Allah Swt telah menggambarkan proses penciptaan manusia secara rinci dalam QS Al-Mukminun ayat 12-14, yang dijelaskan pula dalam ilmu sains. Dalam sains, manusia adalah makhluk yang tubuhnya terdiri dari sel-sel, yakni bagian terkecil dari makhluk hidup. Jaringan sekumpulan sel-sel yang serupa bentuk, besar dan pekerjaannya yang terikat menjadi satu disebut organ.
Tubuh manusia pun terdiri dari sistem, yakni sistem otot (muskularis), sistem syaraf (neruosa), sistem kelenjar (endokrin), sistem pencernaan (digestivus), sistem metabolisme, sistem cairan tubuh dan darah, sistem jantung dan pembuluh darah (kardiovaskuler), sistem pernafasan (respiratorius), sistem perkemihan (urinarius), sistem reproduksi, sistem kulit (integument) dan sistem pengindraan.
Tiap-tiap jenis sel secara khusus beradaptasi untuk melakukan fungsi tertentu. Misalnya, sel darah merah berjumlah 25 triliun mentransfer oksigen dari paru-paru ke jaringan. Terdapat 50 triliun sel yang lain dan jumlah sel dalam tubuh diperkirakan 75 triliun. Umur kehidupan sel berbeda-beda misalnya leukosit granular yang dapat hidup selama manusia hidup. Sedangkan eritrosit hanya mampu hidup sampai 14 hari.
Disamping kedahsyatan penciptaan manusia dan struktur yang ada dalam tubuhnya, manusia juga “dianugerahi” beberapa karakter buruk yang jika tidak diobati, maka akan merugikan manusia itu sendiri.
Beberapa karakter buruk manusia yang disebut dalam Alquran adalah: Pertama, mengeluh dan kikir. "Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir." (QS. Al-Ma’arij: 19). Disadari maupun tidak, mengeluh adalah sifat dasar manusia yang timbul saat ia tertimpa masalah atau dalam kesempitan.
Sedangkan kikir yang dalam bahasa Arab disebut bakhil, secara detail Allah Swt uraikan dalam QS. Al-Israa’: 100. “Dan adalah manusia itu sangat kikir.”
Oleh sebab itu, Rasulullah SAW menganjurkan agar kita selalu berdoa, “Allahumma inni a’udzubika minal bukhli (Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari sifat kikir).”
Kedua, lemah. Dalam Alquran, Allah Swt mendeskripsikan dua kelemahan manusia, yaitu lemah secara fisik dan lemah (dalam melawan) hawa nafsu buruk. “Allah, Dialah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah.” (QS. Ar-Rum: 54).
“Allah hendak memberikan keringanan kepadamu, dan manusia dijadikan bersifat lemah.” (QS. An-Nisaa’ayat ke 28).dalam Surah An-Nisaa’ itu adalah lemah dalam melawan hawa nafsu.
Ketiga, zalim dan bodoh. “Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh.” (QS. Al-Ahzab: 72). Kezaliman dan kebodohan manusia dalam ayat di atas disebabkan karena rusak dan kotornya bumi, karena pertumpahan darah dan ulah manusia itu sendiri yang tidak merawat bumi dan seisinya sesuai dengan ketentuan Allah Swt.
Keempat, tidak adil. Berlaku adil adalah tindakan yang terkadang kurang mudah diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Kaum Madyan yang tidak berlaku adil, akhirnya diazab oleh Allah Swt, seperti dalam firman-Nya, “Dan Syu'aib berkata, ‘Hai kaumku, cukupkanlah takaran dan timbangan dengan adil, dan janganlah kamu merugikan manusia terhadap hak-hak mereka dan janganlah kamu membuat kejahatan di muka bumi dengan membuat kerusakan.” (QS. Hud: 85).
Betapa pun sulitnya menghindari tabiat yang sudah Allah Swt lekatkan dalam diri manusia, dengan bertobat dan terus berdoa kepada-Nya, niscaya Allah Swt meminimalkan karakter buruk tersebut dari dalam diri kita. Serta memenuhi hati kita dengan cahaya iman dan hidayah untuk semangat dalam beribadah. Amin.
Manusia sifatnya lalai, khilaf dan bodoh, sudah diterangkan sudah di jelaskan dalam kitap-kitap suci, bahkan sering membaca, namun kenapa sering lalai dan sulit bertobat kepada Allah Swt. Misalnya sudah dijelaskan dalam Al Qur'an surah Al-Ahzab ayat 72 yang artinya sbb ini :
"Sesungguhnya Kami telah menawarkan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung; tetapi semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir tidak akan melaksanakannya (berat), lalu dipikullah amanat itu oleh manusia. Sungguh, manusia itu sangat zalim dan sangat bodoh,"
Ringkasan Tafsir kemenag RI sbb ini : Setelah meminta orang-orang beriman untuk menjaga ketakwaan, Allah lalu menjelaskan bahwa salah satu wujud takwa adalah menjaga amanah. Sesungguhnya Kami telah menawarkan amanat, yakni tugas-tugas keagamaan, kepada langit, bumi, dan gunung-gunung, tetapi semuanya enggan untuk memikul tanggung jawab amanat itu dan mereka khawatir tidak akan mampu melaksanakannya, lalu Kami menawarkan amanat itu kepada manusia, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sungguh, manusia itu sangat zalim karena menyatakan sanggup memikul amanat tetapi secara sengaja menyia-nyiakannya, dan sangat bodoh karena menerima amanat tetapi sering lengah dan lupa menjalankan atau memenuhinya. “Amanat” kalau diartikan secara sempit adalah kewajiban-kewajiban agama. Namun, secara luas ia bisa dipahami sebagai segala sesuatu yang diserahkan kepada seseorang untuk dipelihara dan ditunaikan dengan sebaik-baiknya serta berusaha maksimal untuk tidak menyia-nyiakannya. Apa pun bentuk amanat itu, ia harus dipertanggungjawabkan oleh penerima kepada pemberi amanat.
Seseungguhnya terdapat tiga hal ini merupakan sebab terbesar dari sebab-sebab berkurangnya iman. Barangsiapa yang terjangkit kelalaian, disibukkan oleh kelupaan, sehingga ia pun berpaling karenanya, maka keimanannya akan berkurang dan melemah sesuai keberadaan ketiga perkara tersebut padanya atau juga sebagian dari ketiganya. Hal tersebut juga memberikan dampak baginya berupa sakitnya hati, atau bahkan matinya hati tersebut karena bercokolnya syahwat dan syubhat atas dirinya.
Ada pun lalai, maka Allah Swt telah mencela di dalam kitab-Nya, dan menggambarkan bahwa lalai adalah akhlak tercela yang merupakan salah satu akhlak orang-orang kafir dan munafik. Allah Swt pun memperingatkan tentang kelalaian dengan peringatan yang keras, sebagaimana Allah Swt berfirman,
“Dan sesungguhnya, akan Kami isi neraka Jahanam banyak dari kalangan jin dan manusia. Mereka memiliki hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka memiliki mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengarkan (ayat-ayat Allah). Mereka seperti hewan ternak, bahkan lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lengah.” (QS. Al-A’raf: 179)
Ada pun berpaling, maka Allah Swt telah menggambarkan di dalam Al-Qur’an bahwa sifat tersebut memiliki banyak pengaruh yang buruk, dengan akibat dan hasil yang jelek. Allah menyifati orang yang berpaling sebagai tiada seorang pun yang lebih zalim darinya dan ia termasuk golongan orang-orang pendosa. Hal ini sebagaimana firman Allah,
“Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang telah diperingatkan dengan ayat-ayat Tuhannya, kemudian dia berpaling darinya? Sungguh, Kami akan memberikan balasan kepada orang-orang yang berdosa.” (QS. As-Sajdah: 22).
Orang yang berpaling akan Allah Swt jadikan hatinya tertutup dan terkunci, sehingga ia tidak memahami dan tidak mendapat petunjuk untuk selama-lamanya. Sebagaimana di dalam firman-Nya,
“Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang telah diperingatkan dengan ayat-ayat Tuhannya, lalu dia berpaling darinya dan melupakan apa yang telah dikerjakan oleh kedua tangannya? Sungguh, Kami telah menjadikan hati mereka tertutup, (sehingga mereka tidak) memahaminya, dan (Kami letakkan pula) sumbatan di telinga mereka. Kendati pun engkau (Muhammad) menyuru mereka kepada petunjuk, niscaya mereka tidak akan mendapat petunjuk untuk selama-lamanya.” (QS. Al-Kahfi: 57).
“Dan barangsiapa yang berpaling dari pengajaran Allah Yang Maha Pengasih (Al-Qur’an), Kami biarkan setan (menyesatkannya) dan menjadikan teman karibnya.” (QS. Az-Zukhruf; 36)
Orang yang berpaling akan memikul dosanya kelak di hari Kiamat, dan akan dimasukkan ke dalam azab yang sangat berat. Hal ini sebagaimana Allah swt berfirman,
“Demikianlah Kami kisahkan kepadamu (Muhammad) sebagian kisah yang telah lalu, dan sungguh, telah Kami berikan kepadamu suatu peringatan (Al-Qur’an) dari sisi Kami. Barangsiapa berpaling dari (Al-Qur’an), maka sesungguhnya dia akan memikul beban yang berat (dosa) pada hari Kiamat.” (QS. Thaha: 99-100).
Juga ayat-ayat lainnya yang Allah Swt menggambarkan di dalamnya tentang bahaya keberpalingan (dari mengingat Allah). Di antara bahaya dan keburukannya yaitu, keberpalingan merupakan penghalang dari keimanan dan menjadi penghalang lain bagi orang yang belum beriman, dan dapat melemahkan dan meredupkan iman orang yang telah beriman. Berdasarkan keberpalingan seseorang itulah ia akan mendapatkan bagian dari bahaya dan akibat buruknya ini.
Ada pun lupa, yaitu seseorang meninggalkan aturan yang diamanatkan untuk dijaga. Boleh jadi karena kelelahan hatinya, atau karena kelalaian. Boleh jadi juga karena memang bermaksud seperti itu, hingga dzikirnya diangkat dari hati, maka hal ini memiliki dampak yang luar biasa terhadap iman. Ini merupakan salah satu sebab dari sekian banyak sebab yang dapat melemahkan iman. Ketaatan akan menjadi sedikit, sementara kemaksiatan akan menjadi banyak dan mendominasi.
Lupa sebagaimana disebutkan di dalam Al-Qur’an terbagi menjadi dua macam:
Lupa pada seseorang yang tidak memiliki udzur padanya, yaitu lupa yang berasal dari kesengajaannya, sebagaimana firman Allah Swt , “Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, sehingga Allah menjadikan mereka lupa akan diri sendiri. Mereka itulah orang-orang fasik.” (QS. Al-Hasyr: 19)
Lupa seseorang yang memiliki udzur padanya, yaitu apa saja yang sebabnya bukan berasal dari dirinya. Hal ini sebagaimana firman Allah Swt, “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Dia mendapat (pahala) dari kebajikan yang dikerjakannya. (Mereka berdoa), “Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami melakukan kesalahan. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebani kami dengan beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tidak sanggup kami memikulnya. Maafkanlah kami, ampunilah kami, dan rahmatilah kami. Engkaulah pelindung kami, maka tolonglah kami menghadapi orang-orang kafir.” (QS. Al-Baqarah: 286)
Seorang muslim dituntut untuk berjihad melawan nafsunya, dan menjauhkan dirinya dari terjerumus dalam kelupaan, sehingga tidak membahayakan bagi agama dan imannya. Jika sudah terjadi dosa yang sangat besar minta ampunan lah kepada Allah Swt yang maha pengampun lagi maha penyayang, agar diberikan petunjuk Allah Swt dan di tuntun ke jalan yang lurus, yaitu jalan orang-orang yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhanya (Allah Swt), semoga tobat kita diterima Allah Swt, Amin.
Berbuat Zalim berarti melampaui batas dan menempatkan sesuatu tidak pada tempatnya. Zalim memiliki banyak macam dan bentuk. Namun secara umum jenis zalim dibagi tiga hal anatara lain adalah sebagai berikut ini :
Zalim kepada diri sendiri,
Zalim kepada Allah Swt,
Zalim Kepada sesama manusia.
Pertama, Zalim seorang manusia terhadap dirinya dengan menyekutukan Allah Swt (zalim yang tidak akan diampuni dosanya sama sekali). Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, ketika dia memberi pelajaran kepadanya, "Wahai anakku! Janganlah engkau menyekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah adalah benar-benar kezaliman yang besar.) (Surah Al Lukman ayat 13).
Kedua, Zalim seorang manusia kepada dirinya dengan berbuat maksiat kepada Allah Swt (zalim yang sama sekali tidak menjadi beban bagi Allah Swt).
Dianggap zalim, karena hak Allah SWT atas hambaNya adalah mereka wajib menyembahNya, mengesakan Nya menaati dan tidak berbuat maksiat kepadaNya bersyukur kepadaNya dan tidak mengkufuriNya. Jika mereka melanggarnya, maka mereka termasuk orang-orang yang zalim.
Allah berfirman dalam surat Al Baqarah ayat 229,
Talak (yang dapat dirujuk) itu dua kali. (Setelah itu suami dapat) menahan dengan baik atau melepaskan dengan baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali keduanya (suami dan istri) khawatir tidak mampu menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu (wali) khawatir bahwa keduanya tidak mampu menjalankan hukum-hukum Allah Swt, maka keduanya tidak berdosa atas bayaran yang (harus) diberikan (oleh istri) untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah Swt, maka janganlah kamu melanggarnya. Barang siapa melanggar hukum-hukum Allah Swt, mereka itulah orang-orang zalim.
Ketiga, Zalim seorang manusia kepada sesama manusia (zalim yang tak akan dibiarkan Allah Swt).
Bagian ketiga inilah yang merupakan kezaliman yang paling dikenal dan paling banyak terjadi. Kezaliman ini merupakan jenis kezaliman yang lebih berat dari sebelumnya, paling banyak dosanya, serta memiliki akibat yang paling buruk .
Seseorang takkan bisa lari darinya dan tak bisa terhindar dari bahaya dan dosanya dengan hanya sekedar berhenti dan menyesali kezaliman yang biasa diperbuatnya. Agar terhindar dari bahaya dan dosa kezaliman seperti ini, dia mesti meminta keikhlasan orang yang dizalimi dan segera mengembalikan haknya.
Namun tak ada yang menjamin orang yang dizalimi akan membiarkan dan mengikhlaskan orang yang menzalimi jika dia meminta maaf dan keridhaannya. Oleh karena itu, kita memohon kepada Allah SWT agar dijauhkan dari perilaku zalim terhadap sesama dan tidak menjadikan kita sebagai orang-orang yang zalim.
Sufyan Tsauri r.a. berkata, "Bertemu Allah Swt dengan membawa 70 dosa yang engkau lakukan atas Allah Swt, akan lebih ringan daripada bertemu denganNya dengan membawa satu dosa yang engkau lakukan atas orang lain".
Salah dan khilaf menjadi hal yang lumrah dilakukan setiap orang. Tak ada satu pun orang yang bersih dari dosa. Untuk itu agar dosa kita diampuni Allah Swt, hendaknya kita tak segan untuk memohon ampunan Allah Swt dan beristighfar setiap saat. Kita tentu sangat berharap hal tersebut dapat mengurangi gunungan dosa yang sudah kita lakukan.
Bertaubat, Bertaubat, adalah salah satu cara untuk memohon ampunan dari Allah atas kesalahan besar yang telah diperbuat.Bertaubat dengan berjanji tidak akan mengulangi kembali kesalahan tersebut, dan akan memperbaikinya hingga menjadi insan yang lebih bertaqwa. Hal itu sesuai dengan firman Allah Swt dalam Al Quran yang artinya sbb ini :
“Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS Az Zumar ayat 53).
Berbuat Amal Kebaikan, Dengan berbuat amal kebaikan, maka hitungan pahala akan bertambah sebagai bekal di akhirat kelak. Amal kebaikan juga bisa menjadi penghapus dosa-dosa yang telah diperbuat di masa lalu. Amal kebaikan misalnya dengan memperbanyak melakukan hal yang bermanfaat untuk orang lain, tak segan membantu orang yang kesulitan, dan masih banyak lagi.
Sabar Saat Mendapat Musibah, Musibah sakit, kehilangan seseorang, hingga cobaan yang terasa berat bisa menjadi sebab dari terhapusnya dosa-dosa termasuk dosa besar. Nabi Muhammad SAW bersabda:
“Tidaklah menimpa seorang mukmin berupa rasa sakit (yang terus menerus), rasa capek, kekhawatiran (pada pikiran), sedih (karena sesuatu yang hilang), kesusahan hati atau sesuatu yang menyakiti sampai pun duri yang menusuknya melainkan akan dihapuskan dosa-dosanya.” (HR Bukhari Muslim)
Memperbanyak Bersedekah, Amalan penghapus dosa yang bisa kita lakukan sehari-hari dengan mudah adalah bersedekah. Bersedekah adalah menyisihkan sebagian dari rezeki untuk diberikan kepada yang membutuhkannya.
Menjaga Wudhu, Menjaga wudhu merupakan salah satu amalan penghapus dosa termasuk dosa besar.
“Barang siapa yang berwudhu seperti wudhuku ini, maka dosa-dosanya yang terdahulu akan diampuni. Sedangkan sholatnya, jalannya menuju masjid adalah amalan tambahan.” (HR. Muslim dan Nasa’i)
Salat, Sebagai seorang muslim kita memiliki kewajiban untuk menunaikan salat 5 waktu setiap harinya. Salat yang merupakan tiang agama bisa menjadi sarana penebus dosa. Salat 5 waktu sehari semalam adalah seperti seseorang yang di depannya mengalir sungai dan ia mandi sebanyak lima kali sehari. Artinya, tidak ada kotoran yang tersisa padanya.
Puasa, Puasa juga bisa menjadi amalan penghapus dosa yang telah kita lakukan. Selain puasa Ramadhan, puasa Arafah dan Asyura juga bisa jadi ladang amal penghapus dosa. Puasa Asyura menghapus dosa tahun lalu, sedangkan puasa Arafah menghapus dosa 2 tahun yakni tahun lalu dan tahun yang akan datang.
Menjaga Tauhid, Hadis riwayat at-Tirmidzi menjelaskan seseorang yang mentauhidkan Allah Swt, sekalipun datang dengan membawa sepenuh bumi dosa, akan dibawakan sepenuh bumi pula ampunan.
Dengan menjadikan Allah Swt sebagai satu-satunya tujuan, maka akan terhapus juga dosa-dosa yang pernah dilakukan, termasuk dosa besar.
Membaca Istighfar, Selalu memohon ampun kepada Allah dengan beristighfar adalah salah satu cara agar dosa diampuni. Meski begitu, harus diiringi dengan komitmen dan menjaga diri untuk tidak lagi melakukan dosa yang sama.
Menjabat Tangan, Menjabat tangan menjadi salah satu sunnah Nabi Muhammad yang bisa menggugurkan dosa-dosa.
“Tidaklah dua Muslim itu bertemu lantas berjabat tangan melainkan akan diampuni dosa di antara keduanya sebelum berpisah.” (HR Abu Dawud).
Salat Jum'at, Salat Jumat sudah menjadi kewajiban bagi laki-laki muslim yang juga sebagai amalan hari Jumat. Melakukan salat Jumat dapat menggugurkan dosa-dosa yang telah diperbuat sebelumnya.
Berdzikir, Hadis riwayat Bukhari menjelaskan bahwa dengan berdzikir bisa menghapus dosa sebanyak buih di lautan. Dzikir bisa dilakukan kapan dan di mana saja. “Barang siapa yang berkata subhanallah wa bihamdihi (Maha Suci Allah dan dengan segala pujian bagi-Nya), sebanyak 100 kali maka akan dihapus dosa-dosanya sekalipun sebanyak buih lautan.”
Jadi meski punya dosanya sebanyak buih di laut pun asal manusia selalu memohon ampunan Allah SWT maka akan diampuni dengan banyak melakukan amal kebaikan, Amin.
Setiap manusia pada dasarnya pasti pernah melakukan kesalahan dan dosa. Akan tetapi, perlu diketahui bahwa dosa terbagi menjadi dua, yakni dosa besar dan kecil. Saat seseorang melakukan dosa besar secara sengaja, maka ia harus bertaubat terlebih dahulu agar bisa diampuni oleh Allah Swt. Adalah penting mengetahui apa saja yang tergolong dosa besar. Hal ini berguna untuk membuat kita akan lebih berhati–hati terhadap apa yang kita lakukan.
Syirik atau Menyekutukan Allah Swt, Dalam surat An-Nisa: 48 disebutkan bahwa Allah Swt mengampuni dosa selain syirik. Artinya, syirik merupakan dosa yang serius. Bahkan dalam surat Al-Maidah: 72 disebutkan bahwa orang yang melakukan syirik haram masuk ke surga.
Berputus Asa Dari Rahmat Allah Swt, Di surat yusuf: 87 Allah Swt berfirman bahwa hanya orang kafir saja yang berputus asa dari rahmat Allah Swt. Mengharap rahmat Allah Swt sendiri merupakan bagian dari keimanan seseorang kepada Allah Swt. Saat seseorang berputus asa dari rahmat Allah Swt, maka artinya ia ragu bahwa Allah Swt akan menjaga dan menjawab doa hamba-Nya.
Merasa Aman dari ancaman Allah Swt, Allah Swt memang Maha Pengampun dan akan memaafkan setiap kesalahan hamba-Nya. Akan tetapi, bukan berarti hal ini bisa menjadikan kita abai dan merasa aman dari ancaman Allah. Justru saat seseorang merasa aman dari ancaman Allah Swt, maka ia termasuk ke dalam orang-orang yang merugi.
Durhaka Kepada Orangtua, Orang yang durhaka kepada orang tua disebut sebagai orang yang sombong dan celaka. Orang tua merupakan alasan mengapa seseorang bisa lahir ke dunia. Namun, lebih dari itu, seseorang taat pada orang tua adalah karena ia taat kepada Allah Swt dan sebagai bentuk mengikuti perintah Allah Swt.
Membunuh orang lain, Seseorang yang mengambil nyawa orang lain, khususnya seorang mukmin dengan sengaja, maka Allah Swt mengancamnya dengan neraka Jahannam. Bahkan dalam surat An-Nisaa: 93 dikatakan bahwa seorang pembunuh akan kekal berada dalam neraka Jahannam selamanya.
Menuduh Wanita Baik-baik Berzina, Islam sangat menghormati nama baik seseorang. Bahkan dalam surat An-Nuur: 23 Allah Swt berfirman bahwa orang yang menuduh perempuan baik-baik melakukan zina akan mendapatkan laknat. Bukan hanya di akhirat saja, tapi juga di dunia. Bahkan orang tersebut juga akan mendapatkan azab yang besar.
Memakan harta haram, harta haram bukan hanya merugikan orang-orang yang terlibat di dalamnya saja. Lebih dari itu, riba juga dapat merugikan banyak orang. Bahkan orang-orang yang tidak berkaitan secara langsung. Karena itu, islam dengan tegas melarang segala bentuk haram/harta haram dan memakan harta hasil korupsi/harta haram tersebut.
Lari Dari Medan Pertempuran, Saat seorang muslim berada di medan pertempuran, maka haram baginya untuk mundur atau lari dari medan pertempuran. Kecuali jika mundur tersebut merupakan bagian dari strategi perang atau bertujuan untuk menyusun siasat kembali.
Memakan Harta Anak Yatim, Bukan hanya harta riba, Islam sangat melarang pemeluknya memakan setiap harta yang bukan merupakan haknya. Termasuk harta anak yatim. Baik yang berada di bawah asuhannya secara langsung ataupun tidak. Hukum mengenai hal ini bisa ditemukan dalam surat An-Nisa: 10.
Berbuat Zina, Zina merupakan perbuatan keju yang besar dosanya. Hal ini karena akibat dari perzinahan tersebut bisa memberikan dampak yang luas bahkan merusak tatanan social yang seharusnya rapi. Jika dari zina tersebut menghasilkan anak, maka anak tersebut akan sulit diketahui nasabnya. Selain berkaitan dengan social dan pernikahannya, hal ini juga berkaitan dengan hak waris dan hukum-hukum lain yang berkaitan dengan nasab atau keturunan.
Dari Abu Sa’id Al-Khudri ra bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Akan turun kepada umatku di akhir zaman nanti cobaan yang dahsyat dari pemimpin mereka. Belum pernah terdengar cobaan yang lebih dahsyat darinya sehingga bumi yang luas itu terasa sempit bagi mereka karena bumi dipenuhi dengan kejahatan dan kezaliman. Seorang mukmin tidak mendapatkan tempat berpindah dari kezaliman itu. Kemudian, Allah Swt mengutus seseorang dari keturunanku. Dia akan memenuhi bumi dengan keadilan sebagaimana bumi dipenuhi dengan kejahatan dan kezaliman. Penduduk bumi dan langit ridha dengannya, dan bumi tidak menyimpan sesuatu pun dari bijinya, kecuali mengeluarkannya. Begitu juga dengan langit, kecuali Allah Swt menuangkannya ke bumi. Ia hidup di tengah-tengah mereka selama tujuh, delapan, atau sembilan tahun agar semua yang hidup dan mati menikmati apa yang tellah diperbuat Allah Swt terhada penduduk bumi dari kebaikan-Nya.”(HR Hakim).
Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abu Syaibah telah menceritakan kepada kami Yazid bin Harun telah menceritakan kepada kami Abdul Malik bin Qudamah Al Jumahi dari Ishaq bin Abu Furat dari Al Maqburi dari Abu Hurairah dia berkata, “Rasulullah SAW bersabda: “Akan datang tahun-tahun penuh dengan kedustaan yang menimpa manusia, pendusta dipercaya, orang yang jujur didustakan, amanat diberikan kepada pengkhianat, orang yang jujur dikhianati," dan Ruwaibidlah turut bicara.” Lalu beliau ditanya, “Apakah Ruwaibidlah itu?” beliau menjawab: “Orang-orang bodoh yang mengurusi urusan perkara umum.” (Sunan Ibnu Majah)
Manusia adalah makhluk yang diberi akal oleh Allah Swt, karenanyalah manusia disebut sebagai makhluk yang paling sempurna. Akal manusia digunakan untuk berfikir tentang segala hal yang ada. Termasuk tentang segala tindakan yang akan dilakukannya. Perilaku manusia sangat dipengaruhi oleh cara berfikir mereka terhadap apa yang sedang mereka hadapi.
Kebiasaan-kebiasaan dalam bertindak menimbulkan tabiat dalam diri kita. Hal inilah yang akan disebut dengan kebiasaan baik atau kebiasaan buruk. Dalam bertindak buruk ada yang disebut dengan perbuatan zhalim. Zhalim ini ada yang mengartikan dengan tidak menempakan sesuatu pada tempanya, berbuat aniaya termasuk kepada diri sendiri.
Perbutan zhalim dalah perbuatan yang tidak disukai Allah swt, dan ada beberapa tindakan apabila kita terdzolimi kita bisa membalas perbuatan itu, namun ada juga anjuran untuk memaafkan. Untuk lebih jelasnya akan di bahas dalan bagian selanjutnya.
Pengertian Zalim, Zalimun atau zalimin artinya adalah orang yang aniaya (termasuk terhadap diri sendiri). Orang zalim adalah orang yang tidak menempatkan sesuatu pada tempatnya. Orang yang menghukum tidak berdasarkan hukum yang adil. Orang yang bertindak tidak sesuai dengan permainan yang telah dibuat atau diundangkan. Orang yang melanggar hak-hak asasi Allah Swt dan juga melanggar hak-hak asasi manusia.
Kata zalim atau zalimun berulang-ulang disebutkan dalam Al-Quran dengan berbagai pengertian, yang hakekatnya adalah sikap atau tindakan dari orang-orang yang tetap menolak dan memusuhi kebenaran ajaran Allah Swt meskipun telah diberi penjelasan-penjelasan dengan cara yang baik.
Orang yang zalim adalah orang yang melanggar perintah Allah Swt, berbuat apa yang bertentangan dengan hati nurani yang suci, berbuat kejam, tidak syukur ni’mat, menyia-nyiakan amanat, menghianati janji, berbuat menang sendiri, korupsi, penyalahgunaan jabatan, berbuat zina, menyekutukan Allah Swt. Semua itu termasuk perbuatan zalim. Intinya segala perbuatan yang menerjang nilai-nilai agama dan nilai-nilai kemanusiaan disebut perbuatan zalim.
Firman-Firman Allah Swt tentang larangan berbuat zhalim. Al Qur'an Surah Ash-Shuraa 42 ayat ke 39 yang Artinya sebagai berikut ini : dan (bagi) orang-orang yang apabila mereka diperlakukan dengan zalim, mereka membela diri. Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang setimpal, tetapi barang siapa memaafkan dan berbuat baik (kepada orang yang berbuat jahat) maka pahalanya dari Allah Swt. Sungguh, Dia tidak menyukai orang-orang zalim. Tetapi orang-orang yang membela diri setelah dizalimi, tidak ada alasan untuk menyalahkan mereka. Sesungguhnya kesalahan hanya ada pada orang-orang yang berbuat zalim kepada manusia dan melampaui batas di bumi tanpa (mengindahkan) kebenaran. Mereka itu mendapat siksa yang pedih. Tetapi barangsiapa bersabar dan memaafkan, sungguh yang demikian itu termasuk perbuatan yang mulia.
Tafsiran ayat, “Dan (bagi) orang-orang yang apabila mereka diperlakukan dengan zalim”. Yakni diperlakukan dzalim oleh orang-orang musyrik. Seperti yang dikatakan oleh Ibnu Abbas bahwa “ Hal itu karena kaum musyrikin menzhalimi, menyakiti dan dan mengusir Rasulallah SAW bersama para sahabatnya dari kota Makkah. Allah Swt kemudian mengijinkan mereka intuk melawan, mengukuhkan mereka di muka bumi, dan memenangkan mereka atas orang-orang yang menzhalimi mereka.
Menurut pendapat lain, Firman Allah Swt itu berlaku umum untuk setiap kezhaliman. Baik yang dilakukan oleh orang kafir maupun yang lainnya. Yakni apabila mereka ditimpa kezhaliman, mereka tidak pasrah atas kezdaliman tersebut. Ini isyarat yang ditujukan kepada amar ma’ruf nahi munkar serta menjatuhkan hukuman. Menurut Al-Qurthubi sendiri, “Firman tersebut menunjukkan bahwa membela diri dalam posisi ini lebih baik.”
Adapun keadaan dimana orang yang dizhalimi diperintahkan untuk memberikan maaf, jika orang yang menzhaliminya itu merasa menyesal dan meninggalkan perbuatan zhalimnya tersebut. sedangkan firman Allah Swt ayng artinya sbb : "Dan sesungguhnya orang-orang yang membela diri sesudah teraniaya, tidak ada satu dosapun terhadap mereka.” Hal ini menunjukkan bahwa membela diri merupakan suatu hal yang diperbolehkan, bukan diperinahkan.
Sebagian ulama berpendapat, ”Sesungguhnya orang yang dizhalimi dan hartanya diambil itu akan mendapatkan pahala karena hartanya yang diambil sampai dia meninggal dunia. Setelah itu pahalanya kan diberikan epada ahli warisnya. Setelah itu pahalanya diberikan epada generasi terakhir dari mereka, sebab harta itu akan diberikan kepada ahli waris setelah dia meninggal dunia.”
Tidak ada manusia yang tidak pernah melakukan dosa. Baik dosa besar ataupun dosa kecil, setiap manusia pernah melakukannya, entah karena disengaja atau karena lalai. Sebaik-baik manusia yang pernah melakukan dosa adalah mereka yang mau bertaubat, mengakui kesalahannya. Karena manusia yang mau bertaubat merupakan hamba Allah Swt yang patut mendapatkan ampunan. Sebaliknya, seburuk-buruknya manusia adalah mereka yang gemar berbuat dosa, bahkan melakukannya dengan sengaja, namun enggan mau bahkan menolak saat diajak bertaubat. Perilakunya sombong dan congkak sehingga menolak meminta ampunan kepada Allah Swt.
Tapi yang menjadi pertanyaan adalah, bagaimana jika seseorang memiliki dosa yang sangat banyak, layaknya buih dalam lautan? Dosanya sangat besar sehingga jika dihitung pun tak bisa terkalkulasikan. Apakah Allah Swt tetap mau mengampuni hamba-hamba yang seperti ini?
Disebutkan dalam hadis kudsi yang diriwayatkan oleh Imam Al-Tirmidzi dari Anas bin Malik, ia berkata: Artinya: "Aku mendengar Rasulullah Saw bersabda; Allah berfirman; Wahai Bani Adam, sesungguhnya jika engkau senantiasa berdoa dan berharap kepada–Ku, niscaya Aku akan mengampuni semua dosa yang ada padamu dan Aku tidak peduli. Wahai anak Adam, kalau seandainya dosamu setinggi langit, kemudian engkau memohon ampun kepada– Ku, niscaya aku akan memberikan ampunan kepadamu dan Aku tidak peduli. Wahai anak Adam, seandainya engkau menghadap kepada–Ku dengan membawa dosa sepenuh bumi kemudian engkau berjumpa dengan–Ku dalam keadaan tidak menyekutukan-Ku dengan sesuatu apapun, niscaya Aku akan mendatangimu dengan ampunan sepenuh bumi pula."
Islam adalah agama yang diturunkan sebagai rahmat dan kasih sayang. Bukan hanya untuk pemeluknya saja, tetapi juga untuk seluruh alam. Islam agama yang mudah memaagkan kesalahan-kesalahan umatnya.
Maka, jika ada seseorang yang memiliki dosa dan kesalahan yang sangat besar maka taubatnya tetap akan Allah Swt terima. Allah Swt Maha pengampun dan Maha penyayang, bahkan kepada mereka yang enggan mau menjalankan perintah-Nya dan enggan mau menjauhi larangan-Nya. Semoga Allah Swt mengampuni dosa-dosa hambanya yang mau bertobat kepada Allah Swt walapun dosanya sebanyak dan seluas buih di lautan, Semoga Amin.
Saat Hati Hati sempit, gelisah dan gundah gulana sebab banyak dosa yang dilakukan, Orang yang beriman selalu merenungi atas apa yang telah dilakukan. Hatinya seringkali gundah dan gulana akibat dosa-dosa yang pernah dilakukannya. Berbeda dengan orang munafik yang merasa sombong dengan apa yang telah dilakukan. Allah SWT memberikan kemurahan kepada hamba-Nya yang merasa salah atas apa yang diperbuat berupa kesalahan atau dosa. Berikut Allah mengingatkan melalui firman-firmanNya:
Rahmat Allah Swt terbentang luas, Allah Swt berfirman dalam surah Az-Zumar surah ke 39 ayat ke 53 sampai dengan 54 sebagai berikut ini :
Artinya: “Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu, dan berserah dirilah kepada-Nya sebelum datang azab kepadamu kemudian kamu tidak dapat ditolong (lagi).” (QS. Az Zumar 39 : 53-54).
Dosa adalah sebuah benih yang menumbuhkan kegelisahan dan rasa sedih, batin akan terasa sempit terhimpit dan tiada pernah tenang, jiwa akan terus berteriak dan berontak karena rasa gelisah dan sedih yang tak kunjung sirna. Akhirnya ia pun menempuh berbagai cara demi ketenangan batin dan hilangnya ras sedih dan gundah.
Namun sangat disayangkan, jalan yang mereka tempuh bukanlah jalan yang lurus yang akan membawanya pada keselamatan dan kebahagiaan, akan tetapi jalan sesat yang dianggapnya bisa mengakhiri semua rasa gelisah dan sedih yang terus menyelimuti dirinya. Ia mengira jalan instant yang ditempuahnya bisa memupus semua musibah yang sedang menimpanya.
Tapi ternyata jalan itu membawanya kepada kesengsaraan yang berlipat dan kebinasaan yang tak terelakan. Jalan yang mereka tempuh tidak lain adalah mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri.
Orang yang membunuh diri dengan tangannya sendiri, maka pada hari kiamat ia akan disiksa dengan alat yang digunakan untuk membunuh dirinya. Rasululloh Muhammad SAW yang artinya telah bersabda:
Barangsiapa bunuh diri dengan menggunakan besi, maka tangannya akan melukai perutnya sendiri dengan besi itu di neraka jahanam dan ia kekal di dalamnya selama-lamanya. Barangsiapa bunuh diri dengan cara minum racun, maka ia akan terus meminumnya di neraka jahanam dan ia kekal di dalamnya selama-lamanya. Dan barangsiapa melompat dari tebing untuk bunuh diri, maka ia akan terus terjatuh di neraka jahanam dan ia kekal di dalamnya selama-lamanya (HR. Muslim)
Bunuh dir, kita berlindung kepada Alloh Swt darinya bukanlah cara yang dibenarkan dalam islam untuk menghilangkan rasa gundah dan sedih akibat melakukan perbuatan dosa dan maksiat. Bahkan islam sangat mengharamkan cara-cara ini apapun bentuknya. Dan bagi mereka yang melakukannya diancam dengan siksaan yang sangat pedih di neraka jahanam.
Cara instant semacam ini adalah cermin orang-orang yang tidak beriman kepada Allah SWT dan hari akhir, dan ia merupakan bagian dari sikap berputus asa akan rahmat Allah Swt yang sangat luas, Ia tidak akan mendapatkan apa-apa melainkan kerugian dan kesengsaraan. Allah berfirman :
Dia Ibrahim, berkata : “ tidak ada yang berputus asa dari rahmat Tuhannya kecuali orang-orang yang sesat.
Berputus asa dari rahmat Allah Swt adalah jalan kesesatan, berujung pada kesengsaraan, membawanya ke sebuah lembah kehancuran yang tiada berujung lagi bertepi, terus menerus tanpa henti. Penyesalanlah yang akan menyapanya, angan-angan tinggi agar dirinya lebih baik menjadi batu, dan ia sangat berharap andaikan sandiwara dunianya berulang kembali, niscaya dirinya akan taat dan patuh terhadap semua perintahnya.
Akan tetapi pada hari itu angan-angan hanyalah setitik pelipur lara yang tiada berarti sedikit pun baginya, ia hanya selintas pandang penyesalan yang jauh panggang dari apinya, bahkan sangat lebih jauh lagi. Jalan pun menjadi buntu, dan ia terperangkap dalam panggangan api yang menyala-nyala. Penyesalan, penyesalan, dan penyesalanlah yang sudah arang dan basi, yang tiada mengandung setitik kenikmatan yang paling kecil sedikitpun.
Allah Swt telah menceritakan keadaan mereka dalam Al Qur’an : Asy Syu'ara ayat ke 102 yang artinya sebagi berikut :
Maka seandainya kita dapat kembali ( ke dunia ) niscaya kita menjadi orang-orang yang beriman (QS. Asy-Syu’ara’ : 102 )
Gelisah dan sedih adalah buah sebuah dosa yang beraroma busuk dan berasa pahit, ia akan terus bergelantung dalam tangkai-tangkai qalbunya yang tumbuh subur dan rindang oleh siraman air maksiat dan kejahatan, ia takkan membusuk dan jatuh dari tangkainya selama pohon-pohon kedurhakaannya masih kokoh dan tegar, bahkan ia akan terus membesar dan berisi, berdaging dan menjadi buah terbesar selama pupuk-pupuk dosa terus mengemburkan dan menyuburkan hatinya.
Kegelisahan dan kesedihan ini akan terus berlanjut hingga hari kiamat. Saat itu rasa cemas, tidak aman, dan sedih adalah sebuah kelaziman baginya. Dan itulah sejatinya buah yang ia rasakan di dunia, gelisah dan sedih yang hakiki, karena siksa yang pedih sudah di ambang mata, dan tidak mungkin untuk menghilang dari hadapannya. Ia pun menjadi keguncangan jiwa dan rasa sedih yang tak bertepi, tak terobati dan akan terus meliputi dirinya.
Dengan demikian, ia terkubur dalam dua kesengsaraan, di dunia dan di akhirat. Jadilah dirinya seorang yang benar-benar merugi, sengsara, dan merana jiwa raganya tanpa terobati.
Mereka itulah wali-wali syetan, yang terjebak dalam bujuk manis dan rayuan sang iblis, terperangkap dalam kurungan nafsu syahwat dan syubuhat, tergiur dan tertipu oleh kenikmatan dunia yang terasa indah dan manis, dan tenggelam dalam hiruk pikuk dunia yang melalaikan hatinya, karena dunia adalah surga bagi orang-orang kafir dan penjara bagi orang-orang yang beriman. Rasulullah pernah bersabda yang artinya sebagai berikut ini :
Dunia adalah penjara bagi orang mukmin dan surga bagi orang kafir (HR. Muslim )
Keadaan ini berbeda sekali dengan orang-orang yang beriman. Hati mereka tenang dan sejuk, tentram dan damai, tiada rasa cemas dan takut sedikitpun dalam jiwanya, juga mereka kosong dari rasa sedih, baik di dunia maupun di akhirat. Hatinya terus diliputi rasa senang, bahagia, ridha atas segala ketetapan Allah Swt atas dirinya, apapun keadaan yang sedang dialaminya, karena semua semua yang dilakukan bernilai ibadah, berbuah dan berpahala di sisi Allah Swt, ia pun penuh yakin dan tanpa ragu-ragu akan hal ini.
Dan jika musibah datang dan menimpanya, kemudian ia ridha dan bersabar atasnya, itulah ibadah yang bernilai tinggi di sisi-Nya. Dan saat ia mendapat nikmat, ia pun memuji-Nya dan bersyukur atasnya, dan itu juga ibadah yang sangat mulia. Oleh karena itu, semua perkara bagi orang mukmin adalah baik. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah Muhammad SAW yang artinya sebagai berikut ini :
Betapa menakjubkan perkara orang mukmin, karena semua perkaranya adalah sebuah kebaikan, dan hal itu tidak akan dialami kecuali oleh orang mukmin, apabila mendapat kesenangan ia bersyukur dan itu baik baginya, dan jika ditimpa musibah ia bersabar dan itu juga baik baginya (HR. Muslim)
Dan kebaikan-kebaikan itu tidak lain adalah untuk kebaikan dirinya sendiri di sisi Allah SAW. Sebagaimana Firman Allah SWT yang artinya sbb ini :
Jika kamu berbuat baik(berarti) kamu berbuat baik untuk dirimu sendiri, dan jika kamu berbuat jahat, maka (kerugian kejahatan) itu untuk dirimu sendiri (QS. Al-Isra : 7)
Ketentraman, hati yang lapang, jauh dari sedih dan duka, rasa bahagia dan tiada rasa cemas sedikitpun adalah milik mereka orang-orang yang beriman, mereka adalah wali-wali Allah Swtyang berhak dan pantas untuk mendapatkannya karena ketaatan dan keridhaannya terhadap Allah Swtdan takdir-Nya. Allah Swt berfirman dalam surah Yunus ayat 62 sampai dengan ayat 3 yang artinya sebagi beriku ini :
Ingatlah wali-wali Allah itu, tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati, (yaitu) orang-orang yang beriman dan senantiasa bertaqwa (QS. Yunus : 62-63)
Dalam dua ayat surat Al Baqarah, Allah memerintahkan bagi hamba-Nya untuk meminta pertolongan dengan sabar dan shalat. Allah Swt berfirman, yang artinya:
“Jadikanlah sabar dan salat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu” (QS. Al Baqarah: 45).
Allah Ta’ala juga berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan salat sebagai penolongmu. Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar” (QS. Al Baqarah: 153).
Syekh Muhammad Bin Shalih Al 'Utsaimin Rahimahullah berkata "Allah memerintahkan agar kita meminta pertolongan dalam setiap hal dengan bersabar dalam menghadapinya. Seorang hamba jika bersabar dan menunggu keberhasilan yang Allah berikan maka niscaya masalah yang dihadapinya akan menjadi ringan. Jika engkau mendapat suatu musibah maka engkau butuh bersabar dalam menghadapinya".
Ayat di atas menunjukkan secara khusus keutamaan sabar, karena sabar menjadi sebab datangnya pertolongan Allah dari berbagai penderitaan dan musibah. Para ulama menjelaskan bahwa kesabaran mencakup tiga hal, sabar dalam melaksanakan ketaatan kepada Allah Swt, sabar dalam meninggalkan maksiat, dan sabar dalam menghadapi takdir Allah Swt.
Ketika manusia mengalami masalah dalam kehidupan, bahkan mungkin otaknya sudah tak mampu berfikir lagi akan solusinya, secara sederhana Allah Swt memberikan dua solusi, yaitu sabar dan sholat.
Dalam Qs Al-Baqarah diatas mintalah tolong dengan sabar adalah perintah yang sangat tegas, bahwa sabar adalah bagian solusi itu. Dia adalah solusi mental, sehingga dengan sabar manusia mampu menjernihkan fikiran dan hatinya. Kesabaran tidak akan hadir dalam diri manusia, kecuali dia memiliki keyakinan kepada Allah SWT, bahwa apa yang terjadi semua telah menjadi keputusan Allah SWT, dengan keyakinan ini maka kesabaran akan hadir. Sederhananya sikap batin kita akan selalu berada pada gelombang Alfa, yaitu bahagia dan tidak bersedih berlebihan, karena keyakinan yang tinggi kepada keputusan Allah SWT.
Seberat apapun kesulitan akan bisa selesai jika kita sabar, mampu menghadapi semua konsekuensi, dan selalu yakin bahwa Allah SWT akan selalu membantu. Apalagi di era covid, yang menghasilkan kepanikan, maka sabar adalah jalan terbaik menghadapi nya.
Syekh Aidh Al-Qarni menjelaskan, salah satu nikmat yang paling besar jika manusia mau berpikir adalah bahwa sholat-sholat yang diperintahkan Allah sejatinya adalah proses pengangkatan derajat seorang hamba. Bahkan sholat lima waktu dapat menjadi obat mujarab untuk mengobati berbagai kekalutan.
Sholat mampu meniupkan ketulusan iman dan kejernihannya ke dalam relung hati. Sehingga hati manusia pun selalu ridha dengan apa saja yang ditentukan Allah. Lain halnya dengan orang yang senang menjauhi masjid dan meninggalkan sholat. Mereka akan berpindah dari satu kesusahan kepada kesusahan lain dengan guncangan kejiwaan yang berasal dari kesengsaraan.
Tak hanya itu, Syekh Aidh menjelaskan, jika seseorang yang ditimpa musibah tidak melakukan sabar, berdoa, dan mendirikan sholat, maka air mata kesedihannya dalam menerima musibah pada akhirnya akan membakar kelopak matanya sendiri. Air mata itulah yang akan menghancurkan urat-urat syarafnya sehingga tidak memiliki ketenangan hati dalam menghadapi musibah.
Sholat menjadi sarana menghadirkan solusi, dan ini adalah cara terbaik, seberat apapun masalah, kembalilah kepada Allah, sholatlah, sujudlah, rukuklah, tundukkan diri dihadapan Allah, hinakan diri, dan biarkan Allah yang akan membimbing solusi kita. Apapun yang kita lakukan tidak akan merubah takdir Allah tanpa izin Nya, maka sholat adalah jalan terang solusi akan besarnya masalah kita. Dengan sholat kita akan mendapatkan ketenangan dan disitulah solusi akan hadir, Allah akan gandeng kita dengan tulus menyelesaikan masalah kita.
Semoga Allah senantiasa memberikan kita kekuatan untuk terus menghadapi apapun takdir yang Allah Swt berikan. Semua ini semata-mata karena Allah Swt selalu ingin kita belajar bersabar dan selalu bersyukur dalam keadaan apapun.
Azab Allah Sangat Pedih, Jangan Pernah Merasa Aman dari Azab Allah Swt, Azab Allah sangat pedih oleh karena itu jangan pernah merasa aman dari Azab Allah Swt, orang yang merasa aman dari azab Allah Swt adalah orang yang sangat merugi. Orang yang di dalam kehidupan dunianya mendapatkan kelapangan harta, kesehatan, kedudukan dan nikmat dunia yang lain sering kali merasa aman dari azab Allah di dunia nyata adanya. Orang tersebut hidup tanpa mengindahkan aturan Allah Swt dan kemaksiatan menjadi kesehariannya dan tidak menyadari bahwa azab Allah sangat pedih. Azab Allah Swt di dunia terkadang ditimpakan kepada manusia, sebagai peringatan bagi manusia yang lain akan tetapi azab Allah Swt di akhirat lebih berat lagi keadaannya dibandingkan azab Allah Swt nyata di dunia ini.
Oleh karena itu jangan merasa aman dari azab Allah Swt, karena azab Allah Swt pada manusia itu sesuatu yang jelas dan azab Allah Swt nyata bagi manusia yang durhaka kepada-Nya. Azab Allah Swt yang nyata di dunia telah terjadi pada umat-umat terdahulu, sebagaimana diceritakan dalam banyak ayat tentang azab Allah Swt. Selain itu terkadang bukti azab Allah Swt itu nyata adanya bisa kita saksikan saat ini dengan terjadinya berbagai macam bencana, malapetaka, kekeringan dan lain-lain, yang hal itu kita takutkan merupakan salah satu bentuk azab dari Allah Swt.
Oleh karena itu seorang muslim harus selalu taat kepada aturan-aturan yang Allah dan Rasul-Nya tetapkan dan menghindari serta menjauhi sejauh-jauhnya hal-hal yang dapat menjadi penyebab turunnya azab Allah Swt yang berupa kemaksiatan-kemaksiatan, selain itu tidak lupa selalu memanjatkan doa agar terhindar dari Azab allah. Kapan azab Allah Swt datang seseorang tidak mengetahuinya yang jelas azab Allah Swt itu sangat pedih dan bukti azab Allah Swt itu nyata adanya bisa kita simak di dalam ayat-ayat Allah Swt dan terkadang kita saksikan sendiri, maka jangan pernah merasa aman dari azab Allah Swt.
Sifat seorang mukmin adalah selalu merasa takut akan siksa Allah. Sedangkan sifat ahli maksiat adalah selalu merasa aman dari murka Allah sehingga begitu entengnya ia bermaksiat. Bahkan ia pun enggan bertaubat karena merasa Allah Swtitu Maha Pengampun. Padahal ini sifat yang keliru. Seharusnya yang dikedepankan dalam hal maksiat adalah sifat takut, bukan sifat harap. Gemar Maksiat, Allah Swt berfirman dalam surah Al A'raf ayat ke 99 yang artinya sbb ini :
“Maka apakah mereka merasa aman dari azab Allah Swt(yang tidak terduga-duga)? Tiada yang merasa aman dan azab Allah Swt kecuali orang-orang yang merugi.” (QS. Al A’raf: 99)
Merasa Aman dari Murka Allah Swt Termasuk Dosa Besar, Merasa aman sehingga begitu senangnya ketika bermaksiat adalah termasuk dosa besar. Dalam hadits yang disebutkan oleh ‘Abdur Razaq dalam Mushonnafnya yang artinya sbb ini :
“Dari Ibnu Mas’ud, ia berkata bahwa di antara dosa besar yang terbesar adalah berbuat syirik pada Allah Swt, merasa aman dari murka Allah Swt dan merasa putus asa dan putus harapan dari ampunan Allah.” (HR. Abdurrozaq, 10: 460, dikeluarkan pula oleh Ath Thobroni).
“Tidakkah penduduk negeri itu beriman“; yang dimaksud (“penduduk negeri” dalam ayat tersebut) adalah ‘ para pendusta’, berdasarkan indikasi rangkaian kata (setelahnya) “akan datangnya siksa dari Kami“, yaitu ‘azab yang pedih’;
“Di malam hari, saat mereka sedang tidur“, yaitu ‘saat mereka lengah, terpedaya, dan sedang beristirahat’;
“Atau apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka di waktu matahari sepenggalahan naik ketika mereka sedang bermain?”, maksudnya ‘apa gerangan hal yang membuat mereka merasa aman, padahal mereka telah melakukan berbagai faktor penyebab yang bisa mendatangkan bencana itu; mereka telah melakukan dosa-dosa yang sangat buruk, sehingga bagaimana mungkin mereka tidak diganjar dengan kebinasaan setelahnya?’;
“Maka apakah mereka merasa aman dari azab Allah (yang tidak terduga-duga)?” maksudnya ‘ketika mereka dilenakan dari arah yang tidak mereka duga, dan Allah menyiksa mereka; sesungguhnya, tipu daya Allah begitu kuat’;
“Tiada yang merasa aman dari azab Allah Swt kecuali orang-orang yang merugi” , maksudnya ‘maka sesungguhnya, orang yang merasa aman dari makar Allah adalah orang yang tidak membenarkan adanya balasan atas amalan yang telah dikerjakan. Dia juga tidak beriman dengan penuh kesungguhan kepada para rasul.
Ayat-ayat yang mula ini menakut-nakuti secara umum, agar hendaknya para hamba tidak merasa aman dengan keimanan yang dimilikinya. Akan tetapi, mereka senantiasa takut dan khawatir jika dirinya didera ujian yang dapat melemahkan imannya.
Seorang hamba walau dia telah sampai pada kondisi (keimanan) nya saat ini tak ada kepastian bahwa dia akan selamat. Oleh karena itu hendaknya seorang hamba senantiasa berdo’a, beramal dan berusaha dengan menempuh setiap sebab yang memungkinkan dirinya terbebas dari keburukan ketika datangnya fitnah (ujian), cobaan, ataupun teguran untuk kembali kepada Allah Swt.
Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Katakanlah (wahai Rasul) kepada hamba-hambaKu yang bergelimang dalam kemaksiatan dan melampaui batas terhadap diri mereka sendiri dengan melakukan dosa-dosa ajakan dari hawa nafsu mereka, “Janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah hanya karena banyaknya dosa kalian, sebab Allah mengampuni semua dosa-dosa bagi siapa yang bertaubat darinya dan meninggalkannya sebanyak apa pun dosa-dosa itu. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun bagi dosa para hambaNya yang bertaubat kepadaNya lagi Maha Penyayang kepada mereka.” ( Keterangan : "Tafsir Al-Muyassar / Kementerian Agama Saudi Arabia" )
Taubat dari dosa hukumnya wajib dan merupakan amalan yang sangat dicintai Allah Ta'ala. Ketika kita punya dosa dan maksiat sebesar gunung, jangan bekecil hati karena ampunan Allah sangat besar. Allah berfirman dalam Al-Qur'an: "Katakanlah: 'Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu, dan berserah dirilah kepada-Nya sebelum datang azab kepadamu kemudian kamu tidak dapat ditolong (lagi)." (QS. Az Zumar: 53-54).
Taubat yang diterima oleh Allah Swt adalah taubat yang sungguh-sungguh dan jujur (taubat nasuha). Taubat yang sungguh-sungguh serta jujur memiliki syarat. Ada tiga syarat utama untuk diterimanya taubat sebagaimana dijelaskan Imam An-Nawawi dalam Riyadhus Solihin:
Berhenti dari perbuatan maksiat yang dilakukan
Menyesali perbuatan dosa yang dilakukan
Bertekad untuk tidak mengulangi lagi.
Adapun taubat yang tidak sungguh-sungguh dan tidak jujur, tidak ada faedahnya bagi para pelaku kemaksiatan. Semoga Bermanfaat bagi kami sendiri dan semuanya, amin ya robbal alamin.
Walaupun diri ini hina, Ingat, Allah Swt selalu membuka pintu toubatnya, betapa luasnya ampunan Allah Swt
Walaupun diri ini hina, Ingat, Allah Swt selalu membuka pintu ampunannya, Kepada hambanya yang mau bertaubat, dan meminta ampunan, Jika dosa manusia sebesar gunung yang paling tinggi, Maka ampunan Allah Swt lebih luas dari lautan samudera. Dalam kehidupan ini kita selaku manusia tidak pernah luput dari kesalahan. Entah sudah berapa banyak kita melakukan perbuatan dosa. Jika dihitung dan dicatat perbuatan dosa kita setiap hari dalam sebulan mungkin kita akan mendapatkan catatan dosa kita sebesar gunung, sebesar bandara penerbangan, sebesar lautan , sebesar bumi, atau sebesar jagat raya. Atau mungkin bertumpuk-tumpuk, berjilit-jilit banyaknya. Bayangkanlah, Berapa banyak dosa yang kita perbuat selama hidup kita ini, Lalu bagaimana kita akan menemui Sang Pencipta dengan berlumur dosa, sungguh hamba dalam ketakutan karena dosa-dosa yang kita purbuat sendiri, sudah zalim kepada diri sendiri, kepada Allah, kepada orang lain, coba koreksi diri sendiri dulu, solat tobat minta ampun kepada Allah Swt, dan minta di tampakkan dosa-dosa kita, pastilah kita akan takut akan dosa-dosa yang kita perbuat.
Memang sudah menjadi fitrah manusia untuk berbuat kesalahan. Hal ini telah disabdakan oleh nabi Muhammad SAW, “Setiap anak Adam pasti berbuat dosa, dan sebaik-baik pembuat dosa adalah mereka yang bertaubat”. (HR.Tirmidzi). Seperti yang disabdakan Rasulullah SAW, walaupun manusia berbuat dosa. Tidak lantas menjadikan manusia merugi begitu saja. Bagi mereka yang mau bertaubat itulah yang terbaik untuk mereka.
Bahkan dalam hadis lain disebutkan jika seluruh umat manusia tidak ada yang berbuat dosa. Maka Allah SWT menggantinya dengan umat yang berbuat dosa, kemudian mereka memohon ampunan dan Allah SWT mengampuninya. "Kalau kalian tidak berbuat dosa niscaya Allah SWT akan mengganti kalian dengan kaum yang lain pembuat dosa, tetapi mereka beristighfar dan Allah SWT mengampuni mereka".( HR.Muslim). Hal ini mempertegas akan fitrah manusia dalam berbuat dosa.
Ketahuilah, Murka Allah SWT itu sangat dasyat. Siksaan Allah Swt sangat pedih. Akan tetapi kasih sayang-Nya meliputi alam semesta. Ampunan Allah SWT sangat teramat luas bagi hambanya yang mau bertaubat. Selama dosa itu bukan menyekutukan Allah SWT maka Allah akan mengampuni dosa itu sebasar apapun dosa itu.
Anas bin Malik berkata, aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Sesunggunya Allah Swt berfirman, Wahai anak Adam, apabila engkau memohon dan mengharapkan pertolongan-Ku maka Aku akan mengampunim dan Aku tidak menganggap bahawa ia suatu beban. Wahai anak Adam, sekalipun dosa kamu seperti awan meliputi langit kemudian kamu memohon ampunan-Ku, niscaya aku akan mengampuninya. Wahai anak Adam, jika kamu menemuiku dengan kesalahan sebesar bumi, kemudian kamu menemuiku tidak dalam keadaan syirik kepada-Ku dengan seuatu apapun. Niscaya aku akan datang kepadamu dengan pengampunan dosa sebesar bumi itu. (HR Tirmidzi)
Tidak sedikit ayat-ayat dalam Alquran yang menyebutkan bahwa Allah SWT Maha Penerima taubat diiringi dengan sifatnya yang Maha Penyayang. Di antaranya dalam surat An Nur ayat 24, surat At Thaqobun ayat 14 dan surat Az Zumar ayat 53. Ini menunjukan betapa besarnya kecintaan Allah SWT terhadap manusia terlebih terhadap hamba-Nya yang bertaubat. Yang menyesali kesalahnnya dan memohon ampunan kepada-Nya.
Oleh karena itu sudah seharusnya kita tidak boleh berputus asa. Ampunan dan rahmat Allah SWT sangatlah teramat besar. Bahkan Allah SWT telah memaklumi akan sifat kita selaku manusia yang suka berlebih-lebihan. Allah SWT berfirman, “Katakanlah: Hai hamba-hambaKu yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. Az-Zumar [39] : 53).
Betapa mudahnya mendapat ampunan Allah SWT. Masihkan kita mengingkari kasih sayang Allah SWT ,Hanya orang-orang merugi yang tidak bersegera kepada ampunan Allah SWT yang sangat teramat luas. Sesungguhnya Allah SWT tidak pernah menyalahi akan janji-Nya (Q.S Ali Imran 3: 9)
Beliau bersabda: “Tanda berpalingnya Allah Swt dari hambanya adalah ia disibukkan dengan sesuatu yang tidak bermanfaat, dan sesungguhnya orang yang telah kehilangan waktu dari umurnya untuk selain ibadah, tentu sangat layak baginya kerugian yang panjang.
Surat Al Ashr ayar 1 sampai dengan ayat 3, di bawah teks/paragraf/kalimat ini menjelaskan bahwa manusia yang memanfaatkan waktunya sebaik-baiknya untuk beriman dan beramal shaleh akan memperoleh kebahagiaan. Sebaliknya, mereka yang tidak memanfaatkan waktunya dengan baik akan memperoleh kerugian, salah satunya adalah mendapat tanda Allah Swt berpaling dari Hamba-NYA (Allah Swt).
“Demi masa. Sungguh manusia berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh serta saling menasehati untuk kebenaran dan saling menasehati untuk kesabaran.” (QS. Al ‘Ashr : 1-3).
Kerugian yang dimaksud adalah kerugian di dunia dan akhirat. Kerugian di dunia seperti mendapatkan kesengsaraan, kebingungan, dan tidak mendapat petunjuk. Sedangkan, kerugian di akhirat adalah mendapatkan neraka jahanam. Dalam Tafsir Al Qur’an Al Karim Hidayatul Hasan dijelaskan bahwa Allah SWT meratakan kerugian kepada semua manusia kecuali bagi mereka yang memiliki empat sifat yaitu beriman, beramal shaleh, dan saling menasehati untuk kebenaran dan kesabaran. Begitulah mengapa pentingnya menjaga waktu di dunia sebaik-baiknya.
Atas dasar itulah, seorang muslim hendaknya menggunakan waktu sebaik mungkin dengan cara menjalankan segala perintah Allah SWT dan menjauhi segala larangan-Nya, seperti :
Menjalankan segala perbuatan baik yang tampak maupun tersembunyi, yang terkait dengan hak Allah Swt maupun hak manusia, yang wajib maupun yang sunah,
Saling menasehati dalam hal kebenaran dan kesabaran,
Meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat.
Hal-hal kebaikan yang dilakukan akan menunjukkan sempurnanya Islam seorang muslim.Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, yang artinya sebagai berikut ini :
“Jika keislaman di antara kalian sempurna, satu kebaikan yang dilakukannya akan ditulis sepuluh kebaikan hingga tujuh ratus kali lipat. Adapun setiap keburukan yang dilakukan, hanya ditulis satu keburukan semisalnya.” (HR. Bukhari)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu,Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda yang artinya sebagi berikut :“Di antara tanda sempurnanya Islam seseorang adalah meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat.” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah, Syaeikh Al Albani mengatakan hadits ini shahih).
Sedangkan, seorang muslim yang terlalu sibuk dengan hal-hal tidak bermanfaat, menandakan bahwa orang tersebut belum sempurna imannya. Bahkan, Hasan al-Basri mengatakan bahwa mereka yang sibuk dengan hal-hal yang tidak bermanfaat merupakan tanda Allah SWT berpaling dari Hamba-NYA .
Hasan al-Basri berkata, “Salah satu tanda bahwa Allah Swt berpaling dari seorang hamba adalah ia disibukkan dengan sesuatu yang tidak bermanfaat.”
Adapun hal-hal yang dipandang sebagai sesuatu yang tidak bermanfaat di antaranya adalah mengatakan atau melakukan sesuatu yang tidak bermanfaat dan menyakiti orang lain, seperti terlalu sibuk dengan urusan duniawi, bergurau, berkomentar yang tidak penting, debat kusir, atau ghibah. Ghibah dalam Islam termasuk pada perbuatan yang tidak baik dan ada pula hukum menyakiti hati orang lain dalam Islam yang harus di ketahui. Untuk menjadi muslim yang baik, sudah seharusnya meninggalkan perkataan dan perbuatan yang dapat menyakiti orang lain.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallambersabda, “Seorang muslim (yang baik) adalah yang tangan dan lisannya tidak menyakiti orang lain.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Jika seorang muslim tidak dapat menjaga perkataan dan perbuatannya maka ganjarannya adalah neraka. Maka dari itu penting sekali untuk menyimak tips menjaga lisan dalam Islam ini karena ada keutamaan menjaga lisan dalam Islam bagi seorang muslim.
Tirmidzi meriwayatkan dari Muadz bin Jabal radhiyallahu‘anhu, ia berkata,“Wahai Rasulullah, apakah kami akan dihukum atas setiap kata yang terucap?” Rasul pun menjawab, Tidak sedikit manusia yang tergelincir ke dalam neraka karena lisannya.” (HR. Tirmidzi)
Dari uraian singkat di atas dapat dikatakan bahwa sebagai muslim, hendaknya menyibukkan diri dengan hal-hal yang bermanfaat seperti beribadah, melaksanakan bermacam-macam amal shaleh, saling menasehati mengenai kebenaran dan kesabaran, serta meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat.
Seseorang yang sibuk dengan hal-hal yang tidak bermanfaat merupakan tanda Allah Swt berpaling dari Hamba-NYA. Sementara, ujian dan musibah yang dialami seorang hamba bukan karena Allah berpaling, tapi justru semua teguran itu adalah tanda Allah Swt sayang pada hamba-Nya agar ia kembali mengingat Allah Swt.
Demikianlah ulasan singkat tentang tanda Allah Swt berpaling dari hambanya. Semoga bermanfaat dan bisa menggerakkan hati untuk bisa menjadi pribadi yang lebih baik. referensi sebagi berikut ini dan semoga bermanfat, Amin .
Ayat Kursi merupakan ayat ke-255 dari surat Al-Baqarah yang menjadi surat kedua di dalam Al-Quran. Dalam sebuah hadits diriwayatkan oleh Ubay bin Ka’ab, Ayat Kursi merupakan ayat paling utama di dalam Al-Quran. Pada bacaan Ayat Kursi berisi tentang ke-Esa-an Allah Swt serta kekuasaan Allah Swt yang mutlak.Di setiap kalimat pada bacaan Ayat Kursi mengandung banyak sekali arti dan makna tentang keutamaan dan manfaatnya. Dengan membaca ayat ini, maka akan memengaruhi jiwa dan keimanan hidup kita.
Dalam suatu riwayat, Rasulullah SAW bertanya kepada Ubiy bin Ka’ab tentang ayat yang paling utama dalam Al-Quran, “Ayat apa yang paling utama di dalam Al-Quran?” Kemudian Ubay bin Kai menjawab, “Ayat paling utama dalam kitabullah adalah Ayat Kursi.”
Dan Rasulullah SAW menepuk dada Ubay dengan pelan sambil berkata, “Wahai Abu Mundzir semoga engkau selalu bahagia dengan ilmu yang engkau miliki.” (HR Muslim).
Ayat Kursi sebagai ayat yang paling agung di dalam Al-Quran karena di dalamnya terdapat nama Allah Swt yang paling agung, yaitu pada kalimat Al Hayyu dan Al Qayyum. Berikut ini bacaan Ayat Kursi yang disebut sebagai ayat paling agung dalam Al-Quran. latinya adalah sebagai berikut ini :
“Allahu laa ilaaha illaa huwal hayyul qoyyuum, laa ta’khudzuhuu sinatuw walaa naum. Lahuu maa fissamaawaati wa maa fil ardli man dzal ladzii yasyfa’u ‘indahuu illaa biidznih, ya’lamu maa baina aidiihim wamaa kholfahum wa laa yuhiithuuna bisyai’im min ‘ilmihii illaa bimaa syaa’ wasi’a kursiyyuhus samaawaati wal ardlo walaa ya’uuduhuu hifdhuhumaa wahuwal ‘aliyyul ‘adhiim.”
Artinya:
“Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya), tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. Tiada yang dapat memberi syafa’at di sisi Allah tanpa izin-Nya? Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.”
Manfaat membaca Ayat Kursi beserta amalannya untuk diri sendiri, Sebagai seorang muslim sudah seharusnya kita berdzikir dan berdoa hanya kepada Allah Swt. Dan salah satu cara berdzikir yang tepat adalah dengan membaca Ayat Kursi yang memiliki banyak manfaat apabila senantiasa kita baca.
Mendapat perlindungan Allah Swt, Manfaat pertama apabila kita membaca Ayat Kursi sehabis sholat adalah kita akan dijaga Allah Swt dari berbagai godaan setan, kejahatan manusia, binatang buas yang bersifat negatif bagi diri kita (membahayakan), perlindungan untuk keluarga dan harta benda.
Membukakan pintu hikmah dan rezeki, Dalam kitab “Asraaul Mufidah”, barang siapa yang membaca Ayat Kursi sebanyak 18 kali setiap harinya, maka Allah akan membukakan dadanya untuk pintu hikmah, dimudahkan rezekinya, dinaikkan derajatnya oleh Allah Swt di akhirat dan di dunia.
Dan orang yang membacanya sebanyak 18 kali juga akan diberikan pengaruh sehingga semua orang akan menghormatinya dan dirinya juga akan dijaga dengan izin Allah Swt dari segala bencana yang akan menimpanya hari itu.
Dimudahkan ilmu pengetahuannya, Syeikh abu Abbas menerangkan bahwa bagi orang yang membaca Ayat Kursi sebanyak 50 kali dan meniupkannya ke air hujan lalu meminumnya, maka Allah Swt akan memudahkan akal fikiran dan ilmu pengetahuannya.
Dihilangkan kefakirannya, Seperti dalam sabda Rasulullah, “barang siapa yang pulang ke rumahnya dan membaca Ayat Kursi, Allah akan menghilangkan segala kefakiran di depan matanya.”
Dijauhkan dari godaan setan, Rasulullah SAW bersabda “Umatku yang membaca Ayat Kursi sebanyak 12 kali pada pagi Jumat, kemudian berwudhu dan melaksanakan sholat dua rakaat, Allah Swt memeliharanya dari kejahatan setan dan kejahatan pembesar.”
Mendapat perlindungan saat melakukan perjalanan, Bagi orang yang membaca Ayat Kursi saat perjalanan ataupun saat ingin memulai perjalanan, maka Allah akan memudahkan perjalanannya dan akan dilindungi selama perjalanannya.
Dimudahkan segala urusannya, Syeikh Al-Bunni menerangkan bahwa barang siapa yang membaca Ayat Kursi sebanyak huruf pada ayat tersebut yaitu 170 huruf, maka Allah akan memberikan pertolongan padanya, mempermudah segala hajat yang ia punya, melapangkan fikirannya sehingga lebih mudah berfikir, diluaskan rezekinya, dihilangkan duka darinya, dan diberikan apa yang ia minta.
Dilindungi oleh 2 malaikat, Barang siapa yang membaca Ayat Kursi sebelum tidur maka Allah Swt akan memerintahkan 2 malaikat untuk menjaganya selama ia tidur sampai pagi.
Beberapa keutamaan dan manfaat dari Ayat Kursi yang dapat kita baca dan kita amalkan setiap hari, agar senantiasa diberi perlindungan dan kemudahan oleh Allah Swt. Semoga bermanfaat bagi kita semuanya, Amin ya robbal alamin.
Iman bisa bertambah dan berkurang, memang seperti itulah hakikatnya. Permasalahan iman merupakan permasalahan terpenting seorang muslim, sebab iman menentukan nasib seorang didunia dan akherat. Bahkan kebaikan dunia dan akherat bersandar kepada iman yang benar. Dengan iman seseorang akan mendapatkan kehidupan yang baik di dunia dan akherat serta keselamatan dari segala keburukan dan adzab Allah Swt. Dengan iman seseorang akan mendapatkan pahala besar yang menjadi sebab masuk ke dalam surga dan selamat dari neraka.
Lebih dari itu semua, mendapatkan keridhoan Allah Swt Yang Maha kuasa sehingga Dia tidak akan murka kepadanya dan dapat merasakan kelezatan melihat wajah Allah Swt di akherat nanti. Dengan demikian permasalahan ini seharusnya mendapatkan perhatian lebih dari kita semua.
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah menuturkan, “Hasil usaha jiwa dan qolbu (hati) yang terbaik dan penyebab seorang hamba mendapatkan ketinggian di dunia dan akherat adalah ilmu dan iman. Oleh karena itu Allah Ta’ala menggabung keduanya dalam firmanNya, dalam surah Ar-Ruum ayat 56 sebagai berikut ini yang artinya sbb :
“Dan berkata orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan dan keimanan (kepada orang-orang yang kafir): “Sesungguhnya kamu telah berdiam (dalam kubur) menurut ketetapan Allah, sampai hari berbangkit.” (QS ar-Ruum: 56)
Dan firman Allah Swt dalam surah Al Mujaadilah ayat 11 sebagai berikut ini : “Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.” (QS al-Mujaadilah: 11).
Mereka inilah inti dan pilihan dari yang ada dan mereka adalah orang yang berhak mendapatkan martabat tinggi. Namun kebanyakan manusia keliru dalam (memahami) hakekat ilmu dan iman ini, sehingga setiap kelompok menganggap ilmu dan iman yang dimilikinyalah satu-satunya yang dapat mengantarkannya kepada kebahagiaan, padahal tidak demikian. Kebanyakan mereka tidak memiliki iman yang menyelamatkan dan ilmu yang mengangkat (kepada ketinggian derajat), bahkan mereka telah menutup untuk diri mereka sendiri jalan ilmu dan iman yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menjadi dakwah beliau kepada umat. Sedangkan yang berada di atas iman dan ilmu (yang benar) adalah beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya setelah beliau serta orang-orang yang mengikuti mereka di atas manhaj dan petunjuk mereka”.
Demikian bila kita melihat kepada pemahaman kaum muslimin saja tentang iman didapatkan banyak kekeliruan dan penyimpangan. Sebagai contoh banyak dikalangan kaum muslimin ketika berbuat dosa masih mengatakan, “Yang penting kan hatinya”. Ini semua tentunya membutuhkan pelurusan dan pencerahan bagaimana sesungguhnya konsep iman yang benar tersebut.
Makna Iman, Dalam bahasa Arab, ada yang mengartikan kata iman dengan “tashdiq” (membenarkan); thuma’ninah (ketentraman); dan iqrar (pengakuan). Makna ketiga inilah yang paling tepat. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Telah diketahui bahwa iman adalah iqrar (pengakuan), tidak semata-mata tashdiq (membenarkan). Dan iqrar (pengakuan) itu mencakup perkataan hati, yaitu tashdiq (membenarkan), dan perbuatan hati, yaitu inqiyad (ketundukan hati)”.
Keyakinan hati, yaitu membenarkan terhadap berita. Perkataan hati, yaitu ketundukan terhadap perintah. Yaitu: keyakinan yang disertai dengan kecintaan dan ketundukan terhadap semua yang dibawa oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dari Allah Swt.
Adapun secara syar’i (agama), iman yang sempurna mencakup qaul (perkataan) dan amal (perbuatan). Syaikul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Dan di antara prinsip Ahlus sunnah wal jamâ’ah, ad-din (agama/amalan) dan al-iman adalah perkataan dan perbuatan, perkataan hati dan lisan, perbuatan hati, lisan dan anggota badan”.
Dalil Bagian-Bagian Iman Dari perkataan Syaikhul Islam di atas, nampak bahwa iman menurut Ahlus sunnah wal jamâ’ah mencakup lima perkara, yaitu, (1) perkataan hati, (2) perkataan lisan, (3) perbuatan hati, (4) perbuatan lisan dan (5) perbuatan anggota badan.
Banyak dalil yang menunjukkan masuknya lima perkara di atas dalam kategori iman, di antaranya adalah sebagai berikut:
Pertama: Perkataan hati, yaitu pembenaran dan keyakinan hati. Allah Swt, “Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah orang-orang yang hanya beriman kepada Allah Swt dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu, dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka di jalan Allah Swt. Mereka itulah orang-orang yang benar.” (QS al-Hujurât: 15)
Kedua: Perkataan lisan, yaitu mengucapkan syahadat La ilaha illallah dan syahadat Muhammad Rasulullah dengan lisan dan mengakui kandungan syahadatain tersebut. Di antara dalil hal ini adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Aku diperintah (oleh Allah Swt) untuk memerangi manusia sampai mereka bersaksi bahwa tidak ada yang berhak diibadahi selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, dan sampai mereka menegakkan shalat, serta membayar zakat. Jika mereka telah melakukan itu, maka mereka telah mencegah darah dan harta mereka dariku kecuali dengan hak Islam, dan perhitungan mereka pada tanggungan Allah Swt”.
Pada hadits lain disebutkan dengan lafazh, “Aku diperintah (oleh Allah Swt) untuk memerangi manusia sampai mereka mengatakan “Lâ ilâha illallâh”.
Ketiga: Perbuatan hati, yaitu gerakan dan kehendak hati, seperti ikhlas, tawakal, mencintai Allah Swt , mencintai apa yang dicintai oleh Allah Swt , raja’ (berharap rahmat/ampunan Allah Swt), takut kepada siksa Allah Swt , ketundukan hati kepada Allah Swt, dan lain-lain yang mengikutinya. Allah Swt berfirman, “Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah, hati mereka gemetar, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, bertambahlah iman mereka (karenanya) dan kepada Rabbnya mereka bertawakkal” (QS al-Anfal: 2). Dan dalil-dalil lainnya yang menunjukkan amalan-amalan hati termasuk iman.
Keempat: Perbuatan lisan/lidah, yaitu amalan yang tidak dilakukan kecuali dengan lidah. Seperti membaca al-Qur’ân, dzikir kepada Allah Swt, doa, istighfâr, dan lainnya. Allah Swt berfirman,
“Dan bacakanlah apa yang diwahyukan kepadamu, yaitu kitab Rabb-mu (Al-Qur’ân). Tidak ada (seorang pun) yang dapat merubah kalimat-kalimat-Nya.” (QS al-Kahfi: 27). Dan dalil-dalil lainnya yang menunjukkan amalan-amalan lisan termasuk iman.
Kelima: Perbuatan anggota badan, yaitu amalan yang tidak dilakukan kecuali dengan anggota badan. Seperti: berdiri shalat, rukû’, sujud, haji, puasa, jihad, membuang barang mengganggu dari jalan, dan lain-lain. Allah Ta’ala berfirman, dalam surah Al Hajj ayat 77 sbb :
“Hai orang-orang yang beriman, ruku’lah, sujudlah, sembahlah Rabbmu dan berbuatlah kebajikan supaya kamu mendapat kemenangan.” (QS al-Hajj: 77)
Rukun-Rukun Iman, Sesungguhnya iman memiliki bagian-bagian yang harus ada, yang disebut dengan rukun-rukun (tiang; tonggak) iman. Ahlus sunnah wal jamâ’ah meyakini bahwa rukun iman ada enam. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata pada permulaan kitab beliau, ‘Aqidah al-Wasithiyah’, “Ini adalah aqîdah Firqah an-Najiyah al-Manshurah (golongan yang selamat, yang ditolong) sampai hari kiamat, Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Yaitu: beriman kepada Allah Swt, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, kebangkitan setelah kematian, dan beriman kepada qadar, yang baik dan yang buruk”.
Dalil rukun iman yang enam ini adalah sabda Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada malaikat Jibril ‘alaihis salam, ketika menjelaskan tentang iman,
Iman adalah engkau beriman kepada Allah Swt, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari akhir, dan engkau beriman kepada qadar, yang baik dan yang buruk.” Rukun iman ini wajib diyakini oleh setiap Mukmin. Barangsiapa mengingkari salah satunya, maka dia kafir.
Syaikh Muhammad Khalîl Harrâs berkata, “Enam perkara ini adalah rukun-rukun iman. Iman seseorang tidak sempurna kecuali jika dia beriman kepada semuanya dengan bentuk yang benar sebagaimana ditunjukkan oleh al-Kitab dan Sunnah. Barangsiapa mengingkari sesuatu darinya, atau beriman kepadanya dengan bentuk yang tidak benar, maka dia telah kafir.”
Iman Bisa Bertambah dan Berkurang, Sudah dimaklumi banyak terdapat nash-nash al-Qur`an dan as-Sunnah yang menjelaskan pertambahan iman dan pengurangannya. Menjelaskan pemilik iman yang bertingkat-tingkat sebagiannya lebih sempurna imannya dari yang lainnya. Ada di antara mereka yang disebut assaabiq bil khoiraat (terdepan dalam kebaikan), al-Muqtashid (pertengahan) dan zholim linafsihi (menzholimi diri sendiri). Ada juga al-Muhsin, al-Mukmin dan al-Muslim. Semua ini menunjukkan mereka tidak berada dalam satu martabat. Ini menandakan bahwa iman itu bisa bertambah dan berkurang.
Bukti dari Al Qur’an dan As Sunnah Bahwa Iman Bisa Bertambah dan Berkurang, Pertama: Firman Allah Swt, dalam Ali Imram ayat 173 sbb ini yang artinya :
“(Yaitu) orang-orang (yang mentaati Allah dan Rasul) yang kepada mereka ada orang-orang yang mengatakan: “Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka”, Maka Perkataan itu menambah keimanan mereka dan mereka menjawab: “Cukuplah Allah menjadi penolong Kami dan Allah adalah Sebaik-baik Pelindung“.” (QS Ali Imran: 173).
Para ulama Ahlus Sunnah menjadikan ayat ini sebagai dasar adanya pertambahan dan pengurangan iman, sebagaimana pernah ditanyakan kepada imam Sufyaan bin ‘Uyainah Rahimahullah, “Apakah iman itu bertambah atau berkurang?” Beliau rahimahullah menjawab, “Tidakkah kalian mendengar firman Allah Swt, arti surah Ali Imran 173 sbb : “Maka perkataan itu menambah keimanan mereka”. (QS Alimron: 173)
dan firman Allah Swt dalam surah Al Kahfi ayat 13 sbb ini : “Dan Kami tambah pula untuk mereka petunjuk”.(QS al-Kahfi: 13)
dan beberapa ayat lainnya”. Ada yang bertanya, “Bagaimana iman bisa dikatakan berkurang?” Beliau rahimahullah menjawab, “Jika sesuatu bisa bertambah, pasti ia juga bisa berkurang”.
Kedua: Firman Allah Swt dalam surah Maryam ayat ke 76 yang artinya sbb ini :
“Dan Allah Swt akan menambah petunjuk kepada mereka yang telah mendapat petunjuk. dan amal-amal saleh yang kekal itu lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu dan lebih baik kesudahannya.” (QS Maryam: 76).
Syeikh Abdurrahman As-Sa’di menjelaskan tafsir ayat ini dengan menyatakan, “Terdapat dalil yang menunjukkan pertambahan iman dan pengurangannya, sebagaimana pendapat para as-Salaf ash-Shaalih. Hal ini dikuatkan juga dengan firman Allah Swt, sbb ini :
“Dan supaya orang yang beriman bertambah imannya.” (QS al-Mudatstsir: 31) dan firman Allah Swt,
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya).” (QS al-Anfaal:8/2)
Juga dikuatkan dengan kenyataan bahwa iman itu adalah perkataan qolbu (hati) dan lisan, amalan qolbu, lisan dan anggota tubuh. Juga kaum mukminin sangat bertingkat-tingkat dalam hal ini.
Ketiga: Sabda Rasulullah SAW, “Tidaklah seorang pezina berzina dalam keadaan mukmin dan tidaklah minum minuman keras ketika minumnya dalam keadaan mukmin serta tidaklah mencuri ketika mencuri dalam keadaan mukmin”.
Ishaaq bin Ibraahim an-Naisaaburi berkata, “Abu Abdillah (Imam Ahmad) pernah ditanya tentang iman dan berkurangnya iman. Beliau rahimahullah menjawab, “Dalil mengenai berkurangnya iman terdapat pada sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Tidaklah seorang pezina berzina dalam keadaan mukmin dan tidaklah mencuri dalam keadaan mukmin.”
Keempat: Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Iman itu lebih dari tujuh puluh atau lebih dari enampuluh. Yang paling utama adalah perkataan: “Laa Ilaaha Illa Allah” dan yang terendah adalah membersihkan gangguan dari jalanan dan rasa malu adalah satu cabang dari iman.”
Hadits yang mulia ini menjelaskan bahwa iman memiliki cabang-cabang, ada yang tertinggi dan ada yang terendah . Cabang-cabang iman ini bertingkat-tingkat dan tidak berada dalam satu derajat dalam keutamaannya, bahkan sebagiannya lebih utama dari lainnya. Oleh karena itu Imam At-Tirmidzi memuat bab dalam sunannya: “Bab Kesempurnaan, bertambah dan berkurangnya iman”.
Syeikh Abdurrahman as-Sa’di rahimahullah ketika menjelaskan hadits di atas menyatakan, Ini jelas sekali menunjukkan iman itu bertambah dan berkurang sesuai dengan pertambahan aturan syariat dan cabang-cabang iman serta amalan hamba tersebut atau tidak mengamalkannya. Sudah dimaklumi bersama bahwa manusia sangat bertingkat-tingkat dalam hal ini. Siapa yang berpendapat bahwa iman itu tidak bertambah dan berkurang, sungguh ia telah menyelisihi realita yang nyata di samping menyelisihi nash-nash syariat sebagaimana telah diketahui.
Pendapat Ulama Salaf Bahwa Iman Bisa Bertambah dan Berkurang, Sedangkan pendapat dan atsar as-Salaf ash-Shaalih sangat banyak sekali dalam menetapkan keyakinan bahwa iman itu bertambah dan berkurang, diantaranya sebagai berikut ini :
Pertama: Dari kalangan sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, di antaranya :
Satu ketika Kholifah ar-Rsyid Umar bin al-Khathaab rahimahullah pernah berkata kepada para sahabatnya, yang artinya sbb ini : “Marilah kita menambah iman kita.”[
Sahabat Abu ad-Darda` Uwaimir al-Anshaari rahimahullah berkata, “Iman itu bertambah dan berkurang.”
Kedua: Dari kalangan Tabi’in, di antaranya: Abu al-Hajjaaj Mujaahid bin Jabr al-Makki (wafat tahun 104 H) menyatakan, sebagai berikut ini : “Iman itu adalah perkataan dan perbuatan, bertambah dan berkurang.”
Abu Syibl ‘Alqamah bin Qais an-Nakhaa’i (Wafat setelah tahun 60 H) berkata kepada para sahabatnya, “Mari kita berangkat untuk menambah iman.” Ketiga: Kalangan tabi’ut Tabi’in, di antaranya: Abdurrahman bin ‘Amru al-‘Auzaa’i (wafat tahun 157 H) menyatakan, yang artinya sbb :
“Iman adalah perkataan dan perbuatan, bertambah dan berkurang. Siapa yang meyakini iman itu tidak bertambah dan tidak berkurang maka berhati-hatilah terhadapnya karena ia adalah seorang ahli bid’ah.”
Beliau juga ditanya tentang iman, “Apakah bisa bertambah?” Beliau menjawab, “Iya, hingga menjadi seperti gunung.” Beliau ditanya lagi, “Apakah bisa berkurang?” Beliau rahimahullah menjawab, “Iya, hingga tidak tersisa sedikitpun darinya”.
Itulah keadaan Iman kita kepada Allah Swt iman dapat berkurang dan dapat bertambah, bisa bertambah besar seperti gunung namun bisa hilang seperti tak berbekas, ya Allah Swt Ampuni segala dosa-dosa yang telah kami perbuat, masukkan kami kedalam golongan orang-orang yang solih solih dan berbuat baik kepada sesama, manusia tidak bisa luput dari dosa-dosa mak segeralah bertobat kepada Allah Swt dan minta ampun kepada Allah Swt, jika kita zalim terhadap sesama manusia, minta maaflah kepada manusia yang terzalimi tersebut, semoga Allah Swt selalu merahmati dan mengampuni hamba-hambany yang selalu bertobat dan berbuat kebaikan, amin ya robbal alamin.