This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences. Now replace these with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences. Now replace these with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences. Now replace these with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences. Now replace these with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences. Now replace these with your own descriptions.

Kamis, 07 Juli 2022

Dosa wanita dan jarang tanpa di sadari

Miswari Budi Prahesti

Dalam ajaran Islam, seorang wanita diwajibkan untuk mengerjakan amal kebaikan serta menghindari hal-hal yang terlarang agar amal baik yang telah dilakukan tidak menjadi rusak. Akan tetapai terkadang ada saja kebiasaan yang tanpa sadar dilakukan wanita setiap hari yang ternyata merupakan perbuatan dosa yang dilarang Allah SWT.

Merubah Fisik Dosa yang tanpa sadar dilakukan wanita ialah merubah bentuk fisiknya. Tahukah Anda jika hal ini ternyata mrupakan salah satu perbuatan yang sangat dibenci Allah SWT. Perubahan fisik dimaksud yang sering dilakuka wanita adalah seperti melakukan operasi, implan, sedot lemak, memancungkan hidung, dan perubahan fisik jenis lainnya,

Namun apabila perubahan fisik bertujuan untuk mengobati penyakit, maka wanita masih diperbolehkan dengan dalil untuk menyembuhkan.

Mengabaikan Suami sebagai Kepala Keluarga Dalam peraturan  Islam serta  sabda Rasulullah SAW, suami merupakan kepala rumah tangga yang wajib dihormati.

Rasulullah Muhammad SAW memberikan gambaran jika saat suami memberi perintah untuk sebuah pekerjaan seperti memindahkan bukit merah menuju bukit putih ataupun sebaliknya, maka istri tidak memiliki pilihan lain kecuali melaksanakan perintah yang diberikan suaminya tersebut. Akan tetapi saat ini cukup banyak wanita yang mengabaikan peran suaminya tersebut.

Banyak Bicara Hal ini kerap dilakukan oleh banyak orang terutama wanita. Tanpa sadar banyak berbicara apalagi membual ternyata dapat menimbulkan dosa.

Jabir bin Abdillah ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda: ‘Sesungguhnya orang yang paling aku benci dan yang paling jauh majelisnya dari aku pada hari kiamat adalah tsarsarun (orang yang banyak omong), mutasyaddiqun (yang membual dan bicara seenaknya) dan mutafayhiqun’.

Para sahabat menukas: ‘Wahai Rosulullah kami telah mengetahui siapa itu tsarsarun dan mutasyaddiqun tapi mutafayhiqun kami tidak mengetahuinya. Siapakah mereka? Rosulullah menjawab: ‘Mereka adalah orang yang sombong (angkuh)’. (HR. Ahmad, Ibnu Hibban dan Abu Nu’aim).

Berpakaian namun Telanjang Maksud dari berpakaian namun telanjang ialah, dimana seorang wanita mengenakan pakaian yang ketat dan tipis sehingga membuat setiap lekuk tubuhnya terlihat.

Hal ini merupakan salah satu dosa yang tanpa sadar dilakukan banyak wanita. Namun keharaman ini tidak berlaku jika dikenakan di depan suami yang sah.

Pergi tanpa Izin Suami Dosa yang tanpa sadar dilakukan wanita selanjutnya adalah bepergian tanpa seizin suami. Islam memandang wanita yang melakukan perjalanan meskipun dengan tujuan baik namun tidak mendapatkan izin dari suami, merupakan hal yang akan menimbulkan dosa sehingga akan menerima hukum istri yang melawan menurut Islam.

Berkawan Akrab  dengan Lelaki yang Bukan Mahramnya Dosa yang satu ini kerap disepelekan oleh para muslimah padahal dalam Islam sudah jelas dilarang untuk berteman akrab dengan lelaki yang bukan mahram.

Rasululloh SAW bersabda: ‘Tidaklah seorang lelaki berduaan dengan wanita, melainkan yang ketiganya adalah setan”. (HR At-Tirmidzi di-shahih-kan oleh Al-Albani).

Berhias Dalam urusan penampilan wanita selalu ingin terlihat cantik dan menarik. Namun seorang wanita tidak boleh berhias untuk selain suaminya. Apalagi sampai meminta untuk menyambung rambut dan juga mencukur alis.

Rasululloh SAW bersabda: ‘Terlaknatlah wanita yang menyambung dan minta disambungkan rambutnya, wanita yang mencukur dan minta dicukur alisnya, wanita yang mentato dan minta ditato’. (HR Abu Dawud, di-sahih-kan oleh Al-Albani)

Demikianlah penjelasan yang berkaitan dengan dosa yang tanpa sadar dilakukan setiap hari, khususnya bagi para wanita. Semoga penjelasan ini dapat memberikan pencerahan  agar bisa  mengurangi dosa-dosa tersebut.


Referensi sebagai berikut ini :



70 Dosa besar manusia

Miswari Budi Prahesti

Manusia itu tempatnya salah dan lupa "Al-Insaanu Mahallu al-khatha` wa al-nisyaan" . Ungkapan di atas menjadi pertanda bahwa sesungguhnya, tak ada satu pun manusia yang ada di dunia ini luput dari kesalahan atau tak pernah berbuat dosa.

Nabi Muhammad SAW, sebagai seorang Nabi yang telah dijaga kesalahannya oleh Allah (al-Ma'shum) dan diampuni dosa-dosanya, pernah melakukan kekhilafan. Salah satunya sebagai berikut. Saat Rasulullah SAW sedang menerima tamu para pembesar Quraisy dan sedang berbincang-bincang, tiba-tiba datanglah di hadapannya seorang laki-laki buta yang bernama Abdullah bin Ummi Maktum. Laki-laki ini bermaksud menanyakan sesuatu kepada Rasulullah SAW.

Namun, beliau merasa tidak 'suka' dengan kedatangan Ibnu Ummi Maktum ini sehingga beliau terlihat bermuka masam. Atas sikap Rasulullah SAW ini, Allah lalu menegurnya melalui firman-Nya dalam surah 'Abasa 80 : 1-42.

Bahkan, para nabi dan rasul lainnya juga pernah berbuat kekeliruan. Misalnya, Nabi Adam memakan buah khuldi, Nabi Yunus meninggalkan kaumnya, Nabi Musa membunuh lelaki keturunan Bani Israil, dan lain sebagainya. Ini semua menunjukkan bahwa manusia memang tempatnya salah dan keliru.

Bila diperhatikan, kata 'manusia' yang dalam bahasa Arab berasal dari kalimat nisyan dengan jamaknya Al-Insaan memiliki makna pelupa. Hal ini menunjukkan bahwa pada prinsipnya manusia itu suka lupa, lalai, salah, dan khilaf. Karena itu, benarlah bila dikatakan, manusia itu tempatnya salah dan lupa.

Dosa besar, Bila berbicara masalah dosa dan kesalahan, manusia tentunya pernah berbuat dosa yang kecil dan dosa besar. Dosa-dosa atau kesalahan yang diperbuat itu antara lain adalah berdusta (berbohong), memasang duri di jalan, mencuri, meninggalkan shalat, tidak menunaikan zakat, enggan melaksanakan haji walau sudah mampu, menggunjing (ghibah), korupsi, berzina, memakan harta anak yatim, dan lain sebagainya. Di antara perbuatan tersebut terdapat dosa-dosa besar dan kecil.

Apa saja dosa-dosa besar itu? Berapa banyak jumlahnya? Para ulama berbeda pendapat mengenai dosa-dosa besar itu. Ada yang mengatakan jumlahnya tujuh, 70, hingga 700. Menurut Ibnu Abbas RA, dosa besar itu ada 70 dan jumlah ini mendekati kebenaran daripada tujuh.

Dalam sebuah hadis yang disepakati oleh para ahli hadis (muttafaq alaih), dosa besar itu ada tujuh. Rasulullah SAW bersabda, ''Jauhilah oleh kalian tujuh dosa yang membinasakan.'' Ditanyakan kepada Rasulullah SAW, ''Apa saja, ya, Rasulullah?'' Nabi menjawab, ''Syirik (menyekutukan Allah dengan lainnya), membunuh jiwa (manusia) yang dilarang Allah selain dengan dasar yang dibenarkan (oleh agama), memakan harta anak yatim, memakan riba, berpaling mundur saat perang, dan menuduh zina terhadap wanita-wanita terhormat. Mereka tidak tahu-menahu dan mereka wanita-wanita beriman.'' (Muttafaq Alaih).

Berkenaan dengan ini pula, Syekh Syamsuddin Muhammad bin Qaimaz at-Turkumani Al-Fariqi ad-Dimasqi asy-Syafii Adz-Dzahabi (673-748 H/1274-1348 M) memetakan dosa-dosa besar dalam sebuah buku yang berjudul al-Kaba`ir.

Dalam kitabnya setebal 179 halaman tersebut, Adz-Dzahabi menyebutkan, ada banyak perbuatan dosa yang sering dan biasa dilakukan oleh manusia. Di antaranya terdapat perbuatan dosa besar. Dalam kitabnya ini, Adz-Dzahabi menuliskan sebanyak 70 dosa besar. Dan, ke-70 dosa besar itu antara lain adalah syirik (menyekutukan Allah dengan sesuatu), membunuh, sihir, meninggalkan shalat, tidak mengeluarkan zakat, berbuka puasa di bulan Ramadhan tanpa uzur, meninggalkan haji di saat mampu, dan durhaka kepada kedua orang tua.

Selain itu, yang termasuk dalam dosa besar juga adalah bermusuhan dengan sanak saudara, berzina, melakukan hubungan seksual dengan sesama jenis (homoseksual dan lesbian), riba, memakan harta anak yatim dan menzaliminya, berdusta atas nama Allah dan Rasul-Nya, lari dari perang, melakukan penipuan dan kezaliman kepada rakyat, sombong, bersaksi palsu, meminum khamar, berjudi, menuduh wanita baik-baik berbuat zina, dan curang dalam melakukan pembagian harta rampasan perang.

Dosa besar lainnya adalah mencuri (korupsi), menodong, bersumpah palsu, berbuat zalim, melakukan pungutan liar (pungli), mengonsumsi dan mengoleksi barang haram, bunuh diri, kebiasaan berbohong, hakim yang jahat, menerima suap (menyogok), wanita bergaya laki-laki dan sebaliknya, serta suami yang acuh tak acuh dengan perbuatan buruk istri dan calo dalam kejahatan, mempermainkan pernikahan, riya, berkhianat, mengadu domba, ingkar janji, percaya kepada dukun dan paranormal, menyakiti tetangga, memanjangkan pakaian karena bangga dan sombong, menyakiti wali-wali Allah, berbuat makar, menyebarkan rahasia kaum Muslim, dan menghina sahabat Nabi SAW.

Dalam al-Kaba`ir ini, Adz-Dzahabi mendefinisikan bahwa yang dimaksud dengan perbuatan dosa besar ialah segala hal yang dilarang Allah sebagaimana yang telah dijelaskan dalam Alquran dan sunah serta para ulama salaf.

Ke-70 dosa besar itu, menurut Adz-Dzahabi, adalah penjabaran dari tujuh dosa besar yang disepakati oleh para ulama dan ahli hadis. Sedangkan, 70 dosa besar tersebut berdasarkan riwayat dari Ibnu Abbas RA.

Kitab ini terbilang sangat menarik. Mengingat, penulis menyertakan perbuatan dan kategori dosa besar itu berdasarkan dalil-dalil Alquran, hadis Nabi SAW, dan pendapat para ulama.

Syirik Di dalam kitabnya ini, Adz-Dzahabi menempatkan dosa yang paling besar adalah syirik kepada Allah. Dalam Alquran, Allah SWT menyatakan, tidak akan mengampuni jika Dia disetarakan dengan makhluk ciptaannya. ''Sesungguhnya, Allah tidak mengampuni jika Dia disekutukan dan Dia mengampuni dosa selain itu bagi siapa saja yang dikehendaki-Nya.'' (Annisaa' 4: 48, 116). Dan, mereka akan kekal di neraka (QS Almaidah 5: 72).

Adz-Dzahabi membagi jenis syirik ini pada dua hal, yakni syirku al-akbar (syirik besar) dan syirku al-ashghar (syirik kecil). Menurut Adz-Dzahabi, yang termasuk syirik besar adalah menyekutukan Allah Swt dengan segala sesuatu, termasuk dengan menyamakannya dengan makhluk ciptaan-Nya. Tempat orang yang melakukan perbuatan ini adalah neraka.

Sedangkan, yang termasuk dalam kategori syirik kecil, jelas Adz-Dzahabi, adalah riya, sebagaimana ditegaskan Allah SWT dalam Alquran. ''Barang siapa mengharap perjumpaan dengan Tuhan-nya, hendaknya ia mengerjakan amal yang salih dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhan-nya.'' (QS Alkahfi 18: 110).

Dalam hadis Nabi SAW, juga disebutkan, ''Menjauhlah kalian dari syirik kecil, yakni riya.'' (Hlm 8-9).

Mengutip pendapat Fudhail bin 'Iyadh, Adz-Dzahabi menjelaskan, berbuat sesuatu dengan tujuan untuk dipamerkan kepada orang lain termasuk perbuatan syirik.


Referensi sebagai berikut ini :





Dosa Besar banyak, namun 3 dosa itu sangat besar sekali

Miswari Budi Prahesti


"Maukah kalian aku kasih berita tentang dosa apa yang paling besar. Para sahabat berkata, 'Tentu saja ya Rasulullah'. Rasulullah melanjutkan pembicaraannya, 'Mempersekutukan Allah, kemudian durhaka kepada orangtua," sebelumnya Rasulullah semi duduk, lalu duduk penuh dan berkata," (ketiga)janji dan kesaksian palsu." (HR. Bukhari, Muslim, dan Ahmad dari Abu Bakrah).

Hadits ini mengungkapkan bahwa ada tiga macam dosa besar yang harus kita hindari, yaitu mempersekutukan Allah, durhaka kepada orangtua, dan janji palsu (kata-kata dusta).

Secara eksplisit hadits ini lebih menekankan dosa yang ketiga, yaitu janji palsu. Mengapa demikian? Diriwayatkan, ketika Rasulullah mengatakan dosa pertama dan kedua beliau mengatakannya dalam posisi berdiri sambil bersandar, kemudian beliau duduk dan mengatakan, "janji palsu" berulang-ulang.

Pertama, mempersekutukan Allah. Sudah sangat jelas bagi kita bahwa mempersekutukan Allah adalah rajanya dosa, dan orang yang melakukannya tidak akan mendapatkan ampunan Allah hingga ia benar-benar kembali pada Allah. 

Sebagaimana Allah SWT firmankan dalam surat Lukman ayat 13: “Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kedzaliman yang besar.”  

Ayat ini diperkuat dengan sebuah hadis dari Ibnu Mas'ud, di mana Rasulullah mengatakan bahwa dosa paling besar di sisi Allah adalah menjadikan sesuatu sebagai tandingan-Nya, padahal engkau tahu bahwa Allah-lah yang menciptakanmu.

Kedua, durhaka kepada orangtua. Ditempatkannya durhaka kepada orangtua sebagai dosa besar setelah mempersekutukan Allah terasa sangat pantas sekali karena dalam Alquran berbakti kepada Allah selalu digandengkan dengan berbakti kepada orangtua. Allah Swt berfirman: “Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orangtuamu (QS. Lukman: 14). 

Bahkan dalam satu keterangan disebutkan tujuan hidup manusia adalah untuk beribadah kepada Allah dengan tidak mempersekutukannya dan untuk berbakti kepada orangtua.

Andai kita cermati ayat-ayat yang berkaitan dengan kewajiban untuk berbakti kepada orangtua, maka kita akan menemui perintah untuk memberikan perlakukan terbaik bagi mereka. Sampai-sampai kita dilarang untuk mengatakan uf, ah, atau sejenisnya. Bahkan kita pun diharuskan tetap berbuat baik kepada mereka walaupun mereka mempersekutukan Allah Swt (QS. Lukman: 15).

Ketiga, janji palsu. Rasulullah mengulang-ulang kata ini sampai tiga kali. Menurut para ahli hadis pengulangan kata-kata tersebut menunjukkan bahwa mengingkari janji termasuk dosa yang sangat berbahaya. 

Dalam Alquran pun, masalah ingkar janji diulang-ulang sampai beberapa kali, salah satunya terdapat dalam surat Al-Hajj ayat 30:

”Maka jauhilah olehmu berhala-berhala yang najis itu dan jauhilah perkataan-perkataan dusta.”  

Dalam Surat Al-Furqan, ketika Allah menceritakan orang-orang yang mendapatkan berkah, salah satu kriterianya adalah orang-orang yang tidak pernah bersaksi dengan saksi-saksi palsu. Dari sini saja kita bisa mengambil kesimpulan bahwa mengingkari janji termasuk dosa besar dan menunaikannya adalah perbuatan mulia.

Lebih jauh lagi, Rasulullah SAW mengungkapkan bahwa janji palsu termasuk salah satu kriteria sifat munafik, selain berbicara dusta, mengabaikan amanat (khianat), dan lari dari pertempuran.  


Referensi sebagai berikut ini :








Harta Haram dan Dampaknya bagi Umat

Miswari Budi Prahesti

Harta haram adalah segala harta yang dilarang oleh syari’at untuk dimiliki atau digunakan, baik keharamannya itu karena mengandung mudharat atau keji (buruk) seperti bangkai dan minuman keras, atau diharamkan karena hal lain, seperti tidak benarnya cara mendapatkan harta tersebut. Misalnya karena diambil dari hak milik orang lain tanpa izin, seperti harta rampasan. Atau diambil dengan cara yang tidak dibenarkan oleh syari’at Islam, seperti riba dan uang suap. Orang yang memperoleh harta haram karena cara memperolehnya diharamkan tidaklah berhak memiliki harta tersebut meskipun sudah lama diperolehnya.

Pembagian Harta Haram Abul ‘Abbas Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah menerangkan, harta haram ada dua macam:

Harta haram karena usaha mendapatkannya, seperti hasil kezholiman, transaksi riba dan maysir (judi).
Harta haram karena sifat (zat), seperti bangkai, darah, daging babi, hewan yang disembelih atas nama selain Allah Swt. Harta haram karena usaha, lebih keras pengharamannya dan kita diperintahkan untuk wara’ dan berusaha menjauhinya. Oleh karenanya, ulama salaf berusaha menghindarkan diri dari makanan dan pakaian yang mengandung syubhat yang diperoleh dari pekerjaan yang kotor.

Adapun harta haram jenis kedua, yaitu harta yang diharamkan karena sifat, sisi pengharamannya lebih ringan dari yang pertama. Untuk itu, Allah telah membolehkan bagi kita memakan sembelihan ahli kitab (Nasrani dan Yahudi). Padahal ada kemungkinan sembelihan ahli kitab tidak syar’i, bahkan bisa jadi disembelih atas nama selain Allah Swt. Jika ternyata terbukti bahwa hewan yang disembelih dengan nama selain Allah Swt, barulah terlarang hewan tersebut menurut pendapat paling kuat di antara pendapat para ulama yang ada.

Disebutkan dalam hadis yang shahih dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya mengenai suatu kaum yang diberi daging namun tidak diketahui apakah hewan tersebut disebut nama Allah ketika disembelih ataukah tidak. Beliau pun bersabda, “Sebutlah nama Allah (ucapkanlah bismillah) lalu makanlah.” (HR. Ibnu Majah).

Dampak Harta Haram terhadap Umat
Harta haram berdampak buruk terhadap pribadi pelakunya secara khusus dan umat manusia secara umum. Diantara dampak buruk bagi umat manusia tersebut dapat dijelaskan dalam poin-poin berikut:

1. Memakan harta haram adalah ciri khas umat Yahudi yang diabadikan Allah dalam firman-Nya:

“Dan kamu akan melihat kebanyakan dari mereka (orang-orang Yahudi) bersegera membuat dosa, permusuhan dan memakan yang haram. Sesungguhnya amat buruk apa yang mereka telah kerjakan.” (QS. al-Maidah: 62).

Allah Swt menggambarkan sebuah masyarakat yang rusak dan hancur di masa itu, yaitu masyarakat Yahudi. Diantara karakter mereka, mayoritas anggota masyarakatnya sangat suka memakan harta haram, terutama suap dan riba. Bila kerusakan itu ditiru oleh masyarakat muslim, bisa jadi nasib mereka tidak berbeda dengan Yahudi.

2. Petaka buruk yang akan menimpa mereka adalah api neraka dengan harta haram yang setiap saat mereka masukkan ke dalam perut mereka. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengatakan dalam haditsnya yang shahih,

“Wahai Ka’ab bin ‘Ujrah, sesungguhnya tidaklah tumbuh setiap daging yang diberi asupan makanan yang haram melainkan nerakalah yang berhak membakarnya.” (HR. Ahmad dan at-Tirmizi).

Ancaman ini amat menakutkan orang yang yakin akan kebenaran sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tentu dia tidak akan berani mengambil sekecil apapun harta haram, tentu dia tidak akan tega membawa secuilpun harta haram pulang ke rumahnya lalu menyuapkannya ke mulut isteri dan anak-anaknya. karena hakikatnya adalah api neraka yang diberikannya kepada mereka.

3. Harta haram adalah penyebab kehinaan, kemunduran serta kenistaan umat Islam saat ini. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila kalian berjual beli dengan cara ‘inah (salah satu bentuk transaksi ribawi-pent), sibuk dengan ekor-ekor sapi (harta kekayaan-pent), ridha (sibuk-pent) dengan bercocok tanam, dan meninggalkan jihad, niscaya Allah Swtakan menjadikan kalian dikuasai oleh kehinaan. Tidak akan diangkat kehinaan tersebut sampai kalian kembali kepada syari’at agama kalian.” (HR. Abu Dawud, dinyatakan shahih oleh Syaikh al-Albani).

Dalam hadist di atas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan penyebab kehinaan yang mendera umat Islam saat ini, di antaranya transkasi haram yang mereka lakukan dalam bentuk riba. Dan di akhir hadist Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga menjelaskan obat penawar kehinaan tersebut, yaitu kembali kepada dinullah (al-Quran dan as-Sunnah) serta mempraktikkan ajarannya dalam kehidupan pribadi, masyarakat dan Negara.

4. Harta haram yang merajalela pertanda azab akan turun menghancurkan masyarakat di mana harta haram tersebut merebak. Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam hadistnya,

“Apabila perzinahan dan riba merajalela di suatu negeri, sungguh mereka telah mengundang azab Allah Swt untuk menimpa mereka.” (HR. al-Hakim).

Maka jangan ditanya apa penyebab datangnya bencana silih berganti menimpa suatu Negara. Itu semua berasal dari dosa-dosa yang dilakukan oleh masyarakatnya sendiri, yang di antaranya adalah mereka memakan harta yang diharamkan Allah Swt.

Referensi sebagai berikut ini : 



Dosa Yang Lebih Besar Dari Dosa

Miswari Budi Prahesti

Setiap manusia pasti pernah berdosa. Akan tetapi, yang membedakan mereka yang pernah berbuat dosa adalah sikap mereka setelah itu. Ada yang bertaubat langsung setelah sadar akan dosa yang diperbuatnya, merekalah orang yang terbaik. Ada juga yang terus menerus tenggelam dalam lumpur dosa. Mereka yang tenggelam ini terbagi dalam dua golongan, yang pertama adalah orang yang merasa pede, dan yang kedua adalah oragn yang putus asa.

Kedua golongan itu lah yang sedang terperosok dalam dosa yang lebih besar dari lumpur dosa yang pertama. Mereka digerogoti penyakit hati berupa ridak takut pada azab Allah Swt dan rasa putus asa dari rahmat Allah Swt.

Rasulullah bersabda: “Di antara dosa besar adalah mensekutukan Allah Swt, merasa aman dari siksa Allah Swtdan berputus asa dari rahmat Allah Swt” (HR. Al Bazzar dan Ibnu Abi Hatim).

Dinyatakan sebagai dosa yang lebih besar dari dosa sebelumnya, karena dua sikap tersebut merupakan penyakit hati, sedangkan dosa yang dilakukan sebelum itu bisa jadi hanya berupa amalan lahiriah saja. Alasan lainnya adalah, karena kedua sikap itu akan membuat pelakunya terus bergelimangan dalam dosa.

Orang yang berputus asa dari rahmat Allah Swt, jika ia disuruh bertaubat, ia akan berkata, “biarlah aku  tetap seperti ini, karena sudah bertumpuk banyak dosaku, tidak mungkin lagi akan diampuni oleh Allah Swt”.

Orang yang merasa aman dari siksa Allah Swt dan tidak takut pada azabNya, jika ia berbuat maksiat dan disuruh bertaubat, ia akan berkata, “Allah Swt kan Maha Pengampun, pastilah aku akan diampuni oleh Allah Ta’ala walaupun terus berbuat dosa”

Kedua sikap di atas sikap yang sangat salah, karena yang diperintahkan Allah Swt dan RasulNya bagi orang yang berbuat dosa adalah bertaubat. Bukannya terus menerus dengan santainya berdosa.

Ada sebagian orang yang terlalu pede (percaya diri) dengan tauhid yang diyakininya. Sehingga, bila ia berbuat dosa, seperti tidak amanah, menipu rekan kerja, menzalimi tetangga, lalu ia dinasehati agar bertaubat, maka ia akan menjawab, “Yang penting aku tidak berbuat syirik (menyekutukan Allah Ta’ala) dan tidak mengerjakan bid’ah”. Ia merasa aman dari azab Allah Swt dan tidak takut pada siksa Allah Swt dengan bermodalkan tauhidnya.

Bukankah nanti di hari akhirat akan ada orang-oragn mukmin yang diazab di neraka karena lebih banyak timbangan dosanya dibandingkan pahalanya? Siapa yang akan menjamin bahwa Allah Ta’ala akan pasti mengampuni dirinya dari dosanya dengan modal taudih di hatinya? Apakah ia sudah yakin bahwa imannya sudah paling sempurna?

Sebenarnya, sikapnya ini sudah menunjukkan tidak sempurna imannya. Ibnu Mas’ud berkata, “seorang mukmin sejati, apabila ia berbuat dosa, maka ia merasa seperti berada di bawah gunung, sangat khawatir ia akan tertimpa gunung tersebut”.

Seorang mukmin sejati, harusnya merasa takut pada Allah Swt. Bukan hanya takut pada dosa yang diperbuatnya, tapi juga takut jika amalan ibadahnya tidak diterima Allah Swt.

Ketika Rasulullah pernah ditanya oleh Aisyah tentang makna ayat: “orang-orang yang menginfakkan hartanya sedangkan hati mereka dalam keadaan takut”

Aisyah bertanya, “Wahai Rasulullah, apakan orang yang hatinya dalam keadaan takut yang dimaksud dalam ayat itu adalah mereka pemabuk dan pencuri?” Rasulullah menjawab, “Bukan, mereka adalah orang yang rajin shalat, puasa dan sedekah, akan tetapi mereka takut bila amalan mereka tidak diterima Allah Ta’ala. Merekalah orang yang terus berlomba dalam kebaikan”.

Wahai hamba Allah Swt, Marilah menjadi mukmin sejati, mewujudkan cita-cita takwa. Mari berlomba dalam kebaikan. Bila memang sempat terjerumus dalam dosa, berlombalah untuk bertaubat pada Allah Ta’ala. Sungguh Allah Swt Maha Penerima taubat.


Referensi sebagai berikut ini :


Manusia tidak akan mungkin tidak melakukan dosa

Miswari Budi Prahesti
Karasteristik manusia adalah selalu melakukan kesalahan dan dosa. Tergelincir dan terjatuh dalam kubangan dosa adalah perkara lumrah yang biasa terjadi. Sehingga bukanlah yang dituntut dari manusia bersih tidak pernah melakukan dosa. Namun yang dituntut dari mereka adalah bertaubat ketika berbuat dosa. Lalu adakah manusia yang tidak memiliki kesalahan dan dosa ?

Jika manusia tidak melakukan dosa, maka Allah Swt akan menciptakan manusia yang melakukan dosa, lalu Allah Swt akan mengampuni mereka. Sebagaimana yang tergambar dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abu Ayyub radhiyallahu ‘anhu ia berkata ketika hendak meninggal: Aku menyembunyikan dari kalian satu ilmu yang aku dengar dari Rasulullah  Muhammad SAW beliau bersabda yang artinya :

“Seandainya kamu sekalian tidak mempunyai dosa sedikit pun, niscaya Allah akan menciptakan suatu kaum yang melakukan dosa untuk diberikan ampunan kepada mereka.” (HR. Muslim).

Syeikh Shalih al Fauzan hafidzahullah menjelaskan makna hadits ini ketika beliau mengatakan: “Makna hadits ini sangat jelas, bahwa Allah Swt senang jika hamba-Nya meminta ampun kepada-Nya dan AllahSwt akan mengampuni mereka supaya nampak keutamaan Allah Swt dan pengaruh dari sifat-Nya yaitu Al Ghofar dan Al Ghofur (Yang Maha Mengampuni) dan ini sebagaimana disebutkan di dalam firman-Nya:

“Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan kembalilah kamu kepada Rabb-mu, dan berserah dirilah kepada-Nya” (QS. Az-Zumar: 53-54)

Hadits ini menunjukkan dua perkara yang agung: Yang pertama bahwa Allah Swt Maha memaafkan, suka memaafkan, Maha pengampun, dan suka mengampuni. Yang kedua di dalam hadits ini ada kabar gembira bagi orang-orang yang bertaubat kepada Allah Swt dimana Allah Swt akan menerima taubat mereka dan akan mengampuni dosa-dosa mereka maka janganlah mereka berputus asa dari rahmat Allah Swt dan jangan pula terus menerus melakukan maksiat. Akan tetapi yang mereka harus lakukan adalah bertobat dan beristighfar kepada Allah Swt karena Allah Swt membukakan pintu istighfar bagi mereka. Demikian pula pintu membukakan pintu taubat. Inilah makna dari hadits tersebut.

Hadits ini juga telah menghilangkan kesombongan dari manusia karena terkadang manusia sombong terhadap dirinya dan ilmunya, padahal manusia adalah tempat kesalahan tempat ketergelinciran dan tempat kekurangan. Maka kewajiban anda adalah bersegera bertobat dan beristighfar dari segala kekurangannya, kesalahannya, dan tergelincirnya. Jangan dia beranggapan bahwa dia adalah makhluk yang sempurna atau dia merasa tidak butuh dengan istighfar.

Hadits ini memberikan dorongan dan motivasi untuk beristighfar kepada Allah Swt Karena Allah -Swt  senang jika hamba-hamba-Nya beristighfar dan bertobat kepada-Nya.

Juga menjelaskan bahwa setiap Bani Adam akan sering melakukan kesalahan dan sebaik-baik orang yang berbuat salah adalah orang yang bertobat kepada Allah sebagaimana disebutkan dalam hadits riwayat Imam Ahmad dalam musnadnya dari hadits Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu

Hadits ini tidak bermakna Allah Swt senang jika hamba-Nya melakukan dosa atau senang dengan kemaksiatan, akan tetapi Allah Swt membenci kekufuran dan tidak pula ridha dengan kekufuran serta tidak senang dengan kemaksiatan. Akan tetapi Allah Swt suka jika hamba-Nya yang berbuat dosa dan maksiat dia bersegera bertobat kepada Allah Swt serta beristighfar kepadanya. 

Inilah makna dari hadits tersebut. dan tidak ada manusia yang tidak melakukan dosa, pastilah mansia pernah melakukan dosa dan kesalah di sengaja maupun yang tidak disengaja, segera bertaubat kepada Allah Swt agar Allah Swt mengampuni bagi hambanya yang mau kembali bertoubat, Aamin ya robal 'alamin.


Referensi adalah sebagi berikut ini :



Makna : Jika kalian tidak berbuat dosa, Allah akan hilangkan kalian dan Allah Swt akan datangkan kaum lain yang berdosa lalu mereka minta ampun kepada Allah Swt

Miswari Budi Prahesti

Makna : Jika kalian tidak berbuat dosa, Allah akan hilangkan kalian dan Allah akan datangkan kaum lain yang berdosa lalu mereka minta ampun kepada Allah Swt. Makna : Jika kalian tidak berbuat dosa, Allah akan hilangkan kalian dan Allah Swt akan datangkan kaum lain yang berdosa lalu mereka minta ampun kepada Allah Swt

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu, dari Nabi SAW yang artinya sbb ini :

“Demi Dzat yang diriku berada ditanganNya, jika kalian tidak berbuat dosa Allah akan hilangkan kalian dan Allah akan datangkan kaum lain yang berdosa, lalu mereka pun minta ampun kepada Allah, Allah pun ampuni dosa mereka.” (HR. Imam Muslim 2.749)

Saudaraku sekalian, hadits ini kalau kita perhatikan seakan-akan mendukung orang-orang yang bebuat dosa. Namun kalau kita melihat penjelasan para ulama, sama sekali tidak menunjukkan kepada hal itu. Makanya hadits ini harus dipahami dengan benar.

Nabi Muhammad SAW mengatakan: “Jika kalian tidak berbuat dosa, Allah akan hilangkan kalian dan Allah akan datangkan kaum lain yang berdosa lalu mereka minta ampun kepada Allah.” Ini adalah sebatas pengandaian bahwa “Jika kalian tidak berbuat dosa.” Tapi itu tidak mungkin. Kenapa? Karena manusia tempat berbuat dosa. Akan tetapi yang diinginkan oleh Nabi Muhammad SAW  dari hadits ini yaitu agar kita senantiasa memohon ampunan kepada Allah, senantiasa kita istighfar kepada Allah, senantiasa kita minta maaf kepada Allah Swt. Karena Nabi Muhammad SAW  bersabda dalam hadits lain:

“Setiap anak Adam pasti banyak berbuat dosa, dan sebaik-baik yang berbuat dosa adalah yang segera bertaubat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.”


Maka saudara-saudaraku sekalian, Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam hadits ini ingin memberikan kepada kita bahwa Allah itu Maha Pengampun. Saking pengampunnya Allah Subhanahu wa Ta’ala, sampai-sampai kalau kalian tidak pernah berbuat dosa sama sekali -dan itu tidak mungkin, itu mustahil- Allah akan datangkan kaum lain yang berdosa. Kenapa? Karena Allah Maha Pengampun kepada hamba-hambaNya, Allah sayang kepada hamba-hambaNya.

Saudaraku sekalian. Sebanyak apapun dosa seorang hamba, jika ia istighfar dan minta ampun kepada Allah Swt pasti Allah Swt akan ampuni dosanya. Sebagaimana Imam Tirmidzi meriwayatkan bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, Allah Swt berfirman dalam hadits Qudsi:

“Wahai anak Adam, kalaulah dosamu memenuhi awang-awang di langit, kemudian kamu minta ampun kepadaKu, niscaya Akan akan ampuni dosamu.” (HR. Tirmidzi).

Subhanallah.. Rabb kita Maha Pengampun. Sebanyak apapun dosa yang kita lakukan, asal dengan syarat satu saja, yaitu kita minta ampun kepada Allah, kita bertaubat kepada Allah, kita mengakui dosa kita dihadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala, Allah pasti ampuni dosa kita. Makanya Allah berfirman:

“Katakan kepada hamba-hambaKu yang malampaui batas itu, jangan kalian merasa putus asa dari rahmat Allah, sesungguhnya Allah mengampuni seluruh dosa. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Az-Zumar 39: 53).

Subhanallah, saudara-saudaraku sekalian, Betapa Allah Swt Maha Pengampun, dimana tidak ada satupun dosa sebesar apapun dosa itu, walaupun itu syirik, jika pelakunya minta ampun Allah pasti ampuni dosanya. Bahkan bukan hanya sebatas diberikan ampunan oleh Allah, tapi juga dibukakan kepada dia pintu-pintu rejeki. MasyaAllah.. Sebagaimana Nabi Nuh berkata kepada kaumnya: “Aku berkata, ‘istighfar kalian, minta ampun kalian kepada Rabb kalian, sesungguhnya Dia Maha Pengampun. Niscaya Allah akan kirimkan kepada kalian hujan yang lebat dan Allah akan berikan kepada kalian harta dan anak-anak dan Allah akan jadikan untuk kalian kebun-kebun dan sungai-sungai yang mengalir.'” (QS. Nuh 71 : 10-13)

Subhanallah.. Lihat saudaraku, suatu bangsa yang istighfar kepada Allah Swt, orang yang istighfar kepada Allah, minta ampun kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, bukan hanya Allah Swt ampuni dosanya, tapi Allah Swt bukakan kepada dia yaitu pintu-pintu rejeki untuk dia. Subhanallah.. Bukankah itu menunjukkan betapa Allah Swt sangat sayang kepada kita? Bukan hanya dikasih rejeki, tapi Allah pun akan menahan adzab dari suatu negeri yang mereka minta ampun kepada Allah. Allah Swt berfirman:

“Allah tidak akan mengadzab mereka selama mereka istighfar kepada Allah Swt.” (QS. Al-Anfal 8 : 33)

Subhanallah, saudaraku sekalian.. Betapa sayangnya Allah kepada kita? Dimana kalau kita minta ampun kepada Allah, bukan hanya kita diampuni dosa kita, tapi juga diluaskan rezeki kita, sudah begitu Allah hindarkan kita dari adzabNya di dunia dan akhirat.

Allah ingin hamba-hambaNya minta ampun kepadaNya. Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala senantiasa membuka pintu taubat itu sampai matahari terbit dari barat. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

“Sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla senantiasa membuka tanganNya di waktu malam untuk menerima taubat orang yang berbuat dosa di waktu siang dan Allah membuka tanganNya di waktu siang untuk menerima taubat orang yang  berbuat dosa di waktu malam.” (HR. Muslim)

Allah ingin hamba-hambaNya kembali kepadaNya, Allah Swt ingin agar hamba-hambaNya terselamatkan dari adzab karena Allah sayang kepada hambaNya. Tapi hakikatnya yang tidak sayang itu adalah diri kita sendiri. Kita tidak sayang kepada diri kita sendiri ketika kita tidak mau bertaubat kepada Allah Swt, ketika kita tidak mau kembali kepada Allah Swt.

Saudaraku sekalian, sampai kapan kita akan terus berbuat dosa? Apakah belum saatnya kita segera kembali kepada Allah? Sampai kapan kita akan terus bergelimang dalam dosa dan terus berbuat dosa? Lalu kemudian kita ditipu oleh angan-angan sambil berkata, “Nanti saya akan bertaubat setelah saya tua.” Tidak mungkin. Karena jika kita biarkan pohon maksiat itu tumbuh terus di hati kita, ia akan kokoh berakar.

Makanya Ibnu Qudamah mengatakan perumpamaan orang yang mengundur-undur taubat dan istighfar itu seperti orang yang ingin mencabut sebuah pohon. Ketika ia hendak cabut, ternyata pohon itu keras dan kuat. Lalu ia berkata, “Kalau begitu saya akan cabut di tahun yang akan datang.” Ketika tahun yang akan datang dia datang dan dia cabut, ternyata pohon itu semakin kuat sekali.

Demikian pula dosa. Seorang pemuda yang berkata, “Nanti saya akan taubat setelah saya tua, saya ingin menikmati masa muda terlebih dahulu.” Dia biarkan pohon maksiat itu terus tumbuh kokoh di hatinya. Mana mungkin dimasa tuanya ditunjuki oleh Allah untuk taubat? Sementara pohon maksiat itu telah begitu kokoh dan kuat bahkan berakar di hatinya.

Subhanallah, saudara-saudaraku sekalian.. Justru sekarang juga kita taubat kepada Allah Swt, segera kita istighfar kepada Allah, tidak ada kata besok, tidak ada kata nanti. Karena kita tidak tahu kapan ajal akan mendatangi kita. Entah mungkin siang ini kita akan meninggal dunia, entah mungkin esok kita akan kembali kepada Allah Swt entah mungkin lusa orang-orang akan berkata, “Innalillahi wa inna ilaihi rojiun, telah meninggal Si Fulan bin Fulan.” dan Kita tidak tahu.

Maka dari itu, di sini Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memotivasi kita untuk banyak istighfar kepada Allah, untuk minta ampun kepada Allah. Demi Allah, apakah merugi orang yang istighfar kepada Allah? Apa yang dirasakan kerugian oleh orang-orang yang minta ampun kepada Allah? Barangkali dia berkata, “Saya rugi tidak bisa berbuat maksiat.” Yaa Allah, apakah dengan meninggalkan maksiat dia rugi? Justru kerugian itu saat kamu berbuat maksiat. Apa kerugianmu etika kamu kembali kepada Allah? Justru kamu akan diberikan berbagai macam kenikmatan-kenikmatan yang luar biasa.

Sungguh orang yang tidak mau bertaubat dan istighfar itu hakikatnya tidak mau menggunakan akal pikirannya yang waras. Bahwasanya dosa-dosa yang dia lakukan itu hanyalah menyengsarakan dia di dunia dan akhiratnya.


Referensi sebagi berikut ini :




Taubatan Nasuka atas dosa besar yang diperbuat

Miswari Budi Prahesti

Taubatan Nasuka atas dosa besar yang diperbuat, Kehidupan manusia dunia tidak lepas dari berbuat dosa, baik dosa yang dilakukan secara sadar maupun tidak disadari. Namun, dibalik itu semua manusia selalu mengharap ampunan dari Allah SWT dengan melakukan beragam upaya agar dihapuskan dosa-dosa tersebut. Salah satu cara agar dosa dapat diampuni oleh Allah SWT adalah dengan taubatan nasuha. Sebagaimana ditulis dalam QS. An-Nur: 31 yang artinya "Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah SWT, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.’’

1. Mengakui Kesalahan yang Telah Diperbuat, Agar dapat ampunan atas kesalahan kita, sewajibnya kita menyadari kesalahan yang telah diperbuat. Tidak hanya mengakui pada orang yang telah kita sakiti tapi juga sadar dalam hati kita sendiri.

Tercantum dalam Doa Sayyidul Istighfar yang artinya, “dan aku mengakui dosa-dosaku maka ampunilah dosa-dosaku, sebab tidak ada yang dapat mengampuni dosa-dosa melainkan Engkau.” (HR. Bukhari dan At-Tirmidzi)

2. Bertekad Kuat Untuk Meninggalkan Kesalahan, Berupaya agar tidak mengulangi kesalahan yang sama dan meyakini akan terus berada di jalan Allah adalah motivasi positif yang penting ditanamkan dalam diri.

Imam Nawawi berkata, “lalu apabila kemaksiatan antara hamba dan Allah serta tidak terkait dengan hak anak Adam, maka terdapat tiga syarat sah taubat: (salah satunya adalah) bertekad kuat untuk meninggalkan kesalahan.” (Riyadhus Shalihin).

3. Melakukan Sholat Taubat, Rasulullah SAW bersabda, “Apabila ada orang yang melakukan suatu perbuatan dosa, kemudian dia berwudhu dengan sempurna, lalu dia mendirikan sholat 2 rakaat, dan selanjutnya dia beristighfar memohon ampun kepada Allah, maka Allah pasti mengampuninya.” (HR. Ahmad, Abu Dawud dan At-Tirmidzi).

4. Menyesali Kesalahan Secara Tulus, Rasulullah meyakinkan umatnya dalam HR. Ahmad bahwa “Penyesalan (adalah rukun yang paling agung dari) taubat.”

5. Meninggalkan Kesalahan Secara Totalitas, Dalam QS. Ali Imran: 135 Allah SWT berfirman, “Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.”

6. Tidak Akan Mengulangi Kesalahan, Rasulullah SAW bersabda, “Seorang beriman tidak akan disengat dua kali dari satu lubang.” (Muttafaqun Alaihi).

7. Menutupi Kesalahan Dengan Kebaikan Dan Ketaatan, Cara terbaik agar kesalahan tertutup sesuai dengan ajaran Islam adalah dengan menutupinya dengan kebaikan dan ketaatan pada Allah SWT.

Rasulullah SAW bersabda, “dan lakukanlah kebaikan setelah berbuat keburukan, maka kebaikan tersebut akan menghapus keburukan.” (HR. Ahmad dan At-Tirmidzi).

Oleh karena itu, apabila kita sudah menyadari bahwa melakukan dosa besar maka setidaknya lakukanlah 7 langkah ini agar taubat yang kita lakukan menjadi taubatan nasuha aga taubat kita diterima Allah Swt. Aamin ya robal 'alamin.


Referensi sebagai berikut ini :




Ketika Orang Bertakwa Berdosa

Miswari Budi Prahesti

Kerap kali umat Islam mengira bahwa orang yang bertakwa tidak melakukan dosa dan maksiat sama sekali. Demikian pula halnya, tidak sedikit orang yang mengidentikkan orang alim atau saleh sebagai manusia suci dari goresan-goresan dosa atau kesalahan. Padahal kemuliaan yang ada pada orang bertakwa, hakikatnya tumbuh berkat kebaikan dan rahmat Allah SWT. Karena Dialah yang menutupi dan menjaga segala rupa aib dan khilaf hamba-Nya.

Dalam buku Oase Al-Qur’an karangan Dr  KH  Ahsin Sakho Muhammad, beliau mengatakan bahwa petikan ayat di paruh surat Ali ‘Imran (QS. 3 : 133-135) telah cukup menjelaskan karakteristik luhur orang bertakwa. Setidaknya, melekat pada diri mereka empat sifat mulia: Pertama, senang berinfak di kala lapang atau susah. Kedua, sanggup menahan amarah dan emosi. Ketiga, suka memaafkan orang lain. Keempat, jika berbuat keji atau menzalimi diri sendiri, mengingat Allah, memohon ampunan kepada-Nya serta tidak mengulanginya.

Sifat terakhir inilah yang jarang kita sadari sepenuhnya. Pada dasarnya, orang yang bertakwa merupakan manusia biasa yang tak luput dari salah dan dosa. Artinya, mereka tetaplah manusia yang diciptakan Tuhan dengan potensi melakukan kesalahan (HR. Tirmidzi : 2423).

Imam Ibnu Katsir menyempurnakan penafsiran ayat tersebut, dengan riwayat Imam Ahmad, “Seandainya kalian semua tidak ada yang berbuat dosa, niscaya Allah akan mendatangkan suatu kaum yang berbuat dosa agar Dia mengampuni mereka.” (Al-Musnad: 7983).

Bahkan, para Nabi dan Rasul pun tak luput dari salah dan dosa (kecil). Namun, mereka mendapat kemuliaan yakni terjaga dari dosa dan maksiat (ma’shuum). Artinya, ketika melakukan kesalahan, seketika itu pula ditegur oleh Allah SWT, lalu memperbaikinya.

Karakter orang bertakwa yang keempat pada Surah Ali Imran ayat 135 di atas, merefleksikan keadaan manusia seutuhnya, yaitu disadari atau tidak, besar atau kecil, pasti pernah melakukan dosa. Oleh karenanya, Allah ‘Azza Wa Jalla menyuguhkan tiga tuntunan kepada orang bertakwa ketika ia berdosa.

Pertama, mengingat-Nya (dzikrullah). Syeikh Mutawalli Sya’rowi, dalam Tafsir As-Sya’rowi, menuturkan bahwa sejatinya orang yang berbuat maksiat, dialah yang lupa kepada Rabb-nya. Dosa yang dia lakukan pun sebenarnya terlahir dari kelemahannya sebagai manusia, yang penuh dengan keterbatasan. Hatinya menjerit dari dosa itu. Tapi kelemahannya sebagai manusia membuat dia tidak bisa mengelak. Marilah senantiasa mengingat-Nya, nisacaya Dia akan mengingat kita (QS. 2 : 152).

Kedua, memohon ampunan-Nya (istighfar). “Permohonan ampunan yang disertai dengan penyesalan dan taubat.” Demikan ditegaskan oleh Imam Nashiruddin al-Baidhawi dalam tafsirnya,  Anwar Al-Tanzil Wa Asrar Al-Ta’wil. 

Imam Ibnu Katsir dalam kitabnya Tafsir Al-Qur’an Al-Azhim, mengutip sebuah Hadis Nabi SAW akan keagungan dan kasih sayang Allah yang luas tak bertepi.

Seorang hamba yang selalu berbuat dosa, tapi konsekuen memohon ampunan, maka Allah SWT berfirman,  “Hamba-Ku telah berbuat dosa. Ia tahu bahwa ia punya Rabb yang mengampuni dosadan menyiksa karenanya. Aku jadikan kalian sebagai saksi bahwa aku telah mengampuni hamba-Ku maka silahkan ia berbuat apa yang ia inginkan.” (Al-Musnad: 7888).

Ketiga, tidak mengulangi kembali kesalahannya. Artinya, tidak diam apalagi bangga dalam kubangan dosa tanpa beristighfar dan berusaha meninggalkannya. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW, “Bukanlah orang yang terus berbuat dosa orang yang meminta ampunan walaupun ia kembali melakukan dosa dalam sehari sebanyak tujuh puluh kali.” (HR. Imam Abu Daud: 1293).

Perlu kita renungi kembali, bahwa salah dan dosa tidak hanya menyelimuti orang-orang biasa/awam. Bahkan ustadz, kyai, para habaib dan ulama pun pernah berdosa. Tapi karakter keempat inilah yang inheren dengan kehidupan mereka. 

Orang bertakwa bukan orang yang terlepas dari salah dan dosa. Namun, tak sampai membuat mereka lupa kepada Allah SWT dan putus asa. Sebab, rahmat dan ampunan Rabb-nya jauh lebih luas dari hamparan dosa yang ia kerjakan. Semoga kita menjadi bagian dari mereka. Aaminn ya robbal "alamin.



Referensi sebagai berikut ini : 


Perbuatan Durhaka Suami Terhadap Istri

Miswari Budi Prahesti


Beberapa kategori perilaku suami pada istri yang tergolong dosa dan bahkan durhaka. Di antaranya yaitu :

1. Menjadikan istri pemimpin rumah tangga

Dalam Islam, kehidupan di mana istri jadi pemimpin rumah tangga sangat dilarang. Terutama jika alasannya karena suami tidak mau bertanggung jawab menafkahi atau mengambil keputusan. Perbuatan ini termasuk dosa besar, Bun.

2. Menelantarkan istri dari segi nafkah

Suami telah melakukan ijab kabul dalam akad pernikahan, maka sepatutnya suami telah setuju untuk menafkahi istri. Perbuatan menelantarkan nafkah istri dengan sengaja pun termasuk durhaka.

Abdullah bin Amr mengatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Seseorang cukup dipandang berdosa bila ia menelantarkan belanja orang yang menjadi tanggung jawabnya," (HR Abu Dawud, Muslim, Ahmad dan Thabrani).

3. Tidak melunasi mahar

Mahar adalah hak istri yang diperoleh dari suami, atau kewajiban suami yang harus dibayar pada istri. Maka apabila suami mengulur pembayaran mahar dengan sengaja dan bukan karena tidak mampu, suami termasuk berdosa.

Sabda Rasulullah SAW, "Siapa saja laki-laki yang menikahi perempuan dengan mahar sedikit atau banyak, tetapi dalam hatinya bermaksud tidak akan menunaikan apa yang menjadi hak perempuan itu, berarti ia telah mengabaikannya. Bila ia mati sebelum menunaikan hak perempuan itu, kelak pada hari kiamat ia akan bertemu Allah sebagai orang yang fasik." (HR Thabrani).

4. Mengabaikan kebutuhan seksual istri

Istri memiliki hak untuk mendapatkan nafkah batin dari suami, begitu pula sebaliknya. Jadi jika suami sengaja mengabaikan hak istri ini, ia termasuk telah berdosa.

5. Menyenggamai istri saat haid Perbuatan ini termasuk dosa jika dilakukan oleh suami, Terutama jika suami tetap memaksa melakukan hubungan intim, padahal ia tahu sang istri sedang haid.

Semoga kita terhindar dari durhaka kepada istri kita, berilah nafkah sekuat atau semampu nafkah keuatan suaminya. Aamin ya robbal 'alamin.


Referensi :



Lebih baik mendoakan yang baik meskipun orang berbuat zalim kepada kita

Miswari Budi Prahesti

Suatu kali mungkin kita pernah atau sedang menjadi korban dari orang yang bertindak zalim melalui perbuatan atau lisannya. Dalam kondisi ini, apakah kita boleh mendoakan orang zalim tersebut? Apa bentuk doa yang pantas untuknya. Allah SWT berfirman, "Allah tidak menyukai perkataan buruk, (yang diucapkan) secara terus-terang kecuali oleh orang yang dizalimi. Dan Allah Mahamendengar, Mahamengetahui." (QS An Nisa: 148).

Dalam Tafsir Ibnu Katsir diriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa Allah SWT tidak suka dengan doa yang berisi ungkapan buruk kepada siapapun kecuali dia dizalimi. Karena itu, Allah SWT mengizinkan doa tersebut diucapkan tetapi hanya ditujukan kepada orang yang telah menzalimi dirinya.

Tafsir al-Sa'di juga menyebutkan, dibolehkan bagi hamba untuk berdoa terhadap orang yang telah menganiaya dirinya selama hamba tersebut tidak berbohong atau tidak melebih-lebihkan penganiayaan yang dialami dirinya.

Namun, memaafkan orang yang menzaliminya tentu jauh lebih baik. Lebih lanjut, ada beberapa bentuk doa dan hukumnya bagi orang yang dianiaya atau dizalimi kepada orang yang menzalimi.

Pertama, berdoa agar sikap zalim yang dilakukan si penzalim itu dihilangkan, dan ini sangat mulia. Kedua, berdoa untuk kematian anak-anak dari si penzalim, termasuk juga keluarganya dan orang-orang yang memiliki hubungan dengannya, meskipun mereka tidak ada kaitannya apapun dengan tindakan zalim si pelaku. Doa semacam ini tidak diperbolehkan.

Ketiga, berdoa agar orang berbuat zalim itu mengalami sakit yang luar biasa melebihi hukuman yang setimpal baginya. Ini juga tidak boleh. Keempat, berdoa agar pelaku zalim itu dikutuk untuk terus melakukan perbuatan dosa. Ini juga tidak boleh karena keinginan agar orang lain terjerembab dalam maksiat adalah juga bentuk dari maksiat itu sendiri.

Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), Prof Dr Hasanuddin AF menyampaikan, meski ada redaksi pembolehan untuk menyampaikan doa yang buruk kepada orang yang berbuat zalim, lebih baik jika orang yang dizalimi itu menyerahkan semua persoalan yang dihadapinya kepada Allah SWT. Artinya, itu momentum bagi orang yang dizalimi untuk meningkatkan ketakwaannya kepada Allah dengan melaksanakan berbagai bentuk ibadah.

Hasanuddin menjelaskan, membalas kebaikan orang lain dengan kebaikan lagi itu sudah biasa. Sedangkan orang yang berbuat baik kepada orang yang tidak pernah berbuat baik kepada dirinya itu memiliki nilai yang lebih tinggi. Namun ada satu lagi yang lebih tinggi nilainya, yaitu membalas kejahatan orang lain dengan kebaikan. "Ini nilainya jauh lebih tinggi dari dua yang pertama tadi. Dan tentu memaafkan orang yang telah menzalimi kita itu jauh lebih baik, ini termasuk membalas kejahatan dengan kebaikan," jelasnya.

Apalagi, Hasanuddin mengatakan, Allah SWT dalam Alquran mengingatkan bahwa salah satu ciri orang yang bertakwa adalah orang yang memaafkan orang lain. Karena itu, sudah semestinya orang yang beriman adalah memaafkan orang yang telah berbuat jahat kepada dirinya.

Allah SWT berfirman, "Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan." (QS. Ali Imran 133-134).


Zalim adalah bentuk prilaku buruk, bisa terhadap Allah Swt, diri sendiri, orang lain bahkan kepada alam semesta. Contoh: kita berbuat zalim dengan cara memfitnah, menganiaya, bahkan membunuh orang lain. Adapun ketika orang berbuat zalim kepada kita, tentu tidak serta merta kita merta berbalas dendam kepada mereka. Melainkan, kejahatan juga bisa dibalas dengan kebaikan. Salah satu bentuk balasan kebaikan, kita bisa mendoakam mereka kepada Allah Swt. 

Doa Untuk Orang yang Berbuat Zalim Doa yang bisa kita amalkan ketika orang lain berbuat zalim kepada kita, berikut bunyi doanya : Artinya: “Ya Allah, ampunilah orang yang telah berbuat zalim padaku. Ya Allah, ampunilah orang yang telah berbuat zalim padaku. Ya Allah, ampunilah orang yang telah berbuat zalim padaku.” Doa di atas dilafadzkan oleh Imam Hasan Al-Bashri, sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnu Baththal dalam kitab Syarh Shahih Al-Bukhari. Sebagaimana dalam hadits di bawah ini: Artinya: “Di suatu malam, Imam Al-Hasan Al-Bashri banyak membaca doa; Allohumma’fu ‘amman dzolamanii.  Lalu ada seseorang yang bertanya kepada beliau; Wahai Abu Sa’id, malam ini aku mendengar kamu banyak berdoa ampunan untuk orang yang telah menzalimimu hingga aku berharap akulah yang berbuat zalim pada mu itu. 

Apa yang telah mendorongmu melakukan hal itu? Imam Al-Hasan Al-Bashri berkata; Yaitu firman Allah; Maka barangsiapa memaafkan dan berbuat baik, maka pahalanya atas (tanggungan) Allah.” Hal ini sebagaimana dalam Al-Qur’an surah Al-Syura’ ayat 40 : artinya: “Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang setimpal, tetapi barangsiapa memaafkan dan berbuat baik (kepada orang yang berbuat jahat) maka pahalanya dari Allah. Sungguh, Dia tidak menyukai orang-orang zalim.” Penutup Doa Selain daripada mendoakan mereka yang telah berbuat zalim kepada kita, tentu masih ada usaha dan ikhtiar yang bisa kita lakukan. Seperti memberikan nasihat, misalnya.

Sehingga ia paham dan tau bahwa yang ia lakukan itu salah dan berdampak buruk bagi orang lain. Baca Juga  Doa Ketika Mengalami Sakit Mata Perhatikan firman Allah di bawah ini : “Baginya (manusia) ada malaikat-malaikat yang selalu menjaganya bergiliran, dari depan dan belakangnya. Mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya dan tidak ada pelindung bagi mereka selain Dia”. (QS. Ar-Rad: 11).


Referensi sebagai beriku ini ;

Korupsi dalam pandangan islam

Miswari Budi Prahesti

Korupsi dalam pandangan islam, Sungguh sangat menyedihkan bahwa bangsa Indonesia mayoritas beragama namun sampai dengan saat ini, Indonesia masih menyandang jawara dalam hal korupsi. Tulisan ini bermaksud untuk mengingatkan kepada kita semua bahwa korupsi dilarang dalam ajaran agama apa pun termasuk agama Islam.  Setelah kita memahami secara baik adanya larangan untuk tidak korupsi berdasarkan Syari?at Islam diharapkan umat Islam khususnya akan manjauhi praktek-praktek korupsi yang kotor dan keji. 

Meskipun terjadinya praktek korupsi di berbagai sektor tidak serta merta berdampak langsung kepada kehidupan kita namun jika kita semua tidak peduli dan turut serta pada upaya pemberantasan tindak pidana korupsi maka lambat laun kita semua akan hancur berantakan. Hal ini diibaratkan sebagai sebuah kapal besar yang bernama Indonesia, berlayar menyeberangi samudera nan luas dan mengangkut sarat penumpang dengan berbagai kepentingan. Agar tujuan dapat dicapai dengan selamat maka kapten kapal harus menegakkan aturan main seperti yang telah mereka sepakati.   Peristiwa demikian telah di jelaskan dalam salah satu hadist sebagai berikut:

Telah menceritakan kepada kami Abu Nu'aim telah menceritakan kepada kami Zakariyya' berkata, aku mendengar 'Amir berkata, aku mendengar An-Nu'man bin Basyir radliallahu 'anhuma dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Perumpamaan orang yang menegakkan hukum Allah dan orang yang diam terhadapnya seperti sekelompok orang yang berlayar dengan sebuah kapal lalu sebagian dari mereka ada yang mendapat tempat di atas dan sebagian lagi di bagian bawah perahu. Lalu orang yang berada di bawah perahu bila mereka mencari air untuk minum mereka harus melewati orang-orang yang berada di bagian atas seraya berkata; "Seandainya boleh kami lubangi saja perahu ini untuk mendapatkan bagian kami sehingga kami tidak mengganggu orang yang berada di atas kami". Bila orang yang berada di atas membiarkan saja apa yang diinginkan orang-orang yang di bawah itu maka mereka akan binasa semuanya. Namun bila mereka mencegah dengan tangan mereka maka mereka akan selamat semuanya" (HR. Bukhari).

Korupsi Menurut Fiqh Jinayah, Korupsi dalam syariat Islam diatur dalam fiqh Jinayah. Berikut ini akan dibahas beberapa jenis tindak pidana (korupsi) menurut Fiqh Jinayah (Irfan, 2012). Fiqh adalah ilmu tentang hukum-hukum syariat yang bersifat praktis dan merupakan hasil analisis seorang mujtahid terhadap dalil-dalil yang terinci, baik yang terdapat dalam Al-quran maupun hadist. Secara terminologis, jinayah didefinisikan dengan semua perbuatan yang dilarang dan mengandung kemudaratan terhadap jiwa atau selain jiwa.

Jinayah adalah sebuah tindakan atau perbuatan seseorang yang mengancam keselamatan fisik dan tubuh manusia serta berpotensi menimbulkan kerugian pada harga diri dan harta kekayaan manusia sehingga tindakan atau perbuatan itu dianggap haram untuk dilakukan bahkan pelakunya harus dikenai sanksi hukum, baik diberikan di dunia maupun hukuman Allah kelak di akhirat.

Fiqh Jinayah adalah ilmu tentang hukum-hukum syariat yang digali dan disimpulkan dari nash-nash keagamaan, baik Alquran maupun hadist, tentang kriminalitas, baik berkaitan dengan keamanan jiwa maupun anggota badan atau menyangkut seluruh aspek pancajiwa syariat yang terdiri dari:

  • agama;
  • jiwa;
  • akal;
  • kehormatan atau nasab;
  • harta kekayaan maupun di luar pancajiwa syariat tersebut
Hadits-Hadits yang mengatur Al-ghulul:
a. Larangan Mengambil yang bukan haknya meskipun seutas benang dan sebuah jarum, Nabi Muhammad Saw pernah bersabda,?Serahkanlah benang dan jarum. Hindarilah Al-ghulul, sebab ia akan mempermalukan orang yang melakukannya pada hari kiamat kelak?. beginilah anjuran dari Rasulullah, melarang mengambil sesuatu yang bukan haknya walaupun hanya seutas benang dan sebuah jarum.

b. Bagikan segala sesuatu kepada yang berhak, Dari  Ibnu Jarir dari Al-Dahhak, bahwa nabi mengirimkan beberapa orang pengintai kepada suatu daerah musuh. Kemudian daerah itu diperangi dan dikalahkan serta harta rampasan dibagi-bagi. Tetapi para pengintai tidak hadir ketika rampasan itu dibagi-bagi. Lalu ada diantara mereka menyangka, bahwa mereka tidak akan dapat bagian. Kemudian setelah mereka datang ternyata bagian untuk mereka telah disediakan. Maka turunlah ayat ini yang menegur sangkaan mereka yang buruk, sekaligus menyatakan bahwa nabi tidaklah berbuat curang dengan pembagian harta rampasan perang dan sekali-kali tidaklah nabi akan menyembunyikan sesuatu untuk kepentingan diri beliau sendiri.

c. Larangan untuk mengambil sesuatu tanpa izin dari yang berhak, Bersumber dari Mu?adz bin Jabal yang berkata, ?Rasulullah Saw telah mengutus saya ke Negeri Yaman. Ketika saya baru berangkat, ia mengirim seseorang untuk memanggil saya kembali, maka saya pun kembali.? Nabi bersabda, ?Apakah engkau mengetahui mengapa saya mengirim orang untuk menyuruhmu kembali? Janganlah kamu mengambil sesuatu apa pun tanpa izin saya, karena hal itu adalah Ghulul (korupsi). Barang siapa melakukan ghulul, ia akan membawa barang ghulul itu pada hari kiamat. Untuk itu saya memanggilmu, dan sekarang berangkatlah untuk tugasmu. (HR. At-Tirmidzi).

d. Pada hari kiamat orang akan memikil terhadap barang yang diambil secara tidak sah, Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah berkata, ?Suatu hari Rasulullah saw berdiri ditengah-tengah kami. Beliau menyebut tentang ghulul, menganggapnya sebagai sesuatu yang sangat besar. Lalu beliau bersabda, ?Sungguh aku akan mendapati seseorang di antara kalian pada hari kiamat datang dengan memikul unta yang melenguh-lenguh. ? Ia berkata, ?Wahai Rasulullah tolonglah aku. ?Maka aku menjawab, ?Aku tidak memiliki sesuatupun dari Allah untuk itu. Sungguh aku telah menyampaikan semuanya kepadamu. Aku juga mendapati seseorang di antara kalian pada hari kiamat datang dengan memikul kambing yang mengembik-embik. ?Ia berkata, ?Wahai Rasulullah tolonglah aku.? Maka aku menjawab, ?Aku tidak memiliki sesuatupun dari Allah untuk itu. Sungguh aku telah menyampaikan semuanya. Aku juga mendapati seseorang di antara lain pada hari kiamat datang dengan memikul binatang yang mengeluarakan suara-suara keras. Ia berkata, ?Wahai Rasulullah tolonglah aku.? Maka aku menjawab, ? Aku tidak memiliki sesuatupun dari Allah untuk itu. Sungguh aku telah menyampaikan semuanya kepadamu. Aku juga akan mendapati seseorang di antara kalian pada hari kiamat datang dengan memikul kain dan baju-baju yang berkibar-kibar.? Ia berkata, ?Wahai Rasulullah tolonglah aku.? Maka aku menjawab, ?Aku tidak memiliki sesuatupun dari Allah untuk itu. Sungguh aku telah menyampaikan semuanya kepadamu. Aku mendapati seseorang di antara kalian pada hari kiamat datang dengan memikul barang-barang yang berharga.? Ia berkata, ?Wahai Rasulullah tolonglah aku.? Maka aku menjawab, ?aku tidak memiliki sesuatu apapun dari Allah untuk itu. Sungguh aku telah menyampaikan semuanya kepadamu. (HR. Bukhari)

e. Larangan Pejabat Publik untuk mengambil semua kekayaan publik secara tidak sah, Hadits ini menunjukkan bahwa pengertian ghulul tidak terbatas pada lingkup korupsi harta rampasan perang saja, melainkan mencakup semua kekayaan publik, yang diambil seorang pejabat secara tidak sah. Seperti tertuang dalam peringatan Rasulullah Saw kepada Mu?adz yang diangkat menjadi Gubernur Yaman, agar tidak mengambil sesuatu apa pun dari kekayaan negara yang ada di bawah kekuasaannya tanpa izin Rasulullah. Jika hal ini tetap dilakukan maka ia melakukan tindakan korupsi.

Telah menceritakan kepada kami Ubaid bin Isma'il, telah menceritakan kepada kami Abu Usamah dari Hisyam dari ayahnya, dari Abu Humaid As Sa'idi mengatakan, Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam pernah mempekerjakan seorang laki-laki untuk mengelola zakat bani Sulaim yang sering dipanggil dengan nama Ibnu Al Latabiyah, tatkala dia datang, dia menghitungnya dan berkata; 'Ini adalah hartamu dan ini hadiah.' Spontan Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam berujar: "kenapa kamu tidak duduk-duduk saja di rumah ayahmu atau ibumu sampai hadiahmu datang kepadamu jika kamu jujur." Kemudian beliau berpidato di hadapan kami, memuja dan memuji Allah terus bersabda: "Amma ba'd. Sesungguhnya saya mempekerjakan salah seorang diantara kalian untuk mengumpulkan zakat yang telah Allah kuasakan kepadaku, lantas ia datang dan mengatakan; 'ini hartamu dan ini hadiah yang diberikan kepadaku, ' kenapa dia tidak duduk-duduk saja di rumah ayahnya atau ibunya sampai hadiahnya datang kepadanya? Demi Allah, tidaklah salah seorang diantara kalian mengambil sesuatu yang bukan haknya, selain ia menjumpai Allah Swt pada hari kiamat dengan memikul hak itu, aku tahu salah seorang diantara kalian menjumpai Allah dengan memikul unta yang mendengus, atau sapi yang melenguh, atau kambing yang mengembik." Kemudian beliau mengangkat tangannya hingga terlihat putih ketiaknya seraya mengatakan: "Ya Allah, bukankah aku telah menyampaikan apa yang kulihat dengan mataku dan kudengar dengan dua telingaku?" (HR. Bukhari).

Syaikh Muhammad bin Abdul wahap memberikan definsi risywah sebagai berikut:
Imbalan yang diambil seseorang atas perbuatannya yang mengaburkan kebenaran dan mengkedepankan kebathilan, dan kompensasi yang dinikmati seseorang atas usaha untuk menyampaikan hak orang lain kepada yang berkompeten.?

Dr. Yusuf Qardhawi dalam Abu Fida mendefinisikan risywah sebagai berikut: ?Suatu yang diberikan kepada seseorang yang mempunyai kekuasaan atau jabatan (apa saja) untuk menyukseskan perkaranya dengan mengalahkan lawan-lawannya sesuai dengan apa-apa yang diinginkan, atau untuk memberikanpeluang kepadanya (misalnya seperti lelang/tender) atau menyingkirkan lawan-lawannya??? (Al-Halal dan Haram, hal,123)

Adapun dasar hukum dari Risywah, adalah dalil-dalil baik yang terdapat dal Al-Quran maupun Hadits sebagai berikut:

Surat AL-Maidah (5) ayat 42
?Mereka itu adalah orang-orang yang suka mendengar berita bohong, banyak memakan yang haram418.  Jika mereka (orang Yahudi) datang kepadamu (untuk meminta putusan), maka putuskanlah (perkara itu) di antara mereka, atau berpalinglah dari mereka; jika kamu berpaling dari mereka maka mereka tidak memberi mudharat kepadamu sedikitpun. Dan jika kamu memutuskan perkara mereka, maka putuskanlah (perkara itu) di antara mereka dengan adil, sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang adil?. QS: Al-Maidah(5) ayat 42

Haramnya Risywah Berdasarkan As-Sunnah
Hadits Pertama
Bersumber dari Tsauban ia berkata, ?Rasulullah Saw melaknat pelaku, penerima, dan perantara risywah, yaitu orang-orang yang menjadi penghubung di antara keduanya. (HR. Ahmad)
Hadits Kedua
Bersumber dari Abdillah bin Amr dan Nabi Saw, ia berkata, ?Rasulullah Saw melaknat pelaku dan penerima risywah.? Ia berkata, ?rasul menambahkan, Allah akan melaknat pelaku dan penerima risywah.? (HR. Ibnu Majah).
Hadits Ketiga
Rasulullah Saw bersabda, ? Penyuap dan yang menerima suap masuk dalam neraka.? (HR. Tabrani)
Hadits Keempat
Bersumber dari Masruq, seorang Qadhi berkata, ?Apabila seseorang memakan hadiah, maka ia memakan uang pelicin, dan barang siapa yang menerima risywah (suap) maka ia telah mencapai kafir.? Katanya lagi, ?Barang siapa meminum khamr, sungguh ia telah kafir, dan kafirnya adalah bukan kafir (meninggalkan) shalat.? (HR. An-Nasa).

Hadits Yang Menjelaskan Ciri-ciri Munafik : Telah menceritakan kepada kami Qabishah bin 'Uqbah berkata, telah menceritakan kepada kami Sufyan dari Al A'masy dari Abdullah bin Murrah dari Masruq dari Abdullah bin 'Amru bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Empat hal bila ada pada seseorang maka dia adalah seorang munafiq tulen, dan barangsiapa yang terdapat pada dirinya satu sifat dari empat hal tersebut maka pada dirinya terdapat sifat nifaq hingga dia meninggalkannya. Yaitu, jika diberi amanat dia khianat, jika berbicara dusta, jika berjanji mengingkari dan jika berseteru curang". Hadits ini diriwayatkan pula oleh Syu'bah dari Al A'masy. (HR. Bukhari)

Telah menceritakan kepada kami Abu Nu'aim telah menceritakan kepada kami Sufyan dari Abdullah bin Dinar dari Abdullah bin Umar radliallahu 'anhuma dari Nabi shallallahu

'alaihi wasallam bersabda: "Setiap pengkhianat diberi bendera pada hari kiamat sebagai tanda pengenalnya." (HR. Bukhari).

Bersumber dari Yusuf bin Mahaq Al-Makki yang berkata: Aku menulis daftar nafkah bagi anak-anak yatim untuk Fulan. Si Fulan ini adalah wali dari anak-anak yatim itu. Suatu ketika, mereka keliru menghitung seribu dirham. Si Fulan memberikan seribu dirham kepada mereka (yatim). Namun, kemudian ternyata aku dapati bahwa harta mereka ada dua ribu dirham. aku berkata, ?Ambillah seribu dirham milikmu yang telah mereka bawa?. Kemudian ia menjawab: Ayahku menceritakan kepadaku, ia mendengar Rasulullah Saw bersabda,? Tunaikanlah amanah terhadap orang yang memberimu amanah. Namun, janganlah berkhianat terhadap orang yang mengkhianatimu. (HR. Abu Dawud)

Keterangan:
Siapa pun yang mengaku beriman kepada Allah dan Rasul-Nya harus menjauhi sifat khianat, karena pengkhianat sangat dibenci Allah dan Rasul-Nya.

Surah Al-Maidah (5) ayat 38
Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana?. (QS: Al-Maidah (5) ayat 38).

Keterangan:
Ayat ini turun untuk menjelaskan hukuman bagi yang mencuri baik bagi laki-laki maupun perempuan. turunnya ayat ini terkait dengan kisah seorang perempuan dari kabilah Makhzumiah yang mencuri pada zaman Rasulullah. Korban pencurian melaporkan kepada Rasulullah, mereka berkata: ?Inilah perempuan yang telah mencuri harta benda kami, dan keluarganya akan menebusnya?. Beliau bersabda: ?Potonglah tangannya?. Keluarga pelaku menjelaskan, ?Kami berani menebus lima ratus dinar?. Nabi Saw bersabda, ?Potonglah tangannya?. Maka dipotonglah tangan kanan perempuan itu. Lalu pelaku bertanya, ?Apakah tobatku masih diterima ya Rasulullah?? Beliau menjawab, ?Ya engkau hari ini bersih dari dosamu seperti ketika engkau dilahirkan oleh ibumu?

Anjuran Untuk Tidak Menyekutukan Allah, Tidak Mencuri, Tidak Berzina, dan Tidak Berbohong:
Telah menceritakan kepada kami Abu Al Yaman berkata, telah mengabarkan kepada kami Syu'aib dari Az Zuhri berkata, telah mengabarkan kepada kami Abu Idris 'Aidzullah bin Abdullah, bahwa 'Ubadah bin Ash Shamit adalah sahabat yang ikut perang Badar dan juga salah seorang yang ikut bersumpah pada malam Aqobah, dia berkata; bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda ketika berada ditengah-tengah sebagian sahabat: "Berbai'atlah kalian kepadaku untuk tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun, tidak mencuri, tidak berzina, tidak membunuh anak-anak kalian, tidak membuat kebohongan yang kalian ada-adakan antara tangan dan kaki kalian, tidak bermaksiat dalam perkara yang ma'ruf. Barangsiapa diantara kalian yang memenuhinya maka pahalanya ada pada Allah dan barangsiapa yang melanggar dari hal tersebut lalu Allah menghukumnya di dunia maka itu adalah kafarat baginya, dan barangsiapa yang melanggar dari hal-hal tersebut kemudian Allah menutupinya (tidak menghukumnya di dunia) maka urusannya kembali kepada Allah, jika Dia mau, dimaafkannya atau disiksanya". Maka kami membai'at Beliau untuk perkaraperkara tersebut. (HR. Bukhari).




Referensi sebagi berikut ini :









Golongan Manusia yang Zalim pada Diri Sendiri, Surah Al Fatir ayat 32

Miswari Budi Prahesti

Menyimpan banyak pelajaran bagi umat Islam di dunia. Salah satu pelajaran terdapat dalam surat Fatir ayat 32 menyebutkan kelompok yang zalim pada diri sendiri. Dalam ayat tersebut, golongan yang zalim pada diri sendiri disebut zalimul linafsih. Berikut bacaan lengkap Al Fatir ayat 32 dalam artinya sebagai berikut ini :

Artinya: "Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menzalimi diri sendiri, ada yang pertengahan dan ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang besar."

Siapa yang dimaksud golongan yang zalim pada diri sendiri atau zalimul linafsih dalam Al Quran?
Dikutip dari buku Menempuh Jalan ke Surga karya Badiatul Muchlisin Asti, golongan tersebut diartikan sebagai yang lebih banyak kesalahannya daripada kebaikannya. Kondisi ini terjadi tidak menjadikan Al Quran sebagai panduan hidup.

"Kelompok ini tidak mau atau enggan menjadikan Al Quran sebagai pedoman. Akibatnya hidup mereka gelap gulita, hingga akhirnya sikap orang-orang ini sadar atau tidak sadar telah menganiaya diri sendiri,".

Kehidupan golongan yang zalim pada diri sendiri atau zalimul linafsih tanpa arah dan tidak punya panduan syar'i. Mereka juga tak mengenal halal haram, baik buruk, dan hidup hanya demi kenikmatan. Karakter lain adalah malas ibadah, melakukan maksiat, dan berbuat dosa.

Golongan yang zalim pada diri sendiri atau zalimul linafsih pada akhirnya akan menerima akibatnya. Risiko ini dijelaskan dalam hadits berikut, yang Artinya: Dari Abu Darda RA yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah SAW membaca firman-Nya: "Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri." Lalu Rasulullah SAW bersabda, "Adapun orang yang menganiaya dirinya sendiri, maka ia ditahan sehingga mengalami kesusahan dan kesedihan, kemudian dimasukkan ke dalam surga." (Tafsir Ibnu Katsir).

Dengan mengetahui golongan zalimul linafsih dan penjelasannya dalam Al Quran serta hadits, semoga kita bisa terhindar dengan selalu hidup sesuai aturan Allah SWT dan sunnah nabiNya.



Referensi sebagai berikut ini :




Hadits Tentang Memaafkan Kesalahan Orang Lain dalam Islam

Miswari Budi Prahesti

Hadits Tentang Memaafkan Kesalahan Orang Lain dalam Islam, Memaafkan kesalahan orang lain merupakan salah satu akhlak mulia yang perlu ditanamkan pada diri umat muslim. Banyak dalil dalam Al Quran maupun hadits tentang memaafkan kesalahan orang lain yang dapat menjadi pedoman bagi umat muslim. Rasulullah SAW telah banyak mendorong umat muslim untuk bersikap pemaaf pada orang lain melalui contoh perbuatannya semasa hidup. Dikisahkan dari istri Rasulullah SAW, Aisyah, pernah ditanya tentang akhlak Rasulullah SAW, maka dia menjawab,

"Beliau tidak pernah berbuat jahat, tidak berbuat keji, tidak meludah di tempat keramaian, dan tidak membalas kejelekan dengan kejelekan. Melainkan beliau selalu memaafkan dan memaklumi kesalahan orang lain," (HR Ibnu Hibban).

Selain itu, sikap pemaaf yang harus dimiliki umat muslim secara tegas dijelaskan dalam firmanNya surat Al A'raf ayat 199. Berikut bacaannya, Artinya: "Jadilah pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta jangan pedulikan orang-orang yang bodoh."

Selain dalil-dalil yang telah dijelaskan di atas, merangkum beberapa hadits tentang memaafkan kesalahan orang lain yang disadur dari berbagai buku dan sumber di media sosial dan internet, berikut dengan terjemahannya sebagai berikut ini :

1. HR Muslim Artinya: Dari Abu Hurairah RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Tidaklah sedekah itu mengurangi harta, dan tidaklah Allah menambah bagi seorang hamba dengan pemberian maafnya (kepada saudaranya,) kecuali kemuliaan (di dunia dan akhirat), serta tidaklah seseorang merendahkan diri karena Allah kecuali Dia akan meninggikan (derajat)nya (di dunia dan akhirat)."

2. HR Bukhari dan Ad Dailami. Artinya: Rasulullah SAW bersabda, "Iman yang paling utama adalah sabar dan pemaaf atau lapang dada,"

3. HR At Thabrani Artinya: "Maafkanlah, niscaya kamu akan dimaafkan (oleh Allah),"

4. HR Al Anshari "Orang yang paling penyantuh di antara kalian adalah orang yang bersedia memberi maaf walaupun ia sanggup untuk membalasnya,"

Istilah memaafkan dalam bahasa Arab sendiri adalah Al 'Afwu. Artinya secara bahasa adalah melewatkan, membebaskan, meninggalkan pemberian hukuman, menghapus, dan meninggalkan kekasaran perilaku.

Sementara itu, secara istilah Al 'Afwu juga dapat bermakna menggugurkan (tidak mengambil) hak yang ada pada orang lain. Hal ini menjadi bukti mulianya sikap pemaaf, sebagaimana dilansir dari buku Berdakwah dengan Hati yang ditulis oleh Syaikh Ibrahim bin Shalih bin Shabir Al-Maghdzawi.

Allah SWT dalam surat Ali Imran ayat 134 juga menyebut bahwa sikap memaafkan kesalahan orang lain merupakan salah satu ciri orang yang bertakwa. Allah Swt berfirman, Artinya: "(yaitu) orang yang berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Dan Allah mencintai orang yang berbuat kebaikan,"

Melalui informasi ini, semoga kita semua bisa sama-sama mulai melatih diri menjadi orang yang pemaaf sesuai dengan hadits tentang memaafkan kesalahan orang lain dan dalil Al Quran lainnya ya, sahabat hikmah. Aamiin.


Referensi sebagai berikut ini : 






Segerakan Minta Maaf Pada Orang yang Dizalimi

Miswari Budi Prahesti

Ketika seorang hamba mempunyai dosa kepada Allah Swt maka orang tersebut harus bertaubat, beristighfar memohon ampun kepada Allah Swt. Dan ampunan Allah Swt sangat luas bagi setiap manusia. Akan tetapi ketika seorang hamba mempunyai kesalahan terhadap orang lain terlebih kepada sesama Muslim maka urusannya bukan sekedar bertaubat dan memohon ampun kepada Allah Swt, tetapi hamba tersebut harus bersegera meminta maaf dengan sepenuh hati kepada orang yang yang telah dizalimi. 

Sebab konsekuensi yang akan ditanggung seorang hamba yang tidak mau meminta maaf kepada orang yang pernah dizaliminya sangat besar. Itu bisa merontokan pahala yang pernah dikerjakannya dan justru menambah dosa bagi dirinya.

Sebagaimana dalam kitab at Targib wat Tarhib terdapat sebuah hadits Nabi Muhammad SAW tentang bersegera meminta maaf atas perbuatan zalim yang pernah dilakukan pada orang lain tersebut Rasulullah Muhammad SAW bersabda yang diriwayatkan Bukhari dan Tirmidzi yang artinya sebagai berikut ini :

Rasulullah Muhammad SAW bersabda: "Barangsiapa ada padanya perbuatan zalim kepada saudaranya menyangkut kehormatan atau apapun, maka hendaklah ia segera meminta kehalalan atas perbuatan zalim yang dia lakukan hari itu juga sebelum tidak ada dinar dan tidak ada dirham (yaitu pada hari kiamat dimana harta benda tidak ada gunanya). Jika ada baginya amal saleh maka diambil lah pahalanya sesuai dengan kadar kezalimannya. Jika sudah tidak ada amal-amal kebaikan, maka diambil lah dari dosa-dosanya orang-orang yang dizalimi. Lalu dosa itu dibebankan kepadanya". (HR Bukhari dan Tirmidzi). 



Referensi sebagai berikut ini :