Sihir Perusak Rumah Tangga, Lakukan Hal ini Untuk Mengatasinya, Ketika anda memulai babak baru dalam hidup, melalui kehidupan berumah tangga. Tentunya anda harus mempersiapkan segala hal sampai benar- benar matang, termasuk kesiapan materi, mental dan spiritual. Dimana anda dan pasangan harus bisa melewati berbagai ujian ketika menjalani rumah tangga. Banyak masalah yang kerap kali dialami oleh pasangan yang sudah berumah tangga, masalah yang menerpa bertujuan untuk melatih dan menguji rumah tangga mereka.
Tidak jarang, banyak pasangan yang gagal melewati ujian tersebut, dan berujung pada perceraian. Salah satu masalah yang banyak terjadi di kehidupan sehari-hari adalah, sihir yang dikirimkan orang lain untuk menguji rumah tangga mereka. Sihir adalah perbuatan yang banyak dikaitkan dengan aktivitas jin. Dan hal ini menyebabkan perubahan secara mendadak tanpa disadari oleh para korban. Sihir yang menyebabkan perceraian dalam rumah tangga, disebut sihir tafriq.
Allah SWT telah mengabarkan dalam firman-Nya, agar kita senantiasa berhati-hati dan menjauhi segala yang berkaitan dengan jin termasuk sihir, yang dapat menyebabkan perceraian. Allah SWT berfirman, “Maka mereka mempelajari dari mereka berdua (Harut dan Marut) apa-apa yang memisahkan antara seseorang dengan istrinya, dan mereka tidak mencelakakan seorang pun kecuali dengan izin Allah.” (QS. Al-Baqarah 102).
1.Medekatkan diri Kepada Allah SWT
Anda dan anggota keluarga diusahakan selalu berdoa dan memohon perlindungan kepada Allah SWT, agar dijauhkan dari gangguan jin dan setan, tidak lupa juga selalu menunaikan sholat 5 waktu, dengan begitu sihir tidak mempan kapada anda dan anggota keluarga.
2.mengucapkan kalimat Audzubillah
Mengucap Audzubillah Himinas Syaiton Nirojim, yang artinya 'Aku berlindung kepada Allah dari syaithan yang terkutuk". Juga ampuh mengatasi sihir yang berasal dari jin dan setan.
3.Membaca surat Al-falaq
Walaupun hanya terdiri dari 5 ayat, surah Al-falaq memiliki arti yang luar biasa, bahkan surah ini sering digunakan sebagai ayat pengusir setan.
Dalam berumah tangga, suami atau istri merasa jenuh dengan kondisinya dan merasa tidak sanggup lagi mempertahankannya. Hal ini membuat rumah tangga menjadi rusak hingga berantakan bahkan setiap hari terjadi perang mulut dan akhirnya pisah. Dalam Islam, kita mengenal adanya jin dasim, yakni jin jahat yang bertugas merusak rumah tangga. Tapi selain jin dasim, ada juga faktor tak kasat mata lainnya yang berpengaruh pada keutuhan rumah tangga seseorang. Faktor lainnnya itu adalah sihir pemisah rumah tangga. Sihir pemisah rumah tangga ini juga menggunakan bantuan jin. Bagi mereka yang terkena sihir ini tidak akan merasakannya.
Cara kerja sihir ini begitu halus dan tak terlihat, sampai-sampai tidak sadar kalau Anda dan pasangan sudah terkena sihir ini. Sihir pemisah pasangan suami istri ini biasanya sengaja dikirim oleh orang yang tidak suka dengan hubungan Anda dan pasangan. Meskipun cara kerja sihir ini sangat halus, kita bisa mendeteksi sihir pemisah suami istri ini dengan melihat ciri-cirinya. Kenali dan waspadai, untuk menyelamatkan rumah tangga dari pengaruh sihir ini.
Kenali Ciri-ciri sihir pemisah pasangan suami istri, memaparkan sebagai berikut:
Sesak nafas ketika membaca Al-Quran
Shalat selalu tidak khusyuk
Selalu mimpi buruk berulang-ulang
Merasakan sakit di bagian tubuh tertentu, misalnya pada kepala, kaki, atau tangan.
Suami istri malas berhubungan intim dan selalu menolak kalau diajak
Suasana rumah terasa panas dan tidak nyaman.
Ciri-ciri tidak langsung rumah tangga yang terkena sihir pemisah suami istri adalah:
Sikap dan sifat berubah secara drastis, misalnya dari cinta menjadi benci
Muncul keraguan antara suami istri
Membesar-besarkan masalah yang remeh dan sepele
Selalu terjadi perselisihan dan pertengkaran rumah tangga karena hal sepele
Pasangan selalu merasa tidak betah di rumah
Pasangan terlihat jelek dan buruk sehingga membenci atau tidak suka semua tentang pasangan
Menaruh kecurigaan berlebih kepada pasangannya
Mudah mengatakan cerai dan meminta cerai
Tidak ada lagi rindu yang ada rasa malas bertemu pasangan
Bagi yang yang merasakan adanya ciri-ciri sihir pemisah suami istri ini dan ingin menghilangkan pengaruhnya, maka teruslah berdoa memohon kepada Allah agar rumah tangga anda selalu mendapat perlindungan dari Yang Maha Kuasa.
Sebagai makhluk Allah Swt, setiap manusia tentu pernah melakukan dosa, baik dosa kecil maupun besar. Dosa diartikan sebagai keburukan yang dapat menggelisahkan hati karena pada dasarnya hati itu suci. Namun, sebaik-baik pendosa adalah mereka yang mau memperbaiki diri dan bertaubat kepada Allah Swt. Seseorang yang bertaubat diantaranya bisa dilakukan dengan memperbanyak istighfar. Dengan istighfar, seorang pendosa tidak hanya mendapat ampunan namun juga kelapangan rezeki dari Allah Swt.
Rasulullah saja yang diberi oleh Allah gelar 'ma'shum', yang artinya terjaga dari segala dosa kecil maupun besar, selalu membaca istighfar setiap hari. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Rasulullah SAW bersabda : "Demi Allah sesungguhnya aku memohon ampun kepada Allah, dan bertobat kepada-Nya lebih dari 70 kali dalam sehari semalam" (HR Al-Bukhari)
Nabi SAW pun telah mengajarkan berbagai doa agar dosa kita lebih cepat diampuni oleh Allah SWT, baik doa yang beliau ucapkan sendiri ataupun doa yang diucapkan oleh sahabat dan beliau membenarkannya.
Terkadang manusia merasa down dan bertanya apakah Allah SWT masih akan mengampuni dosa-dosa kita. Hal ini terjadi pada masa Nabi, pernah seorang sahabat mengeluh kepada Rasulullah mengenai dosanya.
Lalu Nabi memintanya mengucapkan doa ini dan mengulanginya sebanyak tiga kali, Allohumma Maghfirotuka Awsa’u Min Dzunubi Wa Rohmatuka Arja ‘Indi Min ‘Amali.
Artinya “Ya Allah, ampunan-Mu lebih luas daripada dosa-dosaku, rahmat-Mu lebih ku harapkan daripada amalan-amalan ku.”
Kemudian Rasulullah mengatakan bahwa sahabat tersebut sudah diampuni oleh Allah. Kisah ini diriwayat oleh al-Imam al-Hakim dan tercatat dalam kitab 'Ma Dza fi Sya’ban' karya Sayid Muhammad bin Abbas al-Maliki.
Selain membaca istighfar di atas ada baiknya kita mengisi waktu luang dengan memperbanyak istighfar yang singkat dan mudah seperti, Astaghfirullah alladzii la ilaha illa huwal hayyul qayyumu wa atuubu ilaih.
“Aku memohon ampun kepada Allah, Dzat yang tidak ada sesembahan kecuali Dia. Yang Mahahidup lagi Maha Berdiri Sendiri. Dan aku bertaubat kepada-Nya.”
Sejatinya, istighfar dapat membuat hati tenang dan menghilangkan percikan dosa yang dapat membakar diri kita di dunia maupun akhirat.
Setiap manusia pada dasarnya pasti pernah melakukan kesalahan dan dosa. Akan tetapi, perlu diketahui bahwa dosa terbagi menjadi dua jenis. Yaitu dosa besar dan dosa kecil. Saat seseorang melakukan dosa besar secara sengaja, maka ia harus bertaubat terlebih dahulu agar bisa diampuni oleh Allah Swt.
Karena itu, penting mengetahui apa saja yang tergolong dosa besar. Sehingga kita akan lebih berhati-hati terhadap apa yang kita lakukan. Berikut ini adalah beberapa jenis dosa yang termasuk ke dalam dosa besar.
1. Syirik / Menyekutukan Allah Swt
Dalam surat An-Nisa: 48 disebutkan bahwa Allah Swt mengampuni dosa selain syirik. Artinya, syirik merupakan dosa yang serius. Bahkan dalam surat Al-Maidah: 72 disebutkan bahwa orang yang melakukan syirik haram masuk ke surga.
2. Berputus Asa Dari Rahmat Allah Swt
Di surat yusuf: 87 llah Swt berfirman bahwa hanya orang kafir saja yang berputus asa dari rahmat Allah Swt. Mengharap rahmat Allah Swt sendiri merupakan bagian dari keimanan seseorang kepada Allah. Saat seseorang berputus asa dari rahmat Allah Swt, maka artinya ia ragu bahwa Allah Swt akan menjaga dan menjawab doa hamba-Nya.
3. Merasa Aman Dari Ancaman Allah Swt
Allah Swt memang Maha Pengampun dan akan memaafkan setiap kesalahan hamba-Nya. Akan tetapi, bukan berarti hal ini bisa menjadikan kita abai dan merasa aman dari ancaman Allah Swt. Justru saat seseorang merasa aman dari ancaman Allah Swt, maka ia termasuk ke dalam orang-orang yang merugi.
4. Durhaka Kepada Orang Tua
Orang yang durhaka kepada orang tua disebut sebagai orang yang sombong dan celaka. Orang tua merupakan alasan mengapa seseorang bisa lahir ke dunia. Namun, lebih dari itu, seseorang taat pada orang tua adalah karena ia taat kepada Allah dan sebagai bentuk mengikuti perintah Allah Swt.
5. Membunuh
Seseorang yang mengambil nyawa orang lain, khususnya seorang mukmin dengan sengaja, maka Allah Swt mengancamnya dengan neraka Jahannam. Bahkan dalam surat An-Nisaa: 93 dikatakan bahwa seorang pembunuh akan kekal berada dalam neraka Jahannam selamanya.
6. Menuduh Wanita Baik – Baik Melakukan Zina
Islam sangat menghormati nama baik seseorang. Bahkan dalam surat An-Nuur: 23 Allah berfirman bahwa orang yang menuduh perempuan baik-baik melakukan zina akan mendapatkan laknat. Bukan hanya di akhirat saja, tapi juga di dunia. Bahkan orang tersebut juga akan mendapatkan azab yang besar.
7. Memakan Riba
Riba bukan hanya merugikan orang-orang yang terlibat di dalamnya saja. Lebih dari itu, riba juga dapat merugikan banyak orang. Bahkan orang – orang yang tidak berkaitan secara langsung. Karena itu, islam dengan tegas melarang segala bentuk riba dan memakan harta hasil riba.
8. Lari Dari Medan Pertempuran
Saat seorang muslim berada di medan pertempuran, maka haram baginya untuk mundur atau lari dari medan pertempuran. Kecuali jika mundur tersebut merupakan bagian dari strategi perang atau bertujuan untuk menyusun siasat kembali.
9. Memakan Harta Anak Yatim
Bukan hanya harta riba, Islam sangat melarang pemeluknya memakan setiap harta yang bukan merupakan haknya. Termasuk harta anak yatim. Baik yang berada di bawah asuhannya secara langsung ataupun tidak. Hukum mengenai hal ini bisa ditemukan dalam surat An-Nisa: 10.
10. Berbuat Zina
Zina merupakan perbuatan keju yang besar dosanya. Hal ini karena akibat dari perzinahan tersebut bisa memberikan dampak yang luas bahkan merusak tatanan social yang seharusnya rapi. Jika dari zina tersebut menghasilkan anak, maka anak tersebut akan sulit diketahui nasabnya. Selain berkaitan dengan social dan pernikahannya, hal ini juga berkaitan dengan hak waris dan hukum-hukum lain yang berkaitan dengan nasab atau keturunan.
Itulah beberapa dosa-dosa besar dalam islam yang harus dihindari. Jika sebelumnya Kita atau seseorang belum mengetahui hal ini dan terlanjut melakukan salah satu dosa tersebut, maka rahmat dan ampunan Allah Swt sangat luas. Dan semoga saja dosa tersebut tidak pernah kita lakukan kembali.
Sebagai seorang muslim, sudah semestinya kita patuh terhadap apa yang diperintahkan Allah SWT dan menjauhi segala sesuatu yang dapat menimbulkan dosa. Dalam Islam sendiri, dosa terbagi menjadi dosa besar dan dosa kecil. Allah SWT berfirman, "Jika kamu menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa besar yang dilarang kamu mengerjakannya, niscaya Kami hapus kesalahan-kesalahanmu (dosa-dosamu yang kecil) dan Kami masukkan kamu ke tempat yang mulia (surga)" (Q.S. An Nisa: 31).
Zina adalah salah satu perbuatan yang dilarang keras oleh Allah SWT. Zina adalah salah satu dosa besar, setelah syirik dan membunuh. Hal ini diterangkan dalam surat Al Furqon ayat 68 yang artinya,
"Dan orang-orang yang tidak menyembah Rabb yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan yang demikian itu, niscaya Dia mendapat (pembalasan) dosa(nya),"
Tinngkatan Berbuat Dosa Zina
Seseorang yang berzina dengan banyak orang lebih besar dosanya dari pada yang berzina dengan satu orang saja.
Seseorang yang berzina terang-terangan lebih besar dosanya dari pada yang berzina secara sembunyi-sembunyi.
Seseorang yang berzina dengan wanita yang bersuami lebih besar dosanya dari pada yang berzina dengan wanita yang tidak bersuami. Karena dalam perbuatan tersebut telah merusak perkawinan seseorang.
Seseorang yang berzina dengan tetangga lebih besar dosanya dari pada orang yang berzina dengan selain tetangga. Karena perbuatan tersebut dapat merusak hubungan tetangga.
Seorang yang berzina dengan istri mujâhid (orang yang berjihad) di jalan Allâh lebih besar dosanya dari pada yang berzina dengan wanita lainnya.
Seseorang yang berzina dengan mahramnya (seperti ibunya, kakak perempuan, adik perempuan) lebih besar dosanya dari pada yang berzina dengan selainnya.
Dosa zina juga bertingkat sesuai dengan waktu, tempat, dan kondisi:
Orang yang berzina pada malam atau siang bulan Ramadan lebih besar dosanya dari pada yang berzina pada selain waktu tersebut.
Orang yang berzina di tempat-tempat yang mulia dan utama lebih besar dosanya dari pada yang berzina di selain tempat-tempat tersebut.
Hukuman Bagi Pelaku Zina
Hukuman bagi seseorang yang melakukan zina adalah dengan rajam atau dilempari batu sampai mati. Sedangkan pada pelaku yang belum menikah, hukuman zina diganti dengan hukum cambuk sebanyak 100 kali serta diasingkan selama satu tahun.
"Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kamu kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang yang beriman." (Q.S. An Nur: 2).
Dalam ayat tersebut Allah SWT memerintahkan untuk menghukum para pelaku zina tanpa perlu berbelas kasihan kepada mereka. Dan juga, hukuman ini dilakukan dengan disaksikan di hadapan orang mukminin yang banyak. Ini dilakukan agar menjadi pembelajaran serta memberi efek jera pada pelakunya.
Balasan Bagi Pelaku Zina "Dua kejahatan akan dibalas oleh Allah ketika di dunia; zina dan durhaka kepada ibu bapak." (HR. Thabrani).
Dari hadis di atas, Nabi Muhammad SAW memberitahu bahwa para pelaku zina akan mendapatkan balasan di dunia maupun di akhirat.
Adapun hukuman atau balasan dari perbuatan zina. Rasulullah SAW menyebutkan bahwa dalam berzina ada enam bahaya yang mengikutinya, baik di dunia maupun di akhirat.
Di dunia; cahaya akan hilang dari wajah orang yang berbuat zina, umurnya akan semakin pendek, serta kekal dalam kemiskinan, dan memendekkan umur. Di akhirat; murka Allah menanti, hisabnya buruk, serta mendapat siksaan di neraka. Kemudian, para pelaku zina juga akan dibenci oleh Allah SWT.
"Tiga (jenis manusia) yang tidak diajak bicara oleh Allah pada hari kiamat dan tidak pula Allah menyucikan mereka dan tidak memandang kepada mereka, sedang bagi mereka siksa yang pedih, yaitu: laki-laki tua yang suka berzina, seorang raja pendusta dan orang miskin yang sombong." (HR. Muslim).
Bahaya Perbuatan Zina
Para pelaku zina akan selalu dibayangi rasa penyesalan dan kekhawatiran. Perbuatan zina juga akan berbahaya baik itu di dunia mau pun dari Allah SWT sendiri. Beberapa bahaya perbuatan zina adalah:
Melakukan zina dapat memupuk dosa yang menghilangkan sikap wara’ atau menjaga diri daripada berbuat dosa bagi pelakunya
Melakukan zina dapat merusak martabat pelaku di hadapan Allah SWT dan di hadapan masyarakat sehingga pelaku zina tidak memiliki rasa malu lagi
Pelaku zina akan kekal dalam kemiskinan dan tidak akan merasa cukup dengan apa yang mereka miliki
Pelaku zina akan dicampakkan oleh Allah SWT
Pelaku zina akan terputus tali silaturahminya, menjadikan sifat zalim, durhaka pada orang tua, mendapatkan nafkah atau pekerjaan yang haram, serta menyia-nyiakan keluarga dan keturunannya
Pelaku zina akan rusak masa depannya
Pelaku zina akan mendapatkan aib berkepanjangan
Pelaku zina dapat memicu pertengkaran, permusuhan, sampai pada dendam
Pelaku zina dapat terjangkit penyakit berbahaya.
Demikian penjelasan bagi pelaku berbuat zina dan humukan bagi pelakukan didalam islam. semoga bermanfat bagi kita semua, semoga kita dihindarkan dari berbuat maksiat kepada Allah Swt, Aamin ya robbal 'Alamin.
Dalam ajaran Islam, seorang wanita diwajibkan untuk mengerjakan amal kebaikan serta menghindari hal-hal yang terlarang agar amal baik yang telah dilakukan tidak menjadi rusak. Akan tetapai terkadang ada saja kebiasaan yang tanpa sadar dilakukan wanita setiap hari yang ternyata merupakan perbuatan dosa yang dilarang Allah SWT.
Merubah Fisik Dosa yang tanpa sadar dilakukan wanita ialah merubah bentuk fisiknya. Tahukah Anda jika hal ini ternyata mrupakan salah satu perbuatan yang sangat dibenci Allah SWT. Perubahan fisik dimaksud yang sering dilakuka wanita adalah seperti melakukan operasi, implan, sedot lemak, memancungkan hidung, dan perubahan fisik jenis lainnya,
Namun apabila perubahan fisik bertujuan untuk mengobati penyakit, maka wanita masih diperbolehkan dengan dalil untuk menyembuhkan.
Mengabaikan Suami sebagai Kepala Keluarga Dalam peraturan Islam serta sabda Rasulullah SAW, suami merupakan kepala rumah tangga yang wajib dihormati.
Rasulullah Muhammad SAW memberikan gambaran jika saat suami memberi perintah untuk sebuah pekerjaan seperti memindahkan bukit merah menuju bukit putih ataupun sebaliknya, maka istri tidak memiliki pilihan lain kecuali melaksanakan perintah yang diberikan suaminya tersebut. Akan tetapi saat ini cukup banyak wanita yang mengabaikan peran suaminya tersebut.
Banyak Bicara Hal ini kerap dilakukan oleh banyak orang terutama wanita. Tanpa sadar banyak berbicara apalagi membual ternyata dapat menimbulkan dosa.
Jabir bin Abdillah ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda: ‘Sesungguhnya orang yang paling aku benci dan yang paling jauh majelisnya dari aku pada hari kiamat adalah tsarsarun (orang yang banyak omong), mutasyaddiqun (yang membual dan bicara seenaknya) dan mutafayhiqun’.
Para sahabat menukas: ‘Wahai Rosulullah kami telah mengetahui siapa itu tsarsarun dan mutasyaddiqun tapi mutafayhiqun kami tidak mengetahuinya. Siapakah mereka? Rosulullah menjawab: ‘Mereka adalah orang yang sombong (angkuh)’. (HR. Ahmad, Ibnu Hibban dan Abu Nu’aim).
Berpakaian namun Telanjang Maksud dari berpakaian namun telanjang ialah, dimana seorang wanita mengenakan pakaian yang ketat dan tipis sehingga membuat setiap lekuk tubuhnya terlihat.
Hal ini merupakan salah satu dosa yang tanpa sadar dilakukan banyak wanita. Namun keharaman ini tidak berlaku jika dikenakan di depan suami yang sah.
Pergi tanpa Izin Suami Dosa yang tanpa sadar dilakukan wanita selanjutnya adalah bepergian tanpa seizin suami. Islam memandang wanita yang melakukan perjalanan meskipun dengan tujuan baik namun tidak mendapatkan izin dari suami, merupakan hal yang akan menimbulkan dosa sehingga akan menerima hukum istri yang melawan menurut Islam.
Berkawan Akrab dengan Lelaki yang Bukan Mahramnya Dosa yang satu ini kerap disepelekan oleh para muslimah padahal dalam Islam sudah jelas dilarang untuk berteman akrab dengan lelaki yang bukan mahram.
Rasululloh SAW bersabda: ‘Tidaklah seorang lelaki berduaan dengan wanita, melainkan yang ketiganya adalah setan”. (HR At-Tirmidzi di-shahih-kan oleh Al-Albani).
Berhias Dalam urusan penampilan wanita selalu ingin terlihat cantik dan menarik. Namun seorang wanita tidak boleh berhias untuk selain suaminya. Apalagi sampai meminta untuk menyambung rambut dan juga mencukur alis.
Rasululloh SAW bersabda: ‘Terlaknatlah wanita yang menyambung dan minta disambungkan rambutnya, wanita yang mencukur dan minta dicukur alisnya, wanita yang mentato dan minta ditato’. (HR Abu Dawud, di-sahih-kan oleh Al-Albani)
Demikianlah penjelasan yang berkaitan dengan dosa yang tanpa sadar dilakukan setiap hari, khususnya bagi para wanita. Semoga penjelasan ini dapat memberikan pencerahan agar bisa mengurangi dosa-dosa tersebut.
Manusia itu tempatnya salah dan lupa "Al-Insaanu Mahallu al-khatha` wa al-nisyaan" . Ungkapan di atas menjadi pertanda bahwa sesungguhnya, tak ada satu pun manusia yang ada di dunia ini luput dari kesalahan atau tak pernah berbuat dosa.
Nabi Muhammad SAW, sebagai seorang Nabi yang telah dijaga kesalahannya oleh Allah (al-Ma'shum) dan diampuni dosa-dosanya, pernah melakukan kekhilafan. Salah satunya sebagai berikut. Saat Rasulullah SAW sedang menerima tamu para pembesar Quraisy dan sedang berbincang-bincang, tiba-tiba datanglah di hadapannya seorang laki-laki buta yang bernama Abdullah bin Ummi Maktum. Laki-laki ini bermaksud menanyakan sesuatu kepada Rasulullah SAW.
Namun, beliau merasa tidak 'suka' dengan kedatangan Ibnu Ummi Maktum ini sehingga beliau terlihat bermuka masam. Atas sikap Rasulullah SAW ini, Allah lalu menegurnya melalui firman-Nya dalam surah 'Abasa 80 : 1-42.
Bahkan, para nabi dan rasul lainnya juga pernah berbuat kekeliruan. Misalnya, Nabi Adam memakan buah khuldi, Nabi Yunus meninggalkan kaumnya, Nabi Musa membunuh lelaki keturunan Bani Israil, dan lain sebagainya. Ini semua menunjukkan bahwa manusia memang tempatnya salah dan keliru.
Bila diperhatikan, kata 'manusia' yang dalam bahasa Arab berasal dari kalimat nisyan dengan jamaknya Al-Insaan memiliki makna pelupa. Hal ini menunjukkan bahwa pada prinsipnya manusia itu suka lupa, lalai, salah, dan khilaf. Karena itu, benarlah bila dikatakan, manusia itu tempatnya salah dan lupa.
Dosa besar, Bila berbicara masalah dosa dan kesalahan, manusia tentunya pernah berbuat dosa yang kecil dan dosa besar. Dosa-dosa atau kesalahan yang diperbuat itu antara lain adalah berdusta (berbohong), memasang duri di jalan, mencuri, meninggalkan shalat, tidak menunaikan zakat, enggan melaksanakan haji walau sudah mampu, menggunjing (ghibah), korupsi, berzina, memakan harta anak yatim, dan lain sebagainya. Di antara perbuatan tersebut terdapat dosa-dosa besar dan kecil.
Apa saja dosa-dosa besar itu? Berapa banyak jumlahnya? Para ulama berbeda pendapat mengenai dosa-dosa besar itu. Ada yang mengatakan jumlahnya tujuh, 70, hingga 700. Menurut Ibnu Abbas RA, dosa besar itu ada 70 dan jumlah ini mendekati kebenaran daripada tujuh.
Dalam sebuah hadis yang disepakati oleh para ahli hadis (muttafaq alaih), dosa besar itu ada tujuh. Rasulullah SAW bersabda, ''Jauhilah oleh kalian tujuh dosa yang membinasakan.'' Ditanyakan kepada Rasulullah SAW, ''Apa saja, ya, Rasulullah?'' Nabi menjawab, ''Syirik (menyekutukan Allah dengan lainnya), membunuh jiwa (manusia) yang dilarang Allah selain dengan dasar yang dibenarkan (oleh agama), memakan harta anak yatim, memakan riba, berpaling mundur saat perang, dan menuduh zina terhadap wanita-wanita terhormat. Mereka tidak tahu-menahu dan mereka wanita-wanita beriman.'' (Muttafaq Alaih).
Berkenaan dengan ini pula, Syekh Syamsuddin Muhammad bin Qaimaz at-Turkumani Al-Fariqi ad-Dimasqi asy-Syafii Adz-Dzahabi (673-748 H/1274-1348 M) memetakan dosa-dosa besar dalam sebuah buku yang berjudul al-Kaba`ir.
Dalam kitabnya setebal 179 halaman tersebut, Adz-Dzahabi menyebutkan, ada banyak perbuatan dosa yang sering dan biasa dilakukan oleh manusia. Di antaranya terdapat perbuatan dosa besar. Dalam kitabnya ini, Adz-Dzahabi menuliskan sebanyak 70 dosa besar. Dan, ke-70 dosa besar itu antara lain adalah syirik (menyekutukan Allah dengan sesuatu), membunuh, sihir, meninggalkan shalat, tidak mengeluarkan zakat, berbuka puasa di bulan Ramadhan tanpa uzur, meninggalkan haji di saat mampu, dan durhaka kepada kedua orang tua.
Selain itu, yang termasuk dalam dosa besar juga adalah bermusuhan dengan sanak saudara, berzina, melakukan hubungan seksual dengan sesama jenis (homoseksual dan lesbian), riba, memakan harta anak yatim dan menzaliminya, berdusta atas nama Allah dan Rasul-Nya, lari dari perang, melakukan penipuan dan kezaliman kepada rakyat, sombong, bersaksi palsu, meminum khamar, berjudi, menuduh wanita baik-baik berbuat zina, dan curang dalam melakukan pembagian harta rampasan perang.
Dosa besar lainnya adalah mencuri (korupsi), menodong, bersumpah palsu, berbuat zalim, melakukan pungutan liar (pungli), mengonsumsi dan mengoleksi barang haram, bunuh diri, kebiasaan berbohong, hakim yang jahat, menerima suap (menyogok), wanita bergaya laki-laki dan sebaliknya, serta suami yang acuh tak acuh dengan perbuatan buruk istri dan calo dalam kejahatan, mempermainkan pernikahan, riya, berkhianat, mengadu domba, ingkar janji, percaya kepada dukun dan paranormal, menyakiti tetangga, memanjangkan pakaian karena bangga dan sombong, menyakiti wali-wali Allah, berbuat makar, menyebarkan rahasia kaum Muslim, dan menghina sahabat Nabi SAW.
Dalam al-Kaba`ir ini, Adz-Dzahabi mendefinisikan bahwa yang dimaksud dengan perbuatan dosa besar ialah segala hal yang dilarang Allah sebagaimana yang telah dijelaskan dalam Alquran dan sunah serta para ulama salaf.
Ke-70 dosa besar itu, menurut Adz-Dzahabi, adalah penjabaran dari tujuh dosa besar yang disepakati oleh para ulama dan ahli hadis. Sedangkan, 70 dosa besar tersebut berdasarkan riwayat dari Ibnu Abbas RA.
Kitab ini terbilang sangat menarik. Mengingat, penulis menyertakan perbuatan dan kategori dosa besar itu berdasarkan dalil-dalil Alquran, hadis Nabi SAW, dan pendapat para ulama.
Syirik Di dalam kitabnya ini, Adz-Dzahabi menempatkan dosa yang paling besar adalah syirik kepada Allah. Dalam Alquran, Allah SWT menyatakan, tidak akan mengampuni jika Dia disetarakan dengan makhluk ciptaannya. ''Sesungguhnya, Allah tidak mengampuni jika Dia disekutukan dan Dia mengampuni dosa selain itu bagi siapa saja yang dikehendaki-Nya.'' (Annisaa' 4: 48, 116). Dan, mereka akan kekal di neraka (QS Almaidah 5: 72).
Adz-Dzahabi membagi jenis syirik ini pada dua hal, yakni syirku al-akbar (syirik besar) dan syirku al-ashghar (syirik kecil). Menurut Adz-Dzahabi, yang termasuk syirik besar adalah menyekutukan Allah Swt dengan segala sesuatu, termasuk dengan menyamakannya dengan makhluk ciptaan-Nya. Tempat orang yang melakukan perbuatan ini adalah neraka.
Sedangkan, yang termasuk dalam kategori syirik kecil, jelas Adz-Dzahabi, adalah riya, sebagaimana ditegaskan Allah SWT dalam Alquran. ''Barang siapa mengharap perjumpaan dengan Tuhan-nya, hendaknya ia mengerjakan amal yang salih dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhan-nya.'' (QS Alkahfi 18: 110).
Dalam hadis Nabi SAW, juga disebutkan, ''Menjauhlah kalian dari syirik kecil, yakni riya.'' (Hlm 8-9).
Mengutip pendapat Fudhail bin 'Iyadh, Adz-Dzahabi menjelaskan, berbuat sesuatu dengan tujuan untuk dipamerkan kepada orang lain termasuk perbuatan syirik.
"Maukah kalian aku kasih berita tentang dosa apa yang paling besar. Para sahabat berkata, 'Tentu saja ya Rasulullah'. Rasulullah melanjutkan pembicaraannya, 'Mempersekutukan Allah, kemudian durhaka kepada orangtua," sebelumnya Rasulullah semi duduk, lalu duduk penuh dan berkata," (ketiga)janji dan kesaksian palsu." (HR. Bukhari, Muslim, dan Ahmad dari Abu Bakrah).
Hadits ini mengungkapkan bahwa ada tiga macam dosa besar yang harus kita hindari, yaitu mempersekutukan Allah, durhaka kepada orangtua, dan janji palsu (kata-kata dusta).
Secara eksplisit hadits ini lebih menekankan dosa yang ketiga, yaitu janji palsu. Mengapa demikian? Diriwayatkan, ketika Rasulullah mengatakan dosa pertama dan kedua beliau mengatakannya dalam posisi berdiri sambil bersandar, kemudian beliau duduk dan mengatakan, "janji palsu" berulang-ulang.
Pertama, mempersekutukan Allah. Sudah sangat jelas bagi kita bahwa mempersekutukan Allah adalah rajanya dosa, dan orang yang melakukannya tidak akan mendapatkan ampunan Allah hingga ia benar-benar kembali pada Allah.
Sebagaimana Allah SWT firmankan dalam surat Lukman ayat 13: “Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kedzaliman yang besar.”
Ayat ini diperkuat dengan sebuah hadis dari Ibnu Mas'ud, di mana Rasulullah mengatakan bahwa dosa paling besar di sisi Allah adalah menjadikan sesuatu sebagai tandingan-Nya, padahal engkau tahu bahwa Allah-lah yang menciptakanmu.
Kedua, durhaka kepada orangtua. Ditempatkannya durhaka kepada orangtua sebagai dosa besar setelah mempersekutukan Allah terasa sangat pantas sekali karena dalam Alquran berbakti kepada Allah selalu digandengkan dengan berbakti kepada orangtua. Allah Swt berfirman: “Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orangtuamu (QS. Lukman: 14).
Bahkan dalam satu keterangan disebutkan tujuan hidup manusia adalah untuk beribadah kepada Allah dengan tidak mempersekutukannya dan untuk berbakti kepada orangtua.
Andai kita cermati ayat-ayat yang berkaitan dengan kewajiban untuk berbakti kepada orangtua, maka kita akan menemui perintah untuk memberikan perlakukan terbaik bagi mereka. Sampai-sampai kita dilarang untuk mengatakan uf, ah, atau sejenisnya. Bahkan kita pun diharuskan tetap berbuat baik kepada mereka walaupun mereka mempersekutukan Allah Swt (QS. Lukman: 15).
Ketiga, janji palsu. Rasulullah mengulang-ulang kata ini sampai tiga kali. Menurut para ahli hadis pengulangan kata-kata tersebut menunjukkan bahwa mengingkari janji termasuk dosa yang sangat berbahaya.
Dalam Alquran pun, masalah ingkar janji diulang-ulang sampai beberapa kali, salah satunya terdapat dalam surat Al-Hajj ayat 30:
”Maka jauhilah olehmu berhala-berhala yang najis itu dan jauhilah perkataan-perkataan dusta.”
Dalam Surat Al-Furqan, ketika Allah menceritakan orang-orang yang mendapatkan berkah, salah satu kriterianya adalah orang-orang yang tidak pernah bersaksi dengan saksi-saksi palsu. Dari sini saja kita bisa mengambil kesimpulan bahwa mengingkari janji termasuk dosa besar dan menunaikannya adalah perbuatan mulia.
Lebih jauh lagi, Rasulullah SAW mengungkapkan bahwa janji palsu termasuk salah satu kriteria sifat munafik, selain berbicara dusta, mengabaikan amanat (khianat), dan lari dari pertempuran.
Harta haram adalah segala harta yang dilarang oleh syari’at untuk dimiliki atau digunakan, baik keharamannya itu karena mengandung mudharat atau keji (buruk) seperti bangkai dan minuman keras, atau diharamkan karena hal lain, seperti tidak benarnya cara mendapatkan harta tersebut. Misalnya karena diambil dari hak milik orang lain tanpa izin, seperti harta rampasan. Atau diambil dengan cara yang tidak dibenarkan oleh syari’at Islam, seperti riba dan uang suap. Orang yang memperoleh harta haram karena cara memperolehnya diharamkan tidaklah berhak memiliki harta tersebut meskipun sudah lama diperolehnya.
Pembagian Harta Haram Abul ‘Abbas Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah menerangkan, harta haram ada dua macam:
Harta haram karena usaha mendapatkannya, seperti hasil kezholiman, transaksi riba dan maysir (judi).
Harta haram karena sifat (zat), seperti bangkai, darah, daging babi, hewan yang disembelih atas nama selain Allah Swt. Harta haram karena usaha, lebih keras pengharamannya dan kita diperintahkan untuk wara’ dan berusaha menjauhinya. Oleh karenanya, ulama salaf berusaha menghindarkan diri dari makanan dan pakaian yang mengandung syubhat yang diperoleh dari pekerjaan yang kotor.
Adapun harta haram jenis kedua, yaitu harta yang diharamkan karena sifat, sisi pengharamannya lebih ringan dari yang pertama. Untuk itu, Allah telah membolehkan bagi kita memakan sembelihan ahli kitab (Nasrani dan Yahudi). Padahal ada kemungkinan sembelihan ahli kitab tidak syar’i, bahkan bisa jadi disembelih atas nama selain Allah Swt. Jika ternyata terbukti bahwa hewan yang disembelih dengan nama selain Allah Swt, barulah terlarang hewan tersebut menurut pendapat paling kuat di antara pendapat para ulama yang ada.
Disebutkan dalam hadis yang shahih dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya mengenai suatu kaum yang diberi daging namun tidak diketahui apakah hewan tersebut disebut nama Allah ketika disembelih ataukah tidak. Beliau pun bersabda, “Sebutlah nama Allah (ucapkanlah bismillah) lalu makanlah.” (HR. Ibnu Majah).
Dampak Harta Haram terhadap Umat
Harta haram berdampak buruk terhadap pribadi pelakunya secara khusus dan umat manusia secara umum. Diantara dampak buruk bagi umat manusia tersebut dapat dijelaskan dalam poin-poin berikut:
1. Memakan harta haram adalah ciri khas umat Yahudi yang diabadikan Allah dalam firman-Nya:
“Dan kamu akan melihat kebanyakan dari mereka (orang-orang Yahudi) bersegera membuat dosa, permusuhan dan memakan yang haram. Sesungguhnya amat buruk apa yang mereka telah kerjakan.” (QS. al-Maidah: 62).
Allah Swt menggambarkan sebuah masyarakat yang rusak dan hancur di masa itu, yaitu masyarakat Yahudi. Diantara karakter mereka, mayoritas anggota masyarakatnya sangat suka memakan harta haram, terutama suap dan riba. Bila kerusakan itu ditiru oleh masyarakat muslim, bisa jadi nasib mereka tidak berbeda dengan Yahudi.
2. Petaka buruk yang akan menimpa mereka adalah api neraka dengan harta haram yang setiap saat mereka masukkan ke dalam perut mereka. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengatakan dalam haditsnya yang shahih,
“Wahai Ka’ab bin ‘Ujrah, sesungguhnya tidaklah tumbuh setiap daging yang diberi asupan makanan yang haram melainkan nerakalah yang berhak membakarnya.” (HR. Ahmad dan at-Tirmizi).
Ancaman ini amat menakutkan orang yang yakin akan kebenaran sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tentu dia tidak akan berani mengambil sekecil apapun harta haram, tentu dia tidak akan tega membawa secuilpun harta haram pulang ke rumahnya lalu menyuapkannya ke mulut isteri dan anak-anaknya. karena hakikatnya adalah api neraka yang diberikannya kepada mereka.
3. Harta haram adalah penyebab kehinaan, kemunduran serta kenistaan umat Islam saat ini. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila kalian berjual beli dengan cara ‘inah (salah satu bentuk transaksi ribawi-pent), sibuk dengan ekor-ekor sapi (harta kekayaan-pent), ridha (sibuk-pent) dengan bercocok tanam, dan meninggalkan jihad, niscaya Allah Swtakan menjadikan kalian dikuasai oleh kehinaan. Tidak akan diangkat kehinaan tersebut sampai kalian kembali kepada syari’at agama kalian.” (HR. Abu Dawud, dinyatakan shahih oleh Syaikh al-Albani).
Dalam hadist di atas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan penyebab kehinaan yang mendera umat Islam saat ini, di antaranya transkasi haram yang mereka lakukan dalam bentuk riba. Dan di akhir hadist Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga menjelaskan obat penawar kehinaan tersebut, yaitu kembali kepada dinullah (al-Quran dan as-Sunnah) serta mempraktikkan ajarannya dalam kehidupan pribadi, masyarakat dan Negara.
4. Harta haram yang merajalela pertanda azab akan turun menghancurkan masyarakat di mana harta haram tersebut merebak. Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam hadistnya,
“Apabila perzinahan dan riba merajalela di suatu negeri, sungguh mereka telah mengundang azab Allah Swt untuk menimpa mereka.” (HR. al-Hakim).
Maka jangan ditanya apa penyebab datangnya bencana silih berganti menimpa suatu Negara. Itu semua berasal dari dosa-dosa yang dilakukan oleh masyarakatnya sendiri, yang di antaranya adalah mereka memakan harta yang diharamkan Allah Swt.
Setiap manusia pasti pernah berdosa. Akan tetapi, yang membedakan mereka yang pernah berbuat dosa adalah sikap mereka setelah itu. Ada yang bertaubat langsung setelah sadar akan dosa yang diperbuatnya, merekalah orang yang terbaik. Ada juga yang terus menerus tenggelam dalam lumpur dosa. Mereka yang tenggelam ini terbagi dalam dua golongan, yang pertama adalah orang yang merasa pede, dan yang kedua adalah oragn yang putus asa.
Kedua golongan itu lah yang sedang terperosok dalam dosa yang lebih besar dari lumpur dosa yang pertama. Mereka digerogoti penyakit hati berupa ridak takut pada azab Allah Swt dan rasa putus asa dari rahmat Allah Swt.
Rasulullah bersabda: “Di antara dosa besar adalah mensekutukan Allah Swt, merasa aman dari siksa Allah Swtdan berputus asa dari rahmat Allah Swt” (HR. Al Bazzar dan Ibnu Abi Hatim).
Dinyatakan sebagai dosa yang lebih besar dari dosa sebelumnya, karena dua sikap tersebut merupakan penyakit hati, sedangkan dosa yang dilakukan sebelum itu bisa jadi hanya berupa amalan lahiriah saja. Alasan lainnya adalah, karena kedua sikap itu akan membuat pelakunya terus bergelimangan dalam dosa.
Orang yang berputus asa dari rahmat Allah Swt, jika ia disuruh bertaubat, ia akan berkata, “biarlah aku tetap seperti ini, karena sudah bertumpuk banyak dosaku, tidak mungkin lagi akan diampuni oleh Allah Swt”.
Orang yang merasa aman dari siksa Allah Swt dan tidak takut pada azabNya, jika ia berbuat maksiat dan disuruh bertaubat, ia akan berkata, “Allah Swt kan Maha Pengampun, pastilah aku akan diampuni oleh Allah Ta’ala walaupun terus berbuat dosa”
Kedua sikap di atas sikap yang sangat salah, karena yang diperintahkan Allah Swt dan RasulNya bagi orang yang berbuat dosa adalah bertaubat. Bukannya terus menerus dengan santainya berdosa.
Ada sebagian orang yang terlalu pede (percaya diri) dengan tauhid yang diyakininya. Sehingga, bila ia berbuat dosa, seperti tidak amanah, menipu rekan kerja, menzalimi tetangga, lalu ia dinasehati agar bertaubat, maka ia akan menjawab, “Yang penting aku tidak berbuat syirik (menyekutukan Allah Ta’ala) dan tidak mengerjakan bid’ah”. Ia merasa aman dari azab Allah Swt dan tidak takut pada siksa Allah Swt dengan bermodalkan tauhidnya.
Bukankah nanti di hari akhirat akan ada orang-oragn mukmin yang diazab di neraka karena lebih banyak timbangan dosanya dibandingkan pahalanya? Siapa yang akan menjamin bahwa Allah Ta’ala akan pasti mengampuni dirinya dari dosanya dengan modal taudih di hatinya? Apakah ia sudah yakin bahwa imannya sudah paling sempurna?
Sebenarnya, sikapnya ini sudah menunjukkan tidak sempurna imannya. Ibnu Mas’ud berkata, “seorang mukmin sejati, apabila ia berbuat dosa, maka ia merasa seperti berada di bawah gunung, sangat khawatir ia akan tertimpa gunung tersebut”.
Seorang mukmin sejati, harusnya merasa takut pada Allah Swt. Bukan hanya takut pada dosa yang diperbuatnya, tapi juga takut jika amalan ibadahnya tidak diterima Allah Swt.
Ketika Rasulullah pernah ditanya oleh Aisyah tentang makna ayat: “orang-orang yang menginfakkan hartanya sedangkan hati mereka dalam keadaan takut”
Aisyah bertanya, “Wahai Rasulullah, apakan orang yang hatinya dalam keadaan takut yang dimaksud dalam ayat itu adalah mereka pemabuk dan pencuri?” Rasulullah menjawab, “Bukan, mereka adalah orang yang rajin shalat, puasa dan sedekah, akan tetapi mereka takut bila amalan mereka tidak diterima Allah Ta’ala. Merekalah orang yang terus berlomba dalam kebaikan”.
Wahai hamba Allah Swt, Marilah menjadi mukmin sejati, mewujudkan cita-cita takwa. Mari berlomba dalam kebaikan. Bila memang sempat terjerumus dalam dosa, berlombalah untuk bertaubat pada Allah Ta’ala. Sungguh Allah Swt Maha Penerima taubat.
Karasteristik manusia adalah selalu melakukan kesalahan dan dosa. Tergelincir dan terjatuh dalam kubangan dosa adalah perkara lumrah yang biasa terjadi. Sehingga bukanlah yang dituntut dari manusia bersih tidak pernah melakukan dosa. Namun yang dituntut dari mereka adalah bertaubat ketika berbuat dosa. Lalu adakah manusia yang tidak memiliki kesalahan dan dosa ?
Jika manusia tidak melakukan dosa, maka Allah Swt akan menciptakan manusia yang melakukan dosa, lalu Allah Swt akan mengampuni mereka. Sebagaimana yang tergambar dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abu Ayyub radhiyallahu ‘anhu ia berkata ketika hendak meninggal: Aku menyembunyikan dari kalian satu ilmu yang aku dengar dari Rasulullah Muhammad SAW beliau bersabda yang artinya :
“Seandainya kamu sekalian tidak mempunyai dosa sedikit pun, niscaya Allah akan menciptakan suatu kaum yang melakukan dosa untuk diberikan ampunan kepada mereka.” (HR. Muslim).
Syeikh Shalih al Fauzan hafidzahullah menjelaskan makna hadits ini ketika beliau mengatakan: “Makna hadits ini sangat jelas, bahwa Allah Swt senang jika hamba-Nya meminta ampun kepada-Nya dan AllahSwt akan mengampuni mereka supaya nampak keutamaan Allah Swt dan pengaruh dari sifat-Nya yaitu Al Ghofar dan Al Ghofur (Yang Maha Mengampuni) dan ini sebagaimana disebutkan di dalam firman-Nya:
“Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan kembalilah kamu kepada Rabb-mu, dan berserah dirilah kepada-Nya” (QS. Az-Zumar: 53-54)
Hadits ini menunjukkan dua perkara yang agung: Yang pertama bahwa Allah Swt Maha memaafkan, suka memaafkan, Maha pengampun, dan suka mengampuni. Yang kedua di dalam hadits ini ada kabar gembira bagi orang-orang yang bertaubat kepada Allah Swt dimana Allah Swt akan menerima taubat mereka dan akan mengampuni dosa-dosa mereka maka janganlah mereka berputus asa dari rahmat Allah Swt dan jangan pula terus menerus melakukan maksiat. Akan tetapi yang mereka harus lakukan adalah bertobat dan beristighfar kepada Allah Swt karena Allah Swt membukakan pintu istighfar bagi mereka. Demikian pula pintu membukakan pintu taubat. Inilah makna dari hadits tersebut.
Hadits ini juga telah menghilangkan kesombongan dari manusia karena terkadang manusia sombong terhadap dirinya dan ilmunya, padahal manusia adalah tempat kesalahan tempat ketergelinciran dan tempat kekurangan. Maka kewajiban anda adalah bersegera bertobat dan beristighfar dari segala kekurangannya, kesalahannya, dan tergelincirnya. Jangan dia beranggapan bahwa dia adalah makhluk yang sempurna atau dia merasa tidak butuh dengan istighfar.
Hadits ini memberikan dorongan dan motivasi untuk beristighfar kepada Allah Swt Karena Allah -Swt senang jika hamba-hamba-Nya beristighfar dan bertobat kepada-Nya.
Juga menjelaskan bahwa setiap Bani Adam akan sering melakukan kesalahan dan sebaik-baik orang yang berbuat salah adalah orang yang bertobat kepada Allah sebagaimana disebutkan dalam hadits riwayat Imam Ahmad dalam musnadnya dari hadits Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu
Hadits ini tidak bermakna Allah Swt senang jika hamba-Nya melakukan dosa atau senang dengan kemaksiatan, akan tetapi Allah Swt membenci kekufuran dan tidak pula ridha dengan kekufuran serta tidak senang dengan kemaksiatan. Akan tetapi Allah Swt suka jika hamba-Nya yang berbuat dosa dan maksiat dia bersegera bertobat kepada Allah Swt serta beristighfar kepadanya.
Inilah makna dari hadits tersebut. dan tidak ada manusia yang tidak melakukan dosa, pastilah mansia pernah melakukan dosa dan kesalah di sengaja maupun yang tidak disengaja, segera bertaubat kepada Allah Swt agar Allah Swt mengampuni bagi hambanya yang mau kembali bertoubat, Aamin ya robal 'alamin.
Makna : Jika kalian tidak berbuat dosa, Allah akan hilangkan kalian dan Allah akan datangkan kaum lain yang berdosa lalu mereka minta ampun kepada Allah Swt. Makna : Jika kalian tidak berbuat dosa, Allah akan hilangkan kalian dan Allah Swt akan datangkan kaum lain yang berdosa lalu mereka minta ampun kepada Allah Swt
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu, dari Nabi SAW yang artinya sbb ini :
“Demi Dzat yang diriku berada ditanganNya, jika kalian tidak berbuat dosa Allah akan hilangkan kalian dan Allah akan datangkan kaum lain yang berdosa, lalu mereka pun minta ampun kepada Allah, Allah pun ampuni dosa mereka.” (HR. Imam Muslim 2.749)
Saudaraku sekalian, hadits ini kalau kita perhatikan seakan-akan mendukung orang-orang yang bebuat dosa. Namun kalau kita melihat penjelasan para ulama, sama sekali tidak menunjukkan kepada hal itu. Makanya hadits ini harus dipahami dengan benar.
Nabi Muhammad SAW mengatakan: “Jika kalian tidak berbuat dosa, Allah akan hilangkan kalian dan Allah akan datangkan kaum lain yang berdosa lalu mereka minta ampun kepada Allah.” Ini adalah sebatas pengandaian bahwa “Jika kalian tidak berbuat dosa.” Tapi itu tidak mungkin. Kenapa? Karena manusia tempat berbuat dosa. Akan tetapi yang diinginkan oleh Nabi Muhammad SAW dari hadits ini yaitu agar kita senantiasa memohon ampunan kepada Allah, senantiasa kita istighfar kepada Allah, senantiasa kita minta maaf kepada Allah Swt. Karena Nabi Muhammad SAW bersabda dalam hadits lain:
“Setiap anak Adam pasti banyak berbuat dosa, dan sebaik-baik yang berbuat dosa adalah yang segera bertaubat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.”
Maka saudara-saudaraku sekalian, Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam hadits ini ingin memberikan kepada kita bahwa Allah itu Maha Pengampun. Saking pengampunnya Allah Subhanahu wa Ta’ala, sampai-sampai kalau kalian tidak pernah berbuat dosa sama sekali -dan itu tidak mungkin, itu mustahil- Allah akan datangkan kaum lain yang berdosa. Kenapa? Karena Allah Maha Pengampun kepada hamba-hambaNya, Allah sayang kepada hamba-hambaNya.
Saudaraku sekalian. Sebanyak apapun dosa seorang hamba, jika ia istighfar dan minta ampun kepada Allah Swt pasti Allah Swt akan ampuni dosanya. Sebagaimana Imam Tirmidzi meriwayatkan bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, Allah Swt berfirman dalam hadits Qudsi:
“Wahai anak Adam, kalaulah dosamu memenuhi awang-awang di langit, kemudian kamu minta ampun kepadaKu, niscaya Akan akan ampuni dosamu.” (HR. Tirmidzi).
Subhanallah.. Rabb kita Maha Pengampun. Sebanyak apapun dosa yang kita lakukan, asal dengan syarat satu saja, yaitu kita minta ampun kepada Allah, kita bertaubat kepada Allah, kita mengakui dosa kita dihadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala, Allah pasti ampuni dosa kita. Makanya Allah berfirman:
“Katakan kepada hamba-hambaKu yang malampaui batas itu, jangan kalian merasa putus asa dari rahmat Allah, sesungguhnya Allah mengampuni seluruh dosa. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Az-Zumar 39: 53).
Subhanallah, saudara-saudaraku sekalian, Betapa Allah Swt Maha Pengampun, dimana tidak ada satupun dosa sebesar apapun dosa itu, walaupun itu syirik, jika pelakunya minta ampun Allah pasti ampuni dosanya. Bahkan bukan hanya sebatas diberikan ampunan oleh Allah, tapi juga dibukakan kepada dia pintu-pintu rejeki. MasyaAllah.. Sebagaimana Nabi Nuh berkata kepada kaumnya: “Aku berkata, ‘istighfar kalian, minta ampun kalian kepada Rabb kalian, sesungguhnya Dia Maha Pengampun. Niscaya Allah akan kirimkan kepada kalian hujan yang lebat dan Allah akan berikan kepada kalian harta dan anak-anak dan Allah akan jadikan untuk kalian kebun-kebun dan sungai-sungai yang mengalir.'” (QS. Nuh 71 : 10-13)
Subhanallah.. Lihat saudaraku, suatu bangsa yang istighfar kepada Allah Swt, orang yang istighfar kepada Allah, minta ampun kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, bukan hanya Allah Swt ampuni dosanya, tapi Allah Swt bukakan kepada dia yaitu pintu-pintu rejeki untuk dia. Subhanallah.. Bukankah itu menunjukkan betapa Allah Swt sangat sayang kepada kita? Bukan hanya dikasih rejeki, tapi Allah pun akan menahan adzab dari suatu negeri yang mereka minta ampun kepada Allah. Allah Swt berfirman:
“Allah tidak akan mengadzab mereka selama mereka istighfar kepada Allah Swt.” (QS. Al-Anfal 8 : 33)
Subhanallah, saudaraku sekalian.. Betapa sayangnya Allah kepada kita? Dimana kalau kita minta ampun kepada Allah, bukan hanya kita diampuni dosa kita, tapi juga diluaskan rezeki kita, sudah begitu Allah hindarkan kita dari adzabNya di dunia dan akhirat.
Allah ingin hamba-hambaNya minta ampun kepadaNya. Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala senantiasa membuka pintu taubat itu sampai matahari terbit dari barat. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
“Sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla senantiasa membuka tanganNya di waktu malam untuk menerima taubat orang yang berbuat dosa di waktu siang dan Allah membuka tanganNya di waktu siang untuk menerima taubat orang yang berbuat dosa di waktu malam.” (HR. Muslim)
Allah ingin hamba-hambaNya kembali kepadaNya, Allah Swt ingin agar hamba-hambaNya terselamatkan dari adzab karena Allah sayang kepada hambaNya. Tapi hakikatnya yang tidak sayang itu adalah diri kita sendiri. Kita tidak sayang kepada diri kita sendiri ketika kita tidak mau bertaubat kepada Allah Swt, ketika kita tidak mau kembali kepada Allah Swt.
Saudaraku sekalian, sampai kapan kita akan terus berbuat dosa? Apakah belum saatnya kita segera kembali kepada Allah? Sampai kapan kita akan terus bergelimang dalam dosa dan terus berbuat dosa? Lalu kemudian kita ditipu oleh angan-angan sambil berkata, “Nanti saya akan bertaubat setelah saya tua.” Tidak mungkin. Karena jika kita biarkan pohon maksiat itu tumbuh terus di hati kita, ia akan kokoh berakar.
Makanya Ibnu Qudamah mengatakan perumpamaan orang yang mengundur-undur taubat dan istighfar itu seperti orang yang ingin mencabut sebuah pohon. Ketika ia hendak cabut, ternyata pohon itu keras dan kuat. Lalu ia berkata, “Kalau begitu saya akan cabut di tahun yang akan datang.” Ketika tahun yang akan datang dia datang dan dia cabut, ternyata pohon itu semakin kuat sekali.
Demikian pula dosa. Seorang pemuda yang berkata, “Nanti saya akan taubat setelah saya tua, saya ingin menikmati masa muda terlebih dahulu.” Dia biarkan pohon maksiat itu terus tumbuh kokoh di hatinya. Mana mungkin dimasa tuanya ditunjuki oleh Allah untuk taubat? Sementara pohon maksiat itu telah begitu kokoh dan kuat bahkan berakar di hatinya.
Subhanallah, saudara-saudaraku sekalian.. Justru sekarang juga kita taubat kepada Allah Swt, segera kita istighfar kepada Allah, tidak ada kata besok, tidak ada kata nanti. Karena kita tidak tahu kapan ajal akan mendatangi kita. Entah mungkin siang ini kita akan meninggal dunia, entah mungkin esok kita akan kembali kepada Allah Swt entah mungkin lusa orang-orang akan berkata, “Innalillahi wa inna ilaihi rojiun, telah meninggal Si Fulan bin Fulan.” dan Kita tidak tahu.
Maka dari itu, di sini Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memotivasi kita untuk banyak istighfar kepada Allah, untuk minta ampun kepada Allah. Demi Allah, apakah merugi orang yang istighfar kepada Allah? Apa yang dirasakan kerugian oleh orang-orang yang minta ampun kepada Allah? Barangkali dia berkata, “Saya rugi tidak bisa berbuat maksiat.” Yaa Allah, apakah dengan meninggalkan maksiat dia rugi? Justru kerugian itu saat kamu berbuat maksiat. Apa kerugianmu etika kamu kembali kepada Allah? Justru kamu akan diberikan berbagai macam kenikmatan-kenikmatan yang luar biasa.
Sungguh orang yang tidak mau bertaubat dan istighfar itu hakikatnya tidak mau menggunakan akal pikirannya yang waras. Bahwasanya dosa-dosa yang dia lakukan itu hanyalah menyengsarakan dia di dunia dan akhiratnya.
Taubatan Nasuka atas dosa besar yang diperbuat, Kehidupan manusia dunia tidak lepas dari berbuat dosa, baik dosa yang dilakukan secara sadar maupun tidak disadari. Namun, dibalik itu semua manusia selalu mengharap ampunan dari Allah SWT dengan melakukan beragam upaya agar dihapuskan dosa-dosa tersebut. Salah satu cara agar dosa dapat diampuni oleh Allah SWT adalah dengan taubatan nasuha. Sebagaimana ditulis dalam QS. An-Nur: 31 yang artinya "Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah SWT, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.’’
1. Mengakui Kesalahan yang Telah Diperbuat, Agar dapat ampunan atas kesalahan kita, sewajibnya kita menyadari kesalahan yang telah diperbuat. Tidak hanya mengakui pada orang yang telah kita sakiti tapi juga sadar dalam hati kita sendiri.
Tercantum dalam Doa Sayyidul Istighfar yang artinya, “dan aku mengakui dosa-dosaku maka ampunilah dosa-dosaku, sebab tidak ada yang dapat mengampuni dosa-dosa melainkan Engkau.” (HR. Bukhari dan At-Tirmidzi)
2. Bertekad Kuat Untuk Meninggalkan Kesalahan, Berupaya agar tidak mengulangi kesalahan yang sama dan meyakini akan terus berada di jalan Allah adalah motivasi positif yang penting ditanamkan dalam diri.
Imam Nawawi berkata, “lalu apabila kemaksiatan antara hamba dan Allah serta tidak terkait dengan hak anak Adam, maka terdapat tiga syarat sah taubat: (salah satunya adalah) bertekad kuat untuk meninggalkan kesalahan.” (Riyadhus Shalihin).
3. Melakukan Sholat Taubat, Rasulullah SAW bersabda, “Apabila ada orang yang melakukan suatu perbuatan dosa, kemudian dia berwudhu dengan sempurna, lalu dia mendirikan sholat 2 rakaat, dan selanjutnya dia beristighfar memohon ampun kepada Allah, maka Allah pasti mengampuninya.” (HR. Ahmad, Abu Dawud dan At-Tirmidzi).
4. Menyesali Kesalahan Secara Tulus, Rasulullah meyakinkan umatnya dalam HR. Ahmad bahwa “Penyesalan (adalah rukun yang paling agung dari) taubat.”
5. Meninggalkan Kesalahan Secara Totalitas, Dalam QS. Ali Imran: 135 Allah SWT berfirman, “Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.”
6. Tidak Akan Mengulangi Kesalahan, Rasulullah SAW bersabda, “Seorang beriman tidak akan disengat dua kali dari satu lubang.” (Muttafaqun Alaihi).
7. Menutupi Kesalahan Dengan Kebaikan Dan Ketaatan, Cara terbaik agar kesalahan tertutup sesuai dengan ajaran Islam adalah dengan menutupinya dengan kebaikan dan ketaatan pada Allah SWT.
Rasulullah SAW bersabda, “dan lakukanlah kebaikan setelah berbuat keburukan, maka kebaikan tersebut akan menghapus keburukan.” (HR. Ahmad dan At-Tirmidzi).
Oleh karena itu, apabila kita sudah menyadari bahwa melakukan dosa besar maka setidaknya lakukanlah 7 langkah ini agar taubat yang kita lakukan menjadi taubatan nasuha aga taubat kita diterima Allah Swt. Aamin ya robal 'alamin.
Kerap kali umat Islam mengira bahwa orang yang bertakwa tidak melakukan dosa dan maksiat sama sekali. Demikian pula halnya, tidak sedikit orang yang mengidentikkan orang alim atau saleh sebagai manusia suci dari goresan-goresan dosa atau kesalahan. Padahal kemuliaan yang ada pada orang bertakwa, hakikatnya tumbuh berkat kebaikan dan rahmat Allah SWT. Karena Dialah yang menutupi dan menjaga segala rupa aib dan khilaf hamba-Nya.
Dalam buku Oase Al-Qur’an karangan Dr KH Ahsin Sakho Muhammad, beliau mengatakan bahwa petikan ayat di paruh surat Ali ‘Imran (QS. 3 : 133-135) telah cukup menjelaskan karakteristik luhur orang bertakwa. Setidaknya, melekat pada diri mereka empat sifat mulia: Pertama, senang berinfak di kala lapang atau susah. Kedua, sanggup menahan amarah dan emosi. Ketiga, suka memaafkan orang lain. Keempat, jika berbuat keji atau menzalimi diri sendiri, mengingat Allah, memohon ampunan kepada-Nya serta tidak mengulanginya.
Sifat terakhir inilah yang jarang kita sadari sepenuhnya. Pada dasarnya, orang yang bertakwa merupakan manusia biasa yang tak luput dari salah dan dosa. Artinya, mereka tetaplah manusia yang diciptakan Tuhan dengan potensi melakukan kesalahan (HR. Tirmidzi : 2423).
Imam Ibnu Katsir menyempurnakan penafsiran ayat tersebut, dengan riwayat Imam Ahmad, “Seandainya kalian semua tidak ada yang berbuat dosa, niscaya Allah akan mendatangkan suatu kaum yang berbuat dosa agar Dia mengampuni mereka.” (Al-Musnad: 7983).
Bahkan, para Nabi dan Rasul pun tak luput dari salah dan dosa (kecil). Namun, mereka mendapat kemuliaan yakni terjaga dari dosa dan maksiat (ma’shuum). Artinya, ketika melakukan kesalahan, seketika itu pula ditegur oleh Allah SWT, lalu memperbaikinya.
Karakter orang bertakwa yang keempat pada Surah Ali Imran ayat 135 di atas, merefleksikan keadaan manusia seutuhnya, yaitu disadari atau tidak, besar atau kecil, pasti pernah melakukan dosa. Oleh karenanya, Allah ‘Azza Wa Jalla menyuguhkan tiga tuntunan kepada orang bertakwa ketika ia berdosa.
Pertama, mengingat-Nya (dzikrullah). Syeikh Mutawalli Sya’rowi, dalam Tafsir As-Sya’rowi, menuturkan bahwa sejatinya orang yang berbuat maksiat, dialah yang lupa kepada Rabb-nya. Dosa yang dia lakukan pun sebenarnya terlahir dari kelemahannya sebagai manusia, yang penuh dengan keterbatasan. Hatinya menjerit dari dosa itu. Tapi kelemahannya sebagai manusia membuat dia tidak bisa mengelak. Marilah senantiasa mengingat-Nya, nisacaya Dia akan mengingat kita (QS. 2 : 152).
Kedua, memohon ampunan-Nya (istighfar). “Permohonan ampunan yang disertai dengan penyesalan dan taubat.” Demikan ditegaskan oleh Imam Nashiruddin al-Baidhawi dalam tafsirnya, Anwar Al-Tanzil Wa Asrar Al-Ta’wil.
Imam Ibnu Katsir dalam kitabnya Tafsir Al-Qur’an Al-Azhim, mengutip sebuah Hadis Nabi SAW akan keagungan dan kasih sayang Allah yang luas tak bertepi.
Seorang hamba yang selalu berbuat dosa, tapi konsekuen memohon ampunan, maka Allah SWT berfirman, “Hamba-Ku telah berbuat dosa. Ia tahu bahwa ia punya Rabb yang mengampuni dosadan menyiksa karenanya. Aku jadikan kalian sebagai saksi bahwa aku telah mengampuni hamba-Ku maka silahkan ia berbuat apa yang ia inginkan.” (Al-Musnad: 7888).
Ketiga, tidak mengulangi kembali kesalahannya. Artinya, tidak diam apalagi bangga dalam kubangan dosa tanpa beristighfar dan berusaha meninggalkannya. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW, “Bukanlah orang yang terus berbuat dosa orang yang meminta ampunan walaupun ia kembali melakukan dosa dalam sehari sebanyak tujuh puluh kali.” (HR. Imam Abu Daud: 1293).
Perlu kita renungi kembali, bahwa salah dan dosa tidak hanya menyelimuti orang-orang biasa/awam. Bahkan ustadz, kyai, para habaib dan ulama pun pernah berdosa. Tapi karakter keempat inilah yang inheren dengan kehidupan mereka.
Orang bertakwa bukan orang yang terlepas dari salah dan dosa. Namun, tak sampai membuat mereka lupa kepada Allah SWT dan putus asa. Sebab, rahmat dan ampunan Rabb-nya jauh lebih luas dari hamparan dosa yang ia kerjakan. Semoga kita menjadi bagian dari mereka. Aaminn ya robbal "alamin.
Beberapa kategori perilaku suami pada istri yang tergolong dosa dan bahkan durhaka. Di antaranya yaitu :
1. Menjadikan istri pemimpin rumah tangga
Dalam Islam, kehidupan di mana istri jadi pemimpin rumah tangga sangat dilarang. Terutama jika alasannya karena suami tidak mau bertanggung jawab menafkahi atau mengambil keputusan. Perbuatan ini termasuk dosa besar, Bun.
2. Menelantarkan istri dari segi nafkah
Suami telah melakukan ijab kabul dalam akad pernikahan, maka sepatutnya suami telah setuju untuk menafkahi istri. Perbuatan menelantarkan nafkah istri dengan sengaja pun termasuk durhaka.
Abdullah bin Amr mengatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Seseorang cukup dipandang berdosa bila ia menelantarkan belanja orang yang menjadi tanggung jawabnya," (HR Abu Dawud, Muslim, Ahmad dan Thabrani).
3. Tidak melunasi mahar
Mahar adalah hak istri yang diperoleh dari suami, atau kewajiban suami yang harus dibayar pada istri. Maka apabila suami mengulur pembayaran mahar dengan sengaja dan bukan karena tidak mampu, suami termasuk berdosa.
Sabda Rasulullah SAW, "Siapa saja laki-laki yang menikahi perempuan dengan mahar sedikit atau banyak, tetapi dalam hatinya bermaksud tidak akan menunaikan apa yang menjadi hak perempuan itu, berarti ia telah mengabaikannya. Bila ia mati sebelum menunaikan hak perempuan itu, kelak pada hari kiamat ia akan bertemu Allah sebagai orang yang fasik." (HR Thabrani).
4. Mengabaikan kebutuhan seksual istri
Istri memiliki hak untuk mendapatkan nafkah batin dari suami, begitu pula sebaliknya. Jadi jika suami sengaja mengabaikan hak istri ini, ia termasuk telah berdosa.
5. Menyenggamai istri saat haid Perbuatan ini termasuk dosa jika dilakukan oleh suami, Terutama jika suami tetap memaksa melakukan hubungan intim, padahal ia tahu sang istri sedang haid.
Semoga kita terhindar dari durhaka kepada istri kita, berilah nafkah sekuat atau semampu nafkah keuatan suaminya. Aamin ya robbal 'alamin.
Suatu kali mungkin kita pernah atau sedang menjadi korban dari orang yang bertindak zalim melalui perbuatan atau lisannya. Dalam kondisi ini, apakah kita boleh mendoakan orang zalim tersebut? Apa bentuk doa yang pantas untuknya. Allah SWT berfirman, "Allah tidak menyukai perkataan buruk, (yang diucapkan) secara terus-terang kecuali oleh orang yang dizalimi. Dan Allah Mahamendengar, Mahamengetahui." (QS An Nisa: 148).
Dalam Tafsir Ibnu Katsir diriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa Allah SWT tidak suka dengan doa yang berisi ungkapan buruk kepada siapapun kecuali dia dizalimi. Karena itu, Allah SWT mengizinkan doa tersebut diucapkan tetapi hanya ditujukan kepada orang yang telah menzalimi dirinya.
Tafsir al-Sa'di juga menyebutkan, dibolehkan bagi hamba untuk berdoa terhadap orang yang telah menganiaya dirinya selama hamba tersebut tidak berbohong atau tidak melebih-lebihkan penganiayaan yang dialami dirinya.
Namun, memaafkan orang yang menzaliminya tentu jauh lebih baik. Lebih lanjut, ada beberapa bentuk doa dan hukumnya bagi orang yang dianiaya atau dizalimi kepada orang yang menzalimi.
Pertama, berdoa agar sikap zalim yang dilakukan si penzalim itu dihilangkan, dan ini sangat mulia. Kedua, berdoa untuk kematian anak-anak dari si penzalim, termasuk juga keluarganya dan orang-orang yang memiliki hubungan dengannya, meskipun mereka tidak ada kaitannya apapun dengan tindakan zalim si pelaku. Doa semacam ini tidak diperbolehkan.
Ketiga, berdoa agar orang berbuat zalim itu mengalami sakit yang luar biasa melebihi hukuman yang setimpal baginya. Ini juga tidak boleh. Keempat, berdoa agar pelaku zalim itu dikutuk untuk terus melakukan perbuatan dosa. Ini juga tidak boleh karena keinginan agar orang lain terjerembab dalam maksiat adalah juga bentuk dari maksiat itu sendiri.
Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), Prof Dr Hasanuddin AF menyampaikan, meski ada redaksi pembolehan untuk menyampaikan doa yang buruk kepada orang yang berbuat zalim, lebih baik jika orang yang dizalimi itu menyerahkan semua persoalan yang dihadapinya kepada Allah SWT. Artinya, itu momentum bagi orang yang dizalimi untuk meningkatkan ketakwaannya kepada Allah dengan melaksanakan berbagai bentuk ibadah.
Hasanuddin menjelaskan, membalas kebaikan orang lain dengan kebaikan lagi itu sudah biasa. Sedangkan orang yang berbuat baik kepada orang yang tidak pernah berbuat baik kepada dirinya itu memiliki nilai yang lebih tinggi. Namun ada satu lagi yang lebih tinggi nilainya, yaitu membalas kejahatan orang lain dengan kebaikan. "Ini nilainya jauh lebih tinggi dari dua yang pertama tadi. Dan tentu memaafkan orang yang telah menzalimi kita itu jauh lebih baik, ini termasuk membalas kejahatan dengan kebaikan," jelasnya.
Apalagi, Hasanuddin mengatakan, Allah SWT dalam Alquran mengingatkan bahwa salah satu ciri orang yang bertakwa adalah orang yang memaafkan orang lain. Karena itu, sudah semestinya orang yang beriman adalah memaafkan orang yang telah berbuat jahat kepada dirinya.
Allah SWT berfirman, "Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan." (QS. Ali Imran 133-134).
Zalim adalah bentuk prilaku buruk, bisa terhadap Allah Swt, diri sendiri, orang lain bahkan kepada alam semesta. Contoh: kita berbuat zalim dengan cara memfitnah, menganiaya, bahkan membunuh orang lain. Adapun ketika orang berbuat zalim kepada kita, tentu tidak serta merta kita merta berbalas dendam kepada mereka. Melainkan, kejahatan juga bisa dibalas dengan kebaikan. Salah satu bentuk balasan kebaikan, kita bisa mendoakam mereka kepada Allah Swt.
Doa Untuk Orang yang Berbuat Zalim Doa yang bisa kita amalkan ketika orang lain berbuat zalim kepada kita, berikut bunyi doanya : Artinya: “Ya Allah, ampunilah orang yang telah berbuat zalim padaku. Ya Allah, ampunilah orang yang telah berbuat zalim padaku. Ya Allah, ampunilah orang yang telah berbuat zalim padaku.” Doa di atas dilafadzkan oleh Imam Hasan Al-Bashri, sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnu Baththal dalam kitab Syarh Shahih Al-Bukhari. Sebagaimana dalam hadits di bawah ini: Artinya: “Di suatu malam, Imam Al-Hasan Al-Bashri banyak membaca doa; Allohumma’fu ‘amman dzolamanii. Lalu ada seseorang yang bertanya kepada beliau; Wahai Abu Sa’id, malam ini aku mendengar kamu banyak berdoa ampunan untuk orang yang telah menzalimimu hingga aku berharap akulah yang berbuat zalim pada mu itu.
Apa yang telah mendorongmu melakukan hal itu? Imam Al-Hasan Al-Bashri berkata; Yaitu firman Allah; Maka barangsiapa memaafkan dan berbuat baik, maka pahalanya atas (tanggungan) Allah.” Hal ini sebagaimana dalam Al-Qur’an surah Al-Syura’ ayat 40 : artinya: “Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang setimpal, tetapi barangsiapa memaafkan dan berbuat baik (kepada orang yang berbuat jahat) maka pahalanya dari Allah. Sungguh, Dia tidak menyukai orang-orang zalim.” Penutup Doa Selain daripada mendoakan mereka yang telah berbuat zalim kepada kita, tentu masih ada usaha dan ikhtiar yang bisa kita lakukan. Seperti memberikan nasihat, misalnya.
Sehingga ia paham dan tau bahwa yang ia lakukan itu salah dan berdampak buruk bagi orang lain. Baca Juga Doa Ketika Mengalami Sakit Mata Perhatikan firman Allah di bawah ini : “Baginya (manusia) ada malaikat-malaikat yang selalu menjaganya bergiliran, dari depan dan belakangnya. Mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya dan tidak ada pelindung bagi mereka selain Dia”. (QS. Ar-Rad: 11).