yang berhijrah pada jalan Allah, dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. An-Nur: 22)

“Lantas Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu berkata, ‘Baiklah. Demi Allah, sungguh aku suka bila Allah Subhanahu wa Ta’ala mengampuniku.’ Kemudian beliau kembali memberi nafkah kepada Misthah yang memang sejak dahulu ia selalu memberinya nafkah. Bahkan ia berkata, ‘Aku tidak akan berhenti memberi nafkah kepadanya untuk selamanya.’ Aisyah radhiyallahu ‘anha melanjutkan, ‘Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepada Zainab binti Jahsy radhiyallahu ‘anha, istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengenai persoalanku. Beliau berkata, ‘Wahai Zainab, apa yang kamu ketahui atau yang kamu lihat?’ Ia menjawab, ‘Wahai Rasulullah! Aku menjaga pendengaran dan penglihatanku. Demi Allah, yang aku tahu dia hanyalah baik.’ Aisyah radhiyallahu ‘anha mengatakan, ‘Dialah di antara istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menyaingiku dalam hal kecantikan, tetapi Allah Subhanahu wa Ta’ala melindunginya dengan sifat wara’. Sedangkan saudara perempuannya, Hamnah binti Jahsy radhiyallahu ‘anha bertentangan dengannya. Maka, binasalah orang-orang yang binasa.” (HR. Bukhari).

Pelajaran penting yang bisa dipetik dari ayat di atas tentang memaafkan: 

Memaafkan orang lain adalah sebab Allah memberikan ampunan kepada kita. Wajibnya memberikan maaf ketika ada yang mau bertaubat dan memperbaiki diri. Kejelekan tidaklah dibalas dengan kejelekan, balaslah kejelekan dengan kebaikan. Berikanlah maaf kepada orang yang berbuat jelek kepada kita. Inilah ayat-ayat dan hadits yang memerintahkan untuk memaafkan yang lain walau berat untuk memaafkan.

“Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia. Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keuntungan yang besar.” (QS. Fushilat: 34-35)

“(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema’afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (QS. Ali Imran: 134)

“Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, maka barang siapa memaafkan dan berbuat baik maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang zalim.” (QS. Asyu-Syura: 40)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Sedekah tidaklah mengurangi harta. Tidaklah Allah menambahkan kepada seorang hamba sifat pemaaf melainkan akan semakin membuatnya mulia. Dan juga tidaklah seseorang memiliki sifat tawadhu’ (rendah hati) karena Allah melainkan Allah akan meninggikannya.” (HR. Muslim, no. 2588)

Memaafkan yang salah berlaku jika yang salah tersebut tahu akan kesalahan dan kezalimannya, ini dianjurkan. Begitu pula ketika dengan memaafkannya, maka akan lebih menyelesaikan masalah dan kita yang mengalah. Hal ini tidak berlaku jika yang berbuat zalim terus menerus zalim dan melampaui batas. Allah Ta’ala berfirman,

“Dan (bagi) orang-orang yang apabila mereka diperlakukan dengan zalim mereka membela diri.” (QS. Asy-Syura: 39)

Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata, 


“Kami sedang duduk bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka beliau pun berkata, ‘Akan muncul kepada kalian sekarang seorang penduduk surga.’ Maka munculah seseorang dari kaum Anshar, jenggotnya masih basah terkena air wudhu, sambil menggantungkan kedua sendalnya di tangan kirinya. Tatkala keesokan hari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengucapkan perkataan yang sama, dan munculah orang itu lagi dengan kondisi yang sama seperti kemarin. Tatkala keesokan harinya lagi (hari yang ketiga) Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga mengucapkan perkataan yang sama dan muncul juga orang tersebut dengan kondisi yang sama pula. Tatkala Nabi berdiri (pergi) maka ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash mengikuti orang tersebut lalu berkata kepadanya, “Aku bermasalah dengan ayahku dan aku bersumpah untuk tidak masuk ke rumahnya selama tiga hari. Jika menurutmu aku boleh menginap di rumahmu hingga berlalu tiga hari?” Maka orang tersebut menjawab, “Silakan.”

Anas bin Malik melanjutkan tuturan kisahnya,

“Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash bercerita bahwasanya ia pun menginap bersama orang tersebut selama tiga malam. Namun ia sama sekali tidak melihat orang tersebut mengerjakan shalat malam. Hanya saja jika ia terjaga di malam hari dan berbolak-balik di tempat tidur maka ia pun berdzikir kepada Allah dan bertakbir, hingga akhirnya ia bangun untuk shalat Shubuh. ‘Abdullah bertutur, ‘Hanya saja aku tidak pernah mendengarnya berucap kecuali kebaikan.’

Dan tatkala berlalu tiga hari –dan hampir saja aku meremehkan amalannya- maka aku pun berkata kepadanya, ‘Wahai hamba Allah (fulan), sesungguhnya tidak ada permasalahan antara aku dan ayahku, apalagi boikot. Akan tetapi aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata sebanyak tiga kali bahwa akan muncul kala itu kepada kami seorang penduduk surga. Lantas engkaulah yang muncul, maka aku pun ingin menginap bersamamu untuk melihat apa sih amalanmu untuk aku teladani. Namun aku tidak melihatmu banyak beramal. Lantas apakah yang telah membuatmu memiliki keistimewaan sehingga disebut-sebut oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam?’ Orang itu berkata, ‘Tidak ada kecuali amalanku yang kau lihat.’ Abdullah bertutur,

‘Tatkala aku berpaling pergi, ia pun memanggilku dan berkata bahwa amalannya hanyalah seperti yang terlihat, hanya saja ia tidak memiliki perasaan dendam dalam hati kepada seorang muslim pun dan ia tidak pernah hasad kepada seorang pun atas kebaikan yang Allah berikan kepada yang lain.’ Abdullah berkata, ‘Inilah amalan yang mengantarkan engkau (menjadi penduduk surga, pen.) dan inilah yang tidak kami mampui.” (HR. Ahmad)

Maafkan dan Hapuslah Dendam

Kesimpulan mudahnya dari ayat yang kita bahas, maafkanlah orang yang berbuat salah kepada kita, semoga Allah memaafkan kesalahan kita pula. Tak perlu kita menuntut balasan kesalahan dia di akhirat, karena kita juga belum tentu selamat. Kalau kita masih kurang puas dengan alasan ini, ingat saja bahwa Allah itu Maha Pengampun. Semua dosa kita itu dimaafkan oleh Allah ketika kita mau bertaubat nashuha walaupun itu dosa syirik dan dosa besar. Lantas kenapa kita sebagai manusia tidak mau memaafkan kesalahan orang lain, padahal bisa jadi itu hanya kesalahan kecil atau kesalahan yang hanya sekali atau itu kesalahan yang bisa dimaafkan agar tidak membuat hati kita sakit.

Semoga kita bisa memaafkan dan menghilangkan rasa dendam, walaupun sebagian kita merasakan berat. Hanya Allah yang memberi taufik dan hidayah.

Referensi sebagai berikut ini ;




Menebus dosa pada orang yang telah meninggal

Miswari Budi Prahesti


Dalam kehidupan sehari-hari pastilah terdapat kesalahan kita sebagai manusia dan berakibat melakukan dosa. Melakukan sebuah dosa dari diri sendiri memang hal yang terkadang karena kita lalai atau karena terpojok akan sesuatu. Dosa juga dapat karena kita dapat pada orang lain mulai dari dosa kecil maupun besar. Alangkah baiknya pada segala dosa kita memohon ampun pada Allah SWT dan meminta maaf pada pihak yang berkaitan dengan kesalahan kita pada orang tersebut.

Lantas bagaimana bila orang yang berkaitan dengan kita sudah tutup usia (Meninggal) dan kita belum sempat meminta maaf dengan kesalahan kita pada orang tersebut.

Mohon maaf atas perbuatan zalim yang dilakukan pada orang lain merupakan kewajiban bagi tiap muslim sesuai dengan sabda Rasulullah SAW berikut, Artinya: “Barangsiapa yang berbuat zalim kepada saudaranya, baik terhadap kehormatannya maupun sesuatu yang lainnya, maka hendaklah ia meminta maaf kepadanya sebelum tidak ada lagi dinar dan dirham. Jika ia punya amal salih, maka amalannya itu akan diambil sesuai dengan kadar kezaliman yang dilakukannya. Dan jika ia tidak punya kebaikan, maka keburukan orang yang ia zalimi itu dibebankan kepadanya,” (HR Bukhari).

Hal yang paling utama, tentunya menurut penuturan Syekh Muhammad adalah memohon ampunan kepada Allah SWT. Layaknya hakim, Allah SWT memutuskan apakah kesalahan hamba diampuni atau tidak. Keputusan Allah SWT tentunya adil dan tidak mendatangkan kerugian.

“Jika tulus bertobat kepadaNya dan dia (orang yang dizalimi) melihatmu (pada Hari Pembalasan) meminta pengampunan untuknya, mungkin dia akan memaafkanmu pada hari itu jika dia belum memaafkanmu di dunia ini,” tulisnya.

Allah SWT pun pernah berfirman dalam surah Al Zumar ayat 53 yang menyebutkan bahwa Dia adalah Dzat yang Maha Pengampun,

Artinya: Katakanlah, “Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri! Janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sungguh, Dialah Yang Maha Pengampun, Maha Penyayang".

Di samping itu, cara yang dapat dilakukan seorang muslim untuk menebus dosa kepada orang yang sudah meninggal dunia adalah mendoakannya. Doa dari seorang muslim yang masih hidup kepada mukmin yang telah meninggal dunia merupakan amalan jariyah bagi yang telah pergi.

Artinya: “Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu): sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, atau doa anak yang sholeh.” (HR Muslim).

Cara lain yang dapat dilakukan adalah menyambung silahturahmi dengan karib kerabat. Hal ini sesuai hadis yang diriwayatkan dari Ibnu Umar RA yang menyatakan pentingnya silaturahmi.

“Bentuk kebaktian kepada orang tua yang paling tinggi, menyambung hubungan dengan orang yang dicintai bapaknya setelah ayahnya meninggal.” (HR Muslim).

Referensi sebagai berikut  ini ;





Doa untuk Orang-orang yang Pernah Kita Sakiti, dan Kesulitan Meminta Maaf ke Mereka

Doa untuk Orang-orang yang Pernah Kita Sakiti, dan Kesulitan Meminta Maaf ke Mereka

Doa untuk Orang-orang yang Pernah Kita Sakiti, dan Kesulitan Meminta Maaf ke Mereka. Sebagai manusia, pastinya kita pernah melakukan kesalahan. Memang begitulah manusia, tidak ada yang sempurna. Memohon ampun kepada Allah SWT atau bertaubat kepada-Nya cukup mudah.Karena Allah SWT memiliki sifat Ghafur yang artinya maha mengampuni. Ketika kita menyesali dosa-dosa yang telah kita perbuat, lantas kita bertaubat kepada-Nya, maka Allah SWT dengan keridloan-Nya akan menerima taubat kita.

Yang menjadi permasalahan sulit adalah ketika kita meminta maaf kepada sesama manusia.Untuk meminta kerelaan seseorang yang telah kita sakiti, kita harus melakukan kontak atau berkomunikasi dengannya. Dalam proses komunikasi dengan manusia, tidaklah semudah yang dibayangkan. Sering kali dijumpai seseorang telah memutuskan untuk tidak ingin bertemu dan menjalin hubungan apapun yang berkaitan dengan orang yang telah menyakitinya.

Lalu bagaimana caranya untuk dapat menyelesaikan masalah dengan seseorang yang telah kita sakiti, Bagaiman cara meminta kerelaannya agar mau memaafkan kita? Dijelaskan dalam kitab Sulamut Taufiq, Syaikh Muhammad Nawawi Al Banteni, terdapat dua jenis perbuatan dosa. Pertama, dosa yang berupa meninggalkan kewajiban seperti halnya, sholat lima waktu, puasa, akat, dan seterusnya, maka yang harus dilakukan adalah dengan langsung menggantinya atau mengqadlanya.

Kedua, dosa yang berhubungan dengan hak-hak orang lain, maka yang harus dilakukan adalah harus meminta keridloan orang yang disakiti untuk memaafkan kesalah yang telah diperbuat secara langsung. Namun, jika tidak memungkinkan untuk meminta maaf secara langsung karena terpisah jarak atau bahkan sudah tidak dapat menghubunginya atau lost contac, yang harus dilakukan adalah menundukkan diri kepada Allah SWT untuk mendo’akan orang yang telah kita sakiti. ujuannya agar kelak dihari kiamat, orang tersebut diluluhkan hatinya oleh Allah SWT sehingga meu merelakan dan memaafkan kita.

Alm Hadlratusy Syaikh KH. Achmad Asrori RA memberikan cara untuk mendoakan orang yang pernah kita sakiti berupa bacaan doa sebagai berikut:

Allahumma Shalli Wasallim ‘Alaa Nabiyyika Wa habibika Sayyidinaa Muhammadin Wa Aalihii, Wa Atsibniy ‘Alaa Maa Qara’tu, Waj ‘Alhu Fii Shahaaifi Man Lahuu ‘Alayya Tabu’atun Min ‘Ibaadika Min Maalin Wa ‘Irdlin” (Dibaca 3X) Was Shallallaahu ‘Alaa Sayyidina Muhammadin Wa Aalihii Wa Shahbihii Wa Sallama

Artinya: Ya Allah limpahkanlah rahmat dan salam kepada Nabi-Mu dan kekasih-Mu, pimpinan kami yaitu Nabi Muhammad serta kepada keluarganya. Dan berikanlah pahala atas apa yang saya baca tadi. Lalu masukkanlah pahala itu kedalam buku catatan amal orang yang pernah saya dhalimi dari hamba-hamba-Mu, baik kedhaliman berupa materi maupun harga diri (dibaca 3X).

Semoga Allah Swt menganugrahkan rahmat serta salam-Nya kepada pemimpin kami, yaitu Nabi Muhammad, keluarga, serta para sahabat. Sebelum membaca doa tersebut dianjurkan membaca:

  • Surat Al Ikhlas (Qul Huwallahu Akhad....) 12X
  • Surat Al Falaq (Qul A’udzu Birabbil Falaq...) 1X
  • Surat An Nas (Qul A’udzu Birabbin Nas...) 1X

Semoga Allah Swt menganugrahkan rahmat serta salam-Nya kepada pemimpin kami, yaitu Nabi Muhammad, keluarga, serta para sahabat. Sebelum membaca doa tersebut dianjurkan membaca :

  • • Surat Al Ikhlas (Qul Huwallahu Akhad....) 12X
  • • Surat Al Falaq (Qul A’udzu Birabbil Falaq...) 1X
  •  Surat An Nas (Qul A’udzu Birabbin Nas...) 1X

Doa di atas dianjurkan untuk dibaca setiap malam. Semoga kita selalu dalam lindung Allah SWT Aamin ya robbal 'alamin

Referensi sebegei berikut ini ;



Ketahui Macam Takdir dalam Agama Islam


Ketahui Macam Takdir dalam Agama Islam. Seluruh peristiwa yang ada di alam raya dari sisi kejadiannya dalam kadar atau ukuran tertentu, pada tempat dan waktu tertentu disebut dengan takdir. Tidak ada sesuatu yang terjadi tanpa takdir, termasuk manusia.

Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, takdir merupakan ketentuan atau ketetapan Allah SWT yang telah ditetapkan sejak zaman azali. Akan tetapi manusia tetap berusaha serta bertawakal, selebihnya diserahkan kepada Allah SWT.

Sedangkan secara istilah, takdir merupakan segala yang terjadi, sedang terjadi serta akan terjadi yang telah ditetapkan oleh Allah SWT baik yang baik maupun yang buruk. Segala sesuatu yang terjadi atas rencananya pasti serta tentu, namun manusia diberi hak untuk berusaha sekuat tenaga.

Berikut adalah pengertian dan macam takdir yang ada dalam agama Islam yang patut Anda ketahui.

Pengertian Takdir

Takdir secara bahasa berasal dari kalimat Qoddaro – Yuqoddiru – Taqdiiroon artinya ketentuan, ukuran, ketetapan, rumusan, untuk referensi, seperti disajikan pada surat berikut:

"Yang kepunyaan-Nya lah kerajaan langit dan bumi dan Dia tidak mempunyai anak, dan tidak ada sekutu bagi-Nya dalam kekuasaan-Nya dan Dia telah menciptakan segala sesuatu dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya." (AlFurqaan:2).

Dari beberapa ayat al-Qur'an, dapat ditelusuri definisi takdir, baik secara etimologi maupun terminologi. Mengutip M. Quraish Shihab dalam Wawasan Al-Qur’an : Tafsir Maudhu’i Atas Pelbagai Persoalan Umat, kata takdir (takdir) terambil dari kata qaddara berasal dari akar kata qadara yang antara lain berarti mengukur, memberi kadar, atau ukuran, sehingga jika kita berkata, “Allah telah menakdirkan demikian,” maka itu berarti Allah telah memberi kadar/ukuran/batas tertentu dalam diri, sifat, atau kemampuan maksimal makhluk-Nya.

Al-Raghib mengatakan: “qadar berarti kemampuan atau penguasaan ilmu, yang mencakup juga kehendak. Dengan qadar tersebut terwujud sesuatu yang sesuai dengan pengetahuan dan kehendak tersebut.”

Takdir menurut istilah, dapat diartikan sebagai suatu peraturan tertentu yang telah dibuat oleh Allah Swt., baik aspek struktural maupun aspek fungsionalnya, untuk undang-undang umum atau kepastian-kepastian yang dikaitkan di dalamnya, antara sebab dan akibat (causaliteit). Sehingga seluruh ciptaan ini mampu atau dapat berinteraksi antara yang satu dengan yang lain, yang kemudian melahirkan kualitas-kualitas atau kejadian-kejadian tertentu.

Umat Islam memahami takdir sebagai bagian dari tanda kekuasaan Tuhan yang harus diimani sebagaimana dikenal dalam Rukun Iman. Penjelasan tentang takdir hanya dapat dipelajari dari informasi Tuhan, yaitu informasi Allah melalui Alquran dan hadis. Secara keilmuan umat Islam dengan sederhana telah mengartikan takdir sebagai segala sesuatu yang sudah terjadi.

Macam Takdir

Para ulama berpendapat bahwa macam takdir terdiri dari dua macam, yaitu: takdir mubram dan takdir mu’allaq. Berikut penjelasan selengkapnya; 

Macam takdir yang pertama yaitu takdir Mubram. Takdir Mubram adalah suatu ketentuan yang bersifat pasti dan tidak dapat diubah oleh siapapun.

Ini juga dikenal dengan takdir mutlak, seperti contoh bahwa takdir manusia pasti mati. Kematian adalah salah satu rahasia terbesar dalam kehidupan manusia. Tidak ada seorangpun yang tahu kapan ia akan mati, dan dalam keadaan bagaimana ia akan mati.

Tapi, siapapun manusia itu pasti akan mengalami kematian, "Demikianlah ketetapan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui".(Yasiin:38).

2. Takdir Muallaq

Macam takdir yang kedua yaitu takdir Muallaq. Takdir Muallad adalah suatu ketentuan berdasarkan situasi dan kondisi, seperti jika seseorang rajin belajar, maka ia akan pandai. Tapi, jika ia malas, maka ia akan bodoh.

Orang yang rajin bekerja akan kaya, dan yang malas berusaha akan miskin, sebagaimana firman-Nya: "Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri". (Ar-Rad:11). 

Takdir Muallaq masih dapat berubah melalui upaya, ikhtiar, dan doa sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Manusia diwajibkan mempergunakan tenaga, akal pikirannya untuk berusaha mencapai kehendak dan keinginan disertai dengan segala syarat-syarat dan perhitungan sebab-akibat.

Pengaruh Keimanan terhadap Takdir dalam Kehidupan Manusia

Mengutip dari Jurnal Mudarissuna Intitut Agama Islam Negeri Metro, dengan beriman kepada takdir dengan benar, seseorang akan giat berusaha dan berjuang dalam menjalani kehidupannya. Sebab tanpa adanya usaha dan perjuangan sesuai tujuan, apapun hal yang diinginkan tidak akan tercapai.

Selain itu, manusia juga harus berpijak pada Sunnatullah. Dengan memahami takdir dalam bentuk yang tepat, manusia akan terhindar dari kejerumusan berupa bencana ataupun kesengsaraan.

Maka dari itu, seseorang harus beribadah, berusaha, serta berjuang dengan bertumpu pada Sunnah yang telah ditetapkan oleh Allah. Upaya tersebut agar cita-cita yang sedang diperjuangkannya dapat tercapai sesuai dengan rencana tanpa keluar dari ajaran agama.

Referensi sebagai berikut ini ;







Ayat Al-Quran tentang Takdir Manusia, Tercatat di Lauh Mahfudz

Ayat Al-Quran tentang Takdir Manusia, Tercatat di Lauh Mahfudz

Menerima Akan Takdir Yang Ditetapkan, Allah SWT telah menetapkan takdir setiap manusia dan makhluk-Nya yang diciptakan di muka bumi ini. Allah SWT pun menyimpannya dalam Ummul Kitab atau Lauh Mahfudz, sebagaimana firman-Nya: "Allah menghapus dan menetapkan apa yang Dia kehendaki. Dan di sisi-Nya terdapat Ummul-Kitab (Lauh Mahfuzh)." (QS. Ar-Ra'd: 39).

Dalam Islam, kita mengenal dua jenis takdir. Pertama, takdir muallaq yakni takdir yang masih dapat diubah dengan cara berikhtiar atau berusaha dan tentu saja dengan berdoa. Kedua, takdir mubram yang berarti takdir yang telah Allah SWT tetapkan dan tidak dapat diganggu gugat oleh siapa pun.

Ketentuan takdir juga terdapat dalam beberapa ayat dalam Al-Quran berikut ini. Simak ulasannya sampai habis, ya.

1. Surat Al-Furqan ayat 2 yang artinya sbb ini ;

Artinya: Yang memiliki kerajaan langit dan bumi, tidak mempunyai anak, tidak ada sekutu bagi-Nya dalam kekuasaan(-Nya), dan Dia menciptakan segala sesuatu, lalu menetapkan ukuran-ukurannya dengan tepat.

Melalui ayat ini, Allah SWT telah menciptakan dan menetapkan semua yang ada di alam semesta sudah sesuai sebagaimana mestinya. Penciptaan bumi dan langit serta segala isinya adalah takdir yang telah Allah Swt buat dan tidak dapat diubah oleh siapa pun.


Referensi sebagai berikut ini ;




Hukum Ditraktir dengan Uang Haram dalam Islam


Hukum Ditraktir dengan Uang Haram dalam Islam, Sebenarnya tidak ada uang haram ataupun uang halal, namun halal dan haramnya sebuah uang tergantung pada perbuatan manusianya bukan pada uangnya. Lalu uang seperti apa yang dimaksud sebagai uang haram? Yang dimaksud sebagai uang haram dalam Islam adalah uang yang didapat melalui jalan yang tidak halal atau cara mendapatkannya dilarang dalam Islam. Jadi, sebutan uang haram hanyalah perumpamaan. Uang menjadi haram karena dari hasil perbuatan yang melanggar larangan agama, maka haramnya bersifat li ghairi(karena perbuatan) bukan li zatihi(karena zatnya).

Uang disepakati sebagai salah satu bentuk harta kekayaan, maka manusia akan melakukan aktivitas seperti bekerja untuk mendapatkan uang. Ada sebagian orang yang mencari uang dengan cara halal dan adapula sebagian yang menggunakan cara haram. Maka dari itu, dalam ajarannya, Islam telah menunjukan secara jelas antara yang halal dan yang haram. Berikut ini harta haram menurut Islam.

Harta Haram Menurut Pandangan Islam

Harta haram dibagi menjadi dua, yaitu harta haram karena pekerjaan atau cara mendapatkannya. Dan harta haram karena zatnya. Berikut penjelasannya :

Haram karena sifat atau zatnya

Yang dimaksud harta haram karena sifat atau zatnya adalah makanan haram menurut Islam seperti daging babi, daging anjing, hewan yang disembelih atas nama selain Allah dan binatang haram dalam Islam yang jelas-jelas dilarang untuk dikonsumsi.

Harta haram karena pekerjaan atau cara mendapatkannya

Maksudnya adalah, harta tersebut haram karena cara mendapatkannya dengan cara yang tidak halal. Misalnya, seseorang mendapatkan harta melalui perjudian, harta riba dari bunga bank menurut Islam, harta hasil menipu, mencuri, dan lain-lain. Harta jenis ini sangat diharamkan dalam Islam, oleh karena itu kita sebagai seorang muslim yang baik harus wara(berhati-hati) serta menghindarkan diri dari makanan atau harta yang mengandung hal-hal syubhat(kesamaran tentang kehalalan atau keharaman dari sesuatu) yang berasal dari pekerjaan kotor (tidak halal).

Dalam persoalan ini para ulama masih memiliki perbedaan pendapat. Ada yang mengatakan boleh namun dengan beberapa ketentuan. Dan ada sebagian ulama yang beranggapan bahwa harta yang didominasi dengan keharaman sebaiknya dihindari dan ditinggalkan saja.

Seseorang pernah bertanya kepada Ibnu Mas’ud ra. mengenai tetanggannya yang memakan riba secara terang-terangan, namun tidak merasa bersalah dengan harta yang didapatkannya dengan cara yang buruk. Lalu tetangganya mengundangnya untuk makan. Dan Ibnu Mas’ud berkata “Penuhilah undangannya. Sesungguhnya kenikmatan(makanan) itu adalah milik kalian, sedangkan dosanya adalah terhadap orang itu.” Dan dalam sebuah riwayat si penya berkata “Saya tidak mengetahui apapun yang yang menjadi miliknya, kecuali hal yang buruk atau hal yang haram,” tetapi Ibnu Mas’ud tetap menjawab “Penuhilah undangannya,”

Dan dalam hadits Rasulullah SAW. terdapat beberapa hadits yang menjelaskan bahwa beliau pernah memakan makanan dari orang-orang Yahudi dan melakukan transaksi dengan mereka, padahal dalam Al-Quran telah diuraikan bahwa orang-orang Yahudi memakan harta riba dan harta yang haram. Hadits-hadits tersebut adalah sebagai berikut :

Hadits Anas bun Malik ra. beliau berkata :

“Sesungguhnya seorang perempuan Yahudi mendatangkan(daging) kambing yang telah diracuni kepada Nabi Muhammad SAW, kemudian beliau tetap memakan daging itu…” (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadits Aisyah ra. beliau berkata :

“Rasulullah SAW. meninggal, sementara baju besi beliau tergadai disisi seorang Yahudi dengan harga tiga puluh shâ’ jelay. (HR. Bukhari dan Muslim)

Dan ada beberapa fatwa ulama mengenai persoalan hukum menerima uang haram, sebagai berikut :

Seseorang pernah bertanya kepada Ibnu Baz rahimahullah : “Apakah saya boleh meminjam sesuatu dari seseorang yng perdagangannya dikenal dengan hal-hal yang haram serta dia mengambil hal yang haram?” Lalu Ibnu Baz menjawab “Engkau, wahai saudaraku, tidak pantas meminjam dari orang ini atau bermuamalah dengannya sepanjang(seluruh) muamalahnya adalah hal yang haram dan dikenal dengan muamalah riba yang diharamkan, atau selainnya. Maka, engkau tidak boleh bermuamalah dengannya tidak pula meminjam darinya, tetapi engkau wajib berbersih dan menjauh dari hal tersebut. Namun, jika dia bermuamalah dengan hal yang haram, dan dengan hal yang selain haram, yakni bahwa muamalahnya ada yang terlihat yang baiknya, tetapi ada pula yang buruk, tidaklah mengapa (engkau bermuamalah) dengannya, tetapi meninggalkan hal itu sesungguhnya lebih afdhal berdasarkan sabda (Rasulullah) shallallâhu ‘alaihi wa sallam. yang memerintahkan kita untuk emninggalkan segala sesuatu yan meragukan dan menujulah kita kepada hal yang tidak meragukan.”

Jadi, dapat disimpulkan dari beberapa pendapat diatas mengenai hukum menerima pemberian atau ditraktir dengan uang haram adalah tidak boleh, jika kita mengetahui asal usul darimana dan bagaimana uang untuk mentraktir itu didapatkan dan lebih baik kita menolaknya secara halus dan baik-baik. Namun boleh, jika kita tidak mengetahui sama sekali darimana dan bagaimana uang untuk mentraktir tersebut didapatkan.

Seseorang pernah bertanya kepada Ibnu Baz rahimahullah : “Apakah saya boleh meminjam sesuatu dari seseorang yng perdagangannya dikenal dengan hal-hal yang haram serta dia mengambil hal yang haram?” Lalu Ibnu Baz menjawab “Engkau, wahai saudaraku, tidak pantas meminjam dari orang ini atau bermuamalah dengannya sepanjang(seluruh) muamalahnya adalah hal yang haram dan dikenal dengan muamalah riba yang diharamkan, atau selainnya. Maka, engkau tidak boleh bermuamalah dengannya tidak pula meminjam darinya, tetapi engkau wajib berbersih dan menjauh dari hal tersebut. Namun, jika dia bermuamalah dengan hal yang haram, dan dengan hal yang selain haram, yakni bahwa muamalahnya ada yang terlihat yang baiknya, tetapi ada pula yang buruk, tidaklah mengapa (engkau bermuamalah) dengannya, tetapi meninggalkan hal itu sesungguhnya lebih afdhal berdasarkan sabda (Rasulullah) shallallâhu ‘alaihi wa sallam. yang memerintahkan kita untuk emninggalkan segala sesuatu yan meragukan dan menujulah kita kepada hal yang tidak meragukan.”

Jadi, dapat disimpulkan dari beberapa pendapat diatas mengenai hukum menerima pemberian atau ditraktir dengan uang haram adalah tidak boleh, jika kita mengetahui asal usul darimana dan bagaimana uang untuk mentraktir itu didapatkan dan lebih baik kita menolaknya secara halus dan baik-baik. Namun boleh, jika kita tidak mengetahui sama sekali darimana dan bagaimana uang untuk mentraktir tersebut didapatkan.

Referensi Sebagai berikut ini ;




Hukum Bertasharruf Harta Haram yang Sudah Ditaubati


Hukum Bertasharruf Harta Haram yang Sudah Ditaubati, Pertanyan: Assalamu'alaikum. Seseorang mau bertaubat, sedangkan ia mantan perampok, syarat-syarat taubat yang berkaitan dengan hak adami, misal harta orang lain yang sudah dirampok harus dikembalikan lagi kepada pemiliknya, sedangkan pemilknya sudah mati alias wafat, dan ahli warisnya pun tidak ada, maka dalam kasus ini bagimanakah tindakan untuk si mantan perampok, jika ia mau bertaubat ? monggo.? Barokallohu lii wa lakum. 

Jawaban :

Wa alaikumus salaam warohmatulloh, harta tersebut boleh disalurkan kepada kemaslahatan umum muslimin seperti pembangunan jalan dan jembatan, pondok pesantren atau masjid dll. Dijelaskan dalam kitab majmu' sbb ini :

Imam Al-Ghozali berkata : " Jika seseorang memiliki harta yang haram dan ingin bertaubat maka jika pemilik harta tersebut masih hidup, wajib mengembalikan harta tersebut kepada pemiliknya atau wakilnya, dan jika pemiliknya sudah meninggal dunia diberikan kepada ahli warisnya, dan jika tidak diketahui pemiliknya, maka harta tersebut hendaknya dibelanjakan untuk kemaslahatan kaum muslimin yang bersifat umum, semisal untuk membangun jembatan, pesantren, masjid dan perbaikan jalan semisal Makkah dan semisanya dari hal-hal yang orang muslim bersekutu di dalamnya, jika tidak maka di sedekahkan kepada fakir miskin". 

Seseorang yang memiliki harta haram dan ingin bertaubat, maka jika pemilik harta tersebut masih hidup, wajib mengembalikan harta tersebut kepada pemiliknya atau wakilnya. Apabila pemiliknya sudah meninggal dunia, maka diberikan kepada ahli warisnya. Jika tidak diketahui pemiliknya, maka harta tersebut wajib diserahkan kepada qadhi (baitul maal) yang adil untuk dibelanjakan untuk kemaslahatan kaum muslimin yang bersifat umum yang dibolehkan syar’i, seperti membangun mesjid atau lainnya, bila tidak ada kebutuhan maslahah umum maka di serahkan kepada faqir miskin. Namun jika qadhi tersebut bukan orang yang adil maka dengan menyerahkan kepada seorang alim dan adil yang ada di daerah tersebut. Apabila juga tidak mungkin, maka langsung di tasharuf sendiri kepada maslahah umum.

Bila di serahkan kepada faqir miskin maka si faqir tersebut halal menggunakan harta tersebut serta tidak di katakan ia telah memakai harta haram.Syarat shadaqah dan tabaru’ lainnya adalah harus harta milik sendiri. Maka karena harta haram tidak menjadi milik yang sah, maka shadaqah dengan harta haram juga tidak sah.Sedangkan menerimanya bila kita telah meyakini bahwa harta yang ia berikan kepada kita berasal dari hasil usaha haram maka haram bagi kita menerimanya. Sedangkan bila tidak bisa dipastikan bahwa harta yang di berikan berasal dari harta haram di karenakan ia juga memiliki usaha yang halal, maka boleh menerimanya namun yang wara` adalah jangan menerimanya.

Semoga dapat bermaanfaat, Referensi sebagai berikut ini ;





Membersihkan Harta Hasil Korupsi


Ajaran Islam dengan tegas melarang kita untuk memakan harta hasil korupsi. “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi.. “ (QS al-Baqarah ayat 168). Korupsi masih menjadi penyakit moral di negeri ini. Praktik kejahatan luar biasa ini tidak hanya dilakukan kalangan menteri dan pejabat negara. Tidak sedikit pengusaha, pegawai hingga kaum cendekiawan yang terjerat dari perilaku tak terpuji itu. Di dalam Islam, korupsi termasuk perbuatan yang diharamkan. 

Alquran dengan tegas melarang kita untuk memakan harta dengan jalan yang batil. "Dan janganlah (sebagian) kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian dari harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui." (QS al-Baqarah[2]: 188).

Meski demikian, adakalanya seorang pelaku tindak pidana korupsi diberi kesempatan kedua setelah melewati masa hukumannya. Dia pun ingin bertobat ke jalan yang benar dan memutihkan harta kekayaan yang diperolehnya lewat perilaku korupsi. Dia sadar jika hanya harta halal yang mampu menyelamatkannya dari neraka.

Meski kebanyakan pelaku tindak pidana korupsi diwajibkan untuk membayar uang kerugian negara sesuai kejahatan yang dilakukan, hanya dia sendiri yang mengetahui mana harta yang benar-benar dikategorikan sebagai harta halal setelah adanya praktik tersebut.

"Alquran dengan tegas melarang kita untuk memakan harta dengan jalan yang batil".

“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan karena sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagimu.” (QS al-Baqarah ayat 168). 

Imam Al Ghazali dalam Rahasia Halal-Haram (Al Halal wa Al Haram) mengungkapkan, ada dua kondisi harta seseorang yang bercampur dengan harta haram. Pertama, jumlah barang yang haram diketahui. Semisal jika setengah dari hartanya haram maka dia harus memisahkan setengah hartanya. Caranya yakni menurut apa yang diyakini dan dugaan yang kuat.

Al Ghazali berpendapat, dua cara tersebut dikemukakan para ulama terkait dengan keraguan dalam jumlah rakaat shalat. Dalam shalat ketika terlupa maka seseorang hanya dibolehkan mengambil jumlah rakaat yang diyakini. Sebab, yang pokok adalah melaksanakan tanggungan lalu menempuh istishhab nggapan tetapnya sifat yang ada dan diketahui sebelumnya sampai ada bukti yang mengubahnya.

Meski demikian, tidak mungkin dikatakan jika harta pokok orang tersebut merupakan harta yang haram. Karena itu, ia boleh mengambil menurut dugaan kuat sebagai ijtihad.

"Jika orang tersebut ingin bersifat wara’, maka dia hanya menyisakan kadar yang diyakini kehalalannya dari harta yang telah bercampur". 

Pertama, harta haram itu merupakan kepunyaan seseorang sehingga wajib diserahkan kepadanya atau kepada pemiliknya. Kedua, harta haram itu dimiliki seseorang yang tidak diketahui. Tidak pula diketahui apakah sudah meninggal atau belum serta apakah ada ahli warisnya. Dalam hal ini tidak mungkin dikembalikan kepada pemiliknya.

Akan tetapi, hendaknya ditangguhkan hingga persoalan menjadi jelas. Terkadang, harta tersebut tidak mungkin dikembalikan karena pemiliknya banyak. Contoh harta rampasan perang yang dicuri. Dalam hal ini, Al Ghazali menyarankan untuk menyedekahkan harta tersebut. 

Terakhir, harta tersebut merupakan harta negara yang tidak bergerak. Karena itu, harta itu hendaknya digunakan untuk membangun jembatan, masjid, hingga fasilitas publik seperti jalan sehingga dapat bermanfaat bagi kaum Muslimin.


Referensi sebagai berikut ini ;







Cara Bertaubat dari Harta Haram


Bagaimana cara bertaubat dari harta haram, penting diketahui dan dikaji oleh setiap muslim dan muslimah, terutama kita yang hidup di akhir zaman ini. Sebab, hidup di akhir zaman sangat jarang manusia bisa selamat dari tersentuh harta yang haram alias tidak halal untuk digunakan.

Sebelumnya, maksud harta haram di sini adalah harta yang didapatkan dari transaksi yang tidak dibenarkan oleh Syari’at Islam. Sehingga, harta yang didapatkan tersebut haram untuk digunakan. 

Status keharaman harta tipe ini bukan ‘dzati’ alias haram secara dzat atau materi hartanya, tapi ‘aridhi’ alias mendatang, akibat dari cara mendapatkannya yang tidak dibenarkan oleh syari’at. Misal harta haram tipe ini adalah harta hasil curian, rampasan, tipu menipu, korupsi, dan semacamnya.

Nah, bagaimana cara bertaubat dari harta haram ini? As Sayyid Abdurrahman Ba ‘Alawi dalam kitab Bughyah Al Mustarsyidin menjelaskan, mengutip fatwa Al Imam Al Habib Abdullah bin Husein bin Abdullah Bal Faqih dan Al Allamah As Syeikh Muhammad bin Abi Bakr Al Asykhar Al Yamani yang artinya sebagai berikut ini;

Ada harta haram atau hasil kezaliman pada diri seseorang dan ia ingin bertaubat darinya, maka jalannya adalah dengan mengembalikan semua harta tersebut kepada pemiliknya dengan segera. Bila ia tidak kenal siapa pemiliknya, dan ia masih berharap bisa mengenalinya, maka wajib untuk berusaha mencari tahu siapa pemiliknya dan bersungguh-sungguh dalam mencarinya. Dan mengenalkan padanya hukumnya sunnah. Dan (bila belum menemukan pemiliknya) berniat untuk mengembalikan harta tersebut kapan pun bertemu pemiliknya ataupun ahli warisnya. Dan (sebelum menemukan pemiliknya atau ahli warisnya) tidak berdosa menahan harta tersebut bila tidak menemukan seorang hakim yang terpercaya sebagaimana umumnya terjadi di zaman ini.

Al Imam Al Ghazali dalam Minhaj Al ‘Abidin memberikan solusi berikut: Bahwa dosa yang terjadi antar sesama hamba Allah terkadang pada masalah harta. Maka wajib mengembalikan harta tersebut ketika mungkin. Bila tidak mungkin, misal karena kondisi fakir, maka wajib meminta halal. Bila tidak bisa meminta halal karena ketiadaan pemiliknya atau ia telah wafat, dan memungkinkan baginya untuk bersedekah (dengan atas nama pemilik harta tersebut), maka hendaklah ia melakukannya. Bila tidak mampu juga, maka hendaklah ia memperbanyak berbuat kebaikan dan menyerahkan urusannya kepada Allah dan merendahkan diri kepadaNya berharap Allah Swt membuat pemiliknya merelakannya di hari kiamat kelak.

Dan bila tidak bisa diharapkan mengenal pemiliknya, dengan -misalnya- keberadaan pemiliknya jauh (dan tidak bisa ditemukan), maka jadilah harta tersebut termasuk harta Baitul Mal (kas kaum Muslimin). Sebagaimana harta titipan dan harta rampasan yang tidak bisa diharapkan lagi mengenali siapa pemiliknya, dan harta peninggalan orang yang tidak dikenal siapa pewarisnya. Dalam kondisi seperti itu, maka harta digunakan untuk kepentingan kemaslahatan kaum Muslimin sesuai prioritasnya, mana yang lebih penting, seperti untuk membina masjid sekira tidak ada keperluan yang lebih umum dari itu. Bila orang, yang harta tersebut di bawah tanggungjawabnya, dalam kondisi fakir, maka ia boleh mengambil sekedar keperluannya, dan keperluan tanggungannya yang juga fakir. Ini sebagaimana dijelaskan dalam kitab At Tuhfah dan lainnya.

Dari penjelasan beberapa ulama diatas kita simpulkan bahwa bila seseorang ingin bertaubat dari harta yang didapatkan secara haram, maka cara bertaubatnya adalah berusaha mengembalikannya dengan bersungguh sungguh mencari pemiliknya. Bila ternyata pemiliknya sudah wafat, maka serahkan kepada ahli warisnya. Ini bila hartanya masih ada.

Bila hartanya sudah tidak ada alias sudah terlanjur habis digunakan, maka yang dikembalikan adalah nilainya atau bila tidak mampu mengakui dan meminta maaf atasnya.

Harta haram tidak boleh langsung disedekahkan selama pemiliknya masih mungkin untuk ditemukan. Hal ini sebagaimana jawaban Syekh Ibn Hajar yang dimuat dalam kitab kompilasi fatwa fatwanya yang berjudul Al Fatawa Al Kubra:

Syekh Ibn Hajar ditanya tentang harta rampasan yang jelas tidak tidak diketahuisiapa pemiliknya, apakah haram ataukah syubhat? Apakah menggunakannya, sebagaimana harta temuan, ataukah seperti selain harta temuan? Maka beliau -rahimahullah- menjawab dengan katanya: Tidak halal menggunakannya selama pemiliknya masih diharapkan adanya.

Namun, bila sudah tidak mungkin lagi menemukan pemiliknya atau tidak ada ahli warisnya, hendaklah harta tersebut atau nilainya diserahkan ke Baitul Mal atau disedekahkan kepada fakir miskin atas nama pemilik harta. Dan bila hartanya sudah tidak ada dan tidak punya harta untuk mengganti nilainya, maka hendaklah memperbanyak berbuat kebaikan, seraya memasrahkan urusannya kepada Allah Swt


Referensi sebagai berikut ini ;








.

6 Nasihat Imam Al-Ghazali, mengatasi sifat sombong

6 Nasihat Imam Al-Ghazali, mengatasi sifat sombong

(Enam) Nasihat Imam Al-Ghazali, mengatasi sifat sombong, Seorang mukmin sudah seharusnya membenamkan sifat sombong dan angkuh. Haritsah bin Wahb berkata bahwa ia mendengar Rasulullah SAW bersabda: "Maukah kalian aku beri tahu tentang penduduk neraka? Mereka semua adalah orang-orang kasar, rakus, dan sombong." (HR  Bukhari dan Muslim). Hadis ini menjelaskan tentang bahayanya sifat sombong. Kesombongan merugikan pelakunya di dunia dan juga di akhirat kelak. Tiga perilaku buruk tersebut akan membawa manusia menjadi penghuni neraka.

Kesombongan hanya akan membawa kita pada kehancuran. Kita harus belajar dari kisah iblis. Iblis itu hebat. Namun, dia sombong dan angkuh; merasa diri lebih baik dari nabi Adam AS. Akhirnya, dia diusir dari surga-Nya Allah. Allah SWT berfirman: "Turunlah kamu dari surga itu; karena kamu tidak sepatutnya menyombongkan diri di dalamnya, maka keluarlah, sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang hina." (QS al-A’raf: 13).

Apabila kita diberikan kekayaan, misalnya, terkadang kita juga merasa hebat dari orang yang tak punya. Padahal, kekayaan dan kemiskinan sejatinya hanyalah ujian dari Allah untuk manusia, untuk melihat seberapa baik orang kaya dan seberapa sabar orang miskin.  Oleh sebab itu, sungguh tak elok jika kita melukai hati manusia lain dengan kekayaan dan jabatan yang sejatinya adalah titipan. Rasulullah SAW bersabda: “Cukuplah seseorang dikatakan berbuat jahat jika ia menghina saudaranya yang Muslim.” (HR Muslim).

Seorang mukmin sudah seharusnya membenamkan sifat sombong dan angkuh. Kita harus merendahkan hati agar tak dibenci Allah Swt yang Mahasuci. Untuk mengatasi kesombongan dan keangkuhan, Imam al-Ghazali menyampaikan enam nasihat. Pertama, jika berjumpa dengan anak-anak, anggaplah bahwa anak-anak tersebut lebih mulia daripada kita karena mereka belum banyak melakukan dosa. Kedua, apabila bertemu dengan orang tua, anggaplah ia lebih mulia daripada kita karena dia sudah lama beribadah.

Ketiga, jika berjumpa dengan orang alim, anggaplah dia lebih mulia daripada kita karena mereka telah mempelajari dan mengetahui banyak ilmu. Keempat, jika melihat orang bodoh, anggaplah mereka lebih mulia daripada kita karena mereka melakukan dosa dalam kebodohan, sedangkan kita melakukan dosa dalam keadaan mengetahui. Kelima, apabila melihat orang jahat, jangan anggap kita lebih mulia karena mungkin suatu hari nanti dia akan bertobat atas kesalahannya. Keenam, apabila bertemu dengan orang kafir, katakan di dalam hati bahwa mungkin suatu hari nanti mereka akan mendapatkan hidayah dan memeluk Islam sehingga segala dosa mereka akan diampuni oleh Allah Swt.

Nasihat Imam al-Ghazali mengajarkan kita agar rendah hati dan tidak merasa lebih baik daripada orang lain. Orang mukmin adalah mereka yang selalu rendah hati dan menghargai manusia lainnya. Allah SWT berfirman: “Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan.” (QS al-Furqan:63).


Referensi sebagai berikut ini ;






Dosa kepada sesama manusia itu lebih berat dari pada dosa kepada Allah Swt

Ust. Salim A. Fillah

Dosa kepada sesama manusia itu lebih berat dari pada dosa kepada Allah Swt. Allah Swt Maha Pemaaf sehingga dosa kita sangat mudah dihapuskan asalkan kita senantiasa beristighfar dan bertaubat. Namun, dosa atau kesalahan terhadap sesama manusia belum tentu semudah menghapus dosa kepada Allah Swt, karena manusia tidak sepemaaf Allah Swt. Mungkin dari kita masih banyak nih masih ngeremehin dosa sesama manusia, padahal dosanya jauh lebih berat.

"Barangsiapa yang mempunyai kedzaliman kepada saudaranya mengenai hartanya atau kehormatannya, maka diminta dihalalkanlah kepadanya dari dosanya itu sebelum datang hari dimana nanti tidak ada dinar dan dirham (hari kiamat), dimana akan diambil dari pahala amal kebaikannya untuk membayarnya. Kalau sudah tak ada lagi amal kebaikannya, maka diambil dari dosa orang yang teraniaya itu, lalu dipikulkan kepada orang yang menganiaya itu." (HR. Bukhari).

Dosa-dosa yang berhubungan dengan manusia. Dosa seperti ini yang paling sulit dan paling menyusahkan. Seperti mencuri harta orang lain, membunuh orang lain, menuduh orang lain berzina, memfitnah orang lain, dan mendzalimi orang lain.

Dosa-dosa yang berkaitan dengan manusia tidak cukup hanya sekedar bertaubat kepada Allah Swt, tetapi juga mesti meminta maaf dan keikhlasan dari orang yang pernah tersakiti. Maka dari itu, jangan biasakan menyakiti hati orang lain, karena proses pertaubatannya pun sangat susah. Begitu pula yang berkaitan dengan urusan harta benda, tidak cukup dengan sekedar bertaubat. Tapi mesti mengembalikan harta yang pernah dicuri atau dihutang. Kalaupun tidak mampu untuk mengembalikan, maka akuilah perbuatan itu kepada orang yang bersangkutan dan mintailah maaf dan keikhlasannya.

Kekhilafan diantara sesama manusia hanya akan terbebas setelah dapat saling memaafkan diantara mereka. Inilah otoritas Allah swt yang diberikan kepada manusia. Allah sendiri tidak akan memaafkan seseorang atas kesalahan yang pernah diperbuatnya dengan sesama manusia, sebelum di antara mereka dapat saling memaafkan. Namun demikian, sangat mulia jika kita menjadi manusia yang pemaaf. "Hendaklah mereka memberi maaf dan melapangkan dada, tidaklah kamu ingin diampuni oleh Allah Swt?" (QS. An-Nur : 22)

"Jika kamu memaafkan, melapangkan dada serta melindungi, maka sesungguhnya Allah Swt Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang." (QS. Al-Taqhabun : 14).

Semoga Bermanfaat, semoga jikka kita memiliki dos /kesalahan kepada sesama manusia segera minta maaf, minta halal dan bertobat kepada Allah Swt. Aamin ya robbal 'alamin.


Referensi sebagai berikut ini ;









Meminta pada Allah Swt harta yang halal

Meminta pada Allah Swt harta yang halal


Meminta pada Allah Swt harta yang halal, Kita diperintahkan untuk memakan yang halal dan menjauhi yang haram. Sebagaimana dalam doa yang diajarkan oleh Nabi SAW sebagai berikut ini ; “Ya Allah cukupkanlah aku dengan yang halal dan jauhkanlah aku dari yang haram, dan cukupkanlah aku dengan karunia-Mu dari bergantung pada selain-Mu.” (HR. Tirmidzi).

Berkahnya harta yang halal, Dan ingat rezeki yang halal walau sedikit itu pasti lebih berkah. Abul

‘Abbas Ahmad bin ‘Abdul Halim bin Taimiyyah Al-Harrani (661-728 H) rahimahullah pernah berkata

“Sedikit dari yang halal itu lebih bawa berkah di dalamnya. Sedangkan yang haram yang jumlahnya banyak hanya cepat hilang dan Allah Swt akan menghancurkannya.”

Dalam mencari rezeki, kebanyakan kita mencarinya asalkan dapat, namun tidak peduli halal dan haramnya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam jauh-jauh hari sudah mengatakan,

“Akan datang suatu zaman di mana manusia tidak lagi peduli dari mana mereka mendapatkan harta, apakah dari usaha yang halal atau yang haram.” (HR.Bukhari no. 2083, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu).

Kesimpulannya dalam mencari harta, manusia ada dua keadaan: (1) ada yang menjadi budak dunia, (2) ada yang kurang mendalami halal dan haram. 

Pertama, ada yang jadi budak dunia. Pokoknya dunia diperoleh tanpa pernah peduli aturan. Inilah mereka yang disebut dalam hadits,

“Celakalah wahai budak dinar, dirham, qothifah (pakaian yang memiliki beludru), khomishoh (pakaian berwarna hitam dan ada bintik-bintik merah). Jika ia diberi, maka ia rida. Jika ia tidak diberi, maka ia tidak rida.” (HR. Bukhari).

Lantas Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan,

“Inilah yang namanya budak harta-harta tadi. Jika ia memintanya dari Allah Swt dan Allah Swt memberinya, ia pun rida. Namun ketika Allah tidak memberinya, ia pun murka. ‘Abdullah (hamba Allah) adalah orang yang rida terhadap apa yang Allah Swt ridai, dan ia murka terhadap apa yang Allah Swt  murkai, cinta terhadap apa yang Allah Swtdan Rasul-nya cintai serta benci terhadap apa yang Allah dan Rasul-Nya benci.” (Majmu’ah Al-Fatawa, 10:190).


Artikel berlanjut pada postingan berikutnya, semoga diberikan kelonggaran waktu, dan bermanfaat bagi semuanya. Semoga kita diberikan kekuatan oleh Allah Swt untuk menjauhi datau meng-blokir dari pendapatan yang haram dan meminta kepada Allah Swt harta yang halal, Aamin ya robbal 'alamin.

Referensi sebagai berikut ini ;



Cara Bertobat Memohon Ampunan dari Dosa Zina

Cara Bertobat Memohon Ampunan dari Dosa Zina

Cara Bertobat Memohon Ampunan dari Dosa Zina,  Hukuman bagi penzina sangat berat ini karena perbuatan tersebut tidak terpuji dan dosa besar. Hukum Islam juga menegaskan pelakunya dicambuk atau dirajam bila ada empat saksi yang dapat dipercaya. Namun dosa si pezina tidak akan diampuni oleh Allah Swt sebelum ia bertobat dengan sungguh-sungguh dan menyesali perbuatannya. Dosa zina dapat dilakukan melalui hati, mata, lisan, pendengaran, pemikiran, dan perbuatan. Artinya setiap manusia pasti memiliki dosa, baik yang disadari ataupun tidak.

Beberapa cara bertobat dari perbuatan zina sebagai berikut ini ;

1. Meyakini Allah Swt Maha Penerima Tobat

Seseorang yang berdosa, saat ingin bertobat, dia harus yakin bahwa Allah Subhanahu wa ta'ala adalah Maha Pengampun dan Penerima Tobat. Dalam sebuah hadits Qudsi disebutkan, "Wahai hamba-hamba-Ku, sesungguhnya kalian telah melakukan banyak dosa di siang hari dan malam hari. Sementara Aku, Aku Maha Memberi Taubat, mintalah ampunan kepada-Ku, Aku akan Mengampuni dosa-dosa kalian." (HR. Bukhari).

"Allah Swt, setiap malam di sepertiga malam terakhir, Allah turun ke dunia, kemudian Dia berfirman, "Mana hamba-hamba-Ku yang ingin berdoa, Aku akan kabulkan doanya. Mana hamba-hamba-Ku yang ingin meminta, Aku akan penuhi permintaannya. Mana hamba-hamba-Ku yang ingin meminta ampunan, yang ingin bertaubat, Aku akan ampuni dia." (HR. Bukhari dan Muslim)

2. Optimistis

Dosa-dosa yang telah lalu pasti diampuni oleh Allah Swt manakala dia bertobat dengan sungguh-sungguh, tulus dan jujur.Rasulullah Shallallahu 'alahi wasallam bersabda, "Seseorang yang bertobat dari dosa-dosa yang telah dia lakukan, itu sama saja seperti orang yang tidak pernah melakukan dosa " (HR. Ibnu Majah dan Baihaqi, dishahihkan oleh Al-Albani).

3. Yakinlah Allah Swt akan mengganti dengan kebaikan

Allah Swt akan menggantinya dengan kebaikan, akan menggantikannya dengan pahala yang berlipat ganda; dengan syarat dia jujur dalam taubatnya. Dia ingin berhijrah dengan benar, beriman dengan benar, menyesali perbuatannya, kemudian dia buktikan ketulusan taubatnya tersebut dengan amal salih.

Hal ini terdapat pada Al-Quran Surat Al-Furqon (25) : 68-70-68. "dan orang - orang yang tidak mempersekutukan Allah dengan sembahan lain dan tidak membunuh orang yang Diharamkan Allah kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina; dan barangsiapa melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat hukuman yang berat,"

Al-Quran Surat Al-Furqon ayat ke 69. "(yakni) akan dilipatgandakan azab untuknya pada hari kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina,"

Al-Quran Surat Al-Furqon ayat ke 70. "kecuali orang - orang yang bertobat dan beriman dan mengerjakan kebajikan; maka kejahatan mereka Diganti Allah dengan kebaikan. Allah Swt Maha Pengampun, Maha Penyayang."


Referensi sebagai berikut ini ; 








Amalan Penghapus Dosa Kecil dan Besar yang Diampuni Allah Swt

Miswari Budi prahesti - Amalan Penghapus Dosa Kecil dan Besar yang Diampuni Allah Swt

Amalan Penghapus Dosa Kecil dan Besar yang Diampuni Allah Swt, Sejumlah amalan penghapus dosa yang bisa kamu lakukan sehari-hari agar Allah Swt. mengampuni segala bentuk kesalahan yang pernah dilakukan sebelumnya. Setiap manusia di muka bumi pastinya tidak pernah luput dari kesalahan. Segala kesalahan yang dilakukan umat Islam di dunia tersebut baik dengan sengaja maupun tidak sengaja.

Meskipun demikian, Allah Swt. tetap mengampuni dosa-dosa yang pernah dilakukan manusia melalui sejumlah amalan. Amalan penghapus dosa adalah melakukan hal kebaikan untuk menebus setiap kesalahan dan dosa yang pernah dilakukan. Dengan melakukan amalan tersebut maka Allah Swt. akan menghapus dosa kecil maupun besar. Allah Swt akan mengampuni dan menerima amalan tersebut jika dilakukan dengan sungguh-sungguh.

1. Bertobat 

Bertobat Kepada Allah Swt adalah amalan penghapus dosa besar yang bisa kamu lakukan untuk meminta ampunan pada Allah Swt.   Hal ini sesuai firman Allah di surat Az Zumar ayat 53, sebagai berikut ini; 

“Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” 

2. Berbuat Amal Kebaikan

Berbuat amal kebaikan dalam kegiatan sehari-hari bisa menjadi ladang pahala sekaligus penghapus dosa di masa lalu. Ada banyak amalan yang bisa kamu lakukan seperti menjauhi larangan Allah Swt. dan berbuat baik pada sesama.

3. Sabar 

Salah satu amalan yang bisa menghapus dosa besar adalah bersabar ketika mendapat cobaan. Sabar saat menerima cobaan seperti sakit hingga kehilangan seseorang karena meninggal bisa menjadi jalan untuk menghapus dosa-dosa yang pernah dilakukan. Hal tersebut berdasarkan sabda Nabi Muhammad saw. yang diriwayatkan Bukhari-Muslim.

“Tidaklah menimpa seorang mukmin berupa rasa sakit (yang terus menerus), rasa capek, kekhawatiran (pada pikiran), sedih (karena sesuatu yang hilang), kesusahan hati atau sesuatu yang menyakiti sampai pun duri yang menusuknya melainkan akan dihapuskan dosa-dosanya.”

4. Bersedekah

Bersedekah merupakan amalan untuk menghapus dosa yang pernah diperbuat baik sengaja atau tak sengaja. Jadi, bersedekahlah supaya Allah Swt. menerima dan mengampuni dosa-dosa tersebut. Salah satunya adalah menyisihkan sebagian rezeki untuk diberikan pada orang lain yang membutuhkannya.

5. Menjaga Wudu

Dosa masa lalu dapat Allah Swt. hapus dengan amalan yang cukup mudah. Amalan tersebut adalah menjaga wudu yang rupanya bisa menghapus dosa besar. Hal ini sesuai dengan hadis Muslim dan Nasa'i.

“Barang siapa yang berwuhu seperti wuduku ini, maka dosa-dosanya yang terdahulu akan diampuni. Sedangkan salatnya, jalannya menuju masjid adalah amalan tambahan.” 

6. Salat

Salat adalah tiang agama bagi umat Islam. Nah, menunaikan salat lima waktu merupakan amalan untuk menghapus segala dosa. Salat lima waktu sehari semalam ibarat seseorang yang di depannya mengalir sungai dan dia mandi sebanyak lima kali sehari. Artinya, tidak ada kotoran yang tersisa padanya. Jadi, jangan lupa salat agar Allah mengampuni segala dosa yang pernah kamu perbuat, ya!

7. Puasa

Selain puasa Ramadan, kamu juga bisa melakukan amalan lain sebagai penebus dosa. Beberapa di antaranya adalah puasa Arafah dan Asyura yang juga merupakan ladang amal penghapus dosa. Lagi pula, puasa Asyura dapat menghapus dosa tahun lalu. Adapun puasa Arafah dapat menghapus dosa 2 tahun yakni tahun lalu dan tahun yang akan datang.

8. Menjaga Tauhid

Menjaga tauhid merupakan salah satu yang harus dilakukan oleh umat Islam sebagai sarana penebus dosa besar. HR at-Tirmidzi menjelaskan bahwa seseorang yang mentauhidkan Allah, sekalipun datang dengan membawa sepenuh bumi dosa, akan dibawakan sepenuh bumi pula ampunan.

9. Membaca Istighfar

Membaca istighfar tidaklah sulit dan berat, namun bisa menjadi jalan penghapus dosa. Memohon ampun kepada Allah Swt. dengan beristighfar merupakan jalan terbaik. Namun, lakukanlah dengan sepenuh hati agar Allah menerima amalan tersebut. Kamu bisa melakukannya di setiap aktivitas atau usai salat.

10. Menjabat Tangan

Tahukah kamu kalau menjabat tangan bisa menggugurkan dosa, Rupanya, menjabat tangan adalah salah satu sunnah Nabi Muhammad saw. “Tidaklah dua Muslim itu bertemu lantas berjabat tangan melainkan akan diampuni dosa di antara keduanya sebelum berpisah.” (HR Abu Dawud).

11. Salat Jumat

Salat Jumat merupakan hal wajib bagi laki-laki muslim. Selain mendapat pahala, ternyata salat jumat dapat menghapus segala dosa. Jadi, laksanakan salat Jumat dan berdoalah supaya dosa yang pernah kamu lakukan diampuni Allah.

12. Zikir

Zikir adalah amalan penghapus dosa sebanyak buih di lautan. Hal ini menurut hadis riwayat Bukhari bahwa zikir dapat kamu baca untuk meleburkan dosa-dosa.

“Barang siapa yang berkata subhanallah wa bihamdihi (Maha Suci Allah dan dengan segala pujian bagi-Nya), sebanyak 100 kali maka akan dihapus dosa-dosanya sekalipun sebanyak buih lautan.”

13. Berselawat

Amalan untuk menghapus dosa-dosa manusia adalah berselawat nabi. Hal ini sesuai hadis Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu.

"Barangsiapa yang bershalawat atasku satu shalawat maka niscaya Allah bershalawat atasnya sepuluh shalawat, dihapuskan darinya 10 dosa dan diangkatkan untuknya 10 tingkatan." (HR an Nasai dan dishahihkan oleh al-Albani).


Referensi Sebagai berikut ini ;









Cara Sholat Taubat untuk Memohon Ampun dari Dosa Besar dan Kecil, Istighfar ke Allah Swt

Cara Sholat Taubat untuk Memohon Ampun dari Dosa Besar dan Kecil, Istighfar ke Allah Swt

Cara sholat taubat untuk memohon ampun dari dosa besar dan kecil. Anda perlu istighfar kepada Allah Swt. Hadist yang menganjurkan pelaksanaan sholat taubat ini adalah hadist riwayat Imam at Tirmidzi dari sahabat Ali bin Abi Thalib, dari sahabat Abu Bakar As-Shidiq bahwa Rasulullah SAW bersabda, yang mempunyai arti: “Tidaklah seorang berbuat dosa lalu ia beranjak bersuci, melakukan shalat kemudian beristighfar meminta ampun kepada ALLAH kecuali ALLAH mengampuninya.”

Mari membahas tata cara sholat taubat nasuha yang benar, sesuai dengan ajaran syariat agama Islam adalah dikerjakan sebanyak 2 rakaat, diawali dengan niat, dan diakhiri dengan salam. Sholat taubat nasuha sendiri adalah sholat sunnah yang dilakukan dalam rangka memenohon ampunan dari segala dosa yang telah diperbuat kepada Allah SWT. Serta berjanji tidak akan mengulangi kesalahan tersebut. Berikut tata cara melaksanakan sholat taubat yang benar melansir dari buku terjemahan Kitab Fathu Qorib karya Muhamad Saiful Anwar:

1. Takbiratul ihram dengan membaca niat dalam hati

“Usholli sunnatat taubati rok’ataini lillahi ta’ala” Artinya: “aku berniat melakukan sholat sunnah taubat dua rakaat karena Allah Swt”

2. Membaca doa iftitah. Berikut doanya:

“Allahu akbar, kabirau walhamdu lillahi katsira, wa subhanallahi bukrotaw washila. inni wajjahtu wajhiya lilladzi fatharas samawati wal arha hanifam muslimaw wa ma ana minal musyrikin. inna shalati wa nusuki wa mahyaya wa mamati lillahi rabbil alamin la syarika lahu wa bidzalika umirtu wa ana minal muslimin.”

Artinya, “"Allah maha besar, maha sempurna kebesaran-Nya. Segala puji bagi Allah, pujian yang sebanyak-banyaknya. Dan maha suci Allah sepanjang pagi dan petang. Kuhadapkan wajahku kepada Dzat yang mencipta langit dan bumi dalam keadaan lurus dan pasrah. Dan aku bukanlah dari golongan orang-orang yang menyekutukan Allah. Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku semata hanya untuk Allah Tuhan Semua Alam, tiada sekutu bagi-Nya. dan begitulah aku diperintahkan dan aku dari golongan orang muslim.”

3. Membaca surat Al Fatihah

4. Membaca surat-surat pendek yang ada di Al-Quran, seprti surat An-Nas, Al Ikhlas, dan Al Falaq.

5. Lalu rukuk dan membaca doa rukuk. “Subhaana rabbiyal ‘adzhiimi Wa Bi Hamdih.” Artinya, “maha suci Allah Rabbku Yang Maha Agung dan pujian untuk-NYA.”

6. I’tidal lalu membaca doa I’tidal.

“Rabbanaaa lakal hamdu mil-ussamaawaati wa mil-ul-ardhi wa mil-u maa syik-ta min syai-im ba’du”

Artinya: “Ya Allah Tuhan Kami, Bagi-Mu lah Segala Puji, sepenuh langit dan bumi, dan sepenuh barang yang Kau kehendaki sesudah itu”.

7. Sujud dan membaca doa sujud

“Subhana Robbiyal A’laa Wa Bi Hamdih” Artinya, “Mahasuci Rabbku Yang Mahatinggi dan pujian untuk-NYA.”

8. Duduk diantara dua sujud

“Robbighfirlii warhamnii wajburnii warfa'nii warzuqnii wahdinii wa'aafinii wa'fu 'annii.”

Artinya, “Ya Allah ampunilah aku, rahmatilah aku, perbaikilah keadaanku, tinggikanlah derajatku, berilah rezeki dan petunjuk untukku."

9. Sujud dan membaca doa sujud

Subhana Robbiyal A’laa Wa Bi Hamdih

Artinya, “Mahasuci Rabbku Yang Mahatinggi dan pujian untuk-NYA.”

10. Berdiri mengulang gerakan pertama hingga sujud kedua

11. Tahiyat akhir dan membaca doanya

12. Melakukan salam

Begitulah cara sholat taubat untuk memohon ampun dari dosa besar dan kecil. semoga toubat kita diterima Allah Swt, Aamin ya robbal 'alamin.


Referensi sebagai berikut ini ;





Empat Manfaat Berkurban saat Idul Adha, Salah Satunya sebagai Penghapus Dosa

Miswari Budi Prahesti

Beberapa manfaat berkurban saat Idul Adha. Dalam sebuah riwayat disebutkan, kurban dapat menghapus dosa yang telah lalu. Istilah kurban berasal dari bahasa Arab Udh-hiyah yang artinya hewan ternak yang disembelih pada hari Idul Adha dan hari Tasyriq dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Dalam Fiqih Islam wa Adillatuhu Juz 4, Prof Wahbah Az Zuhaili mengatakan, ibadah kurban disyariatkan pada tahun ketiga Hijrah, bersamaan dengan zakat dan salat hari raya. Perintah kurban ini tertuang dalam surat Al Kautsar ayat ke 2. Allah SWT berfirman yang artinya sebagai berikut ;

Artinya: "Maka, laksanakanlah sholat karena Tuhanmu dan berkurbanlah!"

Hikmah Syariat Kurban

Persyariatan kurban ini mengandung sejumlah hikmah yang dapat dipetik oleh umat Islam. Mengutip buku Fikih Madrasah Tsanawiyah Kelas IX oleh Zainal Muttaqin dan Amir Abyan, berikut sejumlah hikmah disyariatkannya kurban:

Mengenang peristiwa monumental kepatuhan Nabi Ibrahim AS dan Ismail AS kepada perintah Allah SWT. Mencontoh keeratan dan keharmonisan hubungan Nabi Ibrahim AS sebagai bapak dan Nabi Ismail AS sebagai anak, terutama dalam menghadapi masalah. Merajut jalinan akrab antara kalangan yang mapan dan berkecukupan dengan orang yang kurang berada. Memberikan kesenangan kepada fakir dan miskin dengan membagikan daging kurban kepada mereka. Manfaat Berkurban di Hari Idul Adha

1. Sarana mendekatkan diri kepada Allah Swt

Kurban merupakan salah satu ibadah yang dijalankan sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dalam surat Al Kautsar ayat 2 Allah SWT berfirman yang artinya sbb ini :

Artinya: "Maka, laksanakanlah sholat karena Tuhanmu dan berkurbanlah!"

Menurut Tafsir Kementerian Agama Ripublik Indoensia, Allah SWT memerintahkan untuk melaksanakan sholat dengan ikhlas semata-mata karena-Nya, bukan tujuan ria dan memerintahkan untuk berkurban demi Allah SWT dengan menyembelih hewan sebagai ibadah dan sarana mendekatkan diri kepada Allah SWT.

2. Sebagai ungkapan syukur

Menurut ulama madzhab Hanafi sebagaimana dijelaskan Wahbah az-Zuhaili dalam kitab fikihnya, kurban menjadi wajib hukumnya apabila dituntut dari orang kaya untuk melaksanakannya setiap Hari Raya Idul Adha.

Kurban yang dimaksud di sini bukan dalam rangka nadzar atau sengaja dibeli untuk disembelih, melainkan dilakukan sebagai ungkapan syukur atas nikmat kehidupan yang diberikan Allah SWT dan menghidupkan sunnah yang diwariskan Nabi Ibrahim AS.

3. Sebagai penghapus dosa

Manfaat berkurban lainnya adalah sebagai penghapus dosa dan penebus kesalahan. Kurban ini juga dapat menjadi kendaraan bagi orang yang bersangkutan ketika melewati shiraath di akhirat kelak.

Hal ini bersandar pada sebuah hadits sebagaimana disebutkan oleh Imam ar-Rafi'i dan Ibnu Rif'ah, yang berbunyi, "Perbesarlah hewan kurban kalian karena sesungguhnya ia akan menjadi kendaraan kalian melintas di atas jembatan (shiraath) kelak."

Hadits mengenai kurban sebagai penghapus dosa juga diriwayatkan oleh Al Bazzar dan Ibnu Hibban, "Hai Fatimah, berdirilah di sisi kurbanmu dan saksikanlah ia, sesungguhnya tetesan darahnya yang pertama itu adalah pengampunan bagimu atas dosa-dosamu yang telah lalu."

4. Menjadi amalan yang amat dicintai Allah Swt

Ammi Nur Baits dalam bukunya Panduan Qurban menjelaskan, menyembelih qurban termasuk amal saleh yang memiliki keutamaan besar. Disebutkan dalam sebuah riwayat yang berasal dari Aisyah RA, ia menceritakan bahwa Nabi SAW bersabda:

"Tidaklah anak Adam melakukan suatu amalan pada hari Nahr (Idul Adha) yang lebih dicintai oleh Allah melebihi mengalirnya darah (kurban), maka hendaknya kalian merasa senang karenanya," (HR At Tirmidzi dan Ibnu Majah, sebagian ulama mengatakannya dhaif).

Meskipun hadits tersebut lemah, namun, kata Ammi Nur Baits, tidak menyebabkan hilangnya keutamaan kurban. Syaikhul Islam dalam Majmu' Fatawa mengatakan, keutamaan kurban ini lebih utama daripada sedekah.

Berqurbanlah, aqiqah, hadyu sunah, semuanya lebih baik, daripada sedekah dengan uang senilai hewan yang disembelih.


Referensi sebagai berikut ini ;




Kurban Amalan Yang Paling Dicintai Allah SWT


Kurban Amalan Yang Paling Dicintai Allah SWT, Tak lama lagi umat muslim sedunia akan segera menghadapi hariraya besar kedua, yakni hari raya Idul Adha. Salah satu amalan yang sangat dianjurkan untuk dilakukan adalah menyembelih hewan Kurban.Menyembelih hewan kurban pada hari Idul Adha dan hari-hari tasyriq merupakan ibadah yang sangat dianjurkan dalam Islam.

Dalam Alquran disebutkan bahwa menyembelih hewan kurban adalah bagian dari syiar Allah yang selayaknya diperhatikan dan diagungkan oleh semua kaum Muslim. Karena siapa pun yang mengagungkan syiar-syiar Allah, maka hal itu menunjukan bahwa dia bertakwa kepadanNya.

Disebutkan dalam surah Alhajj ayat 36, Allah berfirman yang artinya ; “Dan telah kami jadikan untuk kalian unta-unta itu sebagian dari syiar Allah Swt”

Juga dalam surah Alhajj ayat 32, Allah Swtjuga berfirman yang artinya ; “Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan syiar-syiar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati.”

Selain untuk mengagungkan syiar Allah, berkurban dianjurkan karena mengandung banyak keutamaan. Banyak hadis Nabi Saw. yang menjelaskan keutamaan berkurban ini, di antaranya sebagai berikut;

1. Berkurban adalah amalan yang paling dicintai Allah pada hari Idul Adha. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam hadis riwayat Imam Hakim, Ibnu Majah dan Tirmidzi dari Sayidah Aisyah, Nabi Saw. Bersabda yang artinya sbbb ;

“Tidaklah pada hari nahr manusia beramal suatu amalan yang lebih dicintai oleh Allah dibanding mengalirkan darah dari hewan kurban. Ia akan datang pada hari kiamat dengan tanduk, kuku, rambut hewan kurban tersebut. Dan sungguh, darah tersebut akan sampai kepada (ridha) Allah sebelum tetesan darah tersebut jatuh ke bumi, maka bersihkanlah jiwa kalian dengan berkurban.”

2. Mendapat kebaikan sebanyak bulu hewan yang dijadikan kurban. Dalam hadis riwayat Imam Abu Daud dari Zaid bin Arqam, dia berkata;

“Para sahabat bertanya kepada Nabi Saw., ‘Wahai Rasulullah, apakah maksud dari hewan-hewan kurban seperti ini?. Beliau menjawab; ‘Ini merupakan sunnah (ajaran) bapak kalian, Nabi Ibrahim.’ Mereka bertanya, ‘Wahai Rasulullah, lantas apa yang akan kami dapatkan dengannya?’ Beliau menjawab; ‘Setiap rambut terdapat satu kebaikan.’ Mereka berkata, ‘Bagaimana dengan bulu-bulunya wahai Rasulullah?’ Beliau menjawab: “Dari setiap rambut pada bulu-bulunya terdapat sutu kebaikan.”

3. Menghapus dosa kecil. Disebutkan dalam hadis riwayat Imam Hakim dari Imran bin Hushain, Nabi Saw. bersabda;

“Wahai Fatimah, bangkit dan saksikanlah penyembelihan kurbanmu, karena sesungguhnya setiap dosa yang telah kamu lakukan akan diampuni dalam setiap tetesan darah yang mengalir dari hewan kurban tersebut. Kemudian katakanlah; ‘Sesungguhnya salatku, ibadahku (kurban), hidupku dan matiku hanya bagi Allah, Tuhan semesta alam, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan oleh karena itu aku diperintahkan, dan aku termasuk orang yang berserah diri.’ Imran bin Hushain berkata; ‘Saya bertanya, ‘Wahai Rasulullah, apakah keutamaan ini hanya khusus bagimu dan keluargamu, atau kepada seluruh umat Muslim?. Nabi Saw. menjawab; ‘Tidak, tapi untuk seluruh kaum Muslim.’”

Dengan demikian, berkurban selain untuk mengagungkan sebagian syiar Allah, juga agar mendapatkan keutamaan kurban. Ada banyak keutamaan kurban, di antaranya adalah dicatat sebagai amalan terbaik di hari Idul Adha yang paling dicintai Allah Swt, mendapat kebaikan sebanyak bulu hewan kurban dan mendapatkan ampunan dosa.


Referensi sebagai berikut ini ;



Berkorman manfaat salah satunya menghapus dosa kita


Hari Raya Idul Adha adalah hari yang ditunggu-tunggu oleh umat muslim di seluruh dunia. Tak hanya dijadikan momen untuk saling namun Idul Adha juga memiliki segudang manfaat yang tak terduga. Berikut ini manfaat kurban untuk seluruh umat.

1. Mendekatkan diri kepada Allah SWT

Kurban berasal dari kata Qurb atau Qurban yang berarti 'dekat'. Sedangkan penulisan qurban dengan imbuan alif dan nun bermakna 'kesempurnaan'. Sehingga kurban atau qurban adalah 'kedekatan yang sempurna'. Atau dalam makna lainnya, kurban berarti menyembelih hewan untuk melaksanakan perintah Allah SWT sekaligus mendekatkan diri kepada Yang Maha Kuasa.

2. Menyadarkan bahwa segala sesuatunya akan kembali kepada Allah SWT

Berkaca dari kisah Nabi Ibrahim yang rela mengorbankan anak semata wayangnya, Ismail, untuk disembelih karena perintah Allah, menyadarkan kita bahwa segala sesuatu yang diberikan Allah mulai dari harta, kecantikan, ketampanan, hingga keluarga adalah titipan dan akan kembali kepada Allah sehingga sebagai manusia sebaiknya tidak menyombongkan diri ataupun terlalu mencintai sesuatu melebihi cintanya dengan Allah SWT.

3. Mensucikan diri dan harta benda

Menurut HR Tirmidzi, ibadah berkurban adalah salah satu ibadah yang disukai dan dimuliakan oleh Allah SWT. Bagi mereka yang mampu, berkurban tak hanya dijadikan momen untuk berbagi namun juga mensucikan diri dan harta benda yang dimiliki.

4. Menghapus Dosa

Menurut HR. Al Bazaar dan Ibnu Hibban, tetesan darah hewan yang dikurbankan merupakan penebus dan pengampun dosa-dosa orang yang berkurban pada masa lalu. "Hai Fatimah, berdirilah di sisi kurbanmu dan saksikanlah ia, sesungguhnya titisan darahnya yang pertama itu pengampunan bagimu atas dosa-dosamu yang telah lalu". (HR. Al Bazaar dan Ibnu Hibban).

5. Sebagai bentuk syukur

Berkurban adalah bentuk rezeki yang dititipkan Allah untuk disalurkan kepada orang yang lebih membutuhkan. Selain itu, dalam Islam juga diajarkan untuk saling berbagi dan membantu saudara yang membutuhkan. Tak hanya itu, berkurban juga dilaksanakan sebagai bentuk syukur atas rezeki yang melimpah dan diberikan Allah sehingga mampu menyalurkannya untuk banyak orang.


Referensi sebagai berikut ini ;